SKENARIO C BLOK 24
Kelompok: 6A
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah
kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas Tutorial Blok 24 Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2016. Laporan ini membahas kasus berdasarkan
sistematika klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan
menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan
ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, tutor dr. Dalilah M.kes dan
anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan
laporan ini.
Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
2
Kata Pengantar...........................................................................................................................1
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
I. Skenario .......................................................................................................................4
V. Hipotesis ........................................................................................................................41
3
I. SKENARIO
Mrs. Sukinem, 38 years old women in her fifth pregnancy delivered her
son spontaneously 4 hours ago. She was helped by birth attendant in her village, about
1.5 hours away from referral hospital. He lived with her husband who is a farmer and
her mother in law who is a birth attendant. She gave birth a male baby, weighed 4000
grams. The placenta was delivered by birth attendant, she claimed it was delivered
completely. Suddenly after placenta was delivered, massive blood was came out from
vagina. The birth attendant called midwife and according to midwife, uterine
contraction was poor and uterine fundal could not be palpated at the time. She gave the
mother intramuscular oxytocin injection 10 IU and reffered her to primary public health
service (Puskesmas) which already got PONED certification. Her antenatal care history
was 2 times with midwife in this public health anda already diagnosed with mild
anemia due to Fe serum deficiency (her last month Hb count was 9 g/dl).
On arrival, as general practitioner public health service, you find the patient
is consciousness but drowsy and pale. You also find approximately 1000 ml blood clot
in her pants.
In the examination findings :
Height 155 cm, weight 50 kg. blood preasure 60/40 mmHg, heart rate 140x/menit,
respiratory rate 36x/minute, temperature 35 C. The peripheral extremities are cold. The
abdomen is otherwise soft and non tender. The uterus fundal can not be palpated, no
uterine contraction. On vaginal inspection there is blood clot in vagina and no portio
laceration or vaginal/perineal laceration are identified.
You do resuscitation on her, made her to become in Trendelenburg position, gave her
oxygen 6-8 L/minute, insert 2 venous line and folley catheher, do blood examination
including routine blood analysis, hemostatic analysis, and serum blood analysis. You
gave 2000 ml crystalloid fluid and 300 cc pack red cells, also oxytocin 20 IU in 500 ml
crystalloid fluid.
After 30 minutes, she become consciousness and not drowsy anymore. Blood
pressure become 100/70 mmHg, pulse92x/m,respiratory rate 22x/m, temperature 35,8C,
urine output 100 cc. You reexamine the patient again, uterine fundal still can not be
palpated, uterine contraction is poor, and vaginal bleeding is still coming out. You do
bimanual interna compression but still no uterine contraction. You gave her misoprostol
600ug vaginally and do abdominal aorta compression, but uterine contraction wont get
better. You insert uterine tamponade using Sayeba condom method, and plan to refer
her to RSMH, hospital nearby. The laboratory result come out:
Hemoglobin : 4,2g/dl
White cell count : 3200/mm3
` Platelet : 115.000/mm3
INR : 1,3
APTT : 39
You finally refer this patient after 1 hours treatment in your public health
service to RSMH.
4
II. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Definisi
1. Crystalloid fluid cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau
guladengan berbagai campuran.
5
Kalimat Konsen
Suddenly after placenta was delivered, massive blood was came out from
VVV
vagina.
You reexamine the patient again, uterine fundal still can not be palpated,
uterine contraction is poor, and vaginal bleeding is still coming out. You do VV
bimanual interna compression but still no uterine contraction.
You do bimanual interna compression but still no uterine contraction. You
gave her misoprostol 600ug vaginally and do abdominal aorta compression,
VV
but uterine contraction wont get better. You insert uterine tamponade using
Sayeba condom method, and plan to refer her to RSMH, hospital nearby.
Mrs. Sukinem, 38 years old women in her fifth pregnancy delivered her son
spontaneously 4 hours ago. She was helped by birth attendant in her village,
V
about 1.5 hours away from referral hospital. He lived with her husband who
is a farmer and her mother in law who is a birth attendant.
She gave birth a male baby, weighed 4000 grams. The placenta was
delivered by birth attendant, she claimed it was delivered completely.
V
Suddenly after placenta was delivered, massive blood was came out from
vagina.
She gave the mother intramuscular oxytocin injection 10 IU and reffered
her to primary public health service (Puskesmas) which already got V
PONED certification.
Her antenatal care history was 2 times with midwife in this public health
anda already diagnosed with mild anemia due to Fe serum deficiency (her V
last month Hb count was 9 g/dl).
In the examination findings :
Height 155 cm, weight 50 kg. blood preasure 60/40 mmHg, heart rate
140x/menit, respiratory rate 36x/minute, temperature 35 C. The peripheral
extremities are cold. The abdomen is otherwise soft and non tender. The V
6
You do resuscitation on her, made her to become in Trendelenburg position,
gave her oxygen 6-8 L/minute, insert 2 venous line and folley catheher, do
blood examination including routine blood analysis, hemostatic analysis,
and serum blood analysis. You gave 2000 ml crystalloid fluid and 300 cc
pack red cells, also oxytocin 20 IU in 500 ml crystalloid fluid. V
Hemoglobin : 4,2g/dl
INR : 1,3
APTT : 39
You finally refer this patient after 1 hours treatment in your public health
service to RSMH. V
7
IV. ANALISIS MASALAH
1. Mrs. Sukinem, 38 years old women in her fifth pregnancy delivered her son
spontaneously 4 hours ago. She was helped by birth attendant in her village, about
1.5 hours away from referral hospital. He lived with her husband who is a farmer
and her mother in law who is a birth attendant.
1. Bagaimana Hubungan usia, riwayat partus dan pekerjaan suami dengan kasus?
8
Hubungan dengan pekerjaan suami :
Sosial ekonomi yang rendah menyebabkan tidak lengkapnya antenatal care pada
Mrs. Sukinem dan juga yang menyebabkan Mrs. Sukinem menjalani persalinan di
dukun beranak, tidak langsung ke puskesmas atau rumah sakit sehingga
meningkatkan resiko terjadinya pendarahan post partum.
4. Apa saja resiko kegawatdaruratan pada kasus yang akan terjadi jika tidak segera
ditolong?
Apabila kondisi perdarahan tidak cepat ditangani maka pasien akan mengalami
syok hemoragik. Syok hemoragik adalah suatu syok yang disebabkan oleh
perdarahan yang banyak dapat disebabkan oleh perdarahan antepartum, gejala
klinik syok hemoragik tergantung pada jumlah darah yang terjadi mulai dari yang
ringan sampai berat sesuai tabel berikut. Pasien pertama akan mengalami fase syok
(normalnya toleransi erdarahan 500-1000 ml), kemudian fase kompensasi yang
ditandai dengan pucat, takikardia, takipneu, lalu fase dekompensasi pada
perdarahan lebih dari 1000 ml, kemudan terakhir ialah fase kerusakan jaringan dan
bahaya kematian. Hal ini dapat diakibatkan oleh kondisi asidosis metabolik,
9
dilatasi arteriol, DIC (akibat lepasnya tromboplastn dari jaringan yang rusak),
gagal jantung, gagal ginjal akut, nekrosis hipofise/ sindroma Sheehan. (Ilmu
Kebidanan Sarwono, 2009)
2. She gave birth a male baby, weighed 4000 grams. The placenta was delivered by
birth attendant, she claimed it was delivered completely.
Tanda-tanda Persalinan
Penyebab terjadinya makrosomia (bayi baru lahir dengan berat 4000 gram atau
lebih) dikaitkan dengan beberapa faktor, yaitu :
a. Bayi dari ibu yang mempunyai diabetes atau IDM (infant of a diabetic mother)
berisiko tinggi mengalami sejumlah komplikasi, khususnya hipoglikemia. Kadar
glukosa maternal yang tinggi mengakibatkan peningkatan respon insulin janin.
Peningkatan kadar insulin ini mendorong pertumbuhan intrauteri yang
mengakibatkan makrosomia. Makrosomia terjadi pada 20% hingga 30% IDM.
b. Bayi yang lahir setelah masa gestasi 42 minggu (postmatur, lewat waktu, lewat
tanggal) sebagian besar lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gram.
10
Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas
perinatal, ataupun makrosomia.
c. Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat diperkirakan disebabkan
oleh orang tua bayi yang juga besar (keturunan). Faktor yang memperbesar
kemungkinan bayi makrosomia adalah orang tua yang berperawakan besar,
khususnya obesitas pada ibu.
d. Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat diperkirakan disebabkan
oleh kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebihan pada ibu dan
bukan disebabkan oleh sebab lain misalnya edema.
e. Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan bayi makrosomia berpeluang
besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan
berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu.
f. Multiparitas disebut sebagai salah satu faktor penyebab makrosomia. Ada
kecenderungan berat badan lahir anak ke dua dan seterusnya lebih besar
daripada anak pertama.
g. Bayi berat lahir besar (makrosomia) berisiko lahir dari ibu yang memiliki indeks
massa tubuh (IMT) 30 kg/m2.
h. Kondisi lain seperti kondisi lingkungan, nutrisi, dan hormonal kehamilan yang
secara potensial diatur oleh gen, usia ibu, serta ras dan etnik juga merupakan
beberapa faktor penyebab terjadinya makrosomia pada bayi baru lahir.
Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan persalinan normal atau Caesar yang sudah
cukup umur (37 minggu sampai 42 minggu), memiliki berat 2500 gram - 4000
gram.
4. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kelahiran bayi besar ?
Bayi pada kasus memiliki berat di batas atas. Artinya ada kemungkinan terjadi
overdistensi uterus pada ibu, dimana overdistensi uterus ini merupakan salah satu
faktor resiko pendarahan pospartum.
3. Suddenly after placenta was delivered, massive blood was came out from vagina.
11
1. apa penyebab perdarahan pada kasus ?
Penyebab perdarahan pasca persalinan pada kasus ialah karena atonia uteri, karena
berdasarkan pada gejala dan tanda, serta penyulit dibawah ini:
Pada kasus ini, ibu sukinem mengalami perdarahan post partum karena atoni
uterus, bagian anatomi yang terlibat dalam kasus ini adalah uterus (bagian
myometrium)
4. Apa saja penilaian klinik yang ada pada perdarahan pasca persalinan?
12
a. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri
b. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24
jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal
Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
menit traksi berlebihan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi Retensi sisa plasenta
tidak lengkap tinggi fundus tidak
berkurang
Perdarahan segera
13
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Perdarahan sekunder
4. The birth attendant called midwife and according to midwife, uterine contraction
was poor and uterine fundal could not be palpated at the time.
1. Apa makna klinis dari lemahnya kontraksi & tidak teraba fundus uteri saat palpasi?
14
Terjadi bila miometrium tidak berkontraksi Perdarahan dari bekas plasenta
melekat menjadi tidak terkendali
Penghentian perdarahan dari bekas tempat implantasi plasenta hanya dapat
terjadi jika anyaman miometrium menjepit pembuluh darah yang berjalan diantara
anyaman tsb
Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan
plasenta terbuka lebar.
3. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme tidak teraba fundus uteri saat palpasi?
Pada kasus, fundus uterus tidak teraba lagi dikarenakan sudah terjadi Ruptur uterus.
Kontraksi otot tidak ada akibat dari atonia sehingga pembuluh darah yang seharusnya
terjepit menjadi tidak terjepit sehingga perdarahan masih terjadi. Dimana faktor
predisposisi HPP pada kasus ini : BB besar, Ibu hamil usia tua, Multipara , Sosial
ekonomi, Anemia defisiensi besi. Karena adanya darah yang terperangkap dalam cavun
uteri & menggumpal.
Bagian lunak jalan lahir otot-otot yang menahan dasar panggul di bagian luar adalah
musculus sfingter ani eksternus, muskulus bulbokavernosus yang melingkari vagina,
dan muskulus perinei transversus superfisialis. Di bagian tengah ditemukan otot-otot
yang melingkari uretra (muskulus sfingter uretrae), otot-otot yang melingkari vagina
bagian tengah dan anus, antara lain muskulus iliokoksigeus, muskulus iskiokoksigeus,
muskulus perinei transversus profundus, dan muskulus koksigeus. Lebih dalam lagi
ditemukan otot-otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma pelvis, terutama
muskulus levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul. Ia menutup hampir
seluruh bagian belakang pintu bawah panggul. Letak muskulus levator ani ini
sedemikian rupa sehingga bagian depan muskulus ini berbentuk segitiga, disebut
trigonum urogenitalis (hiatus genitalis). Di dalam trigonum ini berada uretra, vagina,
dan rektum.
15
5. Bagaimana tindakan yang harus dilakukan pada kontraksi uterus yang lemah?
Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik). Masase
merangsang kontraksi uterus. Saat dimasase dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus
Bersihkan bekuan darah dan selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Bekuan
darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang
kontraksi uterus secara baik.
Pastikan bahwa kantung kemih kosong, jika penuh dapat dipalpasi, lakukan
kateterisasi menggunakan teknik aseptic. Kandung kemih yang penuh akan dapat
menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
16
Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin. Jarum besar memungkinkan
pemberian larutan IV secara cepat atau tranfusi darah. RL akan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang selama perdarahan. Oksitosin IV akan cepat merangsang
kontraksi uterus.
Ulangi kompresi bimanual internal. KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin
dan oksitosin atau misopostrol akan membuat uterus berkontraksi
Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontaksi selama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan
atonia sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu
melaksanakan bedah dan tranfusi darah.
Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang
uterus berkontraksi.
Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam
sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia
cairan yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan
minum untuk rehidrasi. RL dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang
akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk berkontraksi.
5. She gave the mother intramuscular oxytocin injection 10 IU and reffered her to
primary public health service (Puskesmas) which already got PONED certification.
Farmakodinamik
Oksitosin merangasang frekuensi dan kekuatan kontraksi otot polos uterus. Efek ini
tergantung pada konsentrasi estrogen. Pada konsentrasi estrogen yang rendah, efek
oksitosin terhadap uterus juga berkurang. Progestin digunakan secara luas di klinik untuk
mengurangi aktivitas uterus pada kasus abortus habitualis meskipun efektivitasnya tidak
jelas. Pada kehamilan trimester I dan II aktivitas motorik uterus sangat rendah, dan
aktivitas ini secara spontan akan meningkat dengan cepat pada trimester III dan
mencapai puncaknya pada saat persalinan. Oksitosin dapat memulai atau meningkatkan
ritme kontraksi uterus pada setiap saat, namun pada kehamilan muda diperlukan dosis
yang tinggi. Oksitosin menyebabkan pengelepasan prostaglandin pada beberapa spesies,
tetapi tidak jelas apakah ini merupakan efek primernya atau berhubungan dengan
kontraksi uterus. Efeknya pada kelenjar mama. Bagian alveolar kelenjar mama
dikelilingi oleh jaringan otot polos, yaitu mioepitel. Kontraksi mioepitel menyebabkan
17
susu mengalir dari saluran alveolar ke dalam sinus yanng besar, sehingga mudah dihisap
bayi. Fungsi ini di namakan ejeksi susu. Mioepitel sangat peka terhadap oksitosin.
Sediaan oksitosin berguna untuk memperlancar ejeksi susu, bila oksitosin endogen tidak
mencukupi. Juga berguna untuk mengurangi pembengkakan payudara pasca
persalinan.Efeknya pada system kardiovaskular. Apabila oksitosin diberikan dalam dosis
besar akan terlihat relaksasi otot polos pembuluh darah secara langsung. Terjadi
penurunan tekanan sistolik dan terutama penurunan tekanan sistolik dan terutama
penurunan tekanan diastolik, warna kulit menjadi merah, dan aliran darah ke ekstermitas
bertambah. Bila dosis besar diberikan terus menerus secara infus, maka penurunan
tekanan darah akan diikuti sedikit penggian tekanan darah tetapi menetap. Dosis
oksitosin untuk indikasi obstetrik, tidak jelas menimbulkan penurunan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah jelas terjadi pada penderita yang mendapat dosis besar, yang
diberikan selama anestesia dalam. Otot polos yang sensitif terhadap oksitosin hanyalah
uterus, pembuluh darah dan miopitel kelenjar payudara.
Farmakokinetik
Oksitosin memberikan hasil baik pada pemberian parenteral. Pemberian oksitosin
intranasal, meskipun kurang efisien lebih disukai daripada pemberian parenteral.
Oksitosin diabsorpsi dengan cepat melalui mukosa mulut dan bukal sehingga
memungkinkan oksitosin diberikan sebagai tablet hisap. Cara pemberian nasal atau tablet
hisap dicadangkan untuk penggunaan pasca-persalinan. Selama kehamilan, kadar
aminopeptidase dalam plasma (oksitosinase atau sistil aminopeptidase) meningkat
sepuluh kali dan menurun setelah persalinan. Enzim ini menginaktifkan oksitosin dan
ADH melalui pemecahan ikatan peptida. Enzim ini diduaga meregulasi konsentrasi
oksitosin lokal di uterus tetapi sedikit pengaruhnya terhadap eliminasi kadar oksitosin
dalam plasma. Di duga sumber oksitosinase ini adalah plasenta.Waktu paruh oksitosin
sangat singkat, antara 12-17 menit. Penurunan kadar plasma sebagian besar disebabkan
ekskresi oleh ginjal dan hati. Penggunaan klinik adalah
a. Untuk diagnosa janin mengalami gangguan atau tidak, terjadinya sirkulasi pada
placenta.
b. Untuk terapi; Mempercepat proses persalinan, tidak mungkinnya keluar janin
secara sempurna, meningkatkan pancaran air susu ibu, perdarahan setelah
melahirkan,dan sulitnya air susu keluar. Mempunyai efek samping, yaitu kematian janin
karena adanya hipertensi , sobeknya uterus karena kontraksi kuat, afibrinogeremia
18
(menurunnya fibrin dalam darah). Dan mempunyai kontraindikasi, prematur dan
keadaanjanin abnormal.Pada janin yang tidak normal tdk boleh diberi oxytocin.
Indikasi Janin :
19
Infus IV 1-4 mlU/menit dinaikan dalam interval >20menit sampai dicapai pola
persalinan mirip persalinan normal untuk persalinan aterm (biasanya <10mlu/menit).
Dosis maksimum 20mlu/menit (bila dibutuhkan dosis tinggi gunakan larutan
10u/500ml). jangan menggunakan total >5u/hari (penggulangan pada hari berikutnya
mulai lagi dengan 1-4mlu/menit.
Pada perdarahan pasca persalinan dibutuhkan injeksi intravena lambat 5u,
diikuti dengan infus 5-20u dalam 500ml glukosa 5% dengan kecepatan yang
dianjurkan untuk atonia.
20
Ruangan ini dapat memanfaatkan ruangan yang sehari-hari digunakan oleh
pengelola program KIA.
Luas minimal 3 x 3 m
Tempat tidur minimal dua buah dan dapat dipergunakan untuk melaksanakan
tindakan.
6. Jenis pelayanan yang diberikan dikaitkan dengan sebab kematian ibu yang
utama yaitu : perdarahan, eklampsi, infeksi, partus lama, abortus, dan sebab
kematian neonatal yang utama yaitu : asfiksia, tetanus neonatorum dan
hipotermia.
Jika fasilitas kesehatan pertama itu ternyata tidak memiliki peralatan yang memadai,
maka bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat pertama lainnya yang memiliki alat
pemeriksa kandungan yang memadai. Misalnya, pasien terdaftar di
puskesmas/klinik/dokter keluarga yang tidak punya alat untuk memeriksa kandungan
yang memadai, maka Anda dapat dirujuk ke puskesmas induk atau fasilitas kesehatan
lainnya yang punya alat pemeriksa kandungan lebih lengkap, seperti fasilitas kesehatan
dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Hal itu disebut
dengan sistem rujukan secara horizontal. pasien bisa langsung pergi ke rumah sakit
hanya dalam kondisi darurat yang mengancam keselamatan pasien dan sang bayi (tidak
perlu rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama). Kriteria kondisi gawat darurat
antara lain terjadi perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin
dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu dan bayinya. Rujukan ke rumah sakit juga
dapat diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama jika terjadi komplikasi medis
pada kandungan ibu hamil yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
6. Her antenatal care history was 2 times with midwife in this public health anda
already diagnosed with mild anemia due to Fe serum deficiency (her last month Hb
count was 9 g/dl).
21
1. Apa hubungan riwayat anemia def.besi dengan kasus?
Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi jumlah
haemoglobin dalam darah. Berkurangnya jumlah haemoglobin menyebabkan jumlah
oksigen yang diikat dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman
oksigen ke organ-organ vital. Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani
hingga akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu
dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri. Hal ini disebabkan
karena oksigen yang dikirim ke uterus kurang. Jumlah oksigen dalam darah yang
kurang menyebabkan otot-otot uterus (myometrium) tidak berkontraksi dengan
adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak.
22
Standar Pelayanan Ante Natal Care:
1) Timbang berat badan
2) Ukur lingkar lengan atas (LiLA)
3) Ukur tekanan darah
4) Ukur tinggi fundus uteri
5) Hitung denyut jantung janin (DJJ)
6) Tentukan presentasi janin
7) Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
8) Beri tablet tambah darah (tablet besi)
9) Periksa laboratorium (rutin dan khusus). Pemeriksaan laboratorium dilakukan
pada saat antenatal meliputi:
a. Pemeriksaan golongan darah
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
c. Pemeriksaan protein dalam urin
d. Pemeriksaan kadar gula darah
e. Pemeriksaan darah
f. Pemeriksaan tes Sifilis
g. Pemeriksaan HIV
h. Pemeriksaan BTA
10) Tatalaksana / penanganan Kasus Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas
dan hasil pemeriksaan laboratorium
11) KIE Efektif KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi:
a. Kesehatan ibu
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan
menghadapi komplikasi
e. Asupan gizi seimbang
f. Gejala penyakit menular dan tidak menular
g. Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu
(risiko tinggi)
h. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI
i. KB paska persalinan Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya
ikut
23
j. Imunisasi Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) untuk mencegah bayi mengalami tetanus neonatorum
k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster)
7. On arrival, as general practitioner public health service, you find the patient is
consciousness but drowsy and pale. You also find approximately 1000 ml blood clot
in her pants.
1. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme pusing dan pucat pada kasus?
2. Mengapa mrs. sukinem masih terlihat pucat & pusing setelah pemberian
intramuskuler oksitosin?
Karena oksitosin hanya untuk membantu kontraksi uterus tetapi tata kehilangan
darahnya belum tertatalaksana.
3. Apa makna klinis ditemukan darah 1000 ml pada celana ibu sukinem?
Hal tersebut bisa disebabkan karena atonia uteri yaitu lemahnya tonus/kontraksi
Rahim sehingga uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat impl
antasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Beku nya darah bisa disebabkan kare
na tercampurnya lokia dengan darah yang sudah menggumpal dari dalam uterus da
n bisa juga disebabkan karena hipofibrinogenemia.
4. Apa saja dampak dari kehilangan darah 1000 ml pada mrs sukinem ?
24
kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri. PPP sekunder terjadi setelah 24 jam
persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.
Pada kasus, jumlah darah yang keluar 1000 ml pada persalinan pervaginam
menunjukkan telah terjadi perdarahan postpartum. Kehilangan banyak darah
tersebut dapat menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin.
Height 155 cm, weight 50 kg. blood preasure 60/40 mmHg, heart rate 140x/menit,
respiratory rate 36x/minute, temperature 35 C. The peripheral extremities are cold.
The abdomen is otherwise soft and non tender. The uterus fundal can not be
palpated, no uterine contraction. On vaginal inspection there is blood clot in vagina
and no portio laceration or vaginal/perineal laceration are identified.
25
2. Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik dan obstetri?
- TD 60/40 : multi faktorial (makrosomia regangan rahim berlebihan, anemia
defisiensi besi, kehamilan multipara) lemahnya tonus/kontraksi rahim tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta perdarahan
masif pervaginam hipotensi
- HR 140x/menit dan RR 36x/menit = mekanisme kompensasi dari hipotensi untuk
meningkatkan curah jantung
- Temperatur 350C dan ekstremitas dingin = perdarahan masif pervaginam curah
jantung menurun hipotensi kompensasi: aliran darah ke perifer menurun
hipotermi, ekstremitas dingin
- Fundus uteri tidak teraba, uterus tidak kontraksi = multi faktorial (makrosomia
regangan rahim berlebihan, anemia defisiensi besi, kehamilan multipara) lemahnya
tonus/kontraksi rahim uterus tidak berkontraksi
- Bekuan darah di vagina = multi faktorial (makrosomia regangan rahim berlebihan,
anemia defisiensi besi, kehamilan multipara) lemahnya tonus/kontraksi rahim
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
perdarahan masif pervaginam bekuan darah (perdarahan yang terjadi pada kasus
atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes, yang sering terjadi adalah darah
keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi
sebagai anti pembeku darah)
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai
untuk menatalaksana atonia uteri.
After 30 minutes, she become consciousness and not drowsy anymore. Blood
pressure become 100/70 mmHg, pulse92x/menit,respiratory rate 22x/minute,
temperature 35,8C, urine output 100 cc.
26
1. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada kasus?
Oxytocin infusin/Prostaglandin. Dapat iberikan oksitosi 40 IU dalam 500 cc
normal saline dan dipasang dengan kecepatan 123 cc/jam. Hindari kelebihan cairan
karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada kahirnya
dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul karena efek
antidiuretic hormon (ADH)- like effect dari oksitosin. Ergomoetrin dapat diberikan
secara IM atau IV dengan dosis awal 0,2 mg(secara perlahan). Dosis lanjutan 0,2 mg
setelah 15 menit bila masih diperlukan.dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis
perhar.ergometrin kontraindikasi diberikan pada preeklampsia dan hipertensi. Bila
perdarahan pasca salin tidak berhasil dapat dilakukan kompresi bimanual dan
pemberian ergometrin atau oksitosis, dapat diberikan misoprostol.
2. Apa indikasi dilakukan pemeriksaan analisis darah rutin, analisis hemostatic &
analisis darah serum?
10. You reexamine the patient again, uterine fundal still can not be palpated, uterine
contraction is poor, and vaginal bleeding is still coming out. You do bimanual
interna compression but still no uterine contraction.
Karena distensi pada myometrium terlalu berat sehingga reseptor yang ada
diototnya menurun karena reseptornya menurun membutuhkan waktu yang lama
untuk kontraksi kembali setelah pemberian oksitosin
11. You do bimanual interna compression but still no uterine contraction. You gave her
misoprostol 600ug vaginally and do abdominal aorta compression, but uterine
contraction wont get better. You insert uterine tamponade using Sayeba condom
method, and plan to refer her to RSMH, hospital nearby.
27
Pasien :
Perut bawah dan lipatan paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun
Cairan infus sudah terpasang jika diperlukan
Uji fungsi dan kelengkapan peralatan
Siapkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
Penolong :
Apron plastik, masker, kacamata pelindung
Sarung tangan panjang DTT/steril
Alas kaki/sepatu boot karet
Lampu sorot
Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Tindakan
Kosongkan kandung kemih
Setelah kandung kemih dikosongkan, cabut kateter dan masukkan kedalam wadah yang
berisi cairan klorin 0,5%
Pasang speculum dibawah dan diatas. Bila diperlukan, pasang spekulum lateral kiri dan
kanan
Tentukan bahwa perdarahan memang keluar melalui ostium serviks, bukan dari laserasi
atau robekan jalan lahir
Lepaskan spekulum dan letakkan di dalam wadah yang tersedia
Bersihkan sarung tangan, lepas dan rendam secara terbalik dalam larutan klorin 0,5%
Cuci tangan dan lengan, keringkan dengan handuk
Pakai sarung tangan DTT yang baru dengan benar
Pastikan cairan infus berjalan baik dan uterotonika sudah diberikan
KOMPRESI BIMANUAL INTERNA
Penolong berdiri di depan vulva. Oleskan larutan antiseptik pada sarung tangan kanan.
Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, sisihkan kedua labium mayus ke lateral dan
secara obstetrik, masukkan tangan kanan melalui introitus.
Kepalkan tangan kanan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking
pada forniks anterior, dorong uterus ke kranio-anterior.
28
Tapak tangan kiri menekan bagian belakang korpus uteri.
Lakukan kompresi dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dengan kepalan tangan
kanan pada forniks anterior.
Perhatikan perdarahan yang terjadi, bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi demikian
hingga kontraksi uterus membaik. Bila perdarahan Belum berhenti, lanjutkan ke tindakan
berikut.
Keluarkan tangan kanan, bersihkan sarung tangan dan rendam dalam klorin 0,5 %.
Cuci tangan dan lengan, keringkan dengan handuk.
Pakai sarung tangan DTT yang baru secara benar.
KOMPRESI BIMANUAL UTERUS EKSTERNA
Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu.
Tekan dinding perut bawah untuk menaikkan fundus uteri agar telapak tangan kiri dapat
mencakup dinding belakang uterus.
Pindahkan posisi tangan kanan sehingga telapak tangan kanan dapat menekan korpus uteri
bagian depan
Tekan korpus uteri dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dan kanan dan
perhatikan perdarahan yang terjadi.
Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus dapat berkontraksi
dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan ke langkah berikut
KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS
Raba pulsasi arteri femoralis pada lipatan paha
Kepalkan tangan kiri dan tekan bagian punggung jari telunjuk hingga kelingking pada
umbilikus ke arah kolumna vetebralis dengan arah tegak lurus
Dengan tangan lain, raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui cukup tidaknya
kompresi :
- Jika pulsasi masih teraba, artinya tekanan kompresi masih belum cukup
- Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri femoralis akan
berkurang / berhenti
Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan uterus
(dengan bantuan asisten) hingga uterus berkontraksi baik
Jika perdarahan maih berlanjut :
- Lakukan ligasi arteri uterina adan utero-ovarika
- Jika perdarahan masih terus banyak, lakukan histerektomi supravaginal
29
asalnya, metabolit aktifnya ini dapat dideteksi di dalam plasma (Fiala, 2005).
Rantai samping alfa dari asam misoprostol menjalani oksidasi beta dan rantai
samping beta menjalani oksidasi omega yang diikuti dengan reduksi keton untuk
menghasilkan analog prostaglandin F (FDA, 2008).
Pada semua rute pemberian, absorbsi terjadi sangat cepat, tetapi yang paling cepat bila
misoprostol diberikan secara oral (mencapai konsentrasi puncak setelah 12 menit, waktu
paruh 20-30 menit). Misoprostol yang diberikan melalui vagina atau sublingual
membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja, memiliki nilai puncak lebih rendah
(konsentrasi puncak setelah 60 menit), tetapi efeknya lebih menetap. Jika misoprostol
diberikan pervaginam, maka efek pada saluran reproduksi akan meningkat sedangkan di
30
saluran cerna akan menurun. Jika tablet misoprostol diletakkan di forniks posterior vagina,
konsentrasi asam misoprostol di dalam plasma mencapai puncak setelah dua jam dan
menurun dengan perlahan (Gambar 2). Pemberian misoprostol lewat vagina menimbulkan
konsentrasi asam misoprostol dalam plasma secara perlahan meningkat dan nilai
puncaknya juga lebih rendah bila dibandingkan pemberian secara oral, tetapi secara
keseluruhan pengaruh obat lebih tinggi (ditandai oleh daerah yang meningkat pada gambar
2) (Goldberg, 2001; Fiala, 2005).
Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, per vaginam maupun per rektal
dan telah diketahui bioavalibiltas-nya berbeda-beda. Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kondisi klinis yang berbeda. Berikut ini adalah tabel yang membandingkan
berbagai rute pemberian misoprostol dilihat dari onset dan lamanya reaksi (Weeks, 2007).
Tabel 1. Rute pemberian misoprostol
Misoprostol merupakan stimulator kontraksi uterus pada kehamilan lanjut yang sangat
kuat dan dapat menyebabkan kematian janin serta ruptur uterus jika digunakan dalam
dosis yang tinggi. Oleh karena itu, pemakaiannya harus mengikuti dosis yang dianjurkan
dan tidak melebihi dosis tersebut. (Gambar 3) Misoprostol dapat diberikan secara oral,
dibawah lidah (sublingual), vaginal atau rektal. Bioavalibilitas untuk masing-masing cara
pemberian berbeda sehingga dosis yang tepat harus dengan cara pemberian yang tepat
(Fiala, 2005).
31
Keterangan :
Misoprostol vaginal dosis tunggal aman diberikan untuk menyebabkan kontraksi
uterus di berbagai usia kehamilan. Untuk kehamilan trimester I : dosis 800 g selama 24
jam dapat dengan aman digunakan. Untuk kehamilan trimester II : dosis 200 g selama 12
jam umum digunakan, sementara untuk usia kehamilan diatas 24 minggu dosisnya
biasanya adalah 25 g setiap 6 jam. Jika menggunakan dosis yang lebih tinggi dari dosis
diatas, akan terjadi rangsangan uterus yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan
terjadinya ruptur uteri atau gawat janin.
Secara umum pemberian dosis misoprostol pada kehamilan trimester pertama, kedua,
ketiga serta pada penanganan perdarahan pasca persalinan yang direkomendasikan oleh
Weeks A dalam Int J Gynaecology Obstetrics (2007) dijelaskan pada tabel 2. Sedangkan
penjelasan secara lebih rinci pada masing-masing manfaatnya di bidang obstetri akan
dibahas pada sub bab dibawah ini.
Tabel 2. Dosis pemberian misoprostol pada kehamilan trimester 1, 2, 3 dan
perdarahan pasca persalinan
32
dengan sendirinya. Mual dan muntah juga sering terjadi (10,2%) dan akan menghilang
dalam 2 hingga 6 jam. Efek samping lain yang banyak dilaporkan adalah menggigil
(17,3%), nyeri abdomen/kram perut (79,6%), nyeri kepala (7,1%), demam, dan kulit
kemerahan. Kram perut pada induksi abortus seringkali dirasakan lebih berat
dibandingkan nyeri pada saat haid. Pemberian analgetik oral dan mengurangi rasa nyeri
abdomen (HTA Indonesia, 2008).
Pemakaian misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi pada umumnya
direkomendasikan pada daerah di mana uterotonika atau prostaglandin tidak tersedia atau
terlalu mahal. Pada daerah dengan sumber daya terbatas (low-resource settings), keamanan
pemakaian misoprostol hendaknya diperbandingkan dengan metode aborsi yang tidak
aman seperti ramuan herbal, insersi benda asing atau trauma yang disengaja (PATH, 2005).
Sampai saat ini dosis letal misoprostol masih belum diketahui, namun dilaporkan
pemberian misoprostol hingga dosis kumulatif 2200 g dalam waktu lebih dari 12 jam,
dapat ditoleransi oleh wanita hamil tanpa ada efek samping yang serius (HTA Indonesia,
2008).
1) Cuci tangan
8) Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang
dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm
9) Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan tisu
10) Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar obat bereaksi.
33
12) Cuci tangan
14) Dokumentasi: catat identitas, waktu, obat, dosis/jumlah, dan cara pemberian
15) Catatan: apabila obat jenis krim, isi aplikator krim atau ikuti petunjuk
penggunaan krim yang ada di kemasan, masukkan aplikator, dan lanjutkan
sesuai langkah 8 s.d. 11.
Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak ada,
kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga aorta benar-benar tertutup untuk
sementara waktu sehingga perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi.
Tata cara komperesi aorta abdominalis:
1. Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan
kiri selama 5 s/d 7 menit.
2. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu
banyak kekurangan darah.
3. tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga
tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.
1. TEKHNIK PENEKANAN AORTA
Berikan tekanan kebawah dengan tekanan tangan diletakan diatas pers abdominalis
aorta melalui dinding abdomen
34
Titik kompresi tepat diatas umbilikus dan agak kekiri
Denyut aorta dapat diraba dengan mudah melalui dinding abdomen anterior segera
pada periode pascapartum
Dengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa keadekuatan
kompresi
Jika denyut nadi teraba selama kompresi tekanan yang dikeluarkan kepalan tangan
tidak adekuat
Jika denyut nadi femoral tidak teraba tekanan yang dikeluarakan kepalan tangan
adekuat
Pertahanan kompresi sampai darah terkontrol
Jika pendarahan berlanjut walaupun kompresi telah dilakukan
Lakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteri
Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir
Ligasi arteria uterine dan arteri uteroovarium:
Tinjau kembali Indikasi
Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi dan pasang infuse
IV
Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis
Buka abdomen
Tarik uterus untukmembuka bagian bawah ligamentum latum uteri
Raba denyut arteria uterina di dekat persambungan uterus dan servik
Dengan menggunakan benang catgut kromik 0 pada jarum besar,masukkan jarum
kesekeliling
arteri dan melalui 2-3 cm miometrium pada tempat dibuatnya insisi melintang segmen
bawah
uterus lalu ikat benang dengan kuat
Buat jahitan sedekat mungkin dengan uterus karena biasanya ureter berada hanya 1
cm
disamping ateria uterina
Ulangi posisi tersebut pada sisi sebelahnya
Jika arteri robek,pasang klem dan ikat tempat perdarahan
Ikat arteri uteroovarium tepat dibawah titik pertemuan ligamentum suspensorium
ovarii dengan
uterus
Ulangi prosedur tersebut pada sisi sebelahnya
Pantau adanya perdarahan berkelanjutan atau pembentukan hematoma
35
Tutup abdomen
Histerektomi:
Tinjau kembali Indikasi
Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi dan pasang infus
IV
Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis
Jika terdapat hemoragi yang tidak dapat terkontrol etelah pelahiran per vagina,
pikirkan bahwa kecepatan tindakan adalah hal yang sangat penting.
Jika pelahiran dilakukan melalui seksio sesaria, pasang klem pada area perdarahan di
sepanjang insisi uterus
36
Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara aseptik
kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri.Kondom
diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan
observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika perdarahan sudah
berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa
gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah keluar
dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin
paling tidak sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin,
Metronidazol dan Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24 48 jam kemudian, pada
kasus dengan perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.
6. Apa indikasi dilakukan kompresi interna bimanual & kompresi aorta abdominal?
Kompresi aorta merupakan intervensi keadaan darurat yang hanya dilakukan pada
perdarahan hebat, apapun penyebabnya termasuk sebagai sebagai manajemen PPH.
Kompresi aorta tidak menghentikan perdarahan (hanya sementara) dan tidak boleh
memperlambat step prosedur tindakan dalam upaya mencari penyebab dari PPH
kasus. Tujuan dilakukan kompresi aorta agar suplai darah ke pelvis akan terhambat
sehingga perdarahan hebat dapat dikurangi sambil dilakukan persiapan intervensi
sesuai penyebab PPH. Cara melakukan:
1. Raba pulpasi arteri femoralis pada lipatan paha.
2. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk hingga
kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak
lurus.
3. Dengan tangan yang lain ,raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui
cukup tidaknya kompresi:
Jika pulsasi masih teraba , artinya tekanan kompresi
masih belum cukup.
Jika kepalan mencapai aorta abdominalis , maka
pulsasi arteri femoralis akan berkurang /terhenti.
4. Jika perdarahan pervaginam berhenti , pertahankan posisi tersebut dan
pemijatan uterus (dengan bantuan asisten )hingga uterus berkontraksi
dengan baik.
37
12. The laboratory result come out:
Hemoglobin : 4,2g/dl
White cell count : 3200/mm3
` Platelet : 115.000/mm3
INR : 1,3
APTT : 39
1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan labolatorium?
APTT 21 45 39 Normal
38
- Platelet : Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan
spontan dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan
petekia/ekimosis.
13. You finally refer this patient after 1 hours treatment in your public health service
to RSMH.
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk.
Adapun Kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari :
a. prosedur klinis
39
(4) untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis / paramedis yang
berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien
(5) apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau ambulans, agar
petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada kepastian
pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.
b. Prosedur Administratif
V. HIPOTESIS
a. Diagnosis Banding
40
b. Penegakkan Diagnosis dan Diagnosis Kerja
41
1. Terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir
2. Jumlahnya sekitar 400 500 cc
3. Keluar pada umumnya mendadak, tanpa disadari
4. Dapat di ikuti dengan menurunya kesadaran
5. Dapat di ikuti dengan perubahan sistem kardiovaskuler (Manuaba, 2007).
c. Epidemiologi
Etiologi
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta:
- Hipotonia sampai atonia uteri
Akibat anestesi
Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)
42
Partus lama, partus kasep
Partus presipitatus/partus terlalu cepat
Persalinan karena induksi insuksi oksitosin
Multiparitas
Korionamnionitis
Pernah atonia sebelumnya
- Sisa plasenta
Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
Plasenta susenturiata
Plasenta akreta, inkreta, perkreta
Gangguan koagulasi
- Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan diatas, misalnya pada kasus trombofilia,
sindroma HELLP, preeklamsia, solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, dan
emboli air ketuban.
Faktor resiko
1. Pelahiran janin besar (makrosomi).
2. Pelahiran dengan menggunakan forceps.
3. Persalinan pervaginam setelah operasi secio secarea.
4. Persalinan yang dipacu dengan oksitosin.
5. Multipara
6. Hidramnion
7. Riwayat dengan perdarahan postpartum.
8. Pasien dengan plasenta previa.
9. Chorioamnionitis
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting
dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum, lapisan tengah miometrium
tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut
mempunyai dua buah lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk
angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika otot
berkontraksi akan menjempit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk
berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum
Kekuatan kontraksi dari miometrium yang efektif sangat penting untuk menghentikan
kehilangan darah setelah persalinan. Kompresi yang dihasilkan dari vaskular uterus adalah
untuk mengganggu aliran darah 800 ml /menit pada bantalan plasenta (placenta bed)
43
f. Manifestasi Klinis
Manifestasi klnis eklampsia sama dengan manifestasi klinis pre eklampsia, disertai dengan
salah satu dari gejala berikut :
PPP
Patofisiologi dan/atau Patogenesis
Bekuan darah menumpuk di dalam uterus Hb Keluarnya bekuan darah > 500 cc
takikardia
g. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman,
pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan
retensi sisa plasenta
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post
45
partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
h. Penatalaksaan
Tidak
Tidak
Ya
Uterus kontraksi ? Pengawasan kala IV
Tidak
tetap
Perdarahan ? Histerektomi
berhenti
46
Pertahankan Uterus
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan
dan menghentikan penyabab dari perdarahan secepar mungkin. Tahapan penatalaksanaan
perdarahan pasca salin berikut ini dapat disingkat dengan HAEMOSTASIS. Setiap kasus
PPS berisiko meningkatkan morbiditas dan moeralitas pada ibu sehingga kondisi ini perlu
diinformasikan kepada keluarga beserta tahapan-tahapan resusitasi yang akan
dilaksanakan. Harus dipastikan bahwa proses ini diakhiri dengan penandatangana
informed consent.
1. Ask for HELP. Segera meminta pertolongan, atau dirujuk ke rumash sakit. Pendekata
multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan pemeberian cairan.
2. Assess and resuscitate. Segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin
dan mementukan derajat perubahan hemodinamik . nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan
darah, dan bila fasilitas memungkingkan, saturasi oksigen harus dimonitor.
3. Establish etiology. Ensure availability of Blood. Sambil melakukan resusitaasi juga
dilakukan upaya menentukan etiologi PPS. Nilai kontraksi uterus, cari adanay cairan bebas
di cavum abdomen, bila adda resiko ruptur (pada kasus bekas seksio atau partus buatan
yang sulit),atau bila kondisi pasien lebih buruk dari pada jumlah darah yang keluar. Harus
dicek ulang kelengkapn plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil dikeluarkan. Bila
perdarahan terjadi akibat morbidly adherent placentae saat seksio sesarea dapat
diupayakan hemostatic sutures, lihasi arteri hipogastrika dan embolisasi arteria uterine.
Keadaan ini sering terjadi pada kasus plsenta previa pasca seksi sesarea.
4. Massage the uterus. Perdarah setekah plasenta lahir harus segera ditangani dengan
masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Nila uterus tetap lembek harus
dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan tangan kanan didalam
uterus dan kepalan tangan kanan didalam uterus dan telapak tangan kiri melakukan masase
fundus uteri.
5. Oxytocin infusin/Prostaglandin. Dapat iberikan oksitosi 40 IU dalam 500 cc normal
saline dan dipasang dengan kecepatan 123 cc/jam. Hindari kelebihan cairan karena dapat
menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada kahirnya dapat
menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul karena efek antidiuretic hormon
(ADH)- like effect dari oksitosin. Ergomoetrin dapat diberikan secara IM atau IV dengan
dosis awal 0,2 mg(secara perlahan). Dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih
diperlukan.dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis perhar.ergometrin kontraindikasi
diberikan pada preeklampsia dan hipertensi. Bila perdarahan pasca salin tidak berhasil
dengan pemberian ergometrin atau oksitosis, dapat diberikan misoprostol.
47
6. Shift to theatre. Bila perdarahan masih tetap terjadi segera pasien dievakuasi ke ruang
operasi. Pastikan untuk mentungkirkan sisa plasenta atua selapu ketuban dan kalau perlu
dengan eksplorasi kuret. Kompresi bimanual dilakukan selama ibu dibawa ke ruang
operasi.
7. Tamponade or uterine packing.tamponade uterus dapat membantu mengurangi
perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan koreksi faktor pembekuan.
Dapat dilakukan pemasangan Sengstaken Tube atau dapat dipakai Rush Urological
Hydrostatic Baloon dan Rakri SOS Baloon. Biasanya dimasukkan 300 400 cc cairaun
untuk mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti. Atau yang
paling sederhana dan murah adalah tamponade kondom-kateter.
8. Apply compression sutura B-Lynch suture dianjurkan dengan memakai chromic
catgut no.2 atau Vicryl O (Ethicon). Cara ini dipilih bila tos dengan manual kompresi
berhasi menghentikan perdarahan. Cara ini banyak dikembangkan modifikasi disesuaikan
dnegan fasilitas dan cara mengerjakan yang lebih simple
9. Systemic Pelvic Devascularization : ligasi arteria uterine atau ligasi arteri
hypogsatrica
10. Subtotal or total abdominal hysterectomy : tujuannya untuk menyelamatkan nyawa
dan diutamakn pada ibu yang sudah mempunyai anak.
i. Komplikasi
Komplikasi perdarahan post partum yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi syok yang
berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia dan infeksi
dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis.
Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskular merata dapat terjadi
kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak.
j. Pencegahan
a. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien
tersebut ada dalam keadaan optimal.
b.Mengenal faktor predisposisi perdarahan post partum seperti multiparitas, anak besar,
hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan post partum
sebelumnya dan kehamilan predisposisi tinggi lainnya yang resikonya akan muncul
saat persalinan.
c. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam.
d.Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
48
e. Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun.
k. Prognosis
Prognosis bergantung pada jumlah darah yang hilang (sesuai dengan rasio berat badan
pasien), komplikasi yang terjadi, dan keberhasilan terapi. Pada kasus Dubia ad malam.
l. SKDI
1. Postpartum Hemorhage
Klasifikasi
49
a. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam
24 jam pertama setelah anak lahir.
Klasifikasi berdasarkan tanda dan gejala klinis sebetulnya bersesuaian dengan persentase
volume kehilangan darah
% Cc
Epidemiologi
Perdarahan postpartum adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian ibu.
Kematian maternal di Amerika sekitar 7-10 wanita /100.000 kelahiran hidup. Statistik
nasional mendeteksi 8% kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum.
American college of Obstetricians and Gynecologists memperkirakan 140.000 kematian
maternal pertahun ataupun 1 perempuan meninggal tiap 4 menitnya.
Kematian maternal didefinisikan sebagai kematian ibu yang ada hubungannya dengan
kehamilan, persalinan, dan nifas yakni 6 minggu setelah melahirkan. Angka kematian
maternal adalah jumlah kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan
postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal, terhitung sekitar
100.000 kematian maternal setiap tahunnya. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu
melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.
Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu yaitu 28%.
Di negara maju dan berkembang, penyebab kematian yang paling umum adalah perdarahan
berat (Tabel 1).
50
Perdarahan masif terjadi sekitar 5-15 % pada wanita setelah mengalami persalinan.
Secara global, diperkirakan jumlah kematian maternal dunia pada tahun 2000 mencapai 529
ribu yang tersebar di Asia 47,8% (253 000); Afrika 47,4% (251 000); Amerika Latin dan
Caribbean 4% (22 000); dan kurang dari 1% (2500) di negara maju. Di kawasan Asean
Indonesia menempati urutan tertinggi dalam angka kematian maternal yakni 390/100.000
kelahiran hidup, jauh di atas negara Asean lainnya (Gambar 1).
Gambar 1. Perbandingan Angka Kematian Maternal Negara Asean
Etiologi
Perdarahan yang masif terjadi karena adanya abnormalitas pada keempat proses dasar,
yang disingkat 4 T, baik tunggal ataupun gabungan: tone (kontraksi uterus yang buruk
setelah persalinan), tissue (retensi sisa hasil konsepsi atau bekuan darah), trauma (pada
saluran genital), atau thrombin (abnormalitas pembekuan darah).
1. Tonus
a. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak dari perdarahan post partum primer yaitu
sekitar 90%. Atonia uteri adalah ketidakmampuan myometrium untuk berkontraksi secara
efektif. Otot dari uterus biasanya berkontraksi untuk menghentikan pendarahan sesaat setelah
bayi dan plasenta lahir. Otot bekerja untuk menutup pembuluh darah yang terbuka,
menghentikan aliran darah dan memperbaiki dinding uterus. Atonia uteri menyebabkan
uterus dalam kondisi yang relaksasi dan membuat otot berhenti untuk berkontraksi secara
51
teratur. Pembuluh darah yang tidak tertutup dapat mengeluarkan aliran darah dalam volume
yang banyak, yang menyebabkan perdarahan yang berat dan hipotensi.
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat dari : 1) Partus lama, 2) pembesaran uterus yang
berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar, 3)
multiparitas, 4) anestesi yang dalam, 5) anestesi lumbal. Atonia uteri juga dapat timbul karena
adanya kesalahan penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya
kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sementara plasenta belum terlepas dari uterus.
Bebera
pa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
52
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
- plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus
desidva sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta
perkreta).
- plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan
kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal
merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum.
3. Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir.
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan
induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea
sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi
karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar,
terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada
sembarang persalinan. darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan
hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan
terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat
53
menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika
episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan
antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah menyala) dan kontraksi uterus baik
akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau
vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III
atau segera setelah plasenta keluar.
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus
uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat
menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut
dapat menyebabkan keadaan gawatdengan angka kematian tinggi (15- 70%). Reposisi
secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
a.Hipofibrinogenemia,
b.
Trombositopenia
c.
Idiopathic trombocytopenic purpura
d.
HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
e.Disseminated Intravaskuler Coagulation,
f.
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit
sudah rusak.
Perdarahan postpartum akibat gangguan koagulasi dicurigai bila penyebab yang lain
dapat disingkirkan, apalagi disertai riwayat mengalami hal yang sama pada persalinan
sebelumnya.
54
Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi uterus, sisa plasenta,
abnormalitas involusi uterus, atau oleh penyebab primer di atas tetapi terlambat diidentifikasi.
Tidak jarang perdarahan postpartum sekunder bersifat mengancam jiwa jika tidak dikenali
dan ditangani segera.
Faktor Resiko
Grande multipara
Perpanjangan persalinan
Chorioamnionitis
Kehamilan multiple
55
Faktor resiko yang berhubungan dengan atonia uteri ialah :
56
Obesitas
Umur > 35 thn
Patofisiologi
Pada awal persalinan, estrogen akan meningkat dalam darah. Hal ini
menyebabkan uterus menjadi lebih mudah terangsang, dan pembentukan prostaglandin lebih
banyak lagi, yang kemudian menyebabkan kontraksi uterus. Jumlah reseptor oksitosin lebih
banyak lagi, yang kemudian menyebabkan kontraksi uterus. Jumlah reseptor oksitosin di
miometrium dan desidua (endometrium kehamilan) meningkat lebih dari 100 kali selama
kehamilan dan mencapai puncaknya selama awal persalinan. Estrogen meningkatkan jumlah
reseptor oksitosin, dan peregangan uterus pada akhir kehamilan juga dapat meningkatkan
pembentukan uterus berespon terhadap konsentrasi oksitosin plasma yang normal. Begitu
persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan dilatasi serviks, dilatasi ini selanjutnya
menimbulkan sinyal pada saraf aferen yang dipancarkan ke nukleus supraoptik dan
paraventrikel meningkatkan sekresi oksitosin. Kadar oksitosin plasma meningkat dan lebih
banyak oksitosin tersedia untuk bekerja pada uterus. Dengan demikian, terjadi umpan balik
positif yang membantu persalinan dan berakhir setelah hasil konsepsi dikeluarkan. Oksitosin
meningkatkan kontraksi uterus dengan dua cara :1) bekerja langsung pada sel otot polos
uterus untuk membuatnya berkontraksi, dan 2) merangsang pembentukan prostaglandin di
desidua.
Dalam persalinan, pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana. Setelah persalinan, kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Gambar 2.
Kontraksi
miometrium
uteri menutup
pembuluh setelah persalinan5
Gambaran Klinis
57
Atonia uteri didiagnosa dengan adanya tanda-tanda perdarahan uterus yang
disertai dengan kurangnya kontraksi tonus miometrium yang merupakan salah satu etiologi
dari perdarahan post partum.
1) Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak
merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi
karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. Jumlah
darah yang keluar ialah lebih dari 500 cc.
2) Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang menyebabkan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3) Fundus uteri tidak teraba
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal.
4) Terdapat tanda-tanda syok
Hipotensi, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
Diagnosis
Anamnesis
Selain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan tentang episode
perdarahan postpartum sebelumnya, riwayat seksio sesaria, paritas, dan riwayat fetus
gandaatau polihidramnion.
Tentukan jika pasien atau keluarganya memiliki riwayat gangguan koagulasi atau
perdarahan massif dengan prosedur operasi atau menstruasi.
Dapatkan informasi mengenai pengobatan, dengan pengobatan hipertensi (calcium-
channel blocker) atau penyakit jantung ( misal digoxin, warfarin). Informasi ini
penting jika koagulopati dan pasien memerlukan transfusi.
Tentukan jika plasenta sudah dilahirkan.
Pemeriksaan Fisik
Palpasi bimanual uterus terasa lunak, atonia, atau pembesaran uterus, dengan suatu
akumulasi darah yang banyak. Palpasi juga dapat merasakan adanya hematom dalam
perineum atau pelvis.
58
Selama penghisapan, inspeksi servik dan vagina dalam penerangan yang cukup dapat
melihat adanya robekan jaringan.
Periksa adanya jaringan plasenta yang hilang, yang menandakan adanya kemungkinan
retensio plasenta.
Tekanan Darah
Kehilangan Darah Tanda dan Gejala Derajat Syok
(Sistolik)
500-1000 mL
Normal Palpitasi, Takikardi, Gelisah Terkompensasi
(10-15%)
Pendeteksian dan pendiagnosisan yang cepat dari kasus perdarahan postpartum sangat
penting untuk keberhasilan penatalaksanaan. Resusitasi dan pencarian penyebab harus
dilaksanakan dengan cepat sebelum terjadi sekuele dari hipovolemia yang berat.
59
Perdarahan segera Syok Ruptur uteri
(pervaginam atau Nyeri tekan perut
intraabdominal)
Nyeri perut hebat
Plasenta belum lahir setelah Tali pusat putus Retensio
30 menit Inversio uteri plasenta
Uterus berkontraksi baik Perdarahan lanjutan
Perdarahan segera
Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi Sisa plasenta
selaput lahir tidak lengkap tetapi tinggi fundus
Perdarahan segera tidak berkurang
Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Nyeri
Perdarahan segera
Subinvolusi uterus Anemia Perdarahan
Nyeri tekan perut bawah Demam terlambat
Endometritis
Onset > 24 jam pasca
Sisa plasenta
persalinan terinfeksi
Perdarahan bervariasi
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak teratur,
berbau)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah Lengkap
60
Pemeriksaan Radiologi
USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan adanya
hematom.
Pemeriksaan Lain
Tes D-dimer (tes monoklonal antibodi) untuk menentukan jika kadar serum produk
degradasi fibrin meningkat. Penemuan ini mengindikasikan gangguan koagulasi.
Tatalaksana
Banyaknya darah yang keluar mempengaruhi keadaan pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai menjadi syok hipovolemik berat.
Perdarahan yang lebih dari 1000 cc atau 1500 cc (20-25% volume darah) akan menimbulkan
gangguan vaskular hingga terjadi syok hemoragik sehingga transfusi darah diperlukan segera.
Tindakan pertama yang dilakukan tergantung pada keadaan klinisnya.
Tabel 4.
Klasifikasi
Derajat Perdarahan
Ya
Uterus kontraksi ? Evaluasi rutin
Tidak
61
Tidak
Ya
Uterus kontraksi ? Pengawasan kala IV
Tidak
tetap
Perdarahan ? Histerektomi
berhenti
Pertahankan Uterus
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
dengan sikap trendelenberg, memberikan oksigen, dan pemberian cairan intrevena cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi
darah.
2. Merangsang kontraksi uterus dengan cara :
Masase fundus uteri dan kompresi bimanual.
Masase fundus uteri dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik).
1) Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
2) Jika uterus tidak berkontraksi maka :
62
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong. Lakukan kompresi bimanual internal
(KBI) selama 5 menit.
a. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-
lahan dan pantau kala IV dengan ketat.
63
Gambar 4. Kompresi Bimanual Interna.
b. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan
kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan
ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infuse
menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL +20 unit oksitosin.
Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala IV, 15 menit
untuk 1 jam pertama, 30 menit untuk 1 jam kedua. Jika uterus tidak berkontraksi
dalam 1-2 menit, segera rujuk ibu karena ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu
membutuhkan tindakan gawat darurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu
melakukan tindakan operasi dan transfusi darah. Selama dalam perjalanan ketempat
rujukan penolong bisa tetap melakukan kompresi bimanual eksterna atau kompresi
aorta abdominalis yaitu dengan cara meraba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilicus, tegak lurus dengan sumbu badan, sehingga mencapai kolumna
vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mempengaruhi
denyut arteri femoralis.
Terapi Farmakologik
64
Pengobatan uterotonika merupakan terapi terpilih untuk pemberian obat-obatan
perdarahan post partum karena atonia uteri. Tabel dibawah ini menunjukkan obat-obat
uterotonik, dosis, efek samping, dan kontraindiksinya.
Pada kondisi di mana rujukan tidak memungkinkan dan semua upaya menghentikan
perdarahan tidak berhasil maka alternative yang mungkin dapat dilakukan adalah
pemasangan tampon utero-vaginal.
1. Vagina dibuka dengan spekulum, dinding depan dan belakang serviks dipegang
dengan ring tang, kemudian tampon dimasukkan dengan menggunakan tampon yang
melalui serviks sampai ke fundus uteri.
2. Apabila perdarahan masih terjadi setelah pemasangan tampon ini, pemasangan
tampon tidak boleh diulangi, dan segera harus dilakukan laparotomi untuk melakukan
histerektomi ataupun ligasi arteria hipogastrika.
65
Gambar 6. Cara pemasangan tampon uterovaginalis
Alternatif dari pemasangan tampon selain dengan kasa, juga dipakai beberapa cara
yaitu: dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch hidrostatik balloon kateter
(Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon catheter. Cara penggunaannya adalah
dengan menginsersikan balon pada uterus kemudian dikembangkan dengan menggunakan
cairan saline sebanyak 500 ml lalu dapat dipasang tampon kasa pada vagina untuk menjaga
balon tetap di berada dalam uterus serta untuk mengevaluasi perdarahan, dan dilepas 24-48
jam kemudian.
Gambar 7. Bakri ballon, Rusch hidrostatik balloon kateter (Folley catheter), dan Sengstaken-
Blakemore tube
3. Operatif
66
disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC,
ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan
ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai.
Arteri dan vena uteria. Saat melakukan ligasi, hindari rusaknya vasa uterine dan
ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan bilateral pada
vasa uterina bagian bawah, 3- cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus
mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan
cabang arteri uterina yang menuju ke serviks, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Resiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan
perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu
dan kondisi pasien.
67
Gambar 9. Anatomi arteri iliaca Interna
c. Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh Christopher
B-Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan post
partum.
68
Gambar 11. Teknik B-Lynch pada penanganan Atonia Uteri
d. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi
perdarahan postpartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi
mencapai 7-4 per 10.000 kelahiran.
Pencegahan
4. Saat persalinan berlangsung, berbagai riset membuktikan manajemen aktif kala tiga
berhasil menurunkan insidens perdarahan postpartum. Manajemen aktif kala tiga
69
mencakup: pemberian uterotonika dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir,
penegangan tali pusat terkendali disertai penekanan uterus ke arah dorsokranial
(manuver Brandt-Andrew), dan masase uterus melalui dinding abdomen pasca
kelahiran plasenta. Kombinasi ketiga tindakan tersebut bertujuan menghasilkan
kontraksi uterus yang baik sehingga mempersingkat waktu dan mengurangi
perdarahan pada kala tiga persalinan dibanding manajemen pasif (fisiologis),
termasuk mengurangi permintaan transfusi, dan menurunkan angka kematian
maternal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cochrane yang membandingkan pasien yang
mendapat oksitosin ternyata terjadi penurunan rata-rata jumlah darah yang hilang, perdarahan
postpartum, dan kebutuhan akan oksitosin tambahan dibandingkan dengan yang tidak
mendapatkan oksitosin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian oksitosin
sebelum pengeluaran plasenta dapat mengurangi jumlah darah yang hilang dan juga jumlah
transfusi postpartum yang dibutuhkan. Beberapa penelitian lain justru menunjukkan tidak ada
pengaruh mengenai waktu pemberian oksitosin.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum dan
juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi
darah. Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat,
dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala
III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10
unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam. Analog sintetik
oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan
mengatasi perdarahan postpartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset
kerjanya cepat. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar, kartebosin ternyata lebih
efektif dibandingkan oksitosin.
Komplikasi
Syok terjadi bila ada hipoperfusi pada organ vital. Hipoperfusi bisa disebabkan oleh
kegagalan kerja jantung (syok kardiogenik), infeksi yang hebat sehingga terjadi redistribusi
cairan yang beredar (intravaskular) ke dalam cairan ekstravaskular (syok septik), hipovolemia
karena dehidrasi (syok hipovolemik) atau karena perdarahan banyak (syok hemoragik).
Kematian terjadi karena kegagalan multiorgan. Perdarahan hebat menyebabkan
penurunan volume sirkulasi sehingga terjadi respons simpatis. Terjadi takikardia,
kontraktilitas otot jantung meningkat dan vasokonstriksi perifer. Sementara volume darah
beredar menurun, kemampuan sel darah merah untuk mengangkut oksigen juga menurun
sedang kenaikkan kontraktilitas otot jantung membutuhkan pasokan oksigen lebih banyak.
Keadaan ini cepat memacu terjadinya kegagalan miokardium. Vasokonstriksi perifer
ditambah dengan menurunnya kemampuan darah membawa oksigen menyebabkan terjadinya
hipoperfusi dan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan memacu metabolisme anaerob dan
70
terjadilah asidosis. Asidosis inilah yang memacu terlepasnya berbagai mediator kimiawi dan
memacu respons inflamasi sistemik. Keadaan ini menyebabkan terlepasnya radikal oksigen
yang berakibat kematian sel. Kematian sel menyebabkan lemahnya sistem barier mukosa
sehingga mikroorganisme dan endotoksin mudah tersebar ke seluruh jaringan dan organ.
Keadaan inilah yang mengakibatkan terjadinya Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan kegagalan multiorgan yang berakhir dengan kematian.9
Evaluasi pada pasien meliputi riwayat medis yang lengkap, seperti riwayat koagulopati dan
riwayat terapi anti koagulan, harus dilakukan. Pemeriksaan fisik yang lengkap dapat
menunjukkan adanya memar atau petekia yang luas. Pemeriksaan untuk menilai status
koagulasi dan konsultasi harus dipertimbangkan. Resiko komplikasi perdarahan harus dicatat
pada rekam medis didiskusikan dengan pasien.
Prognosis
Prognosis bergantung pada jumlah darah yang hilang (sesuai dengan rasio berat badan
pasien), komplikasi yang terjadi, dan keberhasilan terapi.
71
Perubahan Hormonal
Tidak banyak terjadi perubahan pada kadar hormon estrogen dan progesteron
menjelang partus. Meski didapat peningkatan kerja hormon estrogen dan insufisiensi efek
progesteron, hal ini lebih disebabkan perubahan pada reseptor hormon. Menjelang partus,
PRA (progesteron reseptor A) yang bekerja menginhibisi efek progesteron, jumlahnya
meningkat sedang PRB (progesteron receptor B) yang kerjanya berkebalikan dengan PRA
malah menurun. Hal inilah yang menyebabkan fungsi utama progesteron untuk menjaga
kehamilan jadi berkurang.
Hal ini juga didukung dengan peningkatan reseptor estrogen (ERA). ERA selama
kehamilan dihambat kerjanya oleh progesteron, sehingga peningkatan jumlah reseptor ini
akan membantu peningkatan aktifitas estrogen. Dimana estrogen sangat berperan untuk
merangsang kontraksi uterus. Efek estrogen yang berperan menunjang kontraksi adalah
efeknya dalam aktivasi formasi gap-junction, meningkatkan reseptor oxytocin dan COX-2
serta meningkatkan sintesis prostaglandin.
Perubahan Anatomi
Perubahan anatomi yang penting terjadi menjelang persalinan adalah pada jalan lahir
dan jaringan lunak rongga panggul. Dibawah pengaruh estrogen jaringan otot dan ligamen
berelaksasi sehingga memudahkan akomodasi dari panggul ketika bayi melewati rongga
panggul. Pada uterus, miometrium membesar dan menjelang persalinan akan mulai muncul
HIS (kontraksi uterus). Setiap selesai kontraksi HIS, miometrium akan memendek. Hal ini
akan menyebabkan tarikan pada SBR (ismus) yang memiliki jaringan otot yang lebih sedikit,
dan selanjutnya akan menyebabkan tarikan pada serviks sehingga serviks akan mulai menipis
dan berdilatasi.
Perubahan Fisiologis
Menjelang persalinan akan dimulai suatu kontraksi uterus yang disebut HIS
persalinan. Selain itu, karena pengaruh estrogen dan prostaglandin serviks akan menjadi
makin lunak hipermukus dan hipervaskularisasi. Hal ini akan menyebabkan sekresi lendir
oleh kelenjar yang nantinya akan memberikan tampakan bloody show (mukus bercampur
darah) yang merupakan salah satu tanda in partu. Apabila pembukaan sudah lengkap, ibu
akan mulai memiliki refleks meneran yang nantinya dapat membantu kelahiran bayi.
Perubahan-perubahan diatas adalah perubahan yang terjadi pada ibu dalam rangka
persiapan diri untuk proses persalinan/kelahiran bayi. Adapun dalam proses kelahiran/partus,
ada beberapa aspek yang berpengaruh, yaitu power, passage, passenger dan provider. Power
adalah segala tenaga yang mendorong bayi keluar melalui jalan lahir. Terdiri atas tegangan
kontraksi HIS dan tenaga meneran dari ibu. Passage adalah jalan lahir, termasuk didalamnya
72
perubahan anatomi pada jalan lahir menjelang persalinan. Passenger adalah bayi itu sendiri.
Sedang provider lebih terkait dalam manajemen persalinan.
Power
HIS adalah kontraksi uterus yang datang secara teratur menjelang persalinan. Adapun
HIS yang sempurna memiliki sifat kejang otot paling tinggi terdapat di fundus uteri, dan
puncak kontraksi terjadi simultan disemua bagian uterus. Selain itu, diikuti relaksasi yang
tidak sempurna. Artinya, meskipun otot relaksasi, tapi tidak pernah kehilangan tonus ototnya.
Sehingga tegangan ruang amnion tetap dipertahankan sebesar 6-12 mmHg. Pada tiap akhir
kontraksi, akan terjadi retraksi fisiologis pada otot-otot uterus. Retraksi ini menyebabkan
terikan pada serviks yang menyebabkan serviks semakin menipis dan berdilatasi seiring
pemendekan otot-otot uterus.
Adapun HIS umumnya dimulai pada bagian uterus dekat muara tuba falopii. Tapi,
sebenarnya kontraksi HIS tidak memiliki struktur anatomi tertentu dimana ia disinkronisasi.
Kontraksi menyebar dari sel-kesel melalui area dengan resistensi lebih rendah. Area dengan
resistensi lebih rendah ini dikaitkan dengan adanya gap-junction yang meningkat menjelang
aterm akibat pengaruh estrogen yang meningkat dan menurunnya progesteron. Gap-junstion
ini diduga terdapat lebih banyak pada muara tuba faloppii, sehingga seolah-olah terdapat
pacemaker yang memulai kontraksi uterus pada bagian ini.
Mekanisme terjadinya HIS sangat dipengaruhi oxytocin dan PG. Kedua senyawa ini
akan terikat pada reseptornya di miometrium yang selanjutnya kan mengaktifasi phosfolipase
C. Phosfolipase C akan menghidrolisis lipid membran (phosphatidylinositol 4,5-biphosphate)
menjadi diacylglycerol dan inositol triphosphate. Selanjutnya, inositol triphosphate akan
menginduksi pelepasan dari kalsium dari retikulum sarkoplasma. Sehingga terjadi
peningkatan kalsium intraselular yang nantinya akan merangsang dari kontraksi myofibril.
73
Selain HIS, tenaga lain yang berperan dalam persalinan adalah tenaga meneran ibu
yang membantu memperkuat dorongan. Serta tegangan dari cairan amnion. Tegangan cairan
amnion tidak pernah menjadi nol. Bahkan ketika relaksasi otot-otot uterus diantara kontraksi
HIS, tonus otot tetap dipertahankan rendah. Hal ini menyebabkan tegangan cairan amnion
tetap dipertahankan sebesar 6-12 mmHg. Seperti sifat sebuah cairan, ia akan menekan
kesegala arah. Demikian pula halnya dengan cairan amnion. Karena dinding uterus tidak
sama komposisi dan ketebalannya, sehingga pada arah SBR dan serviks, tegangan cairan
amnion ini menyebabkan terdorongnya serviks dan membantu penipisan dan dilatasi serviks
serta penurunan bagian terbawah janin ke rongga panggul.
Passage
Passage terkait dengan anatomi jalan lahir. Terutama yang berperan dalam
menentukan dapat tidaknya kelahiran pervaginam adalah anatomi dari pelvic minor. Yang
perlu diperhatikan dalam anatomi pelvis adalah bidang-bidang khusus yang membentuk
struktur pelvic. Ukuran bidang pelvis sangat mempengaruhi dapat tidaknya kelahiran
pervaginam terkait dengan ukuran pelvic dibanding ukuran bayi.
PAP (pelvic inlet) dibatasi oleh promontorium vertebra, alla sacrum, linea terminalis,
ramus horizontal os. Pubis dan simfisis pubis. Ukuran diameter bidang PAP yang tidak
sesuai/lebih kecil dari normal dapat menyebabkan tidak dapat menyebabkan abnormalitas
dalam presentasi janin. Adapun bidang PAP memiliki beberapa diameter yaitu konjugata
vera (true conjugate) yang menghubungkan promontorium dengan bagian atas simfisis,
konjugata obstetrika (obstetric konjugate) yang menghubungkan promontorium dengan
74
bagian tengah simfisis, dan diameter transversal yang menghubungkan dua sisi linea
terminalis.
Pelvic outlet merupakan bidang terbawah rongga panggul yang dibatasi/ dibentuk
oleh ujung terbawah sacrum, sisi ligamentum sacrosciatic, dan ischial tuberosities.
Adapun secara umum, bentuk dari pelvic minor dibagi atas empat tipe utama tiap tipe
berbeda-beda dalam hal prognosisnya dalam persalinan.
Passenger
Passenger terkait dengan ukuran dan posisi janin menjelang kelahiran. Adapun untuk
ukuran, yang penting diperhatikan adalah ukuran kepala janin yang memang merupakan
bagian tubuh terbesar janin. Adapun bagian dan ukuran kepala janin yang penting adalah
75
diameter suboksipito-bregmatikus (9,5 cm), sumento-bregmatikus (9,5), oksipito-mentalis
(13,5) dan oksipito-frontalis (11,5).
Selain ukuran diameter kepala, anatomi janin juga digambarkan dalam 5 kategori yaitu
letak, posisi, habitus, presentasi, dan variasi.
o Variasi, terkait dengan posisi dan presentasi janin. Ada beberapa variasi dalam
posisi, yaitu posisi kanan dapat posterior, anterior atau transversal.
Semua hal diatas, power, passage dan passenger sangat penting artinya dalam kelahiran
pervaginam. Ketidaknormalan atau ketidaksesuaian salah satu komponen dapat menyebabkan
gangguan dan komplikasi dalam persalinan.
76
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi
kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, 23% di kanan depan,
11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan
terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.
I. Kala Persalinan
77
Gambar Berbagai fase pembukaan serviks pada kala I
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang tipis .
Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium externum yang tadinya berupa suatu lubang
dengan diameter beberapa millimeter, menjadi lubang yang dapat dilalui anak dengan
diameter sekitar 10 cm. Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir portio, segmen
bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan suatu saluran.
Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada
yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan pada
multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I selesai
apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-
kira 12 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.
78
3. Perineum mulai menonjol dan melebar
4. Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada
waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat
sebentar, his mulai lagi untuk mengelurakan badan dan anggota bayi.
Pelahiran plasenta sebaiknya tidak boleh dipaksa sebelum pelepasan plasenta karena
dapat menyebabkan inverse uterus.
79
- His
His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. His adalah salah satu kekuatan
pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada
presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam
rongga panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas
otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan bagian bawah uterus dan serviks
yang hanya mengandung sedikit jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis
dan membuka. Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di
fundus uteri.
Pada bulan terakhir kehamilan sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi
rahim yang disebut his pendahuluan atau his palsu. His ini sebetulnya, hanya merupakan
peningkatan kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut
bagian bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari pinggang
ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek, tidak bertambah
kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang. His pendahuluan tidak bertambah kuat
seiring majunya waktu, bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin kuat. Hal
yang paling penting adalah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada serviks.
His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan dengan sifat
kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin disebabkan oleh
anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh serabut otot rahim yang berkontraksi
pada ganglion saraf di dalam serviks dan segmen bawah rahim, regangan serviks, atau
regangan dan tarikan pada peritoneum sewaktu kontraksi.
Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat juga
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan. Seperti
kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker yang memulai kontraksi dan mengontrol
frekuensinya. Pacemaker ini terletak pada kedua pangkal tuba.
Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut :
Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik
Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intra uterin sampai 35 mmHg.
Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali dalam 10
menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
- Tenaga mengejan/meneran
Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang mendorong
anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan hanya dapat berhasil jika pembukaan
sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim.
Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang lumpuh otot-otot
perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan juga melahirkan
plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.
80
Adapun perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat persalinan
berlangsung sebagai berikut :
81
a.Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak berkurang, artinya
tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan demikian, kutub atas anak tertekan pada
fundus, sedangkan kutub bawah ditekan ke dalam pintu atas panggul.
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan menarik segmen
bawah dan serviks. Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
82
terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan itu, kontraksi uterus
menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala turun
ke dalam panggul.
1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal kepala janin
pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul disebut sebagai engagement.
Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan atau tidak mengalami engage
hingga setelah permulaan persalinan. Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala
ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala.
Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan. Tetapi pada
multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul biasanya terjadi dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang
ringan.
83
Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara, engagement
dapat terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih lanjut mungkin belum terjadi
sampai dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita multipara, desensus biasanya mulai
bersamaan dengan engagement. Descens terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya:
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
d. Ekstensi dan pelurusan badan janin
3. Fleksi
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar
panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin dan
diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontal
yang lebih panjang.
Gambar . Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi sedang, (C) Fleksi lebih
lanjut, (D) Fleksi lengkap
84
Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan
sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan, ke bawah
simfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah daerah ubun-ubun
kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan, ke bawah simfisis. Putaran paksi dalam
mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk
menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir, khususnya bentuk bidang tengah dan
pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan
dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke Hodge III kadangkadang
baru terjadi setelah kepala sampai di dasar panggul.
Gambar . Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang: (A). Asinklitismus
posterior pada tepi panggul diikuti fleksi lateral, menyebabkan (B) asinklitismus anterior, (C)
Engagement, (D) Rotasi dan ekstensi.
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah ekstensi
atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
85
mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk
melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya. Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah, dan
yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultannya
ialah kekuatan ke arah depan atas.
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat maju karena
kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan subocciput sehingga pada
pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-ubun besar, dahi hidung, mulut, dan
akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut
hipomoklion.
7. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
86
Gambar . Kelahiran bahu depan Gambar . Kelahiran bahu belakang
VII. KERANGKA KONSEP
VIII. KESIMPULAN
Mrs. Sukinem 38 tahun grande-multipara mengalami perdarahan post-partum ec
atonia uteria dengan syok hemorrhagic grade 3.
87
IX. DAFTAR PUSTAKA
88
CunninghamdanGarryF.2001.ObstetriWilliamsEdisi21Vol2[Hartonoetal.,trans].
Jakarta:PenerbitBukuKedokteranEGC.
MochtardanRustam.1998.SinopsisObstetri:ObstetriFisiologidanObstetriPatologi.
Jakarta:EGC.
SadlerTW.2000.EmbriologikedokteranLangman.7thed.Jakarta:EGC.
WiknjosastroHanifa.IlmuKebidanan.PerubahanAnatomidanFisiologipadaWanitaHamil.
EdisikeIII.Jakarta:YayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo;2007.h.8996.
Prawirohardjo,Sarwono.2010.IlmuKebidanan.Jakarta:P.T.BinaPustakaSarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo,Sarwono.2006.BukuAcuanPelayananKesehatanMaternaldanNeonatal.
Jakarta:YayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo.
Cunningham,F.Getal:WilliamsObstetrics21
Editions.McGrawHillMedicalPublishing
st
Divisions.
CunninghamFG,MacDonaldPC,GantNF.ObstetriWilliamEdisi18.Jakarta:EGC,1995.
Supono.IlmuKebidananBabFisiologi.Palembang:BagianDepartemenObstetridan
GinekologiFakultasKedokteranUniversitasSriwijaya,2004.
KhomanJS.PendarahanHamilTuadanPendarahanPostPartum.CerminDuniaKedokteran,
EdisiKhususNo.80,1992:6063.
Prawirohardjo,Sarwono.IlmuKebidananEdisiKetiga,Eds:HanifaWiknjosastrodkk.
YayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo,2005
ProgramAppropiateTechnologyinHealth(PATH).MencegahPerdarahanPascaPersalinan:
MenanganiPersalinanKalaTiga.AvailablefromURL:HYPERLINK
http://www.path.org/files/Indonesian_193.pdf
Ragusa, Antonio, Mona Mansur, Alberto Zanini, Massimo Musicco, Lilia Maccario, dan
Giovanni Borsellino. 2005. Diagnosis of Labor: a Prospective Study. Medscape General
Medicine. Download from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1681656/
Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan Produksi. Edisi 2. Jakarta :
EGC. 2004
89