Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

” Perubahan Anatomi Dan Fisiologis Masa Nifas “

Dosen Pembimbing : Devy Lestari Nurul Aulia SST.,M.Biomed

Kelompok 1 :

CINDI AMARA PUTRI 102721034

SYARIFAH HARIYANTI 102721014

VINA SYAFIRA 102721012

PROGRAM STUDI S-1 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BATAM

T.A 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada hadirat Tuhan yang Maha Esa, berkat kelimpahan rahmat
dan anugrah yang diberikan kepada kami sehingga dalam pengerjaan makalah yang bertemakan
” Perubahan Anatomi Dan Fisiologi Masa Nifas “. Tak lupa kami juga berterima kasih kepada
dosen pengampuh mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Persalinan, ibu Devy Lestari Nurul
Aulia SST.,M.Biomed yang telah banyak menyalurkan pendapatnya terkait penyelesaian
makalah ini. Dan tak lupa juga kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami tahu masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami
mohon untuk krtik dan saran yang dapat membangun dalam penulisan makalah yang akan kami
buat berikutnya, akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
demi berkembangnya ilmu pengetahuan dan keterlampilan dalam penulisan makalah yang kami
kerjakan.

Batam, 20 Oktober 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir serta berakhir saat alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu.
Purperium (masa nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, adalah ketika yang
diharapkan untuk pulihnya kandungan pada keadaan yang normal. Jadi masa nifas ialah masa
yang dimulai dari plasenta lahir hingga rahim balik seperti semula yaitu sebelum hami serta
memerlukan waktu selama 6 minggu. Ibu post partum mengalami beberapa perubahan
diantaranya perubahan fisiologis dan perubahan psikologis. Perubahan fisiologis pada Ibu post
partum meliputi perubahan pada system kardiovaskuler, integument, neurologi, urinarius,
musculoskeletal dan kekebalan. Sedangkan pada perubahan psikologis berupa penambahan
tanggung jawab selain sebagai istri juga menjadi seorang ibu.

Periode nifas adalah masa yang penting bagi kesehatan ibu. Pada masa nifas, dibutuhkan
perawatan ekstra pada ibu dan bayi. Persepsi dan perilaku yang kurang tepat pada masa nifas
dapat menyebabkan komplikasi dan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu. Pada masa
nifas seorang wanita akan mulai beradaptasi dengan kehidupan baru beserta gelar barunya yaitu
sebagai seorang ibu. Dalam menghadapi masa nifas setiap orang memiliki tantangan yang
berbeda. Tak sedikit seorang ibu mengalami komplikasi selama masa ini. Periode masa nifas
yang berisiko terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi pada periode tiga hari
pertama setelah melahirkan

Dukungan keluarga (suami) merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang di dalamnya
terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima bantuan yang bersifat nyata, bantuan
tersebut akan menempatkan individu-individu yang terlibat dalam sistem sosial yang pada
akhirnya akan dapat memberikan cinta, perhatian baik pada keluarga, orang lain maupun
pasangan. Dukungan suami terhadap istrinya bisa dilakukan dengan membantu istri dalam
perawatan bayi misalnya ketika ibu menyusui bayinya, suami tidak hanya tidur sepanjang
malam, suami bisa menemani ibu dan bayi, mengangkat bayi dari tempat tidurnya, mengganti
popok bayi bila perlu, memberikan bayi pada ibu saat jam menyusui, dan mengembalikan bayi
ketempat tidur ketika bayi telah tertidur kembali.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan masa nifas ?
2) Perubahan fisiologis apa saja yang dialami oleh ibu nifas ?
3) Apa yang dimaksud dengan involusi uteri ?
4) Perubahan homoronal apa saja yang dialami oleh ibu nifas ?
5) Dukungan apakah yang dibutuhkan oleh ibu nifas ?
6) Apakah pengaruh aspek social dan budaya bagi ibu nifas ?

1.3 Tujuan
1) Memahami konsep dasar nifas
2) Mengetahui perubahan – perubahan fisiologis ibu nifas
3) Memahami apa yang dimaksud dengan involusi uteri
4) Mengetahui perubahan – perubahan hormonal pada ibu nifas
5) Mengetahui dukungan apasaja yang dibutuhkan oleh ibu nifas
6) Memahami pengaruh aspek social dan budaya bagi ibu nifas
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

BAB I..........................................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................3

1.3 Tujuan................................................................................................................................................4

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................5

BAB II.........................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas..................................................................................................................5

2.2 Perubahan Fisiologis Sistem Organ...................................................................................................6

2.3 Involusi Uteri...................................................................................................................................10

2.4 Perubahan Hormonal Masa Nifas....................................................................................................12

2.5 Dukungan Menjadi Seorang Ibu......................................................................................................13

2.6 Aspek Sosial Budaya Pada Masa Nifas...........................................................................................16

BAB III......................................................................................................................................................18

PENUTUP.................................................................................................................................................18

3.1 Penutup............................................................................................................................................18

3.2 Saran................................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................19
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas


Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-
kira 6 minggu. Istilah puerperium berasal dari kata puer yang artinya anak, parale artinya
melahirkan menunjukkan periode 6 minggu yang berlangsung antara berakhirnya periode
persalinan dan kembalinya organ - organ reproduksi wanita ke kondisi normal. Masa nifas
(puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu.Tahapan pada masa nifas adalah sebagai berikut:(Heni puji wahyuningsih, 2018)

a) Periode immediate postpartum


Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini merupakan fase
kritis, sering terjadi insiden perdarahan postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu,
bidan perlu melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi uterus,
pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.
b) Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan involusi
uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c) Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu) Pada periode ini bidan tetap melakukan
asuhan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling perencanaan KB.
d) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila
selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau komplikasi.(Heni puji wahyuningsih,
2018)

Pada masa nifas seorang wanita akan mulai beradaptasi dengan kehidupan baru beserta gelar
barunya yaitu sebagai seorang ibu. Dalam menghadapi masa nifas setiap orang memiliki
tantangan yang berbeda. Tak sedikit seorang ibu mengalami komplikasi selama masa ini. Periode
masa nifas yang berisiko terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi pada periode tiga
hari pertama setelah melahirkan(Indahningrum et al., 2020)

Salah satu penyebab kematian pada ibu nifas adalah infeksi masa nifas yang apabila tidak
mendapatkan pertolongan yang dapat berlanjut menjadi sepsis. Sepsis merupakan penyebab
utama kematian ibu di negara berkembang. Indonesia menduduki peringkat ke empat dalam
jumlah perempuan dengan gejala infeksi genetalia. Infeksi pada ibu pasca persalinan dapat
disebabkan karena adanya robekan jalan lahir yang tidak dirawat dengan baik. Perawatan luka
perineum yang kurang tepat akan mengakibatkan peradangan atau infeksi(Agnes Dwiana Widi
Astuti, 2021)

Periode pasca persalinan (post partum) ialah masa waktu antara kelahiran plasenta dan
membran yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai waktu menuju kembalinya
sistem reproduksi wanita tersebut kekondisi tidak hamil. Tujuan Asuhan Masa Nifas :

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis


2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendekteksi masalah dan mengobati
3) Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau komplikasi
pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan.
4) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan dini, nutrisi, KB,
menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehat
5) Memberikan pelayanan KB
6) Mendapatkan kesehatan emosi

2.2 Perubahan Fisiologis Sistem Organ


Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya plasenta, kadar
sirkulasi hormon HCG (human chorionic gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen dan
progesteron menurun. Human plasental lactogen akan menghilang dari peredaran darah ibu
dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron
hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-
turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh
sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil. Perubahan-
perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas yaitu: (Cookson & Stirk, 2019)

a) Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan berotot, berbentuk seperti
buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus
sekitar 7-8 cm, lebar. sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus secara
fisiologis adalah anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus
uteri, dan serviks uteri. Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi kecil
(involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil:
1. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.
2. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan
berat uterus 750 gr.
3. Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat dengan
simpisis, berat uterus 500 gr.
4. Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan
berat uterus 350 gr.
5. Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gr

Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi antara lain:
1. Penentuan lokasi uterus
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah umbilikus
dan apakah fundus berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke salah satu sisi.
2. Penentuan ukuran uterus
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan
jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah.
3. Penentuan konsistensi uterus
Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa teraba sekeras batu dan uterus
lunak.
b) Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut
juga sebagai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan
sebagai jalan keluarnya janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan.
Segera setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini
disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi.
Warna serviks berubah menjadi merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh
darah dengan konsistensi lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan
pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan setelah
1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari, setelah 6 minggu persalinan serviks
menutup.

c) Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan tubuh bagian
luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran
panjang ± 6, 5 cm dan ± 9 cm.
Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta pereganganan yang
sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur akan
muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir dan merupakan
saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga
berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum uteri
selama masa nifas yang disebut lochea. Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah
sebagai berikut:
1. Lochea rubra/ kruenta
Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur sisa- sisa
selaput ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.
2. Lochea sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum, karakteristik lochea
sanguinolenta berupa darah bercampur lendir.
3. Lochea serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu postpartum.
4. Lochea alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan
putihNormalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir,
baunya akan berubah menjadi berbau busuk.

d) Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan
kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol.

e) Payudara (mamae)
Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun, prolactin
dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan
menyebabkan pembengkakan vascular sementara. Air susu sata diproduksi disimpan di
alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk
pengadaan dan keberlangsungan laktasi. ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas
ASI adalah ASI yang berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan
kolostrum. Kolostrum telah terbentuk didalam tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12
minggu. Perubahan payudara dapat meliputi:
1. Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolactin
setelah persalinan.
2. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke 2 atau hari ke
3 setelah persalinan
3. Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi
f) Tanda- tanda vital Perubahan tanda- tanda vital antara lain:
1. Suhu tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰ celcius dari keadaan
normal namun tidak lebih dari 38⁰ celcius. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan
kembali seperti keadaan semula.
2. Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih lambat.
Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.
3. Tekanan darah Setelah partus,
tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil karena
terjadinya perdarahan pada proses persalinan.
4. Pernafasan
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen
yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan dan memepertahankan agar
persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus frekuensi pernafasan akan
kembali normal

g) Sistem peredaran darah (Kardiovaskuler)


Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan karena
terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat yang
dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan
pembulu darah kembali ke ukuran semula.

h) Sistem pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea) biasanya membutuhkan
waktu sekitar 1- 3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal.
Ibu yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah
mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses melahirkan. Buang air besar
biasanya mengalami perubahan pada 1- 3 hari postpartum, hal ini disebabkan terjadinya
penurunan tonus otot selama proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan,
kurang asupan nutrisi dan dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri
disekitar anus/ perineum setiap kali akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara
spontan. Faktor- faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu nifas
dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang teratur perlu dilatih kembali setelah
tonus otot kembali normal.

i) Sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasine
sfingter dan edema leher buli- buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan
dalam waktu 12- 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon
estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan
ini menyebabkan diuresis. Uterus yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6
minggu.

j) Sistem integumen Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah,
leher, mamae, dinding perut dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh hormon akan
menghilang selama masa nifas.

k) Sistem musculoskeletal Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi


dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
(Cookson & Stirk, 2019)

2.3 Involusi Uteri


Post Partum merupakan periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali
kepada keadaan tidak hamil membutuhkan waktu sekitar 6 minggu. Post partum adalah masa
sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan
yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampaiorganorgan reproduksi sampai kembali ke keadaan
normal sebelum hamil(Juliadin, 2020)
Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksterna akan berangsur-angsur
pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan – perubahan alat genital dalam
keseluruhannya disebut involusi. Involusi uteri adalah suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Rahim merupakan organ tubuh yang spesifik dan
unik karena dapat mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya.
Secara alamiah selama kehamilan, rahim makin lama makin membesar. Setelah persalinan rahim
akan mengecil kembali perlahan-lahan ke bentuk semula(Nikmatiah, 2018)

Salah satu komponen involusio adalah penurunan fundus uteri. Di samping involusi,
terjadi juga perubahan-perubahan penting yakni laktasi dan gangguan laktasi merupakan salah
satu penyebab penurunan fundus uteri terganggu. Apabila proses involusi ini tidak berjalan
dengan baik maka akan timbul suatu keadaan yang disebut sub involusi uteri yang akan
menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40 hari, hal ini mungkin
disebabkan karena ibu tidak mau menyusui, takut untuk mobilisasi atau aktifitas yang kurang.
(Nikmatiah, 2018)

Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian mengenai faktor yang


mempengaruhi involusi uteri pada ibu post partum, oleh karena itu peneliti ingin merangkum
literatur yang bertujuan untuk mengidentifikasi semua faktor yang terkait involusi uteri pada ibu
post partum.(Juliadin, 2020)

Kurangnya kontraksi uterus yang adekuat pada masa nifas dapat menghambat proses
involusi uterus menyebabkan subinvolusi rahim, yang dapat mengakibatkan komplikasi. Pada
subinvolusi terjadi kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/proses involusi rahim
tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilan uterus terhambat. Subinvolusi
uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang lebar tidak
menutup sempurna, sehingga pendarahan terjadi terus menerus, menyebabkan permasalahan
lainya baik itu infeksi maupun inflamasi pada bagian rahim terkhususnya endromatrium.
Sehingga proses involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu. Namun, kontraksi rahim
dapat ditingkatkan dengan pemberian oksitosin. Oksitosin dapat diperoleh dengan berbagai cara
baik melalui oral, intra- nasal, intra muscular, maupun dengan pemijatan yang merangsang
keluarnya hormon oksitosin. (ANI MELINAWATI, 2018)
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:

1) Iskemia myometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari uterus setelah
pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia dan menyebabkan serat otot atrofi
2) Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga penjangnya 10 kali dari semula dan lebar lima kali dari semula selama kehamilan
atau dapat juga dikatakan sebagai perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sitoplasma sel yang berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal
sebagai jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.(Nurul Azizah, 2019)
3) Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap pengehentian produksi estrogen yang
menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan
desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang
akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.(Nurul Azizah, 2019)
4) Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir.
Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang
sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi
Oksitosin dapat dirangsang dengan melakukan pijat, teknik pijat yang dapat
merangsang pelepasan hormon oksitosin termasuk pijat oksitosin dan pijat endorphin.
Pijat oksitosin adalah tindakan pijat bagian tulang belakang (vertebra) mulai dari nervus
costa ke 5-6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk
menyampaikan perintah ke otak bagian belakang untuk menghasilkan oksitosin. Pijat
endorphin adalah teknik sentuhan dan pijatan ringan untuk memberikan rasa tenang dan
kenyamanan yang dapat meningkatkan pelepasan oksitosin dan hormon endhorpin. Jadi,
ketika pijat endorphin diberikan kepada ibu post partum, dapat memberikan rasa tenang
dan kenyamanan yang dapat meningkatkan respon hipotalamus dalam memproduksi
hormon oksitosin yang dapat meningkakan proses involusi uterus.(ANI MELINAWATI,
2018)
Tindakan pijat oksitosin perlu dilakukan pada ibu post partum, terutama pada hari
1-3 untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin. Gabungan pijat oksitosin-endhorpin
massage sangat efektif, kombinasi menyebabkan dampak yang lebih signifikan pada
proses involusi uterus karna pijat dilakukan di seluruh jaringan ikat akan meningkatkan
kadar beta- endorphin dan oksitosin, ibu akan rileks sehingga mengurangi stres dan
hormon oksitosin akan diproduksi tanpa inhibitor. Selanjutnya, pijat akan memicu
hipofisis anterior untuk mensekresikan endorfin yang menghailkan sensasi nyeri
berkurang dan tubuh akan merasa santai,yang akan meningkatkan pelepasan hormon
oksitosin yang bertindak untuk meningkatkan kontraksi uterus(ANI MELINAWATI,
2018)

2.4 Perubahan Hormonal Masa Nifas


Beberapa ibu nifas akan mengalami gangguan psikologis akibat dari perubahan hormon pasca
melahirkan. Hal ini dikarenakan, pada jam-jam pertama kelahiran ibu masih merasakan
kelelahan karena proses persalinannya, sehingga ibu masih fokus pada dirinya dan tidak jarang
proses menyusui menjadi tertunda. Ini merupakan salah satu faktor yang menghambat produksi
ASI sehingga dapat menyebabkan reflek isapan bayi berkurang yang akan menghambat pula
pengeluaran hormon oksitosin.

Faktor lain yang menghambat pengeluaran oksitosin adalah kecemasan ibu. Kecemasan
merupakan perasaan personal dimana terdapat reaksi secara umum atas ketidakmampuan dalam
menangani suatu kesulitan ataupun hilangnya rasa aman yang berbentuk ketegangan mental yang
membuat gelisah yang ditandai dengan perubahan fisiologis serta psikologis. Rasa cemas
merupakan salah satu ketidaknyamanan psikologis yang dialami oleh ibu postpartum.(Anggraeni
& Saudia, 2021)

setelah persalinan, kadar estrogen serta progesteron pada tubuh menurun, ibu terkadang
merasa kelelahan setelah melahirkan serta merasakan nyeri pada perineum. Ibu dapat merasa
sangat tertekan serta dapat menangis untuk hal yang tidak dipahami. Perasaan cemas terhadap
kemampuan dirinya dalam hal mengurus dan menjaga bayi setelah pulang dari rumah sakit serta
perasaan takut menjadi tidak menarik didepan suami, hal inilah fase adaptasi psikologis yang
dialami oleh ibu postpartum. Perubahan secara tiba-tiba pada kondisi hormonal menyebabkan
ibu postpartum menjadi lebih sensitif terhadap hal yang dapat ditangani dalam kondisi normal.
(Anggraeni & Saudia, 2021)

a) Hormon plasenta
Keluarnya plasenta menyebabkan penurunan secara drastis hormon-hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Penurunan human placental lactogen tidak dapat terdeteksi
dalam 24 jam dan kadar hormon gonadotropin korionik turun dengan cepat. Hormon
estrogen turun sampai 90 % dalam 3 jam pasca melahirkan dan berkelanjutan secara
lambat sampai hari ke-7 pasca melahirkan untuk mencapai kadar terendahnya. Estrogen
akan kembali normal sekitar 3 minggu pada wanita yang menyusui. Berbeda pada wanita
yang tidak menyusui estrogen akan lambat kembali normalnya. Hormon progesteron
turun padah hari ke3 pascapartum dan tidak dapat terdeteksi pada hari ke-7. Hormon
progesteron akan kembali normal setelah ovulasi pertama.
b) Hormon Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium
Hormon gonadotropin menurun cepat setelah melahirkan dan tetap rendah sampai terjadi
ovulasi. Kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH)
rendah pada ibu postpastum selama 10-12 hari. Pada ibu menyusui ovulasi terjadi pada
hari ke -27 pasca melahirkan dan mengalami menstruasi pertama setelah 6 minggu
melahirkan. Pada ibu menyusui, hisapan bayi pada saat menyusu mempengaruhi waktu
kembalinya ovulasi

2.5 Dukungan Menjadi Seorang Ibu


Periode post partum merupakan masa yang pasti dialami oleh setiap ibu melahirkan. Pada
periode ini ibu post partum mengalami perubahan diantaranya perubahan fisiologis dan
perubahan psikologis. Ibu post partum dituntut untuk dapat beradaptasi pada kedua perubahan
tersebut. Waktu pencapaian adaptasi psikologis yang lama dapat mempengaruhi tugas
perkembangan ibu post partum. Banyaknya ibu post partum yang merasa kurang maksimal
dalam melakukan peran barunya yaitu sebagai seorang ibu, maka dukungan keluarga pada masa
nifas diduga terkait dengan waktu pencapaian adaptasi psikologis (letting go)(Saufika, 2019)
Post Partum atau masa nifas merupakan masa yang pasti dialami oleh setiap ibu
melahirkan. Masa ini berlangsung selama 42 hari. Pada masa ini ibu post partum mengalami
beberapa perubahan diantaranya perubahan fisiologis dan perubahan psikologis. Perubahan
fisiologis pada Ibu post partum meliputi perubahan pada system kardiovaskuler, integument,
neurologi, urinarius, musculoskeletal dan kekebalan. Sedangkan pada perubahan psikologis
berupa penambahan tanggung jawab selain sebagai istri juga menjadi seorang ibu.(Saufika,
2019)

Pengalaman menjadi orang tua khususnya menjadi seorang ibu tidaklah selalu merupakan
suatu hal yang menyenangkan bagi setiap wanita atau pasangan suami istri. Realisasi tanggung
jawab sebagai seorang ibu merupakan faktor pemicu munculnya gangguan emosi, intelektual,
dan tingkah laku pada seorang wanita. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam
menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai seorang ibu. Sebagian wanita berhasil
menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindrom yang oleh para
peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.

Banyak hal yang dapat menambah beban hingga membuat seorang wanita merasa down. Banyak
juga wanita yang merasa tertekan setelah melahirkan, sebenarnya hal tersebut adalah wajar.
Perubahan peran seorang ibu semakin besar dengan lahirnya bayi yang baru lahir. Dukungan
positif dan perhatian dari seluruh anggota keluarga lainnya merupakan suatu hal yang dibutuhkan
oleh ibu. Dalam menjalani adaptasi masa nifas, sebagian ibu dapat mengalami fase-fase sebagai
berikut:

a. Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan berlangsung pada hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu baru umumnya pasif dan tergantung,
perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya. Pengalaman selama proses
persalinan berulang kali diceritakannya. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif
terhadap lingkungannya. Kemampuan mendengarkan (listening skills) dan menyediakan
waktu yang cukup merupakan dukungan yang tidak ternilai bagi ibu. Kehadiran suami
dan keluarga sangat diperlukan pada fase ini. Petugas kesehatan dapat menganjurkan
kepada suami dan keluarga untuk memberikan dukungan moril dan menyediakan waktu
untuk mendengarkan semua yang disampaikan oleh ibu agar dia dapat melewati fase ini
dengan baik. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah
sebagai berikut:
1. Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya
misalkan: jenis kelamin tertentu, warna kulit, dan sebagainya b.
Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan perubahan fisik yang dialami
ibu misalnya rasa mules akibat dari kontraksi rahim, payudara bengkak, akibat
luka jahitan, dan sebagainya c. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui
bayinya d. Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat
bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak
nyaman karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu saja,
tetapi tanggung jawab bersama.
Pada saat ini tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan fisik dan psikologis yang dapat diakibatkan karena kurang istirahat,
selain itu peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
b. Fase taking hold
Fase taking hold adalah fase/periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu memiliki perasaan yang sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung dan gampang marah sehingga kita perlu berhati-hati dalam
berkomunikasi dengan ibu. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini
merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai masukan dalam merawat diri
dan bayinya sehingga timbul percaya diri. Tugas sebagai tenaga kesehatan yakni
mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan,
mengajarkan senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu seperti
gizi, istirahat, kebersihan diri, dan lain-lain.
c. Fase letting go
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri,
merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah meningkat. Pendidian
kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu agar
lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.
Dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan ibu. Suami dan
keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu
tidak terlalu lelah dan terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup sehinga
mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat bayinya. Pada periode ini ibu
mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan harus beradaptasi dengan segala
kebutuhan bayi sangat bergantung pada ibu, hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu,
kebebasan serta hubungan sosial. Jika hal ini tidak dapat dilalui dengan baik maka dapat
menyebabkan terjadinya post partum blues dan depresi post partum.

Dukungan suami merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah,
apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi
masalah yang terjadi akan meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi
ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain :

1) Respon dan dukungan keluarga dan teman. Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang
pertama kali melahirkan akan sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya
karena ia belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya.
Ia masih sangat asing dengan perubahan peran barunya yang begitu fantastis terjadi
dalam waktu yang begitu cepat, yakni peran sebagai “ibu” Dengan respon positif dari
lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan
bagi bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.
2) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi Hal yang dialami
oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya terhadap perannya
sebagai ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya ia harus berjuang untuk
melahirkan bayinya dan hal tersebut akan memperkarya pengalaman hidupnya untuk
lebih dewasa. Banyak kasus terjadi, setelah ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia
bertekad untuk lebih meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya
3) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu. Walaupun bukan kelahiran
anak berikutnya bukan pengalaman pertama, namun kebutuhan dukungan positif dari
lingkungannya tidak berbeda dengan ibu yang melahirkan anak yang pertama. Hanya
perbedaannya adalah teknik penyampaian dukungan yang diberikan lebih kepada support
dan apresiasi dari keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada persalinan yang
lalu.
4) ) Pengaruh budaya Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit
lebih banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini,
apalagi jika ada hal yang tidak sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan
budaya yang di anut pada lingkungan ibu.

Sementara itu selain faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan masa transisi ibu, ada pula
faktor yang menghambat keberhasilan masa transisi ibu antara lain :

1) Lingkungan yang kurang nyaman untuk ibu


2) Tidak ada atau kurangnya dukungan dari suami dan keluarga serta kerabata terdekat
3) Pernah mengalami masalah atau gangguan psikologis sebelumnya
4) Kelahiran bayi yang tidak di inginkan
5) Tidak adanya perhatian dari seorang suami sebagai support system pertama untuk ibu

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk megurangi resiko ketidakberhasilan ibu dalam
melewati fase masa nifasnya antara lain :

1) Menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya
2) Peningkatan support mental atau dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan
psikologis. (Endriyani, 2020)

Hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir ketidakberhasilan ibu dalam melwati masa
nifasnya antara lain :

1) Anjurkan ibu untuk merawat dirinya sendiri


2) Sarankan ibu untuk membuang rasa cemas dan khawatir. (Endriyani, 2020)
3) Mintalah bantuan keluarga dan suami untuk merawat ibu dan bayinya
4) Rencanakan acara keluar Bersama bayi dan suami. (Endriyani, 2020)

2.6 Aspek Sosial Budaya Pada Masa Nifas


Perawatan masa nifas merupakan suatu upaya yang dilakukan bidan, ibu nifas dan keluarga
dengan tujuan agar kebutuhan nutrisi pada ibu nifas tercukupi, personal hygine terjaga, adanya
perawatan payudara, istirahat dan tidur cukup, sehingga dapat mencegah terjadinya tanda bahaya
selama masa nifas yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan berdampak pada kematian

Kepercayaan dan keyakinan budaya terhadap perawatan ibu post partum, masih banyak
dijumpai dilingkungan masyarakat. Mereka meyakini budaya perawatan ibu setelah melahirkan
dapat memberikan dampak yang positif dan menguntungkan bagi mereka. banyak kepercayaan
dan keyakinan budaya perawatan ibu post partum, di antaranya pembatasan asupan cairan,
makanan dibatasi dan hanya boleh makan sayur-sayuran, tidak boleh mandi, diet makanan, tidak
boleh keluar rumah, menggunakan alas kaki, menggunakan gurita, tidak boleh tidur siang hari
bahkan mereka meyakini kolostrum tidak baik untuk anak.

Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa


masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir.
Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif. Hubungan antara
budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat
desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi
mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan
dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting
bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan(Endriyani, 2020)

Perawatan nifas dengan melakukan urut atau pijat , memakai pilis, parem dan tapel
adalah merupakan perawatan yang dapat memberikan manfaat kesehatan bagi ibu nifas terhadap
budaya perilaku hidup sehat. Sejak hari pertama sampai dengan hari ketiga seluruh tubuh ibu di
urut, dalam upaya membersihkan darah kotor dan melancarkan ASI. Selama dalam perawatan
nifas ibu juga diolesi tapel, pilis, dan parem. Hal ini bertujuan untuk menghaluskan muka, tubuh
dan mengencangkan kulit. Perencanaan dan implementasi dari Teori ini sangat relevan dan
diterapkan secara nyata dalam praktek keperawatan, karena teori ini sesuai dengan budaya
perilaku hidup sehat(Safitri et al., 2020)

Pengetahuan tentang perawatan masa nifas yang baik akan membentuk suatu tindakan
atau perilaku positif. Seseorang dengan pengetahuan yang cukup dapat menerapkan apa yang ia
tahu kedalam pelaksanaan di kehidupan sehari-hari, sehingga perilaku yang baik akan kesehatan
khususnya mengenai perawatan pada ibu masa nifas.

Contoh aspek sosial budaya pada masa nifas :

1. Masa nifas dilarang makan telur, daging, ikan, udang, keong , gula merah pernyataan
tersebut tidaklah benar karena pada masa nifas ibu memerlukan makanan yang bergizi
dan seimbang agar ibu dan bayi tetap sehat.
2. Setelah melahirkan ibu nifas hanya diperbolehkan makan tahu dan tempe tanpa diberikan
garam sehingga rasa makanan tetap natural , dilarang makan dan minum secara
berlebihan dan disarankan makanan harus di bakar, hal ini tidak benar dikarenakan
makanan yang sehat akan mempercepat penyembuhan luka.
3. Tentang ramu-ramuan dalam proses kelahiran dan pasca persalinan, Setiap kebudayaan
memiliki kepercayaan mengenai berbagai ramuan atau bahan obat-obatan yang dapat
digunkan pada saat wanita hamil telah merasakan akan lahirnya sang bayi.Umumnya
bahan obat-obatan itu terdiri dari ramu-ramuan yang diracik dari berbagai tumbuh-
tumbuhan, seperti daun-daunan, akar-akara, atau bahan-bahan lainnya yang diyakini
berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan.Ramuan yang
dianjurkan ole dukun bayi untuk diminum atau dimakan oleh calon ibu bervariasi, sesuai
dengan pengetahuan budaya setempat dan menurut ketersediaan bahan-bahan di
lingkungan sekitar.Di Bali, misalnya, balian manak menganjurkan pasienya yang hamil
tua untuk minm jamu daun waru atau minum air kelapa muda agar kelak persalinannya
lancar, juga dianjurkan minum air kelapa dari kelapa yang masih sangat muda yang
dicampur dengan madu dan kunyit dengan tujuan menambah tenaga.

Mitos-mitos yang lahir di masyarakat perlu dipertimbangkan kebenarannya hal ini dikarenakan
masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang merawat bayi. Mitos yang biasa beredar di
kalangan masyarakat antara lain :

1. Di bedong agar kaki tidak bengkok


2. Hidung di Tarik-tarik agar mancung
3. Pemakaian gurita agar tidak kembung
4. Menggunting bulu mata agar tumbuhnya lebih lentik ke atas
5. Jangan memeras kencang-kencang baju bayi yang sedang di cuci karena akan membuat
bayi gelisah tidurnya
6. Popok kain lebih baik daripada popok diapers.

Pandangan kebudayaan dalam proses persalinan hingga masa nifas tentunya akan selalu berbeda
di setiap wilayahnya, aspek social budaya yang pada masyarakat juga tidak sepenuhnya dapat
dipercaya, hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaiman cara
merawat ibu dan bayi yang benar. Oleh karena itu sebaiknya sebagai tenaga Kesehatan harus
selalu menambah ilmu pengetahuan tentang bagaimana melakukan asuhan kebidanan pada masa
nifas yang baik dan benar tentunya harus sesuai kewenangan kebidanan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Penutup
Petugas kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam hal perawatan ibu masa nifas,
selain untuk memantau proses pemulihan kembali alat-alat reproduksi, memberikan ibu dan
keluarga pemahaman tentang kebutuhan selama masa nifas, baik itu perawatan ibu maupun
bayinya, pencegahan ibu dari infeksi masa nifas dan juga petugas kesehatan dapat mengkaji
pendekatan tradisi/budaya yang dilakukan masyarakat, tenaga kesehatan juga harus mampu
menyikapi perbedaan budaya serta isu-isu budaya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

Pengetahuan tentang perawatan masa nifas yang baik akan membentuk suatu tindakan
atau perilaku positif. Seseorang dengan pengetahuan yang cukup dapat menerapkan apa yang ia
tahu kedalam pelaksanaan di kehidupan sehari-hari, sehingga perilaku yang baik akan kesehatan
khususnya mengenai perawatan pada ibu masa nifas. Dukungan suami sangat penting dan tidak
bisa diremehkan, yang tak kalah penting membangun suasana positif, dimana istri merasakan
hari-hari pertama yang melelahkan. Oleh sebab itu dukungan atau sikap positif dari pasangan dan
keluarga akan memberi kekuatan tersendiri bagi ibu post partum

3.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami dan menerapkan dengan baik dan benar untuk dapat
menegakkan diagnose pada bayi baru lahir dan untuk dapat mengaplikasikan dalam Tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Agnes Dwiana Widi Astuti. (2021). Hubungan pengetahuan ibu nifas terhadap perilaku personal
hygiene selama masa nifas di RB mulia sungai raya dalam. Journal of Health Research,
4(2), 59–68.
Anggraeni, N. P. D. A., & Saudia, B. E. P. (2021). Gambaran Tingkat Kecemasan dan Kadar
Hormon Kortisol Ibu Nifas. Jurnal Bidan Cerdas, 3(2), 55–63.
https://doi.org/10.33860/jbc.v3i2.420
ANI MELINAWATI. (2018). PENGARUH KOMBINASI PIJAT OKSITOSIN DAN
ENDHORPIN MASSAGE TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST
PARTUM DI BPS DESY ANDRIANI,S.TR.KEB BANDAR LAMPUNG TAHUN 2018.
Urnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 5(3), 1–13. http://dx.doi.org/10.1186/s13662-017-
1121-6%0Ahttps://doi.org/10.1007/s41980-018-0101-2%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.cnsns.2018.04.019%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.cam.2017.10.014%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1016/j.apm.2011.07.041%0Ahttp://arxiv.org/abs/1502.020
Cookson, M. D., & Stirk, P. M. R. (2019). Perubahan Hormon Ibu Post Partum. Poltekkes Jogja,
10–46.
Endriyani, A. (2020). Pengalaman ibu nifas terhadap budaya dalam perawatan masa nifas.
Jurnal Kebidanan, 9(1), 45. https://doi.org/10.26714/jk.9.1.2020.45-52
Heni puji wahyuningsih. (2018). asuhan kebidanan nifas dan menyusui.
Indahningrum, R. putri, Naranjo, J., Hernández, Naranjo, J., Peccato, L. O. D. E. L., &
Hernández. (2020). FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN BABY
BLUES SYNDROME PADA IBU NIFAS. Applied Microbiology and Biotechnology,
2507(1), 1–9. https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.02.027%0Ahttps://www.golder.com/
insights/block-caving-a-viable-alternative/%0A???
Juliadin, F. (2020). Literatur Review : Faktor Yang Mempengaruhi. Jurnal Kesehatan, 1–10.
Nikmatiah, T. (2018). Pengaruh Senam Nifas..., Tita Nikmatiah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,
2015. 2005, 2011–2013.
Nurul Azizah, N. A. (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. In
Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
https://doi.org/10.21070/2019/978-602-5914-78-2
Safitri, F., Rahmi, N., Melati, K., & Marniati, M. (2020). Perilaku Ibu Terhadap Tradisi
Perawatan Masa Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh. Journal
of Healthcare Technology and Medicine, 6(1), 538. https://doi.org/10.33143/jhtm.v6i1.864
Saufika, F. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Waktu Pencapaian Adaptasi
Psikologis (Letting Go) pada Ibu Postpartum di Wilayah Puskesmas Maesan Bondowoso.
Universitas Muhammadiah Jember, 1–11.
http://repository.unmuhjember.ac.id/7356/1/ARTIKEL.pdf

Anda mungkin juga menyukai