Anda di halaman 1dari 7

MOLA HIDATIDOSA

Halaman
No. Dokumen No. Revisi
1/7

Tanggal terbit
Ditetapkan
Direktur,
PANDUAN
PRAKTIK KLINIS
(PROSEDUR
(dr.H.L.Hamzi Fikri, MM)
NIP. 197406212002121007
Kehamilan patologik neoplasma jinak sel trofoblas dimana
PENGERTIAN sebagian atau seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidrofik
berupa gelembung menyerupai buah anggur yang diakibatkan
kegagalan plasentasi dan atau fekundasi fisiologis.
ANAMNESIS 1. Perdarahan pervaginam
2. Telat haid
3. Mual, muntah, pusing
4. Riwayat hubungan seksual

PEMERIKSAAN 1. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan


FISIK 2. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk
spotting sampai dengan perdarahan banyak. Pada kasus
dengan perdarahan banyak sering disertai dengan
pengeluaran gelembung dan jaringan mola.
3. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
4. Tanda Hegar dan Piscacek positif
5. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan
tirotoksikosis.

KRITERIA Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun criteria risiko


DIAGNOSIS Mola Hidatidosa ditentukan berdasarkan:
1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria (salah satu):
a) Serum B-hCG kurang dari 100.000 IU/ml, atau
b) Besar uterus < umur kehamilan, atau
c) Kista ovarium kurang dari 6 cm.

1
2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria (salah satu):
a. B-hCG > 100.000 IU/ml, atau
b. Besar uterus lebih dari umur kehamilan, atau
c. Kista ovarium > 6 cm, atau
d. Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti
umur lebih dari 40 tahun, toksemia, koagulopati, emboli
sel trofoblas, dan hipertiroidisme.

DIAGNOSIS KERJA Mola Hidatidosa


DIAGNOSIS 1. Abortus iminens
BANDING 2. Kehamilan kembar
3. Kehamilan dengan mioma uteri.

PEMERIKSAAN 1. USG.
PENUNJANG a) Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata
seperti badai salju atau multiple vesikel intra uterin dan
tidak terlihat sakus gestasional.
b) Partial Mole, tampak gambaran multiple vesikel intra
uterine disertai dengan gestasional sac dengan atau tanpa
fetus.
2. Kadar B-hCG darah atau serum yang tinggi.
3. Histopatologik.
a) Degenerasi hidropik vili korealis.
b) Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili.
c) Proliferasi sel-sel trofoblas.

TATA LAKSANA Panduan Praktek Klinis Tingkat I (PPK I)

1. Mola Hidatidosa yang ditemukan segera dirujuk atau


direferal ke Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II).
2. Mola Hidatidosa yang mengalami abortus segera dilakuan
evakuasi:
a) Evakuasi dilatasi vakum Pada saat evakuasi dipasang
venous line dengan drip oksitosin 10-40 IU/500 cc
dektrosa 5%= 28 tetes/menit.
b) Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
2
kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
c) Pasca evakuasi dilatasi vakum segera rujuk atau referral
ke PPK II.
Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II)

A. Evakuasi Mola Hidatidosa.


1. MRS walaupun tanpa perdarahan.
2. Persiapan pre evakuasi:
a) Pemeriksaan fisik.
b) Pemeriksaan darah tepi, faal hemostasis.
c) Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan
banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk
evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre
evakuasi hanya yang dianggap perlu.
3. Evakuasi:
Evakuasi dilatasi vakum
a) Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan
pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
b) Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip
oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit.
Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan
dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam.
c) Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
d) Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca
evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka
dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua
dilakukan dengan kuret tajam.
Histerektomi
a) Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b) Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret
pertama atau ke satu.

B. Pengawasan lanjut.

1. Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui apakah


proses involusi berjalan normal atau terjadi proses keganasan
secara dini.
2. Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3. Pengawasan 3 bulan atau 12 minggu pertama pasca evakuasi
setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu
pada mola hidatidosa risiko rendah.
4. Sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi hal yang perlu dievaluasi
adalah klinis atau HBsE, meliputi: Keluhan, seperti: perdarahan,
batuk atau sesak nafas, Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda

3
subinvolusi
5. Apabila sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi ditemukan
adanya permasalahan klinis atau HBsE didiagnosis sebagai
Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional
Trofoblastik Neoplasia (GTN). Kemudian mengikuti alur PPK II
TTG.
6. Pada minggu ke-12 pasca evakuasi tidak ditemukan
permasalahan pada klinis atau HBsE, dilakukan pemeriksaan B-
hCG semikuantitatif urine dengan Pack test.
7. Apabila pada minggu ke-12 pasca evakuasi Pack test positif
didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian mengikuti alur
PPK II TTG.
8. Pengawasan lanjut setelah Pack test negative, meliputi:
Pemeriksaan meliputi:
a) Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas.
b) Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
c) Kadar β-hCG semikuantitatif urine dengan Pack test.
d) Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks.

Jadwal Pemeriksaan:
a) Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
b) Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
c) Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan.

9. Kontrasepsi.
a) sebelum tercapai Pack test negatif dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b) Setelah tercapai Pack test negatif dapat menggunakan
kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau Kontrasepsi
mantap untuk pasien yang tidak menginginkan anak.
10. Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik
maupun laboratorik.

A. Evakuasi Mola
1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal
hemostasis, elektrolit, TSH, T3, dan T4.
d. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak
dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera.
Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap

4
perlu.
3) Evakuasi:
Evakuasi dilatasi vakum
a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan
pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin
10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan
dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan
kuret tajam.
c. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang dibagi
atas dua sampel yaitu:
1. PA 1 adalah jaringan dan gelembung mola.
2. PA 2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu jaringan mola
hidatidosa yang melekat pada dinding uterus.
d. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
e. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca
evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan dengan
evakuasi ke-2. Evakuasi kedua dilakukan dengan kuret tajam dan
dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi.
Histerektomi
a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup.
b. Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret pertama atau
ke satu.

B. Pengawasan lanjut.

1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui apakah


proses involusi berjalan normal atau terjadi proses keganasan secara
dini.
2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun.
3) Pengawasan 3 bulan pertama pasca evakuasi setiap minggu pada
mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu pada mola hidatidosa
risiko rendah.
4) Hal-hal yang perlu dievaluasi
a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas.
b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
c. Kadar B-hCG serum kuantitatif.
d. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks.

5) Pemeriksaan B-hCG serum kuantitatif


Adapun batas akhir penilaian B-hCG kuantitatif adalah:
a. Pada minggu ke-4, kadar -hCG ≤ 1000 m IU/ml).
b. Pada minggu ke-6, kadar -hCG ≤ 100 m IU/ml).
c. Pada minggu ke-8 kadar -hCG ≤ 20-30 mIU/ml.
d. Pada minggu ke-12 kadar -hCG ≤ 5 m lU/ml).

5
6) Apabila kadar B-hCG kuantitatif lebih tinggi dari pada ketentuan
batas tersebut didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian
mengikuti alur PPK III TTG.

7) Pengawasan lanjut setelah B-hCG serum normal.


a. Pemeriksaan meliputi:

1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas.


2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
3. Kadar β-hCG serum.
4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan.
8) Kontrasepsi.
Sebelum tercapai B-hCG serum normal dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi kondom. Setelah tercapai B-
hCG serum normal dapat menggunakan kontrasepsi kondom,
pil Kombinasi atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak
menginginkan anak.
9) Akhir pengawasan lanjut.
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik
maupun laboratorik.

EDUKASI Pemantauan teratur sesuai jadwal, pemakaian kontrasepsi, tidak


boleh hamil selama satu tahun.
PROGNOSIS Dubius ad bonam

TINGKAT EVIDENS

REKOMENDASI

PENELAAH KRITIS KSM Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi NTB

KEPUSTKAAN 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien.


2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap

6
L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw
Hill.
3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M.,
Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008.
Mc Graw Hill..

Anda mungkin juga menyukai