Anda di halaman 1dari 53

FISIOLOGI NIFAS

Oleh :

KELOMPOK 2

I Gst A A Cahyaningrum Ananta NIM P07124214017

Kadek Devi Ary Suta NIM P07124214022

Ni Putu Manis Mustika Dewi NIM P07124214023

Ni Putu Ayu Sinta Puji Rahayu NIM P07124214025

Ni Putu Devi Nita Sari NIM P07124214027

Ni Komang Ngurah Apni S. SJ NIM P07124214028

Ni Nyoman Juni Astuti NIM P07124214031

Kadek Vebny Lia Primantari NIM P07124214040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEBIDANAN

2014
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang
Hyang Widi Wasa, yang telah memberikan kami anugrah sehingga dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun dengan maksud menambah wawasan maupun ilmu
pengetahuan mengenai fisiologi nifas. Dalam makalah ini, tidak luput dari
dukungan dan langkah-langkah yang di berikan oleh pengajar yang membantu
dalam proses penyusunan hingga tahap penyelesaian.
Sekian dan terimakasih kami sampaikan kepada semuanya, semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai fisiologi
nifas. Jika ada kekurangan maupun kesalahan-kesalahan dalam makalah ini kami
mohon saran dan kritiknya.

Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om

Denpasar, 2 Oktober 2014

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................... ii

Daftar Isi.................................................................................................. iii

Daftar Gambar......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................ 2
1.3 Tujuan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian nifas................................................................... 3


2.2 Fisiologi dan perubahan masa nifas.................................... 3
2.3 Adaptasi masa nifas............................................................. 17
2.4 Fisiologi Laktasi dan menyusui........................................... 18
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................... 22
3.2 Saran.................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 24

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Tinggi fundus uteri pada masa nifas................................ 8

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada sebagian besar wanita proses kehamilan hingga kelahiran berakhir
dengan normal dan tanpa komplikasi. Pemulihan persalinan secara umum
dianggap telah lengkap ketika sudah menginjak akhir masa puerperium, namun
pandangan ini mungkin terlalu optimis. Bagi banyak wanita, menjadi seorang ibu
adalah proses fisiologis yang normal. Setelah persalinan, wanita akan mengalami
masa puerperium, untuk dapat mengembalikan alat genitalia interna kedalam
keadaan normal, dengan tenggang waktu sekitar 42 hari atau enam minggu atau
satu bulan tujuh hari. (Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Manuaba, hal 195)
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu
melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat
menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada
komplikasi masa nifas. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi
merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga
sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada
masa ini. Kurangnya pemahaman dari seorang ibu maupun tenaga kesehatan dapat
berdampak buruk.
Pada kehamilan seorang ibu bukan hanya menyiapkan persalinan tetapi
juga harus mempersiapkan untuk proses laktasi. Pemberian ASI dikenal sebagai
salah satu yang memberikan pengaruh yang paling kuat terhadap kelangsungan
hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan. Pemberian ASI kepada bayi baru
lahir merupakan suatu hal penting karena mempunyai manfaat besar bagi ibu dan
bayi. Proses laktasi merupakan hal yang fisiologis yang di alami oleh setiap ibu.
Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahtaraan bayi
yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal
dari ibunya. Berdasarkan hal tersebut, Pengetahuan menyeluruh tentang fisiologi
nifas pada masa puerperium, fisiologi laktasi dan menyusui adalah sangat penting
jika bidan menilai status kesehatan ibu secara akurat dan memastikan bahwa
pemulihan dan perawatan sesuai dengan standar yang diharapkan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang diatas, maka kami dapat mengambil
perumusan masalah antara lain :
- Apa yang dimaksud dengan nifas ?
- Bagaimana fisiologi yang terjadi pada masa nifas beserta perubahan-
perubahan yang terjadi pada masa nifas ?
- Bagaimana adaptasi masa nifas ?
- Bagaimana fisiologi laktasi dan menyusui ?

1.3 Tujuan
Makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang dapat
bermanfaat tentang fisiologi nifas. Secara terperici tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian nifas
2. Untuk mengetahui fisiologi beserta perubahan-perubahan yang terjadi
pada masa nifas
3. Untuk mengetahui adaptasi masa nifas
4. Untuk mengetahui fisiologi laktasi dan menyusui

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nifas


Masa nifas atau (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama
mas nifas ini yaitu 6-8 minggu.
Pembagian masa nifas di bagi dalam tiga periode :
1. Puerperium Dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
2. Puerperium Intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis
yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.

2.2 Fisiologi dan Perubahan Masa Nifas

1. Perubahan Sistem Reproduksi


Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali
seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. Adapun perubahan-
perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi ibu nifas adalah sebagai
berikut:
a. Uterus
1) Involusi Uterus
Meskipun istilah involusi telah digunakan untuk menunjukkan
perubahan yang retrogresif yang terjadi di semua organ dan struktur
saluran reproduksi, istilah ini lebih spesifik menunjukkan adanya
perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan berkurangnya
ukuran uterus. Involusi uterus dapat diartikan juga sebagai pengerutan
uterus yang merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:

3
a) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon estrogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri (zat
protein) yang terjadi di dalam otot uterus. Sisa dari penghancuran
ini diabsorbsi dan kemudian dibuang dalam urine. Sebagai bukti
dapat dikemukakan bahwa kadar nitrogen sangat tinggi. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah
yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan.

Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang


kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta
lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas
plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas
plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti
pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta
selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini
berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini

4
mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi
plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan
lokia.
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua
inilah yang dinamakan lokia.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia
mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat
dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan
masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah
Sanguinolenta 3-7 hari Putih bercampur Sisa darah bercampur
merah lender
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan
kecoklatan lebih banyak serum, juga
terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit,
selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati.

Umumnya jumlah lokia lebih sedikit bila wanita postpartum


dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat
pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi

5
berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total
jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak dipengaruhi oleh
pemberian preparat ergot (ergotrate, Methergine), yang hanya
memiliki efek jangka pendek. Akan tetapi menyusui akan
mempercepat proses involusi.
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai dan berbentuk seperti corong. Kemudian untuk primipara
berbentuk seperti sprite, multipara bebrbentuk seperti coca-cola dan
grandemultipara berbentuk seperti AQUA. Hal ini disebabkan korpus
uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus dan serviks uteri membentuk cincin. Serviks
mungkin memar dan edema, terutama jika ada tahanan anterior saat
persalinan, Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh
pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa
masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja
yang dapat masuk.
Oleh karena hiperplasi dan retraksi serviks, robekan serviks
dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum
tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum
lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena robekan
ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang dari serviks.
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti
sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan
antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum
hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum
adalah sebagai berikut:

6
INVOLUSI TINGGI FUNDUS UTERUS BERAT UTERUS

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gram

1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram

2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram

8 minggu Sebesar normal 30 gram

Penurunan ukuran uterus yang cepat ini direfleksikan dengan


perubahan lokasi uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali
menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi fundus uteri
(TFU) terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas
antara simfisis pubis dan umbilikus. Letak TFU kemudian naik, sejajar
dengan umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-kira
sejajar (atau satu ruas jari di bawah) umbilikus selama satu atau dua
hari dan secara bertahap turun ke dalam panggul sehingga tidak dapat
dipalpasi lagi di atas simfisis pubis setelah hari kesepuluh
pascapartum.
Walaupun terdapat variasi lokasi umbilikus terhadap simfisis
pubis pada setiap individu dan variasi ukuran ruas jari di antara
pemeriksa dengan pemeriksa lain sehingga membuat adanya rentang
normal dalam penurunan dan lokasi TFU harian, terdapat
keseragaman untuk memfasilitasi generalisasi penurunan uterus, yang
diilustrasikan pada gambar 2.2.

7
Gambar 2.2. Tinggi fundus uteri pada masa nifas

b. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum


Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan
serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen
tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah
menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran
vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum
persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat
perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara
spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun
demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan
dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat
dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

2. Perubahan Sistem Perkemihan


Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang
berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca
melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-
36 jam sesudah melahirkan.

8
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian,
pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post
partum, antara lain:
a. Adanya udema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi
retensi urin.
b. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi
dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
c. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan
spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga
menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme
tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis
pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6
minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca
partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-
kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the
water metabolisme of pregnancy).
Resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam
sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan
Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita
inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap
sampai beberapa minggu pasca persalinan.
Secara fisiologis, kontinensia urin dipertahankan dengan tiga cara:
 Tonus otot vesica urinaria (musculus detrusor), yang mengendalikan
tekanan intra vesical.

9
 Tekanan intra uretral yang diberikan oleh musculus pubococcygeus dan
campuran serabut-serabut yang saling menyilang pada sepertiga bagian
tengah uretra.
 Pengendalian sphincter yang merupakan sudut urethrovesical pada cervix
vesicae. Sudut ini yang menutup meatus internus yang dikendalikan oleh
otot-otot dasar pelvis.
Ketiga faktor tersebut tadi secara bersama-sama mencegah keluarnya
urin secara involunter pada saat tekanan intra abdominal meningkat karena
tertawa, bersin, atau batuk.
Otot-otot ini beserta dengan saraf yang menginervasi otot-otot tadi
(nervus pudendus dan cabang-cabang fleksus sakralis) sangat peka terhadap
stres dan trauma selama melahirkan pada saat otot-otot dan saraf-saraf tadi
teregang dan mengalami desakan. Trauma pada saraf tadi akan mengurangi
kekuatan otot-otot yang diinervasi yang telah mengalami regangan berlebihan
dan telah melemah.
Walaupun pada kebanyakan wanita yang sehat yang melakukan latihan
secara teratur, tonus otot tadi akan segera membaik. Pasien primigravida yang
memulai persalinan dengan seluruh ototnya mempunyai tonus yang bagus,
akan sangat kecil kemungkinan terganggunya karena terjadi inkotinensia
stres. Tetapi pada persalinan berikutnya otot tadi akan mengalami stres yang
berulang, dan insidensi inkontinensia stres akan meningkat dengan
meningkatnya paritas. Insidensi tadi juga meningkat pada wanita yang lebih
tua (sebagian karena perubahan hormonal) dan wanita yang mengalami
persalinan lama dan kelahiran dengan alat bantu.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam
pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower
kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam
waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka
kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang
dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan
pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

10
Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan
pada otot dasar panggul. Latihan-latihan tersebut antara lain berenang, senam,
mempertahankan kesehatan, aerobik dan sebagainya.

3. Perubahan Sistem Pencernaan


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa
hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan
kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai
menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk
kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem
pencernaan, antara lain:

a. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan
untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu
3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron
menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan
selama satu atau dua hari.
Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam
setelah melahirkan. Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada alasan
untuk menunda pemberian makan pada wanita pasca partum yang sehat
lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengkajian awal.

b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia
dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.

c. Pengosongan Usus

11
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal
masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan,
kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
1) Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2) Pemberian cairan yang cukup.
3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5) Bila usaha di atas tidak berhasil dapat pemberian huknah atau obat
yang lain.

d. Konstipasi
Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal karena
kurangnya makanan padat selama persalinan dan karena wanita menahan
defekasi. Wanita mungkin menahan defekasi karena perineumnya
mengalami perlukaan atau karena ia kurang pengetahuan dan takut akan
merobek atau merusak jahitan jika ia melakukan defekasi. Jika penderita
hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi obat pencahar, baik
peroral ataupun supositoria.

4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan
semakin bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan
berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan
mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal
akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah
melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat
involusi uteri.
Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:
a. Dinding perut dan peritoneum

12
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih
kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari
otot-otot rektus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis
tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.

b. Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar
dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen
dapat kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan
dengan latihan post natal.

c. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada
dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang
sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis
muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui
keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat
membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.

d. Perubahan ligamen
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut
kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.

e. Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini
dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis
pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat
bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat
dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan
pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.

13
Adapun gejala-gejala sistem muskuloskeletal yang biasa timbul pada
masa pasca partum antara lain:
 Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang
sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung
sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari
penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan
selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa
nyaman pada pasien.

 Sakit kepala dan nyeri leher


Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang
jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.

 Nyeri pelvis posterior


Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan
disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada
bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh
di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman
saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang
dapat memacu rasa nyeri.

14
 Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis
pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis
pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan
berat badan melalui pada posisi tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan
fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal,
diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat
mempengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis
pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk
latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi
secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.

 Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm
pada tepat setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap
linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini
sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan
otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan
kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami
diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah
antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu),
dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan
pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi
telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up;
mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli
fisioterapi selama diperlukan.

15
 Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini
ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya
hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau
menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang
buruk.

 Disfungsi Dasar Panggul


Disfungsi dasar panggul, meliputi :
1) Inkontinensia urin
Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari.
Masalah berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pasca
partum adalah inkontinensia stress.
Terapi : selama masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan mengenai
dan dianjurkan untuk mempraktikan latihan otot dasar panggul dan
transversus sesering mungkin, memfiksasi otot ini serta otot
transversus selama melakukan aktivitas yang berat. Selama masa
pasca natal, ibu harus dianjurkan untuk mempraktikan latihan dasar
panggul dan transversus segera setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap
menderita gejala ini disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi yang
akan mengkaji keefektifan otot dasar panggul dan memberi saran
tentang program retraining yang meliputi biofeedback dan stimulasi.
2) Inkontinensia alvi.
Inkontinensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya
sfingter anal atau kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar
panggul selama persalinan (Snooks et al, 1985).
Penanganan : rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendapatkan perawatan
khusus.
3) Prolaps
Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang dapat
menyebabkan peregangan dan kerusakan pada fasia dan persarafan
pelvis. Prolaps uterus adalah penurunan uterus. Sistokel adalah

16
prolaps kandung kemih dalam vagina, sedangkan rektokel adalah
prolaps rektum kedalam vagina (Thakar & Stanton, 2002).
Gejala yang dirasakan wanita yang menderita prolaps uterus antara
lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke bawah (saat berdiri), nyeri
punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar
panggul.

5. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila
kelahiran melalui section caesaria kehilangan darah dapat dua kali lipat.
Perubahan terdiri dari volume darah dan Hemokosentrasi. Apabila pada persalinan
pervaginam haemokonsentrasi akan naik dan pada section caesaria
haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung dan
dapat menimbulkan dekompensasi kodis pada penderita vitium cordia.untuk
keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala.umumnya hal
ini terjadi pada hari ketiga sampai 5 hari post partum.
Pada Sistem Kardiovaskuler
1. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi
pada awal post partum terjadi bradikardi.
Suhu dalam 24 jam pertama mungkin akan meningkat menjadi 380C
disebabkan oleh kelelahan dan dehidrasi. Bila lebih dari 38 0 setelah 24
jam pertama sampai dengan hari kesepuluh, kemungkinan terjadi
infeksi.
b. Tekanan darah harus stabil, bila terjadi penurunan sedikit, hal ini
normal karena adanya proses adaptasi terhadap penurunan dalam

17
rongga panggul dan perdarahan. Tetapi bila ada peningkatan dan
keluhan pusing, perlu diperhatikan.
c. Bradikardi, dengan frekuensi 50 – 70 kali/menit adalah normal untuk 6
–10 jam pertama, hal ini mungkin disebabkan karena penurunan aliran
darah.
d. Takhikardi jarang terjadi, hal ini akan timbul karena perdarahan
persalinan lama atau sulit.
2. Volume Darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
3. Perubahan hematologic
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
4. Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.

6. Perubahan Endokrin
a. Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human
chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum dan sebagai omset pemenuhan mammae
pada hari ke 3 postpatum.
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang di
produksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah
persalinan.
Penurunan hormon Human Placental Lactogen (HPL), estrogen dan
progesteron serta plasental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik
kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada nifas. Ibu
diabetik biasanya membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil
selama beberapa hari. Karenan perubahan hormon normal ini membuat masa nifas

18
menjadi suatu periode transisi untuk metabolisme karbohidrat, interpretasi tes
toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.

b. Hormon Pituitary
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam
pembesaran payudara untuk meransang produksi susu. Pada wanita yang
menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada
rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

c. Hormon Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang
(posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap
ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian
seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat
plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya,
isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus
kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.

d. Hipotalamik Pituitary Ovarium


Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar proklatin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan opulasi karena kadar hormone FSH terbukti
sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar
prolaktin meningkat secara pogresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui

19
kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6 setelah melahirkan. Kadar
prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui
dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat
anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara
wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45%
setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6
minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita
laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi
50% siklus pertama an ovulasi.

7. Perubahan Sistem Integument


Kloasma akibat kehamilan biasanya akan hilang sampai masa kehamilan
berlalu. Terjadinya hiperpigmentasi pada aareola dan linea nigra mungkin akan
hilang setelah melahirkan. Namun pada beberapa wanita ada yang menetap pada
daerah – daerah tersebut. Perubahan daerah vaskuler yang abnormal akan
menimbulkan nyeri,kemerah dan epulis, yang merupakan respon dari penuruna
estrogen setelah selesai melahirkan. Namun tanda nyeri pada wanita ada yang
menetap dan ada yang hilang.

- Penurunan melanin umumnya setelam persalinan menyebabkan berkurangnya


hyperpigmentasi kulit

- Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan
menghilang pada saat estrogen menurun.

8. Perubahan Sistem Neurologi


Perubahan pada sistem neurologi selama masa nifas sebagai akibat dari
adaptasi menjadi seorang ibu setelah hamil dan adanya trauma setelah proses
melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan
menghilang setelah wanita melahirkan.

20
9. Perubahan Metabolisme

Metabolisme merupakan totalitas proses kimia di dalam tubuh.


Metabolisme meliputi segala aktivitas hidup yang bertujuan agar sel tersebut
mampu untuk tetap bertahan hidup, tumbuh, dan melakukan reproduksi. Semua
sel penyusun tubuh makhluk hidup memerlukan energi agar proses kehidupan
dapat berlangsung. Sel-sel menyimpan energi kimia dalam bentuk makanan
kemudian mengubahnya dalam bentuk energi lain pada proses metabolisme.

Metabolisme dibedakan atas anabolisme dan katabolisme:

Anabolisme adalah pembentukan molekul-molekul besar dari molekul-molekul


kecil. Misalnya pembentukan senyawa-senyawa seperti pati, selulosa, lemak,
protein dan asam nukleat. Pada peristiwa anabolisme memerlukan masukan
energi.

Katabolisme adalah penguraian molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul


kecil, dan prosesnya melepaskan energi. Contoh : respirasi, yaitu proses oksidasi
gula menjadi H2O dan CO2

Keterkaitan antara Anabolisme dan katabolisme

Karbohidrat menjadi salah satu komponen makanan yang kompleks. Komponen


inilah yang menjadi salah satu bahan dalam proses metabolisme. Karbohidrat
merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen.
Senyawa biologis ini hanya terdapat dalam jumlah 1% dari keseluruhan tubuh
manusia, diolah dalam tubuh sebagai bahan makanan, dicadangkan dalam bentuk
glikogen dan digunakan sebagai bahan bakar sel, juga dibutuhkan dalam
pembentukan tulang rawan. Sumber karbohidrat yang paling banyak berasal dari
tumbuhan.

Dalam proses untuk menghasilkan energi, semua jenis karbohidrat yang


dikonsumsi akan masuk ke dalam sistem pencernaan dan juga usus halus,

21
terkonversi menjadi glukosa untuk kemudian diabsorpsi oleh aliran darah dan
ditempatkan ke berbagai organ dan jaringan tubuh. Molekul glukosa hasil
konversi berbagai macam jenis karbohidrat inilah yang kemudian akan berfungsi
sebagai dasar pembentukan energi di dalam tubuh. Melalui berbagai tahapan
dalam proses metabolisme, sel-sel yang terdapat di dalam tubuh dapat
mengoksidasi glukosa menjadi CO2 & H2O dimana proses ini juga akan disertai
dengan produksi energi. Proses metabolisme glukosa yang terjadi di dalam tubuh
ini akan memberikan kontribusi hampir lebih dari 50% bagi ketersediaan energi.
Di dalam tubuh, karbohidrat yang telah terkonversi menjadi glukosa tidak hanya
akan berfungsi sebagai sumber energi utama bagi kontraksi otot atau aktifitas fisik
tubuh, namun glukosa juga akan berfungsi sebagai sumber energi bagi sistem
syaraf pusat termasuk juga untuk kerja otak. Selain itu, karbohidrat yang
dikonsumsi juga dapat tersimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen
di dalam otot dan hati. Glikogen otot merupakan salah satu sumber energi tubuh
saat sedang berolahraga sedangkan glikogen hati dapat berfungsi untuk membantu
menjaga ketersediaan glukosa di dalam sel darah dan sistem pusat syaraf (Irawan
2007).

Molekul-molekul yang terkait dengan proses metabolisme


1. ATP
merupakan molekul berenergi tinggi. Molekul ini merupakan ikatan adenosin
yang mengikat tiga gugusan pospat, dengan ikatan yang lemah / labil sehingga
mudah melepaskan ikatan pospatnya pada saat mengalami hidrolisis.

Reaksi metabolisme merupakan reaksi enzymatis yang melibatkan enzim

2. Enzim

adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam


protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan
protein.
Enzim mempunyai dua fungsi pokok sebagai berikut.

22
1. Mempercepat atau memperlambat reaksi kimia.
2. Mengatur sejumlah reaksi yang berbeda-beda dalam waktu yang sama.

Enzim disintesis dalam bentuk calon enzim yang tidak aktif, kemudian diaktifkan
dalam lingkungan pada kondisi yang tepat. Misalnya, tripsinogen yang disintesis
dalam pankreas, diaktifkan dengan memecah salah satu peptidanya untuk
membentuk enzim tripsin yang aktif. Bentuk enzim yang tidak aktif ini disebut
zimogen.
Enzim tersusun atas dua bagian. Apabila enzim dipisahkan satu sama lainnya
menyebabkan enzim tidak aktif. Namun keduanya dapat digabungkan menjadi
satu, yang disebut holoenzim. Kedua bagian enzim tersebut yaitu apoenzim dan
koenzim.

Kerja Enzim ada 2 teori yang mengungkapkan cara kerja enzim yaitu:

1. Teori kunci dan anak kunci (Lock and key)


Teori ini dikemukakan oleh Emil Fisher yang menyatakan kerja enzim
seperti kunci dan anak kunci, melalui hidrolisis senyawa gula dengan
enzim invertase, sebagai berikut:
1. Enzim memiliki sisi aktivasi, tempat melekat substrat
2. hubungan antara enzim dan substrat terjadi pada sisi aktivasi
3. Hubungan antara enzim dan substrat membentuk ikatan yang lemah

b. Hipothesis Koshland :

1. Enzim dan sisi aktifnya merupakan struktur yang secara fisik lebih
fleksibel daripada hypothesis Fischer.
2. Terjadi interaksi dinamis antara enzim dan substrat
3. Jika substrat berkombinasi dengan enzim, akan terjadi perubahan dalam
struktur (konformasi) sisi aktif enzim sehingga fungsi enzim berlangsung
efektif.
4. Struktur molekul substrat juga berubah selama diinduksi sehingga
kompleks enzim-substrat lebih berfungsi.

Inhibitor
Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim. Bersifat reversible dan

23
irreversible. Inhibitor reversible dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan
nonkompetitif (Gambar 3.4B )

a.Inhibitor kompetitif

Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing
dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat
reversibel (dapat kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan
menambah konsentrasi substrat.

Inhibitor kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan


substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang
bekerja pada substrat oseli suksinat.

b. Inhibitor nonkompetitif

Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan
berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan
bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya.
Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim penyusun konsentrasi
substrat. dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak dapat
dihilangkan dengan menambahkan

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzim

24
 Konsentrasi substrat
 Konsentrasi enzim
 Suhu
 pH
 Aktivator dan inhibitor

I. KATABOLISME

1. Respirasi merupakan contoh peristiwa Katabolisme.

Respirasi merupakan oksidasi senyawa organik secara terkendali untuk


membebaskan energi bagi pemeliharaan dan perkembangan makhluk hidup.
Produk antara pada respirasi sel dipakai sebagai bahan dasar untuk metabolisme.
Berdasarkan kebutuhan terhadap tersedianya oksigen bebas, dibedakan :

a. Respirasi aerob : respirasi yang membutuhkan oksigen bebas. Oksigen


merupakan penerima hidrogen terakhir.

b. Respirasi anaerob : respirasi yang tidak membutuhkan oksigen bebas.


Sebagai penerima hidrogen terakhir bukan oksigen,tetapi senyawa lain seperti
asam pyruvat, dan asetaldehid.

Respirasi sel secara aerob berlangsung melalui 4 tahap, yaitu :

 Glikolisis
 Dekarboksilasi Oksidatif Asam Piruvat
 Daur Krebs, dan
 Sistem Transfer Elektron

Glikolisis :

 Berlangsung di sitoplasma
 Berlangsung secara anaerob
 Mengubah satu molekul glukosa ( 6C ) menjadi dua molekul asam piruvat
( 3C )
 Untuk setiap molekul glukosa dihasilkan energi 2 ATP dan 2 NADH
 Dikenal sebagai Reaksi Embden dan Meyerhoff

Dekarboksilasi Oksidatif Asam Piruvat :

25
 Berlangsung pada matriks mitokondria

 Mengubah asam piruvat (3C) menjadi Asetil Ko-A (2C)

 Dihasilkan energi sebesar 2 ATP dan 2 NADH untuk setiap molekul


glukosa

Siklus Krebs :

 Berlangsung pada matriks mitokondria

 Mengubah Asetil-KoA (2C) menjadi CO2 (senyawa berkarbon 1)

 Untuk setiap molekul Asetil-KoA dihasilkan 1 ATP, 1 FADH dan 2 NADH

Rantai Pengangkutan Elektron ;

 NADH2 dan FADH2 merupakan senyawa pereduksi yang menghasilkan


ion hidrogen

 Melalui rantai respirasi, hidrogen dari NADH 2 dan FADH2 yang dihasilkan
pada proses glikolisis, dekarboksilasi oksidatif asam piruvat dan daur
Krebs dilepaskan ke Oksigen (sebagai penerima hidrogen terakhir) untuk
membentuk H2O dengan melepas energi secara bertahap.

 Satu molekul NADH2 akan menghasilkan 3 ATP, sedang satu molekul


FADH2 menghasilkan 2 ATP.

Glikolisis :

26
Alternatif 1 : Bila tidak tersedia cukup oksigen, akan berlangsung respirasi
anaerob / fermentasi, seperti pada diagram/skema di bawah ini :

ALTERNATIF 2 : Jika tersedia Oksigen, asam piruvat akan memasuki


Siklus Krebs dan Sistem Transpor Elektron :

27
Substrat untuk respirasi tidak selalu dalam bentuk karbohidrat, tetapi bisa juga
berupa protein atau lemak. Perhatikan skema hubungan antara berbagai substrat
tersebut dalam proses respirasi aerob di bawah ini :

28
II. ANABOLISME

A. Fotosintesis merupakan salah satu contoh dari Anabolisme

Fotosintesis terjadi pada tumbuh-tumbuhan yang berklorofil. Fotosintesis


merupakan proses penyusunan zat organik dari zat-zat anorganik dengan
menggunakan energi dari cahaya. Zat organik yang terbentuk dalam proses
fotosintesis berupa karbohidrat, dimana karbohidrat tersebut dapat digunakan
untuk membentuk zat-zat lain seperti protein dan lemak.

Reaksi umum dari fotosintesis dapat dituliskan sebagai :

cahaya

6 CO2 + 12 H2O C6H12O6 + 6 H2O + 6 O2

klorofil

1. Komponen-komponen Esensial Fotosintesis :

Komponen yang mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis adalah bahan baku
(CO2 dan H2O), energi berupa cahaya, pigmen, molekul carrier enzim dan suhu
yang tepat. Jika salah satu dari komponen tersebut tidak ada, fotosintesis tidak
dapat berlangsung, sehingga komponen tersebut disebut komponen esensial.

a). Bahan Baku

CO2 dari udara masuk melalui stomata ke dalam jaringan spons daun dan segera
dipergunakan untuk proses fotosintesis. Air (H2O) merupakan bahan baku lain
yang diperoleh dari lingkungan. Pada tumbuhan tinggi, H 2O diabsorbsi oleh akar
dan diangkut ke daun melalui berbagai sel dan jaringan.

b). Cahaya

Energi yang dipergunakan dalam fotosintesis adalah energi cahaya. Dari


berbagai penelitian diketahui bahwa energi dari cahaya matahari yang
dipergunakan untuk fotosintesis hanya 2% saja. Selebihnya dipantulkan,
ditransmisikan atau diabsorbsi senagai panas.

Panjang gelombang dari berbagai spektrum sinar matahari tidak sama. Makin
besar panjang gelombang, makin kecil energi yang dikandungnya. Gelombang
cahaya dari yang terpanjang hingga terpendek adalah merah, jingga, kuning, hijau,
biru, nila dan ungu. Dalam berbagai percobaan yang menggunakan obyek
Chlorella, ternyata spektrum cahaya yang palig banyak diserap klorofil untuk
proses fotosintesis adalah spektrum merah dan biru ungu (nila).

c). Pigmen

29
Dengan adanya sistem pigmen, tumbuhan hijau dapat mengabsorbsi energi
cahaya dan menggunakan cahaya ini untuk menghasilkan gula. Klorofil
merupakan pigmen terpenting dari tumbuhan yang melakukan fotosintesis

Ada bermacam-macam klorofil, yaitu klorofil a, b, c dan e. Klorofil a dan b


terdapat pada kloroplas tumbuhan tinggi, sedangkan klorofil yang lain terdapat
pada jenis alga tertentu.

d). Suhu

Aktivitas fotosintesis dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Fotosintesis


umumnya berlangsung pada suhu antara 5 – 40o C. Kecepatan fotosintesis
bertambah sampai maksimal pada suhu 35o C dan setelah itu kecepatannya turun
tajam. Penurunan ini dimungkinkan karena enzim menjadi kurang aktif.

e). Molekul Carrier dan Enzim

Pada kloroplas, selain dari pigmen terdapat pula berbagai molekul carrier yang
berfungsi dalam transfer atom hidrogen, elektron dan transfer energi. Selain itu,
pada kloroplas pun terdapat bermacam-macam enzim untuk reaksi kimia
fotosintesis.

2. Penelitian tentang Fotosintesis

Beberapa percobaan yang dilakukan untuk mengetahui hasil-hasil yang diperoleh


dari fotosintesis, antara lain :

a). Percobaan Ingenhousz

Obyek yang digunakan adalah tumbuhan Hydrilla verticillata. Hasil dari


percobaannya disimpulkan bahwa fotosintesis menghasilkan gas, yang ternyata
adalah oksigen.

30
b). Percobaan Engelmann

Obyek yang digunakan adalah ganggang Spirogyra dan bakteri thermo. Di


bawah mikroskop terlihat bakteri thermo berkumpul pada bagian kloroplas yang
terkena cahaya matahari (B) akibat banyaknya oksigen di daerah ini. Kesimpulan
yang dapat ditarik oleh Engelmann, yaitu bahwa fotosintesis membebaskan gas
oksigen dan kloroplast yang bertanggung jawab terhadap produksi
oksigentersebut.

c). Percobaan Sacchs

Dalam percobaan ini, Sacchs membuktikan bahwa fotosintesis memerlukan


cahaya, berlangsung pada bagian yang berklorofil, sedang hasil akhir dari
fotosintesis adalah zat tepung (amylum). Percobaan ini didasari atas pengertian
bahwa amylum, jika bereaksi dengan iodium akan berwarna biru. Pada bagian
daun yang ditutup dengan kertas timah (tidak kena cahaya) tidak berwarna biru,
berarti di daerah tersebut tidak berlangsug fotosintesis.

10. Perubahan Sistem Respirasi

31
a. Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal,hal ini karena ibu
dalam keadaan pemulihan atau dalm kondisi istirahat.
b. Bila ada respirasi cepat post partum (>30X/menit) ,mungkin adanya
ikutan tanda-tanda shock.
PERUBAHAN TANDA-TANDA VITAL PADA MASA NIFAS
1. Suhu Badan
a. Sekitar hari ke 4 setelah persalinan,suhu ibu mungkin naik sedikit
antara 37,2 0 C sampai 37,5 oC.Kemungkinan terjadi karena
disebabkan ikutan dari aktivitas payudara.
b. Bila kenaikan mencapai 38 oC pada hari kedua sampai hari-hari
berikutnya harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
2. Denyut Nadi

a. Denyut nadi ibu akan melambat sekitar 60X/menit yakni pada waktu
setelah persalianan karena ibu dalm keadaan istirahat penuh.ini terjadi
utamanya pada minggu utama post partum.
b. Pada ibu yang nerfus bisa cepat,kira-kira 110X/menit.Bisa juga terjadi
gejala shock karena infeksi,khusunya bila disertai peningktan suhu
tubuh.
3. Tekanan Darah

a. Tekanan darah <140/90 mmHg.Tekanan darah tersebut dapat


meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum.
b. Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya pendarahan
post partum.sebaliknya bila tekanan darah tinggi menunjukkan
kemungkinan adanya pre-eklamsi yang bisa timbul pada masa
nifas.namun,hal tersebut jarang terjadi.

Tanda Bahaya Masa Nifas


Setelah ibu melahirkan, maka ibu memasuki masa nifas atau yang lazim
disebut puerpurium. Masa nifas (puerpurium) adalah waktu yang dimulai setelah

32
placenta lahir dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat kandungan
kembali seperti semula (sebelum hamil) dalam waktu kurang lebih 3 bulan.
Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa nifas atau pasca
persalinan. Oleh karena itu, sangat penting bagi ibu dan keluarga untuk mengenal
tanda bahaya dan perlu mencari pertolongan kesehatan pada tenaga kesehatan jika
ditemukan tanda-tanda bahaya pada masa nifas. Pada masa nifas, perempuan
sebaiknya melakukan ambulasi dini. Yang dimaksud dengan ambulasi dini adalah
beberapa jam setelah melahirkan, segera bangun dari tempat tidur dan bergerak,
agar lebih kuat dan lebih baik. Gangguan berkemih dan buang air besar juga dapat
teratasi.
Ibu nifas dan keluarga harus mendatangi tenaga kesehatan jika ditemukan
tanda – tanda bahaya masa nifas seperti berikut ini :
1. Perdarahan Pervaginam.
2. Sakit kepala yang hebat
3. Pembengkakan di wajah,tangan dan kaki
4. Payudara yang berubah merah, panas, dan terasa sakit
5. Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia mudah mengalami
infeksi.
6. Infeksi Bakteri
7. Demam, muntah dan nyeri berkemih.
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
9. Kram perut
10. Merasa sangat letih atau napas terengah – engah
11. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung

2.3 Adaptasi Masa Nifas

Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa nifas, antara lain adalah :

A. Fase Dependent
Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, ketergantungan ibu
sangat menonjol. Pada saat ini ibu mengharapkan segala kebutuhannnya
dapat dipenuhi oleh orang lain. Rubin (1991) menetapkan periode
beberapa hari ini sebagai fase menerima yang disebut dengan taking in
phase. Fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari. Ibu akan
mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan. Pada
saat ini, ibu memerlukan istirahat yang cukup agar ibu dapat menjalani

33
masa nifas selanjutnya dengan baik. Ibu juga memerlukan nutrisi yang
lebih karena biasanya selera makan ibu menjadi bertambah. Akan tetapi
jika ibu kurang makan, bisa mengganggu proses nifas.
B. Fase Independent
Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari
pertama setelah melahirkan, maka pada hari kedua sampai keempat mulai
muncul kembali keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di
satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain tetapi disisi lain ia
ingin melakukan aktivitasnya sendiri. Ibu berusaha keras untuk menguasai
tentang keterampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui,
memandikan dan memasang popok. Pada masa ini ibu agak sensitif dan
merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut, cenderung
menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima
pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Tahap ini menurut Rubin
(1961) digambarkan sebagai fase taking hold.

C. Fase Interdependent
Periode ini biasanya terjadi “after back to home” dan sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
Ibu akan mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi, ia harus
beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
Pada fase ini, kegiatan-kegiatan yang ada kadang-kadang melibatkan
seluruh anggota keluarga, tetapi kadang-kadang juga tidak melibatkan
salah satu anggota keluarga. Misalnya, dalam menjalankan perannya, ibu
begitu sibuk dengan bayinya sehingga sering menimbulkan kecemburuan
atau rasa iri pada diri suami atau anak yang lain.

2.4 Fisiologi Laktasi dan Menyusui

Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan


pengeluaran ASI. Pembentukan kelenjar payudara mulai dibentuk sejak embrio
berumur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi. Selama masa
kehamilan, hormon estrogen dan progesteron menginduksi perkembangan alveoli

34
dan duktus lactiferous di dalam payudara, serta merangsang produksi kolostrum.
Produksi ASI tidak berlangsung sampai masa sesudah kelahiran bayi ketika kadar
hormon estrogen menurun. Penurunan kadar estrogen ini memungkinkan naiknya
kadar prolaktin dan produksi ASI. Produksi prolaktin yang berkesinambugan
disebabkan oleh menyusunya bayi pada payudara ibu.
Pelepasan ASI berada di bawah kendali neuro-endokrin. Rangsangan sentuhan
pada payudara (bayi menghisap) akan merangsang produksi oksitosin yang
menyebabkan kontraksi sel-sel myoepithel. Proses ini disebut sebagai “reflex
prolaktin” atau milk production reflect yang membuat ASI tersedia bagi bayi.
Dalam hari-hari dini, laktasi refleks ini tidak dipengaruhi oleh keadaan emosi ibu.
Nantinya, reflek ini dapat dihambat oleh keadaan emosi ibu bila ia merasa takut,
lelah, malu, merasa tidak pasti, atau bila merasakan nyeri.
Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae melalui duktus ke
sinus lactiferous. Hisapan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hypofisis
posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan kontraksi sel-sel khusus
(sel-sel myoepithel) yang mengelilingi alveolus mamae dan duktus lactiferous.
Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong ASI keluar dari alveoli melalui duktus
lactiferous menuju sinus lactiferous, tempat ASI akan disimpan. Pada saat bayi
menghisap, ASI di dalam sinus tertekan keluar, ke mulut bayi. Gerakan ASI dari
sinus ini dinamakan let down reflect atau “pelepasan”. Pada akhirnya, let down
dapat dipacu tanpa rangsangan hisapan. Pelepasan dapat terjadi bila ibu
mendengar bayi menangis atau sekadar memikiran tentang bayinya.

AIR SUSU IBU


KOMPOSISI :
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose dan garam
organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai
makanan utama bagi bayi. Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu, hal
ini berdasarkan stadium laktasi.
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi
baik fisik, psikologi, sosial, maupun spiritual. Hal ini dapat kita pahami dari
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada makanan di dunia ini yang
sesempurna ASI (Hubertin, 2003).

35
Komposisi ASI di bedakan menjadi 3 macam :
1. Kolostrum
ASI yang dihasilkan pada hari pertama (1) sampai hari ketiga (3)
setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan yang agak kental
berwarna kekunig kuningan, lebih kuning dibanding dengan ASI matur,
bentuknya agak kasar karena mengandung butiran lemak dan sel – sel
epitel, dengan kasiat kasiat sebagai berikut :

a. Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran pencernaan siap


untuk menerima makanan.
b. Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama globulin
sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi.
c. Mengandung zat antibodi sehingga mampu melindungi tubuh bayi dari
berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu s/d 6 bulan.
2. ASI masa Transisi
ASI yang dihasilkan mulai hari keempat (4) sampai hari kesepuluh (10).

3. ASI Mature
ASI yang dihasilkan mulai hari kesepuluh (10) sampai seterusnya.

Laktasi dipengaruhi oleh kerja hormon :

A. Produksi Air Susu (Prolaktin)


Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan hormon yang
disekresi oleh glandula pituitaria anterior yang penting untuk
memproduksi air susu ibu. Kadar hormon ini di dalam sirkulasi maternal
meningkat selama kehamilan. Kerja hormon ini dihambat oleh plasenta.
Dengan lepasnya plasenta pada proses persalinan maka kadar estrogen dan
progesteron berangsur-angsur turun sampai pada tingkat terendah.
Diaktifkannya prolaktin akan menaikkan pasokan darah yang
beredar lewat payudara. Ini dapat menyekresi bahan penting untuk
pembentukan air susu, globulin, lemak dan molekul-molekul protein yang
akan membengkakkan acini dan mendorong menuju kubuli laktiferus.
Kenaikan kadar protein akan menghambat ovulasi sehingga mempunyai

36
fungsi kontrasepsi dan kadar prolaktin paling tinggi pada waktu malam
hari (Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4,
Drs.H.Syaifuddin.AMK).
B. Pengeluaran Air Susu (Oksitosin)
Dua hormon yang terlibat dalam mengalirkan air susu dari sel-sel
sekretorik ke papilla mamae adalah:
1. Tekanan dari belakang. Tekanan globuli yang baru terbentuk di dalam
sel akan mendorong globuli tersebut ke dalam tubuli laktiferus dan
isapan bayi akan memacu sekresi air susu lebih banyak.
2. Reflek neurohormonal. Gerakan menghisap bayi akan menghasilkan
rangsangan saraf yang terdapat di dalam glandula pituitaria posterior.
Akibat langsung dari refleks ini adalah dikeluarkannya oksitosis dari
hipofisis posterior. Di sekitar alveoli akan berkontraksi mendorong air
susu masuk ke dalam vasalaktifer. Dengan demikian lebih banyak air
susu mengalir ke dalam ampula. Refleks ini dapat dihambat dengan
adanya rasa sakit, misalnya jahitan pada perineum. Sekresi oksitosin
juga akan menyebabkan otot uterus berkontraksi dan membantu
involusi uterus selama puerperium (nifas).

37
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
masa nifas adalah periode waktu atau masa dimana organ –organ reproduksi
kembali kepada keadaan tidak hamil, masa ini membutuhkan waktu sekitar 6
minggu, pada masa nifas banyak terjadi perubahan fisiologis maupun perubahan
psikologis,diantara perubahan fisiologis tanda – tanda vital, pada masa nifas
perubahan tanda – tanda vital harus dilakukan karena untuk membantu tenaga
kesehatan dalam pengawasan postpartum / nifas. Tekanan darah harus dalam
keadaan stabil, suhu turun secara perlahan dan stabil pada 24 jam post partum,
nadi menjadi normal setelah persalinan.
Didalam Fisiologi Laktasi ada dua hal yang terpenting yaitu produksi ASI
dan pengeluaran ASI. Dua hal tersebut dapat berjalan dengan lancar bila
pemeliharaan laktasi dapat kita perhatikan dengan baik sehingga produksi dan
pengeluaran ASI dapat tercapai maksimal. ASI adalah makan bayi yang sangat
baik dan mempunyai keuntungan yang sangat besar, bukan saja menguntungkan
bagi bayi saja tetapi dapat menguntungkan bagi ibu yang menyusuinya.

3.2 Saran
a. Masyarakat
Bagi suami maupun keluarga diharapkan agar lebih aktif, tutut serta
dalam menjaga kesehatan ibu. Dan dapat memberikan dukungan secara
psikis maupun moril terhadap ibu yang menghadapi masa post partum.

b. Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan agar berupaya meningkatkan
pemberdayaan tenaga kesehatan khususnya bidan, agar persalinan dapat
ditangani oleh tenaga ahli secara komprehensif untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi agar terlaksana dengan baik.
c. Tenaga kesehatan

38
Bagi tenaga kesehatan, khususnya bidan diharapkan agar
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan asuhan kebidanan, serta lebih
peka untuk mengidentifikasi tanda bahaya dalam persalinan agar dapat
segera ditangani.

39
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC.


Sulistyawati,Ari.2009.Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu
Nifas.Yogyakarta:ANDI Yogyakarta.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk.2002.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal.Jakarta:JNPKKR-POGI Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa, dkk.2005.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Armini.2014.Fisiologi Laktasi.(online)www.midwifescience.wordpress.com.
Diakses pada : 1 Oktober 2014, pukul 19.45 WITA
Scribd.2014.Referat Fisiologi Nifas.
(online)http://id.scribd.com/doc/137744021/REFERAT-FISIOLOGI-NIFAS.
Diakses pada : 1 Oktober 2014, pukul 22.15 WITA

40
LAMPIRAN

Hasil Diksusi

Pertanyaan:

a. Pemberian asi sangat diperlukan, ibu yang tidak dapat


mengeluarkan asi secara maksimal. Apakah yang tidak
mengeluarkan asi tersebut mengalami kodohan bagi sang anak?

Jawaban:

Hanya 1 dari 1000 ibu yang tidak dapat memberikan ASI pada bayinya,
dikarenakan ASI tidak dapat diproduksi oleh ibu tersebut. Efek bagi si bayi yaitu
tumbuh kembang dari si bayi terganggu, asumsi tersebut dapat dikatakan benar
karena ASI baik untuk kecerdasan anak dan mempengaruhi IQ si anak karena ASI
alami mengandung hormon taurin, laktosa dan lain-lain.

Pertanyaan:

b. Jelaskan yang dimaksud Diastasis rekti?

Jawaban:

Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada
tepat setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta
akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada
multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur
yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah
keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis

Pertanyaan:

c. Sebagai Bidan apa penanganan yang bisa dilakukan pada masa


nifas?

41
Jawaban :

1. Mobilisasi : karena lelah sehabis bersalin, ibu harus isrtirahat, tidur


terlentang selama 6 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring
ke kanan dank ke kiri untuk mencegah terjadinya thrombosis dan
tromboemboli. Pada hari ke 8 diperbolehkan duduk. Mobilisasi memunyai
variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya
luka-luka.
2. Diet : makanan harus bermutu, begizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah-buahan.
3. Miksi : hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya.
Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra
ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi m.sphincter ani selama
persalinan, juga oleh adanyan edema kandung kemih yang terjadi selama
persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya
dilakukan kateterisasi.
4. Defekasi : buang air besar harus dilakukan 3-4 pasca persalinan.
Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras
dapat diberikan obat laksans per oral atau per rektal. Jika masih belum bisa
dilakukan klisma.
5. Perawatan payudara (mamma) : perawatan mamma telah dimulai
sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras, dan kering
sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi
harus dihentikan dengan cara :
 Pembalutan mamma sampai tertekan
 Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral
dan parlodel.

Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat


baik untuk kesehatan bayinya.

6. Laktasi : untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari


kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu :
 Ploriferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan jaringan
lemak bertambah.

42
 Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut
colostrums, berwarna kuning-putih susu.
 Hipervaskularsasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana
vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
 Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesterone
hilang. Maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau
prolaktin yang akan merangsang air susu. Di samping iru,
pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu
berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak
sesudah 2-3 hari pasca persalinan.
7. Cuti hamil dan bersalin : menurut undang-undang, bagi wanita
pekerja berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan, yaitu 1
bulan sebelum bersalin ditambah 2 bulan setelah persalinan.
8. Pemeriksaan pasca persalinan : di Indonesia, ada kebiasaan atau
kepercayaan bahwa wakita bersalin baru boleh keluar rumah setelah habis
nifas yaitu 40 hari. Bagi wanita dengan persalinan normal hal ini baik dan
dilakukan pemeriksaan kembali 6 minggu setelah persalinan. Namun bagi
wanita dengan persalinan luar biasa harus kembali untuk control seminggu
kemudian.

Pemeriksaan postnatal antara lain meliputi :

a. Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluhan, dan sebagainya.


b. Keadaan umum : suhu badan, selera makan, dan lain-lain.
c. Payudara : ASI, putting susu.
d. Dinding peut, perineum, kandung kemih, rectum.
e. Secret yang keluar, misalnya lochia, flour albus.
f. Keadaan alat-alat kandungan.

9. Nasehat untuk ibu postnatal :


 Fisoterapi postnatal sangat baik bila diberikan.
 Sebaiknya bayi disusui.
 Kerjakan gimnastik sehabis bersalin.
 Untuk kesehatan ibu, bayi, dan keluarga sebaiknya melakukan
KB untuk menjarangkan anak.
 Bawalah bayi anda untuk mempeoleh imunisasi.

Pertanyaan:

43
d. Fase nifas berdampak pada fisiologis ibu. Setelah lahir trauma
untuk melahirkan dan trauma melihat bayi setelah melahirkan dan
tidak mau merawat ?

Jawaban:

Pada kasus ini disebut baby blues, factor- kaktor yang mempengaruhinya yaitu :

i. Jenis kelamin bayi yang tidak sesuai dengan keinginan


atau bias jadi dikarenakan keadaan bayi yang cacat.

ii. Persalinan yang sulit seperti pendarahan, letak janin


sungsang, air ketuban pecah mendahului waktunya.

iii. Kehamilan yang tidak diharapkan seperti hamil diluar


nikah sehingga ibu belum siap untuk menjadi ataupun
merawat bayinya.

iv. Pengetahuan yang minim juga salah satu factor baby


blues jadi ibu tidak memikirkan anak dalam jangka
panjang kedepannya.

Pertanyaan:

e. Pada involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs


plasenta akan menjadi nekrotik. Maka dari itu apa yang dimaksud
dengan nekrotik?

Jawaban :

Nekrotik adalah kematian patologis satu atau lebih sel atau sebagian jaringan atau
organ, yang dihasilkan dari kerusakan ireversibel. Hal ini terjadi ketika tidak ada
cukup darah mengalir ke jaringan, baik karena cedera, radiasi, atau bahan kimia.

Pertanyaan:

f. Usaha bidan agar seorang ibu bisa mengeluarkan asi nya?

Jawaban :

44
Memberitahukan kepada ibu tentang perawatan mamma yang dimulai sejak ibu
hamil supaya putting susu lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya. Bila bayi mulai disusui, isapan pada putting susu merupakan
rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan
oleh hipofise. Produksi air susu ibu (ASI) akan lebih banyak. Sebagai efek positif
adalah involusi uteri akan lebuh sempurna. Pemberian nutrisi kepada ibu,
dorongan fisiologi oleh orang-orang terdekat agar ibu tidak stres.

Pertanyaan:

g. Rentan waktu asi yang baik diberikan untuk bayi ?

Jawaban :

Pemberian ASI yang dianjurkan adalah :

1. ASI eksklusif selama 6 bulan, karena ASI saja dapat memenuhi 100%
kebutuhan bayi.

2. Dari 6-12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi karena dapat
memenuhi 60-70% kebutuhan bayi dan perlu ditambahkan makanan pedamping
ASI berupa makanan lumat sampai lunak sesuai dengan usia bayi.

3. Di atas 12 bulan, ASI saja hanya memenuhi sekitar 30% kebutuhan bayi dan
makanan padat sudah menjadi makanan utama. Namun, ASI tetap dianjurkan
pemberiannya sampai paling kurang 2 tahun untuk manfaat lainnya.

Pertanyaan:

h. Apakah saat ibu hamil boleh menyusui?

Jawaban:

1. Menyusui saat hamil bisa membuat rahim berkontraksi dan berakibat pada
keguguran. Dasar pemahaman ini adalah pada saat menyusui hormone
bernama oksitosin turut diproduksi. Hormon ini memang menyebabkan

45
kontraksi di bagian payudara juga rahim ibu. Akan tetapi, kontraksi tersebut
tidak berpengaruh secara signifikan bagi janin yang dikandung oleh ibu yang
menyusui. Kontraksi rahim pada saat menyusui sama dengan kontraksi rahim
saat berhubungan intim dengan suami, dan tidak mengakibatkan keguguran.
Meski demikian, ibu yang melakukan Tandem Nursing juga harus hati-hari.
Jika pada bagian rahim terasa nyeri maka jauh lebih baik jika ibu
mengehentikan kegiatan menyusui.

2. Alasan kedua mengapa kegiatan menyusui saat hamil tidak dibolehkan adalah
kekhawatiran akan gizi yang kurang. Hal ini memang ada benarnya, namun
jika ibu bisa memenuhi kebutuhan super extra gizinya, mengapa tidak?
Tandem Nursing memerlukan asupan makanan yang penuh dengan protein
dan juga karbohidrat. Jumlahnya lebih tinggi lagi dari biasanya sebab ada
janin dan bayi menyusui. Sementara ini, kalsium dan kebutuhan vitamin juga
harus diperhatikan. Kombinasikan suplemen dan juga makanan alami adalah
taktik terbaik.

3. Hal lain yang membuat orang menghidari Tandem Nursing adalah isu ASI
basi. Hal ini tidak benar sama sekali. Tidak ada ASI yang basi. Yang ada
adalah semakin meningkatnya usia kehamilan maka produksi air susu ibu
juga akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan kadar hormone estrogen
sang ibu juga semakin meningkat. Hal ini juga menyebabkan rasa ASI sedikit
berubah dan bayi yang menyusui kemungkinan besar akan memilih berhenti
menyusui dengan sendirinya. Jadi poinnya adalah teruskan menyusui sampai
bayi sendiri yang memilih berhenti.

Pertanyaan:

i. Kapan durasi waktu setelah melahirkan untuk mengalami


menstruasi pada ibu?

Jawaban:

46
Menurut hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh WHO, durasi rentang waktu
menstruasi setelah melahirkan umunya bervariasi antara 4 sampai 10 bulan,
namun ada juga yang mencapai 15-18 bulan setelah melahirkan.

Pertanyaan:

j. Dan apakah Lockea itu termasuk menstruasi?

Jawaban:
Lockea tidak termasuk menstruasi, karena lockea merupakan ekskresi cairan
rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat
organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal.
Pertanyaan:

k. Bagaimana cara pencegahan osteoporosis pada fase pasca partum?

Jawaban:

Magnesium terlibat dalam 300 lebih fungsi tubuh, selain untuk membantu
metabolisme kalsium dan vitamin D, magnesium juga berperan langsung dalam
mencegah pengeroposan tulang. Oleh karena itu ibu dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung magnesium, kalsium, dan
vitamin D

Pertanyaan:s

l. Pada sistem perkemihan, kinerja pada ginjal menurun. Dan apakah


penyebab dari menurunnya kinerja ginjal tersebut?

Jawaban:

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar
steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Jadi penyebab
menurunnya fungsi ginjal karena turunnya kadar steroid

47
Pertanyaan:

m. Tekanan pada ibu yang tidak bisa merawat bayi apakah


penyebabnya dan jika kelainan psikis kapan bisa terjadi?

Jawaban:

Sebenarnya konidisi seeperti ini jarang di alami, namun biasanya jika


seorang ibu dan ayah tidak ingin menggendong bayi, merawat ataupun lainnya
sebenarnya itu dikarenakan ibu dan ayah terlalu takut untuk membuat kesalahan
yang berakibat fatal untukmasa depan sang bayi jadi mereka berjaga- jaga untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan, jika terjadi kesalahan itupun bisa
menyebabkan kekecewaan bagi orang tuanya.

48
49

Anda mungkin juga menyukai