Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PERUBAHAN FISIOLOGIS MASA NIFAS

Dosen Pengampu : Indah Rahmaningtyas, S.Kp., M.Kes.

Kelompok 2 :

1. Novalia Nur Aliza (P17321201005)


2. Shintya Okta Rihandhini (P17321201007)
3. Rovik Nur Soimah (P17321201009)
4. Nabilla Abel Tantri (P17321203013)
5. Eva Lisdiana (P17321203014)
6. Putri Al Maajid (P17321203017)
7. Safira Hanin Iffa Putri Fadila (P17321203024)
8. Inggrit Mahening Dirgantari (P17321203033)
9. Wahyu Dinda Pospitaningrum (P17321203034)
10. Nurul Mulkil Aliyah (P17321203035)

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Perubahan Fisiologis Masa
Nifas”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Kampus
IV Kebidanan Kediri.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Ibu Dosen Indah Rahmaningtyas, S.Kp., M.Kes. yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Kediri, 26 Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.....................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................3

BAB II.......................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.......................................................................................................................5

2.1 Pengertian Masa Nifas..............................................................................................5

2.2 Perubahan Fisiologis Masa Nifas.............................................................................5

2.2.1 Perubahan Sistem Reproduksi..............................................................................5

2.2.2 Perubahan Payudara...........................................................................................12

2.2.3 Perubahan Sistem Pencernaan............................................................................14

2.2.4 Perubahan Sistem Perkemihan...........................................................................15

2.2.5 Sistem Musculoelectal.......................................................................................18

2.2.6 Perubahan Tanda – Tanda Vital.........................................................................20

2.2.7 Perubahan Kardiovaskular.................................................................................22

2.2.8 Sistem Hematologi.............................................................................................24

2.2.9 Sistem Endokrin.................................................................................................24

2.2.10 Perubahan Sistem Intergumen............................................................................27

BAB III....................................................................................................................................28

PENUTUP...............................................................................................................................28

3.1. Kesimpulan..............................................................................................................28

3.1. Saran.........................................................................................................................28

3
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setelah persalinan wanita akan mengalami masa puerperium, untuk dapat


mengembalikan alat genitalia interna kedalam keadaan normal, dengan tenggang waktu
sekitar 42 hari atau enam minggu atau satu bulan tujuh hari.

Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
kira-kira selama 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologis,yaitu:
Perubahan fisik, Involusi uterus dan pengeluaran lochia. Dalam masa nifas, alat-alat
genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
seblum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genital ini dalam keseluruhannya disebit
involusi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengertian dari nifas?


1.2.2 Bagaimana perubahan fisiologi pada masa nifas?
1.2.3 Bagaimana perubahan sistem reproduksi?
1.2.4 Bagaimana perubahan payudara?
1.2.5 Bagaimana perubahan sistem pencernaan?
1.2.6 Bagaimana perubahan sistem perkemihan?
1.2.7 Bagaimana sistem musculoelectal?
1.2.8 Bagaimana perubahan tanda – tanda vital?
1.2.9 Bagaimana perubahan kardiovaskular?
1.2.10 Bagaimana sistem hematologi?
1.2.11 Bagaimana sistem endokrin?
1.2.12 Bagaimana perubahan sistem intergumen?

4
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari nifas.


1.3.2 Untuk mengetahui perubahan fisiologi pada masa nifas.
1.3.3 Untuk mengetahui perubahan sistem reproduksi.
1.3.4 Untuk mengetahui perubahan payudara.
1.3.5 Untuk mengetahui perubahan sistem pencernaan.
1.3.6 Untuk mengetahui perubahan sistem perkemihan.
1.3.7 Untuk mengetahui sistem musculoelectal.
1.3.8 Untuk mengetahui perubahan tanda – tanda vital.
1.3.9 Untuk mengetahui perubahan kardiovaskular.
1.3.10 Untuk mengetahui sistem hematologi.
1.3.11 Untuk mengetahui sistem endokrin.
1.3.12 Untuk mengetahui perubahan sistem intergumen.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masa Nifas


Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6
minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003). Masa nifaas (puerperium) adalah masa
yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil). Biasanya berlangsung kurang lebih 6-8 minggu.
Masa nifas juga diartikan sebagai masa pemulihan alat-alat kandungan sesudah
persalinan yang mana dimulai sejak keluarnya plasenta dan akan berakhir setelah alat-
alat tersebut kembali pada keaadaan semula.

2.2 Perubahan Fisiologis Masa Nifas

2.2.1 Perubahan Sistem Reproduksi

2.2.1.1 Uterus
Uterus merupakan sistem reproduksi interna. Panjang uterus
sekitar 7-8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak
uterus secara fisiologis adalah anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3
bagian yaitufundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Menurut
Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi kecil (involusi)
sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil:

1. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.
2. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari
bawahpusat dengan berat uterus 750 gr.
3. Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri
teraba pertengahanpusat dengan simpisis, berat uterus 500 gr.
4. Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri
tidak teraba diatassimpisis dengan berat uterus 350 gr.
5. Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah
kecil denganberat uterus 50 gr.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
6
1. Iskemia myometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari
uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia
dan menyebabkan serat otot atrofi
2. Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan
jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga penjangnya 10
kali dari semula dan lebar lima kali dari semula selama kehamilan
atau dapat juga dikatakan sebagai perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sitoplasma sel yang
berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal sebagai
jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
3. Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah
besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap
pengehentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan
plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan
desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan
lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang
baru.
4. Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar.
Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus dengan mengompresi pembuluh
darah, dan mambantu proses homeostasis. Kontraksi dan retraksi
otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan
membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta dan
mengurangi terjadinya perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta
7
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. Penurunan
ukuran uterus terjadi oleh kareana perubahan lokasi uterus ketika
turun keluar dari abdomen dan kembali menuju ke organ pelvis.

Selama 1-2 jam pertama post partum, intensitas kontraksi


uterus dapat berkurang menjadi teratur. Oleh karena itu penting sekali
untuk menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.
Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau
intramuskuler, segera setelah bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah
bayi lahir akan merangsang adanya kontraksi uterus, karena proses
hisapan bayi pada payudara dapat memicu pelepasan oksitosin.

2.2.1.2 Lochea
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang
mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah
dan desidua tersebut dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah
muda atau putih pucat.
Lokia merupakan ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina
normal. Lokia mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Sekret
mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan desidua, sel epitel,
dan bakteri. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan
warnanya di antaranya sebagai berikut:
1. Lokia rubra/merah (kruenta)
Lokia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah
dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan
serabut dari desidua dan chorion. Lokia terdiri atas sel desidua,
verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa
darah.

8
2. Lokia sanguinolenta
Lokia ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir karena
pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke 4 hingga
hari ke 7 hari postpartum.
3. Lokia serosa
Lokia ini muncul pada hari ke 7 hingga hari ke 14 pospartum.
Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lokia ini
terdiri atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga
terdiri atas leukosit dan robekan laserasi plasenta.
4. Lokia alba
Lokia ini muncul pada minggu ke 2 hingga minggu ke 6
postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan, serta
lebih banyak mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
selaput lender serviks, dan serabut jaringan yang mati.

Lokia yang menetap pada periode awal postpartum


menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin
dapat disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokia
alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya
endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan
demam. Bila pengeluaran lokia tidak lancar, maka disebut lochiastasis.
Jika lokia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan
tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna
yang sering disebabkan retroflexio uteri.

Lokia mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama


dengan sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lokia serosa dan
harus dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.Lokia
disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum yang
selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lokia rubra,
sejumlah kecil sebagai lokia serosa, dan sejumlah lebih sedikit lagi
lokia alba. Umumnya jumlah lokia lebih sedikit bila wanita postpartum
berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat

9
pembuangan bersatu di vagina bagian atas manakala wanita dalam
berbaring dan kemudia akan mengalir keluar manakala dia berdiri.
Total jumlah rata-rata pembuangan lokia kira-kira 8-9 oz atau sekita
240-270 ml.

2.2.1.3 Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya
menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks
menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan
keluarnya janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan.
Segera setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti
corong. Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi
sedangkan serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi
merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan
konsistensi lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati
oleh tangan pemeriksa. Kadang-kadang terdapat laserasi atau
perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi
selama persalinan, maka serviks tidak akan pernah kembali lagi seperti
keadaan sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm
sewaktu persalinan maka akan menutup seacara bertahap. Setelah 2
jam pasca persalinan, ostium uteri eksternum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam
persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari
saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari
kanalis servikalis. Pada minggu ke 6 post partum serviks sudah
menutup kembali.

2.2.1.4 Vulva, Vagina dan Perineum


Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus
dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina
berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6, 5 cm dan ± 9
cm. Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta
pereganganan yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi.
10
Beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, vagina tetap berada
dalam keadaan kendur. Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak
dan jalan lahir dan merupakan saluran yang menghubungkan cavum
uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran
tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum uteri selama
masa nifas yang disebut lochea.
Perubahan vagina dan perineum pada masa nifas ini terjadi
pada minggu ketiga. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi
agak bengkak/edema/ memar dan mungkin ada luka jahitan bekas
robekan atau episiotomi, yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran
bayi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama seperti luka operasi
lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti nyeri,
merah, panas, bengkak atau keluar cairan tidak lazim. Penyembuhan
luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan (Suherni,
2009). Laserasi luas perineum saat persalinan diikuti relaksasi
introitus. Bahkan bila tak tampak laserasi eksterna, peregangan
berlebih menyebabkan relaksasi nyata. Vagina yang semula teregang
akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8
minggu setelah bayi lahir. Latihan pengencangan otot perineum kan
mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara perlahan
mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna pada akhir
puerperium dengan latihan setiap hari.
Abrasi dan laserasi vulva dan perineum mudah sembuh
termasuk yang memerlukan perbaikan. Penyembuhan luka terjadi
dalam tiga fase: inflamasi, proliferasi dan maturasi. Penyembuhan luka
menurut (Varney, Kriebs, & Gegor, 2007) dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor yaitu:
a. Masa antepartum
1) Pencegahan defisiensi nutrisi
2) Pencegahan anemia
b. Masa intrapartum
1) Pencegahan kelelahan maternal dan dehidrasi
2) Pelaksanaan teknik aseptic yang ketat
11
3) Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada
jaringan insisi: penggunaan jarum dan benang yang lebih
besar daripada yang diperlukan, jarak jahitan yang terlalu
dekat, strangulasi jaringan akibat jahitan terlalu ketat,
berulang-ulang melakukan tindakan membersihkan atau
menstimulasi luka yang tidak perlu dan lain sebagainya.
4) Buang bekuan darah dan debris sebelum penjahitan luka
5) Rapatkan jaringan dengan cermat
6) Penjahitan untuk menutup semua ruangan yang tersisa
(dead space)
c. Masa pascapartum
1) Diet tinggi protein dan vitamin C
2) Kebersihan perineum
3) Rendam duduk dengan air hangat
Tindakan di atas bertujuan mencegah infeksi, kerusakan jaringan dan
trauma jaringan; penyediaan struktur jaringan dan nutrient untuk
proses penyembuhan; dan peningkatan sirkulasi ke area tersebut.

2.2.1.5 Otot-otot panggul


Otot panggul pada masa nifas juga mengalami perubahan.
Struktur dan penopang otot uterus dan vagina dapat mengalami cedera
selama waktu melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan relaksasi
panggul, yang berhubungan dan pemanjangan dan melemahnya
topangan permukaan struktur panggul yang menopang uterus, dinding
vagina, rektum, uretra dan kandung kemih (Bobak, 2009). Jaringan
penopang dasar panggul yang teregang saat ibu melahirkan akan
kembali ke tonus semula setelah enam bulan. Ligamen-ligamen dan
diafragma serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
persalinan, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali
seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor
yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula
wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh

12
karena ligament, fasia dan jaringan penunjang alat genetalia menjadi
kendor (Rini & Dewi, 2016).

2.2.2 Perubahan Payudara

Pada semua ibu yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami.
Fisiologi menyusui mempunyai dua mekanise fisiologis yaitu; produksi ASI dan
sekresi ASI atau let down reflex. Selama kehamilan, jaringan payudara tumbuh
dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir.
Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi, maka
terjadi positive feed back hormone (umpan balik positif), yaitu kelenjar pituitary
akan mengeluarkan hormon prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari ketiga
setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh
darah payudara menjadi membesar terisi darah, sehingga timbul rasa hangat. Sel-
sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap
putting, reflek saraf merangsang kelenjar posterior hipofisis untuk mensekresi
hormon oksitosin. Oksitosin merangsang reflek let down sehingga menyebabkan
ejeksi ASI melalui sinus laktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada
putting. Proses laktasi dipengaruhi stimulus berikut:
1. Kontrol fisik laktasi (Physical Control of Lactation)
Pengosongan payudara yang tidak sempurna dapat menyebabkan produksi
ASI menjadi berkurang. Kontrol ini disebut juga dengan kontrol autokrin
(Milk Removal Driven). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa proses
produksi ASI merupakan proses yang dipengaruhi oleh supply-demand
response, dimana terdapat proses kontrol produksi ASI sesuai dengan
kebutuhan bayi. Mekanisme kontrol lokal ini mempunyai hubungan dengan
proses pengosongan dan siklus pengisian alveoli payudara. Proses
pengosongan payudara dapat dilakukan melalui dua teknik, yakni teknik
pengeluaran ASI menggunakan teknik manual (hand expression) dan pompa
ASI.
2. Kontrol (Hormonal Control of Lactation)
Oksitosin merupakan hormon yang berperan dalam proses pengeluaran
ASI dimana oksitosin akan merangsang terjadinya refleks let down.
pengeluaran ASI dari alveoli menuju duktus lactiferus terjadi akibat refleks
13
let-down atau disebut juga milk ejection reflex (MER). Akibat stimulus
hisapan bayi, hypothalamus akan mengirimkan sinyal ke hipofisis posterior
sehingga hipofisis posterior melepaskan oksitosin. Stimulasi oksitosin
menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli di dalam kelenjar payudara
berkontraksi. Kontraksi sel-sel mioepitel menyebabkan ASI keluar melalui
duktus laktiferus menuju sinus laktiferus, dan siap dikeluarkan saat bayi
menghisap.
Pelepasan oksitosin dipengaruhi oleh rangsangan hisapan bayi yang dapat
menimbulkan ereksi puting susu sehingga membantu pengeluaran ASI
melalui sinus laktiferus menuju pori-pori putting susu. Selaian itu oksitosin
juga merupakan hormon yang dapat merangsang kontraksi uterus selama
persalinan dan selama post partum yang dapat mencegah terjadinya
perdarahan post partum serta dapat mempercepat proses involusi uterus.
Refleks let-down atau disebut juga milk ejection reflex (MER) dapat
mengalami peningkatan jika terdapat perasaan positif, pikiran positif, adanya
bounding antara ibu dan bayinya, suara dan bau khas bayi yang dicium oleh
ibu. Kecemasan, stress, nyeri pada wanita post partum juga dapat menurunkan
MER
3. Stimulus sensori
Ibu post partum yang menyusui bayinya akan mengirimkan rangsangan
sensori menuju sistem saraf pusat, misalnya ketika menyentuh bayinya,
mencium aroma bayinya, mempunyai pikiran yang positif terhadap bayinya,
atau ketika terdapat rangsangan sentuhan pada kulit ibu maupun pada area
puting susu ibu. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dr.
Kerstin Uvnas- Moberg (1998) yang menjelaskan bahwa positif social
behavior dan keterikatan fisik maupun emosional dapat mempengaruhi
pelepasan oksitosin.

Perbedaan ASI :
1. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan dengan viskositas kental, dan berwarna
kekuningan. Cairan pertama asi yang keluar yang mengandung campuran kaya
akan protein, mineral, dan antibody dibandingkan dengan asi yang telah
14
matang. Selain itu, kolostrum masih mengandung rendah lemak dan laktosa.
Protein utama pada kolostrum adalah immunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM,
yang digunakan sebagai antibody untuk mencegah dan menetralisir bakteri
virus, jamur, dan parasit, meskipun kolostrum keluar sedikit menurut ukuran
kita, tetapi volume kolostrum dapat memenuhi kapasitas lambung bayi yang
berusia 1-2hari.
ASI ada mulai ada kira-kira pada hari ke-3 atau hari ke-4. Kolostrum
berubah menjadi ASI yang matang kira-kira 15 hari sesudah bayi lahir
2. ASI transisi/peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sebelum ASI
matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama dua minggu, volume
ASI bertambah banyak dan berubah warna, serta komposisinya. Kadar
immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa
meningkat.
3. ASI matur
ASI matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya. ASI matur tampak
berwarna putih. Kandungan ASI matur relative konstan, tidak menggumpal
bila dipanaskan. ASI mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama
disebut foremilk. Foremilk lebih encer, serta mempunyai kandungan lemak,
tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air. Selanjutnya, ASI berubah
menjadi hindmilk. Hindmilk kaya akan lemak dan nutrisi. Hindmilk dapat
membuat bayi cepat kenyang. Degan demikian bayi akan membutuhkan
keduanya, baik foremilk maupun hindmilk.

2.2.3 Perubahan Sistem Pencernaan

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan pada masa nifas antaralain :

15
2.2.3.1 Nafsu makan
Pascapersalinan, ibu biasanya mengalami penurunan nafsu
makan yang akan terjadi selama satu sampai dua hari. Pemulihan nafsu
makan ini memerlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali
normal.

2.2.3.2 Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas ke keadaan normal

2.2.3.3 Pengosongan Usus


Pada masa nifas sering terjadi konstipasi setelah persalinan. Hal
ini disebabkan karena pada waktu persalinan alat pencernaan
mengalami tekanan, dan pasca persalinan tonus otot menurun sehingga
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada
waktu persalinan, kurangnya asupan makanan, cairan dan aktivitas
tubuh. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari
setelah ibu melahirkan.

Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang


berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak
akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa
sakit saat defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung kejadian
konstipasi pada ibu nifas pada minggu pertama. Supositoria
dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas akan tetapi,
terjadinya konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya
pengetahuan ibu dan kekhawatiran terhadap lukanya akan terbuka
apabila ibu buang air besar.

2.2.4 Perubahan Sistem Perkemihan


Setelah proses persalinan berlangsung, ibu nifas akan kesulitan untuk
berkemih dalam 24 jam pertama. Kemungkinan dari penyebab ini adalah
terdapar spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih yang telah

16
mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung.

Urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam post partum. Kadar
hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok (diuresis). Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6
minggu.

Dinding kandung kemih memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-


kadang odem trigonum yang dapat menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga
dapat menjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi
kurang sensitive dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih
tertinggal urin residual (normal kurang lebih 15 cc). dalam hal ini, sisa urin
dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat beresiko terjadinya
infeksi.

Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya
berlebihan (poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena
kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang
dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri akibat proses katalitik involusi.
Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang disebabkan
pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot otot rahim dan
karena kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot.

2.2.4.1 Sistem urinarius


Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang
tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal,
sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan
sebagian menjelaskan penyebab penurunan fungsi ginjal selama
masa postpartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira 2-8
minggu supaya hipotonia pada kehamilan serta dilatasi ureter
dan pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.

17
2.2.4.2 Komponen urin
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang.
Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang
normal. Blood Urea Nitrogen (BUN) yang meningkat selama
pasca partum, merupakan akibat autolisis uterus yang
berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot
uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) salema satu
sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada
sekitar 50% wanita. Asetonuria dapat terjadi pada wanita yang
tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah suatu
persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.

2.2.4.3 Diuresis postpartum


Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang
kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.
Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan teretensi
selama masa hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada malam
hari, selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan. Diuresis
pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan voume darah akibat kehamilan,
merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan
cairan.

Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah


urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg
selama masa postpartum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
tertimbun selama hamil kadang-kadagan disebut kebalikan
metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water
metabolism of pregnancy)

2.2.4.4 Uretra dan kandung kemih


Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih selama
proses melahirkan, yakni sewatku bayi melewati jalan lahir.
Dinding kandung kemih dapat mengalami hyperemia dan
18
edem. Kandung kemih yang edema, terisi penuh, dan hipotonik
dapat mengakibatkan over distensi, pengosongan yang tak
sempurna, dan urine residual. Hal ini dapat dihindari jika
dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan
kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih.
Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter
sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih.

Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema.


Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas
kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi
menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu,
rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan untuk
saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan
atau mengubah reflex berkemih. Penurunan berkemih terjadi
seiring diuresis postpartum dapat menyebabkan distensi
kandung kemih.

Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita


melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena
keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik.
Pada masa pasca partum tahap lanjut, distensi yang berlebihan
ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap
infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal. Apabila
terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dapat mengalami
kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung
kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan
pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahi.

2.2.5 Sistem Musculoelectal


Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus sehingga pembuluh-
pembuluh yang berada di antara anyaman otot-otot akan terjepit. Pendarahan
setelah plasenta dilahirkan akan berhenti karena proses ini. Ligamen-ligamen,
diagfragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waku persalinan secara
bertahap menjadi pulih sehingga terkadang uterus jatuh kebelakang dan menjadi
19
retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Karena hal ini
biasanya ibu post partum mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan
karena ligamen, fasia, jaringan penungjang alat genetalia menjadi kendor.

Akibat putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi yang berlangsung


lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak
lunak dan kendor untuk sementara waktu.
Adapun adaptasi sistem muskuluskelektal pada masa nifas yakni :
a. Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pascapersalinan dan keadaan ini akan pulih
kembali dalam waktu kurang lebih 6 minggu.
b. Kulit abdomen
Selama kehamilan, kulit abdomen akan melonggar, melebar dan
mengendur hingga berbulan-bulan dan dapat normal kembali dalam
beberapa minggu pascapersalinan dengan latihan postnatal.
c. Striae
Striae merupakan suatu warna seperti jaringan parut pada dinding
abdomen. Striae ini tidak dapat menghilang melainkan membentuk garis
lurus yang samar. Tangka diastasis rektus abdominalis pada ibu postpartum
dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan
sehingga membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi
normal.
d. Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligament-ligamen diagfragma pelvis, serta fasia yang
meregang pada waku persalinan secara bertahap menjadi pulih.
e. Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis ini jarang terjadi, namun hal ini dapat
menyebabkan morbiditas maternal.

Hormon yang bertangung jawab untuk relaksasi dari ligament dan sandi
panggul selama kehamilan adalah hormone relaxin. Setelah persalinan, tingkat
relaksasi mereda dan ligament panggul dan sendi kembali. Namun sendi kaki
tetap diubah dan banyak wanita yang mengalami peningkatan ukuran sepatu
setelah melahirkan.

20
Dinding perut melemah dan nada otot perut berkurang setelah kehamilan.
Beberapa ibu postpartum mengalami pemisahan antara otot dinding perut yang
disebut dengan diastasis recti. Hal tersebut bisa diperbaiki dengan laihan perut
tertentu yang dilakukan selama periode postpartum.

2.2.6 Perubahan Tanda – Tanda Vital

2.2.6.1 Suhu
Perubahan suhu secara fisiologis terjadi pada masa segera
setelah persalinan, yaitu terdapat sedikit kenaikan suhu tubuh pada
kisaran 0,2°C - 0,5°C, dikarenakan aktivitas metabolisme yang
meningkat saat persalinan, dan kebutuhan kalori yang meningkat
saat persalinan. Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu
badan akan kembali normal. Pada hari ke-3 suhu badan akan naik
lagi karena ada pembentukan ASI. Perubahan suhu tubuh berada
pada kisaran 36,5°C - 37,5°C. Namun kenaikan suhu tubuh tidak
mencapai 38°C, karena hal ini sudah menandakan adanya tanda
infeksi. Termasuk nifas patologis jika demam lebih dari 38°C pada 2
hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama postpartum, kecuali
hari pertama dan suhu harus dicek kembali sekurang-kurangnya 4
kali sehari.

Perubahan suhu tubuh ini hanya terjadi beberapa jam setelah


persalinan, setelah ibu istirahat dan mendapat asupan nutrisi serta
minum yang cukup, maka suhu tubuh akan kembali normal.

2.2.6.2 Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali / menit.
Setelah melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat, setiap
denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin
disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda.
Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut bradikardi
nifas (puerperal bradycardia) hal ini terjadi segera setelah kelahiran
dan biasa berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran anak.
Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut jantung serendah

21
40-50 detak per menit. Sudah banyak alasan alasan yang diberikan
sebagai kemungkinan penyebab, tetapi belum satupun yang sudah
terbukti. Bradicardia semacam itu bukanlah satu alamat atau
indikasi adanya penyakit, akan tetapi sebagai tanda keadaan
kesehatan.

2.2.6.3 Tekanan Darah


Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada
pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh
anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia adalah
sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Setelah
kelahiran bayi, harus dilakukan pengukuran tekanan darah. Jika ibu
tidak memiliki riwayat morbiditas terkait hipertensi, superimposed
hipertensi serta preeklampsi/eklampsi, maka biasanya tekanan darah
akan kembali pada kisaran normal dalam waktu 24 jam setelah
persalinan.

Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya


tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca
melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan
darah tinggi pada postpartum merupakan tanda terjadinya
preeklamsia postpartum. Namun demikian, hal tersebut sangat
jarang terjadi.

2.2.6.4 Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24
kali per menit. Pada ibu postpartum umumnya pernafasan lambat
atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau
dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan
dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan
khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa postpartum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok. (Sari &
Rimandini, 2014).

22
2.2.7 Perubahan Kardiovaskular
Di uterus saat masa nifas, pembuluh darah yang sebelumnya membesar
menjadi tertutup kembali karena adanya perubahan hialin. Secara perlahan
terabsorbsi kembali, yang digantikan oleh yang lebih kecil. Namun sedikit sisa
– sisa dari pembuluh darag yang lebih besar ada yang bertahan selama
beberapa tahun. Sejumlan cairan yang berlebihan setelah persalianan akan
diserap kembali oleh tubuh ibu. Mayoritas ibu setalah persalinan akan
mengeluarkan urine dalam jumlah banyak, utamanya pada hari pertama, hal
ini disebabkan oleh diuresis meningkat. Ibu juga dapat mengalami edema di
pergelangan kaki mereka, kemungkinan hal ini disebabkan oleg adanya
variasu proses fisiologis yang normal, kaerena adanta perubahan sirkulasi.

Hal ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam kisaran masa nifas, hal
ini seiring dengan meningkatnya aktivitas ibu untuk mengasuh bayinya,
Informasi dan nasehat yang dapat di berikan untuk ibu postpartum, yaitu
Latihan fisik yang sesuai atau melakukan seniam nifas, ibu dapat menghindari
untuk berdiri terlalu lama, dan menginggikan tungkai arau kaki ibu saat
berbaring, dan hindari kaki ibu menggantung saat duduk, ibu dianjurkan
menggunakan pakaian yang longgar, nyaman dan menyerap keringan, ibu juga
disarankan untuk menghidari memakai alas kaki yang memiliki hak tinggi.
Pada keadaan fisiologis pembengkakan di pergelangan kaki atau kaki ibu ini
biasanya bilateral dan tidak disertai dengan adanya rasa nyeri, serta ibu tidak
disertai dengan hipertensi.

Terdapat beberapa factor yang menyebabkan adanya perubahan volume


darah, misalnya kehilangan darag selama proses melahirkan dan mobilisasi,
serta adanya pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Terjadinya
kehilangan darah, yaitu akibat adanya penurunan volume darah total yang
berlangsung secara cepat, namun terbatas. Setalah itu terjadi perpindahan
normal cairan tubuh yang akhirnya menyebabkan volume darag menurun
dengan perlahan.

Pada minggu ke-3 dan ke-4 setalah bayi lahir, maka volume darah akan
menurun hingga mencapai volume darah ibu sebelum hamil. Pada proses
persalinan pervaginam, ibu akan kehilangan darah skeitar 300-400 cc. Pada
23
proses persalinan dengan Tindakan SC, ibu akan kehilangan darah 2x lipat
dari persalinan percaginam. Perubahan pada system kardiovaskuler terdairi
atas volume darah (blood volume) dan hematokrit (heaemoconcentration).

Pada saat persalinan dengan pervaginam, maka hematokrit akan


mengalami kenaikan, sedangkan pada persalinan secara SC, hematokrit
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu postpartum. Tiga
perubahan fisologi system kardiovaskuler postpartum yang terjadi pada
Wanita :

a. Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangu ukuran pembuluh


darag maternal 10-15%.
b. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi.
c. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang di simpan selama Wanita
hamil.

Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat sepanjang masa


kehamilan, segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini meningkat bahkan
lebih tinggi selama kurun waktu 30-60 menit, karena darah yang biasanya
melintasi sirkulasi uteroplasenta tiba – tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai
ini meningkat pada semua jenis persalinan. Curah jantung biasanya tetap naik
dalam kurun waktu 24-48 jam postpartum dan menurun ke nilai sebelum hamil
dalam 10 hari. Frekuensi jantung berubah mengikuti pol aini. Resitensi
vaskuler sistemik mengikuti secara berlawanan. Nilaimya tetap di kisaran
terendah nilai pada masa kehamilan selama 2 hari postpartum dna kemudian
meningkat ke normal sebelum hamil. Perubahan factor pembekuan darah di
sebabkan kehamilan menetap dalam jangka waktu yang bervariasi selama
nifas. Peningkatan fibrinogen plasma dipertahankan minimal melewati minggu
pertama, demikian juga dengan laju endap darah. Krhamilan normal
dihubungkan dengan peningkatan cairan ekstravaskular yang cukup besar, dan
diuresis postpartum merupakan kompensasi yang fisiologis untuk keadaan ini.
Hal ini terjadi teratur antara hari ke-2 dan ke-5 dan berkaitan dengan hilangnya

24
hypervolemia kehamilan residual. Pada preeklamsi, baik retensi cairan
anterpartum maupun diuresis postpartum dapat sangat meningkat.

2.2.8 Sistem Hematologi


Pada minggu terakhir kehamilan kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum,
kadar fibrinogen dan plasma akan menurun sedikit tetapi darah lebih
mengental dengan peningkatan viskosita sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Leukosit adalah meningkatnya sel-sel darah putih sebanyak
15.000 selama persalinan. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik sampai
25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut
mengalami partus lama. Pada awal post partum, jumlah hemoglobin,
hematokrit, dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah,
volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini
dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit
pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi
dari pada saat memasuki persalinan awal, maka pasien telah dianggap
kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama
dengan kehilangan darah 500 ml darah. Penurunan volume dan peningkatan
sel darah pada kehamilan Diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan
hemoglobin pada hari Ke 3-7 post partum dan akan normal kembali pada 4-5
minggu post Partum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang
lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum berkisar antara 500-800 ml
dan Selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.

2.2.9 Sistem Endokrin


a. Hormon plasenta (HCG, HPL, Estrogen, dan Progesterone)

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human


Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.

Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormon yang


besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon –

25
hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human
placental lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol, serta placental enzyme
insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula
darah menurun secara bermakna pada masa nifas. Ibu diabetik biasanya
membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa
hari. Karena perubahan hormon normal ini membuat masa nifas menjadi
suatu periode transisi untuk metabolisme karbohidrat, interpretasi tes
toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini.

Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah


plasenta lahir, kadar terendahnya dicapai kira – kira satu minggu
pascapartum. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan
payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi
selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen
mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi
dari pada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke-17.

b. Hormonpituitary
1) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di dalam
sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu
yang sama membantu proses involusi uterus.

2) Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan
oleh glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari payudara
sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang menyusui kadar
prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan stimulasi folikel di
dalam ovarium ditekan. Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada
wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH
meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH
tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

c. Hipotalamik Pituitary Ovarium

26
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi
pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen
dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh
menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita
yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12
minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi
pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama
anovulasi.

Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui


dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada
wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena
kadar FSH terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui,
disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolaktin meningkat.

Kadar prolaktin meningkat secara progresif selama hamil. Pada


wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam
setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan
menyusui, lama setiap kali menyusui dan banyak makanan tambahan yang
diberikan. Perbedaan individual dalam kekuatan mengisap kemungkinan
juga mempengaruhi kadar prolaktin. Hal ini memperjelas bahwa menyusui
bukanlah bentuk KB yang baik. Setelah melahirkan, wanita tidak
menyusui mengalami penurunan kadar prolaktin, mencapai rentang
sebelum hamil dalam dua minggu.

Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi secara dini, yakni


dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata – rata 70 – 75 hari.
Pada wanita menyusui, waktu rata – rata terjadinya ovulasi sekitar 190
hari. Di antara wanita yang menyusui, 15 % mengalami menstruasi dalam
enam minggu dan 45 % dalam 12 minggu. Diantara wanita yang tidak
menyusui, 40% mengalami menstruasi dalam 6 minggu, 65 % dalam 12
minggu, dan 90 % dalam 24 minggu. Pada wanita menyusui, 50% siklus
pertama tidak mengandung ovum.
27
Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih
banyak dari pada normal. Dalam 3 sampai 4 siklus, jumlah cairan
menstruasi wanita kembali seperti sebelum hamil.

d. Kadar estrogen

Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna


sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat
memengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI.

2.2.10 Perubahan Sistem Intergumen


Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena
proses hormonal. Pigmentasi kulit ini berupa kloasma gravidarum pada pipi,
hiperpigmentasi kulit sekitar payudara dan hiperpigmentasi kulit dinding perut
(striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal berkurang dan
hiperpigmentasi menghilang. Pada dinding perut akan menjadi putih dan
mengkilap yaitu striae albikan. Penurunan pigmentasi ini juga disebabkan
karena hormone MSH (Melaniphore Stimulating Hormone) yang berkurang
setelah melahirkan akibatnya pigmentasi pada kulit secara perlahan
menghilang.

28
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai
6 minggu setelah melahirkan. Perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas
meliputi perubahan sistem reproduksi yang meliputi terjadinya involusi, perubahan
serviks menjadi lunak dan perubahan ukuran vagina yang akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan sebelum persalinan. Perubahan fisiologis selanjutny yakni
perubahan sistem pencernaan yang meliputi turunnya nafsu makan pada ibu
postpartum. Perubahan sistem perkemiha juga terjadi pada ibu yakni biasanya ibu
mengalami kesulitan buang air kecil hal ini juga dipengaruhi oleh psikologis ibu yang
khawatir akan jahitannya. Perubahan pada sistem musculoskelektal terjadi salah
satunya adalah dinding dan kulit abdomen akan longgar pascapersalinan.
Perubahan fisiologis lainnya yakni perubahan pada sistem endokrin yang
berubah kembali seperti kondisi pascakehhamilan. Perubahan tanda-tanda vital juga
menjadi salah satu dari perubahan fisiologis masa nifas, seperti perubahan suhu,
tekanan darah, nadi dan pernapasan. Setelah proses persalinan volume darah ibu akan
bertambah dan untuk keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala.
Perubahan fisiologis selanjutnya yakni perubahan sistem hematologic yang mana pada
saat hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi
darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Dan perubahan fisiologis yang terakhir adalah perubahan pada
sistem integument yakni setelah persalinan, hormonal berkurang dan
hiperpigmentasipun menghilang.

3.1. Saran

Setelah membaca makalah yang berjudul “Perubahan Fisiologis Masa Nifas” ini
penulis berharap agar pembaca lebih memahami dan mengetahui mengenai apasaja

29
perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas. Penulis berharap pembaca juga
membaca buku atau sumber lain yang berkaitan dengan “Perubahan Fisiologis Masa
Nifas” agar pembaca lebih memahami dan mengetahui hal-hal yang tidak tercantum
pada makalah ini, karena penulis sadar bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Dan penulis berharap agar pembaca memberi masukan dan
saran terkait makalah ini agar kedepannya penulis mampu berubah menjadi lebih baik
lagi.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Juneris dan yunida Turisna. 2021. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa
Nifas. Sleman: CV Budi Utama. Diakses pada laman
https://books.google.co.id/books?
id=kE8tEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=perubahan+fisiologis+masa+nifas&h
l=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false. Diaksses pada 25 juli 2022.

Ambarwati, E. R., & Wulandari, D. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha
Offset.

Cunningham, F. G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap III, L. C., Hauth, J. C., & Wenstrom,
K. D. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

Rini, S., & Dewi, F. K. (2016). Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based Practice.
Yogyakarta: Deepublish.

Rosyidah, Rafhani. (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui
Hal :150-166. UMSIDA: Sidoarjo. Diakses pada tanggal 25 Juli 2022.
Rosyidah,Rafhani. 2019. Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
Hal 20 -23. UMSIDA : Sidoarjo. Diakses pada tanggal 25 Juli 2022

Suherni. (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Ulya, Ni,matul dkk. 2021. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Pekalongan:
PT. Nasya Expanding Management. Diakses pada laman
https://books.google.co.id/books?
id=luVcEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=perubahan+fisiologis+masa+nifas&h
l=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=perubahan%20fisiologis%20masa
%20nifas&f=false. Diakses pada 25 juli 2022.

Varney, H., Kriebs, J. M., & Gegor, C. L. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta:
EGC.

Wahuningsih, Puji. (2018). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui : dikutip hal 56.
Kemenkes RI: Jakarta. Diakses pada tanggal 25 Juli 2022.

31
Wahyuningsih, Heni Puji. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui.
file:///C:/Users/HP/Downloads/Asuhan-Kebidanan-Nifas-dan-Menyusui_SC.pdf .
Diakses pada 25 Juli 2022

32

Anda mungkin juga menyukai