Anda di halaman 1dari 32

LP DAN ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF

PADA IBU NIFAS SUB INVOLUSI

Dosen Pengampu :

Ira Titisari. SST., M.Kes

Nama Kelompok :

Dinasti Siswahyuning D P17321201008


Miftahul Jannah P17321201010
Wisma Dwi Asmarani P17321203018
Safira Hanin I.P.F P17321203024
Afrilla Salsabila P17320203027
Inggrit Mahening D P17321203033
Nabela Janeva P P17321204038

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “LP dan Asuhan
Kebidanan Komprehensif pada ibu nifas subinvolusi” Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui
di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Kampus IV Kebidanan Kediri.

Dalam Penulisan makalah ini merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
1. Dosen pengampu Ira Titisari. SST., M.Kes pada mata kuliah ini yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
2. Teman satu kelas tingkat 3 yang telah membantu dalam memberikan saran
3. Kelurga yang telah senantiasa mensupport dalam penyusunan proposal
penelitian ini
Akhir kata kami berharap semoga proposal penelitian ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Kediri, 22 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................................2
2.1 Nifas........................................................................................................................2
2.1.1 Definisi nifas...................................................................................................2
2.1.2 Fase Nifas........................................................................................................2
2.1.3 Perubahan masa nifas......................................................................................2
2.1.4 Patologis masa nifas........................................................................................7
2.2 Sub involusi..........................................................................................................10
2.2.1 Definisi sub involusi......................................................................................10
2.2.2 Proses terjadinya subinvolusi............................................................................10
2.2.3 Fakor yang memperngaruhi subinvolusi.......................................................10
2.2.4 Cara mengatasi sub involusi..........................................................................11
2.2.5 Tinggi Fundus pada Sub involusi..................................................................13
2.3 Konsep Varney dan Soap dalam kebidanan.........................................................13
BAB III TINJAUAN KASUS.............................................................................................19
3.1 Asuhan Kebidanan pada subinvolusi....................................................................19
3.2 Dokumentasi pada buku KIA...............................................................................24
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................27
4.1. Kesimpulan...........................................................................................................27
4.2. Saran.........................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nifas adalah dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya
bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas adalah darah yang keluar dari
rahim yang disebabkan oleh melahirkan atau setelah melahirkan
(Anggraeni, 2010).
Ibu post partum pasti mengalami perubahan fisik dan psikologis
yang terjadi dalam dirinya. Salah satu ciri dari perubahan fisik dari ibu
hamil adalah kembalinya ukuran uterus atau yang disebut sebagai involusi.
Involusi bisa menjadi keadaan yang patologis apabila uterus tidak kembali
sesuai dengan polanya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi dari subinvolusi diantaranya
proses laktasi, mobilisasi, nutrisi dan paritas. Diantara faktor tersebut daat
menjadi penyebab dari TFU yang berujung pada terjadinya subinvolusi.
Biasanya normal turunya TFU kira-kira 1-2 cm tiap 24 jam, namun
jika TFU pada ibu nifas pada hari ke 3 masih 1-2 jari di bawah pusat hal
ini disebut sub involusi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaskud masa nifas?
2. Ada berapa fase nifas?
3. Bagaimana perubahan yang terjadi pada ibu nifas?
4. Apa saja kondisi patologis ibu nifas?
5. Apa yang dimaksud dengan sub involusi?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi subinvolusi?
7. Bagaimana proses terjadinya sub involusi dalam tubuh?
8. Bagaimana cara mengatasi sub involusi?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini agar mahasiswa mengetahui dan mampu
memahami dengan baik tentang apa itu sub involusi yang terjadi pada ibu nifas.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Nifas

2.1.1 Definisi nifas


Masa nifas (post partum) atau puerpurium berasal dari bahasa latin
yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan.
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan oleh
melahirkan atau setelah melahirkan (Anggraeni, 2010).
Masa nifas dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu. Puerperium (nifas) berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya
alat kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati dan Wulandari,
2010). Masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai
alatalat kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu
kira-kira 6 minggu.

2.1.2 Fase Nifas


Tahapan pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan
postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu
melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi
uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.
b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam,
ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling perencanaan KB.
d. Remote Puerpeneum
Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau
komplikasi.

2.1.3 Perubahan masa nifas


Medforth, Battersby, Evans, Marsh, & Walker (2002) menjelaskan
tentang perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas
meliputi hal-hal berikut ini.
a. Involusi uterus.

2
Secara keseluruhan, uterus seharusnya tidak lembek selama proses
ini dan meskipun ibu mengalami afterpain, hal ini harus dibedakan
dari nyeri tekan pada uterus. Observasi yang dilakukan oleh bidan
mengenai tingkat involusi uterus harus didasarkan pada warna,
jumlah, dan durasi keluarnya cairan melalui vagina dan kondisi
kesehatan ibu secara umum pada saat itu (Fraser & Cooper, 2009).
Mekanisme involusi uterus secara ringkas adalah sebagai berikut.
1) Iskemia miometrium, hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan yang terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
estrogen saat pelepasan plasenta.
3) Autolisis, merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali
lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Proses
autolisis ini terjadi karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
4) Efek Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi suplai darah pada tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
b. Perubahan fisiologis dalam berbagai sistem tubuh.
1) Tanda vital nadi, suhu, pernapasan, dan tekanan darah
Frekuensi nadi ibu secara fisiologis adalah kisaran 60-80
kali permenit. Perubahan nadi yang menunjukkan frekuensi
bradikardi (100 kali permenit) menunjukkan adanya tanda shock
atau perdarahan. Frekuensi dan intensitas nadi merupakan tanda
vital yang sensitif terhadap adanya perubahan keadaan umum ibu.
Perubahan suhu secara fisiologis terjadi pada masa segera setelah
persalinan, yaitu terdapat sedikit kenaikan suhu tubuh pada
kisaran 0,2-0,5°C, dikarenakan aktivitas metabolisme yang
meningkat saat persalinan, dan kebutuhan kalori yang meningkat
saat persalinan. Perubahan suhu tubuh berada pada kisaran
36,5°C-37,5°C. Namun kenaikan suhu tubuh tidak mencapai
38°C, karena hal ini sudah menandakan adanya tanda infeksi.
Perubahan suhu tubuh ini hanya terjadi beberapa jam setelah
persalinan, setelah ibu istirahat dan mendapat asupan nutrisi serta
minum yang cukup, maka suhu tubuh akan kembali normal.
2) Sirkulasi Darah

3
Pada uterus masa nifas, pembuluh darah yang membesar
menjadi tertutup oleh perubahan hialin, secara perlahan
terabsorbsi kembali, kemudian digantikan oleh yang lebih kecil.
Akan tetapi sedikit sisa-sisa dari pembuluh darah yang lebih besar
tersebut tetap bertahan selama beberapa tahun (Cunningham et al.,
2013). Tubuh ibu akan menyerap kembali sejumlah cairan yang
berlebihan setelah persalinan. Pada sebagian besar ibu, hal ini
akan mengakibatkan pengeluaran urine dalam jumlah besar,
terutama pada hari pertama karena diuresis meningkat
(Cunningham et al., 2013). Ibu juga dapat mengalami edema pada
pergelangan kaki dan kaki mereka, hal ini dimungkinkan terjadi
karena adanya variasi proses fisiologis yang normal karena
adanya perubahan sirkulasi. Hal ini biasanya akan hilang sendiri
dalam kisaran masa nifas, seiring dengan peningkatan aktivitas
ibu untuk merawat bayinya.
3) Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan
ini meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena
darah yang biasanya melintasi sirkulasi uteroplacenta tiba-tiba
kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis
kelahiran. Curah jantung biasanya tetap naik dalam 24-48 jam
postpartum dan menurun ke nilai sebelum hamil dalam 10 hari
(Cunningham et al., 2012).
4) Sistem Hematologi
Pada akhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun
tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas, dan
juga terjadi peningkatan faktor pembekuan darah serta terjadi
Leukositosis dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai
15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari
pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut
masih bisa naik lagi sampai 25.000-30.000, terutama pada ibu
dengan riwayat persalinan lama. Kadar hemoglobin, hemotokrit,
dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa
postpartum sebagai akibat dari volume placenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan
dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi ibu.
5) Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol
darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca

4
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun
demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali
normal.
6) Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah persalinan.
Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-
otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan
setelah placenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis,
serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara
berangsur-angsur menjadi pulih kembali ke ukuran normal.
7) Sistem Endokrin
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi
seperti sebelum hamil. Hormon kehamilan mulai menurun segera
setelah plasenta lahir. Penurunan hormon estrogen dan
progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan
menstimulasi air susu. Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu
setelah melahirkan melibatkan perubahan yang progresif atau
pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama proses kehamilan
dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama
pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
8) Penurunan Berat Badan Setelah melahirkan, ibu akan kehilangan
5-6 kg berat badannya yang berasal dari bayi, plasenta dan air
ketuban dan pengeluaran darah saat persalinan, 2-3 kg lagi
melalui air kencing sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkan
timbunan cairan waktu hamil. Rata-rata ibu kembali ke berat
idealnya setelah 6 bulan, walaupun sebagian besar mempunyai
kecenderungan tetap akan lebih berat daripada sebelumnya rata-
rata 1,4 kg (Cunningham et al., 2012).
9) Perubahan Payudara
Pada saat kehamilan sudah terjadi pembesaran payudara
karena pengaruh peningkatan hormon estrogen, untuk
mempersiapkan produksi ASI dan laktasi. Payudara menjadi besar
ukurannya bisa mencapai 800 gr, keras dan menghitam pada
areola mammae di sekitar puting susu, ini menandakan
dimulainya proses menyusui. Segera menyusui bayi segerai
setelah melahirkan melalui proses inisiasi menyusu dini (IMD),
walaupun ASI belum keluar lancar, namun sudah ada pengeluaran
kolostrum. Proses IMD ini dapat mencegah perdarahan dan
merangsang produksi ASI. Pada hari ke 2 hingga ke 3 postpartum
sudah mulai diproduksi ASI matur yaitu ASI berwarna.
10) Peritoneum dan Dinding Abdomen
Ligamentum latum dan rotundum memerlukan waktu yang
cukup lama untuk pulih dari peregangan dan pelonggaran yang
terjadi selama kehamilan. Sebagai akibat dari ruptur serat elastik

5
pada kulit dan distensi lama pada uterus karena kehamilan, maka
dinding abdomen tetap lunak dan flaksid. Beberapa minggu
dibutuhkan oleh struktur-struktur tersebut untuk kembali menjadi
normal. Pemulihan dibantu oleh latihan. Kecuali untuk stria putih,
dinding abdomen biasanya kembali ke penampilan sebelum hamil.
Akan tetapi ketika otot tetap atonik, dinding abdomen juga tetap
melemas. Pemisahan yang jelas otot-otot rektus (diastasis recti)
dapat terjadi (Cunningham et al., 2013).
11) Sistem Eliminasi
Pasca persalinan terdapat peningkatan kapasitas kandung
kemih, pembengkakan dan trauma jaringan sekitar uretra yang
terjadi selama proses melahirkan. Untuk postpartum dengan
tindakan SC, efek konduksi anestesi yang menghambat fungsi
neural pada kandung kemih. Distensi yang berlebihan pada
kandung kemih dapat mengakibatkan perdarahan dan kerusakan
lebih lanjut. Pengosongan kandung kemih harus diperhatikan.
Kandung kemih biasanya akan pulih dalam waktu 5-7 hari pasca
melahirkan, sedangkan saluran kemih secara keseluruhan akan
pulih dalam waktu 2-8 minggu tergantung pada keadaan umum
ibu atau status ibu sebelum persalinan, lamanya kala II yang
dilalui, besarnya tekanan kepala janin saat intrapartum.
1. Kebutuhan Masa Nifas
 Kebutuhan Nutrisi
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Kebutuhan nutrisi pada masa postpartum dan menyusui
meningkat 25%, karena berguna untuk proses penyembuhan setelah
melahirkan dan untuk produksi ASI untuk pemenuhan kebutuhan bayi.
Kebutuhan nutrisi akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa (pada
perempuan dewasa tidak hamil kebutuhan kalori 2.000-2.500 kal, perempuan
hamil 2.500-3.000 kal, perempuan nifas dan menyusui 3.000-3.800 kal).
Nutrisi yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktifitas, metabolisme,
cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pada 6 bulan pertama postpartum,
peningkatan kebutuhan kalori ibu 700 kalori, dan menurun pada 6 bulan ke
dua postpartum yaitu menjadi 500 kalori. Ibu nifas dan menyusui memerlukan
makan makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, protein
hewani, protein nabati, sayur, dan buah-buahan. Menu makanan seimbang
yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas
atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau
pewarna.
 Kebutuhan eliminasi
Mengenai kebutuhan eliminasi pada ibu postpartum adalah sebagai berikut.

6
a. Miksi Seorang ibu nifas dalam keadaan normal dapat buang air kecil
spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan buang air kecil sendiri, bila tidak
dapat dilakukan tindakan:
1. Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat klien
2. Mengompres air hangat di atas simpisis
Apabila tindakan di atas tidak berhasil, yaitu selama selang waktu 6
jam tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi. Namun dari tindakan
ini perlu diperhatikan risiko infeksi saluran kencing.
b. Defekasi
Agar buang air besar dapat dilakukan secara teratur dapat dilakukan
dengan diit teratur, pemberian cairan banyak, makanan yang cukup serat
dan olah raga. Jika sampai hari ke 3 post partum ibu belum bisa buang air
besar, maka perlu diberikan supositoria dan minum air hangat.
 Kebutuhan Ambulasi, Istirahat, Exercise dan atau Senam Nifas
Mobilisasi dini pada ibu postpartum disebut juga early ambulation, yaitu
upaya sesegera mungkin membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan
membimbing berjalan. Klien diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam
24-48 jam post partum. Keuntungan yang diperoleh dari Early ambulation
adalah:
1. Klien merasa lebih baik, lebih sehat, dan lebih kuat.
2. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.
3. Sirkulasi dan peredaran darah menjadi lebih lancar.
 Kebutuhan Personal Hygene dan Seksual

2.1.4 Patologis masa nifas


1. INFEKSI NIFAS
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan
disebut infeksi nifas. Suhu 38°C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2
– 10 post partum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut
sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di
dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak
diketemukan sebab – sebab ekstragenital.
Sebagai bidan, Anda harus mengetahui beberapa faktor
predisposisi yang menyebabkan infeksi pada ibu nifas : 1. Kurang gizi
atau malnutrisi 2. Anemia 3. Masalah kebersihan 4. Kelelahan 5.
Proses persalinan bermasalah seperti partus lama / macet,
korioamnionitis, persalinan traumatik, Pencegahan Infeksi yang tidak
baik, manipulasi intrauteri (ekplorasi uteri dan manual plasenta)

7
2. MASALAH PAYUDARA
a. Bendungan Payudara
Setiap ibu akan mengalami bendungan atau pembengkakan
pada payudara. Hal ini merupakan kondisi yang alamiah, bukan
disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi. Bendungan
payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara
dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi.
b. Mastitis
Mastitis adalah infeksi payudara. mastitis terjadi akibat
invasi jaringan payudara oleh organisme infeksius atau adanya
cedera payudara. cedera payudara mungkin disebabkan memar
karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, stasis air
susu ibu dalam duktus, atau pecahnya atau fisura putting susu.
Putting susu yang pecah atau fisura dapat menjadi jalan masuk
terjadinya infeks S. aureus. Pengolesan beberapa tetes air susu di
area putting pada akhir menyusui dapat mempercepat
penyembuhan.
c. Abses Payudara
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10% risiko
terbentuknya abses. Tanda dan gejala abses payudara adalah
adanya Discharge putting susu purulenta, munculnya demam
remiten (suhu naik turun) disertai menggigil dan terjadi
pembengkakan payudara dan sangat nyeri; massa besar dan keras
dengan area kulit berwarna fluktuasi kemerahan dan kebiruan
mengindikasikan lokasi abses berisi pus
3. HEMATOMA
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah.
Bahaya hematoma adalah kehilanagan sejumlah darah karena
hemoragi, anemia dan infeksi. Hematoma terjadi karena rupture
pembuluh darah spontan atau akibat trauma.
4. HEMORAGI POST PARTUM LAMBAT
Hemoragi post partum lambat (tertunda) adalah hemoragi yang
terjadi setelah 24 jam pertama post partum. Penyebab umumnya :
1) Sub involusi di tempat perlekatan plasenta
8
2) Fragmen plasenta atau membran janin yang tertinggal
3) Laserasi saluran reproduksi yang sebelumnya tidak terdiagnosis
4) Hematoma
5. SUBINVOLUSI
Sub involusi terjadi jika proses kontraksi uterus tidak terjadi seperti
seharusnya dan kontraksi ini lama atau berhenti. Proses involusi
mungkin dihambat oleh retensi sisa plasenta, miomata atau infeksi.
Retensi sisa plasenta atau membran janin adalah penyebab yang paling
sering terjadi. Sub involusi dapat didiagnosis selama pemeriksaan
postpartum. Riwayat biasanya meliputi periode lokia lebih lama dari
periode normal, diikuti leukorea dan perdarahan banyak yang tidak
teratur.
6. TROMBOFLEBITIS
Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita
penderita varikositis atau yang mungkin secara genetik rentan terhadap
relaksasi dinding vena dan stasis vena. Kehamilan menyebabkan stasis
vena dengan sifat relaksasi dinding vena akibat efek progesterone dan
tekanan pada vena oleh uterus. Kompresi vena selama posisi
persalinan dapat berperan juga. Trombofelbitis superficial ditandai
dengan nyeri tungkai, hangat terlokalisasi, nyeri tekan atau inflamasi
pada sisi tersebut dan palpasi adanya simpulan atau teraba pembuluh
darah.
7. SISA PLASENTA
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan
penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas
(pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan post partum yang
terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil
plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus
menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan.
8. INVERSIO UTERI
Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan
segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan.
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga
9
fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio
uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.

2.2 Sub involusi

2.2.1 Definisi sub involusi


Involusi uterus adalah kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil
baik dalam bentuk maupun posisi. Involusi ini dapat mengecilkan rahim
setelah persalinan agar kembali kebentuk asal dengan berat sekitar 60 gram.
Proses ini dimulai setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos
uterus.
Setelah persalinan, kondisi tubuh ibu secara anatomi akan mengalami
perubahan, salah satunya adalah kembalinya rahim pada ukuran semula. Proses
ini disebut dengan involusi uterus. Ketika involusi berlangsung, pada tempat
implantasi plasenta ditemukan banyak pembuluh darah yang terbuka sehingga
resiko perdarahan post partum sangat besar. Hal ini terjadi jika otot-otot pada
uterus tidak berkontraksi dengan baik untuk menjepit pembuluh darah yang
terbuka.
Subinvolusi Uteri adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi/proses involusi Rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga
proses pengecilan uterus terhambat yang disebabkan karena adanya infeksi
endometrium, adanya sisa plasenta, adanya bekuan darah, atau karena mioma
uteri.

2.2.2 Proses terjadinya subinvolusi


Sub involusi sesuai dengan penjelasan diatas bahwa uterus gagal
untuk mengikuti pola normal involusi atau proses involusi tidak berjalan
dengan baik sehingga proses kontraksi uterus terhambat. Apabila kontraksi
uterus tidak bisa berjalan lancar akan menyebakan perdarahan.

Untuk mekanisme yakni darah masuk melalui arteri spiralis yang


berjumlah sekitar 120, dan arteri spiralis ini tidak memiliki lapisan
muskularis akibat adanya remodeling oleh invasi trofoblast. Apabila
terjadi pelepasan plasenta pada kala III persalinan maka arteri spiralis akan
terbuka sehingga terjadi perdarahan. Kontraksi uterus akan menjepit arteri
spiralis yang terbuka sehingga perdarahan berhenti. Selanjutnya diikuti
terbentuknya bekuan-bekuan darah yang menyumbat lumen arteri spiralis.
Jadi kesimpulannya subinvolusi dipengaruhi oleh kontraksi uterus dalam
proses kembalinya uterus.(Simanjuntak, 2020)

2.2.3 Fakor yang memperngaruhi subinvolusi


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses involusi uterus adalah
laktasi, mobilisasi, gizi/nutrisi dan paritas; oksitosin yang dihasilkan dari

10
proses laktasi akan menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus. Mobilisasi akan membantu otot rahim bekerja dengan baik sehingga
kontraksi uterus berjalan normal. Masa nifas membutuhkan tambahan
kalori sebesar 500kkal/hari untuk menunjang proses laktasi dan involusi
uterus. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi paritas maka
makin cepat pengeluaran lochea tetapi karena fungsi otot rahim ibu
multipara sudah menurun, maka proses involusi akan berjalan lambat.
(Cuningham, 2007)

Faktor yang mempengaruhi Subinvolusi adalah :

1. Proses laktasi
Pada proses laktasi (menyusui) ada reflek let down dari isapan bayi,
merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormone oksitosin yang
oleh darah hormone ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus
berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi. (Elisabeth Siwi,
2015)
2. Mobilisasi
Aktivitas otot-otot adalah kontraksi dan retraksi dari otot-otot
setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah
yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk
mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya
kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan
terganggunya perdaran darah dalam uterus yang mengakibatkan
jarigan otot kekurangan zatzat yang diperlukan, sehingga ukuran
jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil. (Elisabeth Siwi, 2015).
3. Nutrisi
Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai
dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu
postpartum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri
dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan
pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk
menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu postpartum dengan status
gizi yang baik akan mampu menghindari serangan kuman sehingga
tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses
involusi uterus.(Elisabeth Siwi, 2015)
4. Paritas
Paritas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering
teregang memerlukan waktu yang lama.(Elisabeth Siwi, 2015)

2.2.4 Cara mengatasi sub involusi


Salah satu upaya yang dilakukan tenaga kesehatan (bidan) agar
penurunan tinggi fundus uteri dapat berjalan normal adalah pelaksanaan

11
inisiasi menyusui dini. Peran menyusui dini terhadap involusi uterus
dijelaskan oleh Roesli (2008) sebagai berikut ketika bayi mengisap, otot-
otot polos pada puting susu terangsang, rangsangan ini oleh syaraf
diteruskan ke otak. Kemudian otak memerintahkan kelenjar hipofise bagian
belakang mengeluarkan hormon oksitosin yang dibawa ke otot-otot polos
pada buah dada, sehingga otot-otot polos pada buah dada berkontraksi, dan
ASI dikeluarkan, dan dalamsel acini terjadi produksi ASI lagi. Hormon
oksitosin tersebut bukan saja mempengaruhi otot-otot polos pada buah
dada. Hormon oksitocin yang diproduksi oleh hipofise akan masuk
kedalam darah menuju otot-otot polos pada uterus, dan memacu uterus
untuk berkontraksi. Kontraksi uterus menyebabkan pengeluaran lochea
lebih lancar, yang berarti involusi uterus berlangsung lebih cepat.
Mobilisasi meningkatkan kontraksi dan retraksi dari otot- otot
uterus setelah bayi lahir. Kontraksi dan retraksi ini diperlukan untuk
menjepit pembuluh darah yang pecah akibat pelepasan plasenta. Dengan
adanya kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan
terganggunya peredaran darah dalam uterus mengakibatkan jaringan otot
kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran jaringan otot- otot
tersebut menjadi kecil. Dengan demikian ibu yang melakukan mobilisasi
dini mempunyai penurunan fundus uteri lebih cepat dan kontraksi uterus
yang lebih kuat dibandingkan ibu yang tidak melakukan mobilisasi dini
(Martini,2012). Proses itu disebabkan karena mobilisasi dini dapat
mengurangi bendungan lochea sehingga dapat mempercepat kembalinya
organ kandungan seperti sebelum hamil (Kautsar, 2011). Salah satu faktor
yang mempengaruhi penurunan tinggi fundus uteri adalah pelaksanaan
senam nifas. Senam nifas merupakan salah satu usaha untuk menguatkan
kontraksi otot rahim, dimana dengan peningkatan kerja otot rahim ini akan
mengakibatkan otot-otot dalam rahim akan terjepit sehingga menyebabkan
jaringan otot bisa mengecil dan ukuran rahim akan mengecil (Ibrahim,
2006).
Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang
mulai dari nervus ke5-6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf
parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian belakang
sehingga oksitosin keluar. Proses involusi akan berjalan dengan bagus
jika kontraksi uterus kuat sehingga harus dilakukan tindakan untuk
memperbaiki kontraksi uterus. Hormon oksitosin ini sangat berperan dalam
proses involusi uterus. Upaya untuk mengendalikan terjadinya perdarahan
dari tempat plasenta dengan memperbaiki kontraksi dan retraksi serat
myometrium yang kuat dengan pijatan oksitosin. Upaya mempertahankan
kontraksi uterus melalui pijatan untuk merangsang keluarnya hormon
oksitosin merupakan bagian penting dari perawatan post partum. Perawatan
pemijatan berulang bisa meningkatkan produksi hormone oksitosin. Efek
dari pijat oksitosin itu sendiri bisa dilihat reaksinya setelah 6-12 jam
pemijatan.

12
2.2.5 Tinggi Fundus pada Sub involusi
Dalam masa nifas alat - alat genetalia internal maupun eksterna
akan berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genitalia dalam keseluruhannya disebut
involusi. Salah satu komponen involusi adalah penurunan fundus uteri.
Secara normal uterus mulai mengecil segera setelah plasenta lahir. Uterus
biasanya berada pada 1-2 jari di bawah pusat. Pada 24 jam pertama, uterus
membesar sampai mencapai pusat. Setelah itu, uterus akan mengecil dan
mengencang, pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm
dibawah pusat. Pada hari ke 3 - 4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat.
Pada hari 5 - 7 tinggi fundus uteri setengah pusat sampai simpisis. Pada
hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba (Prawirohardjo, 2002). Proses
involusi normal ditandai dengan tinggi fundus uteri berada setengah
pusat simfisis pada minggu pertama (Reeder, 2011). Normal turunya
TFU kira-kira 1-2 cm tiap 24 jam, namun jika TFU pada ibu nifas
pada hari ke 3 masih 1-2 jari di bawah pusat hal ini disebut sub involusi

2.3 Konsep Varney dan Soap dalam kebidanan


1. Pengakajian
Dalam langkah ini semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien dikumpulkan. Pengkajian atau pengumpulan
data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan pasien yang merupakan langkah pertama untuk
mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi pasien (Barut, 2017)
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari hasil wawancara langsung
dengan pasien atau dari keluarga.
(1) Identitas
(a) Nama: Untuk mengenal ibu dan suami.
(b) Umur: Semakin tua usia seseorang berpengaruh terhadap semua fase
penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi
dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan
aktivitas fibroblast (Johnson dan Taylor, 2005).
(c) Suku/Bangsa: Asal daerah atau bangsa seorang wanita berpengaruh
terhadap pola pikir mengenai tenaga kesehatan, pola kebiasaan sehari-
hari (Pola nutrisi, pola eliminasi, personal hygiene, pola istirahat dan
aktivitas) dan adat istiadat yang dianut.
(d) Agama: Untuk mengetahui keyakinan ibu sehingga dapat
membimbing dan mengarahkan ibu untuk berdoa sesuai dengan
keyakinannya.
(e) Pendidikan: Untuk mengetahui tingkat intelektual ibu sehingga tenaga
kesehatan dapat melalukan komunikasi dengan istilah bahasa yang

13
sesuai dengan pendidikan terakhirnya, termasuk dalam hal pemberian
konseling.
(f) Pekerjaan: Status ekonomi seseorang dapat mempengaruhi
pencapaian status gizinya (Hidayat dan Uliyah, 2008). Hal ini dapat
dikaitkan antara status gizi dengan proses penyembuhan luka ibu. Jika
tingkat sosial ekonominya rendah, kemungkinan penyembuhan luka
pada jalan lahir berlangsung lama. Ditambah dengan rasa malas untuk
merawat dirinya.
(g) Alamat: Bertujuan untuk mempermudah tenaga kesehatan dalam
melakukan follow up terhadap perkembangan ibu.
(2) Keluhan Utama: Persoalan yang dirasakan pada ibu nifas adalah rasa
nyeri pada jalan lahir, nyeri ulu hati, konstipasi, kaki bengkak, nyeri perut
setelah lahir, payudara membesar, nyeri tekan pada payudara dan puting
susu, puting susu pecah-pecah, keringat berlebih serta rasa nyeri selama
beberapa hari jika ibu mengalami hemoroid (Varney, dkk, 2007)
(3) Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(a) Pola Nutrisi: Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang bermutu
tinggi, bergizi dan cukup kalori untuk mendapat protein, mineral,
vitamin yang cukup dan minum sedikitnya 2-3 liter/hari. Selain itu,
ibu nifas juga harus minum tablet tambah darah minimal selama 40
hari dan vitamin A (Varney, dkk, 2007).
(b) Pola Eliminasi: Ibu nifas harus berkemih dalam 4-8 jam pertama dan
minimal sebanyak 200 cc (Bahiyatun, 2009). Sedangkan untuk
buang air besar, diharapkan sekitar 3-4 hari setelah melahirkan
(Mochtar, 2011).
(c) Personal Hygiene: Bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
yang dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh, termasuk pada
daerah kewanitaannya dan payudara, pakaian, tempat tidur dan
lingkungan (Varney, dkk., 2007).
(d) Istirahat: Ibu nifas harus memperoleh istirahat yang cukup untuk
pemulihan kondisi fisik, psikologis dan kebutuhan menyusui bayinya
dengan cara menyesuaikan jadwal istirahat bayinya (Varney, dkk.,
2007).
(e) Aktivitas: Mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin jika tidak ada
kontraindikasi, dimulai dengan latihan tungkai di tempat tidur,
miring di tempat tidur, duduk dan berjalan. Selain itu, ibu nifas juga
dianjurkan untuk senam nifas dengan gerakan sederhana dan
bertahap sesuai dengan kondisi ibu (Varney, dkk, 2007).
(f) Hubungan Seksual: Biasanya tenaga kesehatan memberi batasan
rutin 6 minggu pasca persalinan untuk melakukan hubungan seksual
(Varney, dkk., 2007)
(4) Data Psikologis
(a) Respon orangtua terhadap kehadiran bayi dan peran baru sebagai
orangtua: Respon setiap ibu dan ayah terhadap bayinya dan terhadap

14
pengalaman dalam membesarkan anak berbeda-beda dan mencakup
seluruh spectrum reaksi dan emosi, mulai dari tingginya kesenangan
yang tidak terbatas hingga dalamnya keputusasaan dan duka (Varney,
dkk, 2007). Ini disesuaikan dengan periode psikologis ibu nifas yaitu
taking in, taking hold atau letting go.
(b) Respon anggota keluarga terhadap kehadiran bayi: Bertujuan untuk
mengkaji muncul tidaknya sibling rivalry.
(c) Dukungan Keluarga: Bertujuan untuk mengkaji kerja sama dalam
keluarga sehubungan dengan pengasuhan dan penyelesaian tugas
rumah tangga.
(5) Riwayat Menstruasi
Untuk mengkaji kesuburan dan siklus haid ibu sehingga didapatkan hari
pertama haid terakhir (HPHT) untuk menentukan usia kehamilan dan
memperkirakan tanggal taksiran persalinannya(Surtinah, Sulikah, &
Nuryani, 2019)
(6) Riwayat Perkawinan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui kejadian masa lalu ibu mengenai masa kehamilan,
persalinan dan masa nifas-nya. Komplikasi pada kehamilan, persalinan
dan nifas dikaji untuk mengidentifikasi masalah potensial yang
kemungkinan akan muncul pada kehamilan, persalinan dan nifas kali ini.
Lama persalinan sebelumnya merupakan indikasi yang baik untuk
memperkirakan lama persalinan kali ini. Metode persalinan sebelumnya
merupakan indikasi untuk memperkirakan persalinan kali ini melalui
seksio sesaria atau melalui per vaginam. Berat badan janin sebelumnya
yang dilahirkan per vaginam dikaji untuk memastikan keadekuatan
panggul ibu untuk melahirkan bayi saat ini
(7) Riwayat kesehatan penyakit yang pernah diderita
Adanya penyakit seperti diabetes mellitus dan ginjal dapat memperlambat
proses penyembuhan luka (Hidayat dan Uliyah, 2008). Gangguan
sirkulasi dan perfusi jaringan dapat terjadi pada penderita diabetes
melitus. Selain itu, hiperglikemia dapat menghambat fagositosis dan
menyebabkan terjadinya infeksi jamur dan ragi pada luka jalan lahir
(Johnson dan Taylor, 2005).
(8) Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga.
(9) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui kondisi psikologis ibu yang akan mempengaruhi
proses adaptasi terhadap kehamilan, persalinan, dan masa nifas-nya.
(10) Riwayat KB
(11) Riwayat psikososial
(12) Riwayat Ginekologi
b) Data Objektif
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat
oleh tenaga kesehatan. Untuk data objektif sebagai meliputi sebagai berikut

15
(1) Pemeriksaan umum
Menilai bagaimaa keadaan umum pasien apakah baik atau sakit
(a) Kesadaran: Bertujuan untuk menilai status kesadaran ibu.
Composmentis adalah status kesadaran dimana ibu mengalami
kesadaran penuh dengan memberikan respons yang cukup
terhadap stimulus yang diberikan (Hidayat dan Uliyah, 2008).
(b) Keadaan Emosional: Stabil.
(c) Tanda-tanda Vital: Segera setelah melahirkan, banyak wanita
mengalami peningkatan sementara tekanan darah sistolik dan
diastolik kemudian kembali secara spontan setelah beberapa hari.
Pada saat bersalin, ibu mengalami kenaikan suhu tubuh dan akan
kembali stabil dalam 24 jam pertama pasca partum. Denyut nadi
yang meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah
beberapa jam pertama pasca partum. Sedangkan fungsi
pernapasan kembali pada keadaan normal selama jam pertama
pasca partum (Varney, dkk, 2007).
(2) Pemeriksaan Fisik
(a) Payudara: Bertujuan untuk mengkaji ibu menyusui bayinya atau
tidak, tanda-tanda infeksi pada payudara seperti kemerahan dan
muncul nanah dari puting susu, penampilan puting susu dan
areola, apakah ada kolostrom atau air susu dan pengkajian proses
menyusui (Varney, dkk, 2007). Produksi air susu akan semakin
banyak pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah melahirkan (Mochtar,
2011).
(b) Perut: Bertujuan untuk mengkaji ada tidaknya nyeri pada perut
(Varney, dkk, 2007). Pada beberapa wanita, linea nigra dan
strechmark pada perut tidak menghilang setelah kelahiran bayi
(Bobak, dkk, 2005). Tinggi fundus uteri pada masa nifas dapat
dilihat pada tabel 2.8 untuk memastikan proses involusi berjalan
lancar.
(c) Vulva dan Perineum
(d) Pengeluaran Lokhea: Menurut Mochtar (2011), jenis lokhea
diantaranya adalah:
- Lokhea rubra (Cruenta), muncul pada hari ke1-3 pada masa nifas,
berwarna merah kehitaman dan mengandung sel desidua, verniks
caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium serta sisa darah.
- Lokhea sanguilenta, lokhea ini muncul pada hari ke-3 – 7 pada masa
nifas berwarna putih bercampur merah karena mengandung sisa
darah bercampur lendir.
- Lokhea serosa, muncul pada hari ke-7 – 14 pada masa nifas,
berwarna kekuningan atau kecoklatan dan mengandung lebih banyak
serum, leukosit dan tidak mengandung darah lagi.

16
- Lokhea alba, muncul pada hari ke- > 14 pada masa nifas, berwarna
putih dan mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati. (e) Bila pengeluaran lokhea tidak lancar disebut
Lochiastasis.
(e) Luka Perineum: Bertujuan untuk mengkaji nyeri, pembengkakan,
kemerahan pada perineum, dan kerapatan jahitan jika ada jahitan
(Varney, dkk, 2007)
(f) Ekstremitas: Bertujuan untuk mengkaji ada tidaknya edema, nyeri
dan kemerahan (Varney, dkk, 2007). Jika pada masa kehamilan
muncul spider nevi, maka akan menetap pada masa nifas (Bobak,
dkk, 2005).
(g) Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin: Pada awal masa nifas jumlah hemoglobin sangat
bervariasi akibat fluktuasi volume darah, volume plasma dan
kadar volume sel darah merah (Varney, dkk, 2007).
b) Protein Urine dan glukosa urine: Urine negative untuk protein
dan glukosa (Varney, dkk, 2006).
(3) Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan
Perumusan diagnosa masa nifas disesuaikan dengan nomenklatur
kebidanan, seperti P2A0 usia 22 tahun postpartum fisiologis. Perumusan
disesuaikan dengan kondisi ibu. Menurut Varney, dkk (2007),
ketidaknyamanan yang dirasakan pada ibu nifas adalah nyeri perut
setelah lahir, payudara membesar, nyeri tekan pada payudara dan puting
susu, puting susu pecah-pecah, keringat berlebih serta rasa nyeri selama
beberapa hari jika ibu mengalami hemoroid.
(4) Perencanaan
Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi ibu,
tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara komprehensif.
Rencana tindakan asuhan kebidanan pada masa nifas disesuaikan dengan
kebijakan program nasional, antara lain :
- Periksa tanda-tanda vital, tinggi fundus uteri, lokhea dan cairan
pervaginam lainnya serta payudara.
- Berikan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai
kebutuhan nutrisi, eliminasi, kebersihan diri, istirahat, mobilisasi dini
dan aktivitas, seksual, senam nifas, ASI eksklusif, cara menyusui
yang benar, perawatan payudara dan keluarga berencana.
- Berikan pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
(5) Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas disesuaikan dengan rencana
asuhan yang telah disusun dan dilakukan secara komprehensif, efektif,
efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada ibu dan atau
keluarga dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pelaksanaan asuhan kebidanan pada masa nifas, adalah:

17
- Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, tinggi fundus uteri,
lokhea dan cairan pervaginam lainnya serta payudara.
- Memberikan KIE mengenai kebutuhan nutrisi, eliminasi, kebersihan
diri, istirahat, mobilisasi dini dan aktivitas, seksual, senam nifas, ASI
eksklusif, cara menyusui yang benar, perawatan payudara dan
keluarga berencana.
- Memberikan pelayanan keluarga berencana pasca persalinan
(6) Evaluasi
Penilaian atau evaluasi dilakukan segera setelah selesai melaksanakan
asuhan sesuai dengan kondisi ibu kemudian dicatat, dikomunikasikan
dengan ibu dan atau keluarga serta ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi
ibu.
- Telah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, tinggi fundus uteri,
lokhea dan cairan pervaginam lainnya serta payudara.
- Ibu mengerti dan dapat menjelaskan kembali mengenai kebutuhan
nutrisi, eliminasi, kebersihan diri, istirahat, mobilisasi dini dan
aktivitas, seksual, senam nifas, ASI eksklusif, cara menyusui yang
benar, perawatan payudara dan keluarga berencana.
- Ibu telah memilih metode kontrasepsi dan telah mendapatkannya.
(7) Dokumentasi
Pencatatan atau pendokumentasian dilakukan secara lengkap, akurat,
singkat dan jelas mengenai keadaan atau kejadian yang ditemukan dan
dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan pada formulir yang
tersedia dan ditulis dalam bentuk SOAP.
- S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa dengan klien.
- O adalah data obyektif, mencatat hasil-hasil pemeriksaan terhadap
klien.
- A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan maalah kebidanan.
- P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan, seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi dan rujukan.

18
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Asuhan Kebidanan pada subinvolusi
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 – 772833
Website: http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340
Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id Kediri 64114

FORMAT ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS (PNC)

PENGKAJIAN

Tanggal : 2 Oktober 2022 Jam : 10.00 WIB


No. RM : 2205 Nama Suami : Tn. B
Nama : Ny A Umur : 30 Tahun
Umur : 27 Tahun Agama : Islam
Agama : Islam Pendidikan : SMA
Pendidikan : SMA Pekerjaan : Wiraswasta
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Kota Kediri
Alamat : Kec. Mawar, Kab. Melati
Cara masuk:

 Datang sendiri Rujukan dari :

Diagnose :

A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan utama
Ibu mengeluh pengeluaran lochia nya tetap berwarna merah dan tetap deras
(dalam bentuk rubra) setelah 21 hari postpartum.
2. Riwayat menstruasi
Usia manarche : 13 tahun
Jumlah darah haid : 6 kali ganti pembalut
HPHT : 4 Desember 2021

19
Keluhan saat haid : tidak ada
Lama haid : 7 hari
Flour albus : normal
TP : 11 September 2022
Keluhan haid : tidak ada
Disminorhoe Spotting Menorrhagi
Premenstrual Syndrome Dll
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu:

P1A0H1

N Tgl, Th Temp Umur Jenis Penolo Penyuli An Keadaa


o. partus at kehamila Kela ng t ak n anak
partu n min persalin PB/ sekaran
s an BB g
1 11 PMB 38 minggu Peremp Bidan K Tidak 45/2.80 Hidup,
September uan ada 0 gr normal
2022

4. Riwayat kesehatan penyakit yang pernah diderita: tidak ada penyakit yang
pernah diderita
Anemia
Hipertensi
Kardiovaskular
TBC
Diabetes
Malaria
IMS (Sphilis, GO, HIV/AIDS, dll)
Lain-lain....
Pernah dirawat : tidak Kapan: …………. Dimana:
……………….
Pernah dioperasi : tidak Kapan: …………. Dimana:
……………….
Lain – lain
…………………………………………………………………………

20
5. Riwayat penyakit keluarga (Ayah, Ibu, Mertua) yang pernah menderita sakit
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
6. Status Perkawinan: ya
Kawin 1 kali, usia 25 tahun, lama menikah 2 tahun
7. Riwayat psikososial ekonomi
- Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan
Keluarga dan suami mendukung kehamilan ibu
- Penggunaan alat kontrasepsi KB
Tidak menggunakan alat kontrasepsi
- Dukungan keluarga
Keluarga maupun suami merasa Bahagia dengan kelahiran anak pertamanya
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah suami dengan kesepakatan
Bersama Keluarga
- Gizi yang dikonsumsi dan kebiasaan makan
a. Nutrisi
1) Sebelum hamil
Makan 3 kali sehari dengan porsi sedang seperti nasi, lauk, sayur,
dan kadang buah, minum 6 – 7 gelas/hari air putih dan kadang teh
pada pagi hari
2) Sesudah hamil
Makan 3 kali sehari, dengan porsi sedikit seperti nasi, lauk, sayur,
dan kadang buah, nasinya 1/3 piring dan sisanya sayuran dan lauk
pauk, minum susu 1 gelas/ hari , kadang teh pada pagi hari dan air
putih 8 – 9 gelas/ hari.
- Kebiasaan hidup sehat
1. Sebelum hamil
Mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, keramas 1 minggu 3 kali dan
ganti baju 2 kali sehari
2. Sesudah hamil
Mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, keramas 1 minggu 3
kali dan ganti baju 2 kali sehari
- Beban kerja sehari
1. Sebelum hamil

21
Tidak bekerja, melakukan pekerjaan rumah tangga dan tidak dibantu suami
2. Sesudah hamil
Tidak bekerja, ibu sebagai ibu rumah tangga, sebagian pekerjaanya dibantu
suami, keadaan ibu tidak menggau aktivitasnya dan tidak merasa kelelahan
- Tempat dan penolong persalinan
PMB/ Bidan

- Penghasilan keluarga
Rp 2.500.000/bulan
8. Riwayat KB dan rencana KB
Metode yang pernah dipakai : belum pernah KB
Komplikasi KB : tidak ada
Rencana KB selanjutnya : ibu berencana mengunakan kontrasepsi pil
KB

9. Riwayat ginekologi : tidak ada

Infertilitas Infksi virus PMS Endometritis


Polip serviks Kanker kandungan Operasi kandungan Perkosaan
DUB Dll

10. Pola makan / minum/ eliminasi/ istirahat


- Pola minum : 8-9 gelas/hari alcohol: tidak pernah
jamu: tidak pernah kopi : tidak pernah
- Pola eliminasi
BAK 5-6 kali/hari, warna : jernih/kuning/kuning pekat/ groshematuri, BAK
terakhir jam: 07.00 WIB
BAB 1 kali/hari, karakteristik: lembek/keras, BAB terakhir jam : 05.00 WIB
- Pola istirahat: 7-8 jam/hari, tidur terakhir jam: 22.00 wib
- Dukungan keluarga:
√ Suami Orangtua Mertua keluarga lain

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Lemah
BB/TB : 51/157
Nadi : 70x/menit
22
Pernafasan : 25x/menit
Kesadaran : kompesmentis
Tekanan Darah : 90/100 mmHg
Suhu : 37,9oC
2. Pemeriksaan fisik
- Mata
Konjungtiva : anemis/tidak
Sklera : ikterik/tidak
Pandangan : jelas/tidak kabur
Pandangan dua : ada/tidak
- Rahang, gigi, gusi : normal/tidak, gusi berdarah/tidak
- Leher : adanya pembesaran vena jugularis / tidak ada
pembesaran veana jagularis, adanya pembesaran kelenjar thyroid/tidak ada
pembesaran kelenjar thyroid.
- Dada : tidak ada keluhan
areola hiperpigmentasi tumor kolostrum
Putting susu masuk ke dalam
Lain lain: payudara terasa bengkak, merah, nyeri dan terasa keras, ASI
belum keluar
- Aksila : tidak ada benjolan/pembengkakan
- System respiratory : normal tidak ada keluhan
dispneu tachipneu wheezing batuk
- Pinggang : nyeri/tidak, skoliosis, lordosis, kiposis
- Ekstremitas : tidak ada edem, tidak nyeri dan tidak ada varises
tungkai simestris/asimetris oedema varises
3. Pemeriksaan khusus
- Abdomen : normal tidak ada keluhan
membesar dengan arah memanjang melebur
pelebur vena linea alba  linea nigra
striae albican luka bekas sc  stiae lividae
lain lain ……….
- TFU : 2 jari dibawah pusat

23
Diastasis rectus abdomonis : tidak ada
Kandung kemih : kosong/penuh
Vulva vagina : lochea rubra, bau +/-
Luka jalan lahir : rupture / episiotomy, bengkak / tidak, bersih
/ kotor, luka bertaut / tidak, basah / kering.
Tanda tanda reeda (Red, Echimosis, Edema, Discharge, Aproximal): tidak
ada tanda reeda
Ekstremitas : tromboflebitis (ada/tidak, berap
lama…………)

4. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan


- Laboratorium lengkap
CTG : tidak dilakukan pemeriksaan
USG : tidak dilakukan pemeriksaan
Foto thorak : tidak dilakukan pemeriksaan
EKG : tidak dilakukan pemeriksaan
C. ANALISA / INTREPETASI DATA
P1A0H1, nifas hari ke21 dengan subinvolusi uterus.
D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 2 Oktober 2022 Jam: 11.00 WIB
11.00 WIB Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaannya
bahwa ibu mengalami subinvolusi uterus, , ibu
telah mengetahui tentang kondisinya sekarang.
11.20 WIB Berikan infus apabila ibu lemas, ibu bersedia
melakukannya
13.00 WIB Rujuk ke rumah sakit, ibu bersedia untuk
dirujuk ke rumah sakit

3.2 Dokumentasi pada buku KIA

24
25
26
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Nifas adalah proses ilimiah yang terjadi pada seorang wanita yang telah
melahirkan, yang berlangsung kira-kira 6 minggu, yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhirnya kerika alat kandungan kembali normal seperti sebelum
hamil. Namun dalam perubahan ini bisa terjadi kegagalan tubuh untuk kembali
normal yang disebut subinvolusi.

Sub involsi adalah kegagalan uterus untuk kembali mengikuti pola


involusi/ proses involusi rahim yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, yang
menyebabkan pengecilan uterus terganggu. Yang salah satu faktor penyebanya
adalah tertinggalnya sisa plasenta.

4.2. Saran
Seorang bian harus memhamai tentang masa nifas baik fisiologi maupun
kondisi patologis sehingga dalam memberikan asuhan kebidanan bisa menjadi
tepat. Dengan tepatnya asuhan yang diberikan dapat menurunkan angka kematian
ibu.

27
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Eny., Herisa Dinarsi. (2022). Analisis Proses Involusi Uterus Padaibu Post Partum Hari Ke
Tigadi Praktik Bidan Mandiri Lystiani Gresik. Jurnal Kebidanan. Vol.11 No.1
Doi: Https://Doi.Org/10.47560/Keb.V11i1.342.

Eni Susanti,M.Keb., Dyah Esti P., S.Ftr. (2014). Pengaruh Mobilisasi Dini Ibu Post Partum
Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan. Hal 21-27.
DOI: https://doi.org/10.36089/nu.v1i1.101

M Yusro Hadi., Martini Fairus. (2014). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Involusi Uterus
Padaibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang Lampung Utara. Jurnal
Kesehatan Metro Sai Wawai Volume Vii No.2.
DOI: http://dx.doi.org/10.26630/jkm.v7i2.548

Mardiana., Emi Yunita. (2021). Gambaran Kejadian Sub Involusi Uteri Pada Ibu Nifas Di Polindes
Bugih Ii Wilayah Kerja Puskesmas Kowel. Jurnal : Sakti Bidadari. Vol.4 No.2. Hal 45-49.
DOI: https://doi.org/10.31102/bidadari.2021.4.2.45-49

Wahyuni, Ninik., Lisa Nurlatifah. (2017). Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Proses Involusi
Uterus Pada Masa Nifas Diwilayah Kerja Puskesmas Mandala Kabupaten Lebak Propinsi
Banten Tahun 2016. Jurnal Medikes. Volume 4. Hal 167-176.
DOI: https://doi.org/10.36743/medikes.v4i2.83.

Widyawaty, Eka Deviany., Andini Eko Yuniarti. (2018). Hubungan Breastfeeding Dengan
Involusi Uterus Pada Ibu Nifas 0-7 Hari Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjunganom
Kabupaten Nganjuk Tahun 2017. Jurnal Kebidanan. Vol X No.I. Hal 20-25. DOI:
https://doi.org/10.36456/embrio.vol10.no1.a1060

Yuliawati,. Yetti Anggraini., Sadiman. (2016). Upaya Mempercepat Proses Involusi Uterus Dan
Memperlancar Asi Dengan Pijat Oksitosin. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Ungu
( Abdi Ke Ungu). Volume 1 Issue 1. Hal 1-6. DOI: https://doi.org/10.26630/jpk.v1i1.18

Kemenkes RI. (2018). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Barut, E. (2017). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Multipara Post Sectio Caesarea Astas Indikasi
Gawat Janin di Ruang Flamboyan RSUD Prof. dr W. Johanes Kupang. STikes Citra Husada
Mandiri Kupang, 274–282.

Kemenkes RI. (2015). Modul Penyulit dan Komplikasi Masa Nifas. Opac-
Kebidanan.Poltekkesjogja.Ac.Id, 56. Retrieved from http://opac-

28
kebidanan.poltekkesjogja.ac.id/hgz/files/digital/skripsi/SEPTIASIH W.pdf

Simanjuntak, L. (2020). Perdarahan Postpartum (Perdarahan Paskasalin). Jurnal Visi Eksakta,


1(1), 1–10. https://doi.org/10.51622/eksakta.v1i1.51

Surtinah, N., Sulikah, & Nuryani. (2019). Buku Ajar Dokumemtasi Kebidanan, h. 50-61.
Retrieved from http://www.heanoti.com/index.php/hn/article/view/657

29

Anda mungkin juga menyukai