Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI


DI UPT PUSKESMAS KEDIRI KABUPATEN LOMBOK BARAT

Untuk memenuhi persyaratan Stase Holistik Nifas dan Menyusui

Disusun Oleh :

ENDRI SUASTIKA MARTIANA


P07124222011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


POLTEKKES KEMENKES MATARAM
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Stase Fisiologis Holistik Nifas dan Menyusui Asuhan


Kebidanan Nifas dan Menyusui di UPT Puskesmas Kediri Kabupaten Lombok
Barat telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Oktober 2022.

Mataram, Oktober 2022

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

Made Sri Wardani,S.Keb Suwanti,SST.,M.Kes


NIP.197002151990032004 NIP.197805122002122002
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas


berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Holistik Pada Nifas dan Menyusui ini
tepat pada waktunya.Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini,penulis
mendapatkan mendapatkan banyak bantuan, bimbingan pengarahan dari berbagai
pihak . Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan
terima kasih banyak kepada:
1. Bapak H. Awan Dramawan,S.Pd.M.Kes, selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Mataram.
2. Bapak H.Sahruji,SKM,MM., selaku Kepala di UPT Puskesmas Kediri
3. Ibu Syajaratuddur Faiqah,SSiT.M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Mataram.
4. Ibu Hj. Iin Rumintang SST.,M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Kebidanan
Politeknik Kesehatan Mataram.
5. Ibu Ni Made Sri Wardani,S.Keb. selaku Pembimbing Lahan di UPT
Puskesmas Kediri
6. Ibu Suwanti,SST.,M.Kes,selaku Pembimbing Pendidikan.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Pendahuluan Nifas dan
Menyusui ini belum sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan.

Mataram, Oktober 2022

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI MASA NIFAS


1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum
hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama masa
pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan
fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidak nyamanan
pada awal postpartum, yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi
patologis bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik (Yuliana & Hakim,
2020).
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut Wulandari (2020) Ada beberapa tahapan yang di alami oleh
wanita selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :
1) Immediate puerperium, yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu
telah di perbolehkan berdiri atau jalan-jalan
2) Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan.
pemulihan menyeluruh alat-alat reproduksi berlangsung selama 6- minggu
3) Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah melahirkan, inilah
waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan sehat sempurna. Waktu
sehat bisa berminggu minggu, bulan dan tahun.
3. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas
Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum
Menurut Sutanto (2019) :
a. Fase Talking In (Setelah melahirkan sampai hari ke dua)
1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya.
2) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.
3) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.
4) Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktu melahirkan.
5) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan
tubuh ke kondisi normal.
6) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi.
7) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuh tidak berlangsung normal.
8) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah
sebagai berikut:
b. Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai 10)
1) Ibu merasa merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi,
muncul perasaan sedih (baby blues).
2) Ibu memperhatikan kemampuan men jadi orang tua dan
meningkatkan tenggung jawab akan bayinya.
3) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK,
BAB dan daya tahan tubuh.
4) Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggen dong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok.
5) Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan pribadi.
6) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa
tidak mampu membesarkan bayinya.
7) Wanita pada masa ini sangat sensitif akan ketidakmampuannya,
cepat tersinggung, dan cenderung menganggap pemberi tahuan bidan
sebagai teguran. Dianjur kan untuk berhati-hati dalam berko munikasi
dengan wanita ini dan perlu memberi support.
c. Fase Letting Go (Hari ke-10sampai akhir masa nifas)
1) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya. Setelah ibu
pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta perhatian
keluarga.
2) Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan
memahami kebutuhan bayi
4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami
perubahan setelah melahirkan antara lain Risa & Rika (2014) :
1) Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi
sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus Uterinya
(TFU).
Perubahan Uterus

Setinggi pusat 1000 gr


2 jari dibawah pusat 750 gr
½ pst symps 500 gr
Tidak teraba 350 gr
Bertambah kecil 50 gr
Normal 30 gr

2) Lokhea Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses
involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan
waktu keluarnya:
a) Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisasisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.
b) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
c) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari
ke-7 sampai hari ke14.
d) Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat
berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang menetap
pada awal periode post partum menunjukkan adanya tanda-tanda
perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa
atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat
menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri
pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan
nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”.
Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.
3) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara
labia menjadi lebih menonjol.
4) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post
partum hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya,
sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.
5) Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang
berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan
kurangnya aktivitas tubuh.
6) Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami
kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan
berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.
7) Perubahan Sistem Muskuloskeletal Otot-otot uterus berkontraksi segera
setelah partus, pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot
uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan perdarahan. Ligamen-
ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan,
secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara
sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
8) Perubahan Sistem Kardiovaskuler Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-
tiba. Volume darah bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi
kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga
sampai kelima postpartum.
9) Perubahan Tanda-tanda Vital Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus
dikaji antara lain:
a) Suhu badan Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik
sedikit (37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu
badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi
karena ada pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun,
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.
b) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi
sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi
100x/menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau
perdarahan post partum.
c) Tekanan darah Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan
tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada
perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat post partum menandakan
terjadinya preeklampsi post partum.
d) Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan
ada tanda-tanda syok.
5. Kebutuhan Masa Post Partum
a. Nutrisi dan Cairan
Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang
baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi
susunan air susu. Kebutuhan gizi iba saat menyusui adalah sebagai berikut:
1) Konsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari
2) Diet berimbang protein, mineral dan vitamin
3) Minum sedikitnya 2 liter tiap hari (+8 gelas)
4) Fe/tablet tambah darah sampai 40 hari pasca persalinan
5) Kapsul Vit. A 200.000 unit
b. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) adalah kebijaksanaan agar
secepatnya tenaga kesehatan membimbing ibu post partum bangun dari
tempat tidur membimbing secepat mungkin untuk berjalan. Ibu post
partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24 - 48 jam
postpartum. Hal ini dilakukan bertahap. Ambulasi dini tidak dibenarkan
pada ibu post partum dengan penyulit misalnya anemia, penyakit jantung
penyakit paru-paru, demam dan sebagainya. Keuntungan dari ambulasi
dini:
1) Ibu merasa lebih sehat
2) Fungsi usus dan kandung kemih lebih baik.
3) Memungkinkan kita mengajarkan ibu untuk merawat bayinya.
4) Tidak ada pengaruh buruk terhadap proses pasca persalinan, tidak
memengaruhi penyembuhan luka, tidak menyebabkan perdarahan,
tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri
c. Eliminasi
Setelah 6 jam post partum diharapkan. ibu dapat berkemih, jika
kandung kemih penuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih disarankan
melakukan kateterisasi. Hal-hal yang menyebabkan kesulitan berkemih
(predlo urine) pada post partum:
Berkurangnya tekanan intra abdominal.
1) Otot-otot perut masih lemah.
2) Edema dan uretra
3) Dinding kandung kemih kurang sensitif
4) Ibu post partum diharapkan bisa defekasi atau buang air besar
setelah hari kedua post partum jika hari ketiga belum delekasi bisa
diberi obat pencahar oral atau rektal.
d. Kebersihan diri
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.
Oleh karena itu kebersihan tubuh pakaian, tempat tidur, dan lingkungan
sangat penting untuk tetap terjaga. Langkah langkah yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh terutama perineum
2) Mengajarkan ibu cara memberikan alat kelamin dengan sabun dan air
dari depan ke belakang
3) Sarankan ibu ganti pembalut setidaknya dua kali sehari
4)Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan alat kelamin
5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi luka jahit pada alat
kelamin, menyarankan untuk tidak menyentuh daerah tersebut
(Elisabeth Siwi Walyani,2017).
e. Rencana KB
Rencana KB setelah ibu melahirkan itu sangatlah penting, dikarenakan
secara tidak langsung KB dapat membantu ibu untuk dapat merawat
anaknya dengan baik serta mengistirahatkan alat kandungannya
(pemulihan alat kandungan). Ibu dan suami dapat memilih alat kontrasepsi
KB apa saja yang ingin digunakan. Manfaat berKB :
a. Agar ibu tidak cepat hamil lagi (minimal 2 tahun)
b. Agar ibu punya waktu kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.
f. Kebutuhan Perawatan Payudara
a) Sebaiknya perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil
supaya putting lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan
menyusui bayinya.
b) Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara
pembalutan mamae sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk
supresi LH seperti tablet Lynoral Pardolel.
c) Ibu menyusui harus menjaga payudara untuk tetap bersih dan kering.
d) Menggunakan bra yang menyokong payudara.
e) Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar
pada sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui, kemudian
apabila lecetnya sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam.
ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.
Selain itu, untuk menghilangkan rasa nyeri dapat minum
paracetamol 1 tablet setiap 4-6 jam.
g. Latihan Senam Nifas
Selama kehamilaan dan persalinan ibu banyak mengalami
perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendur, longgarnya liang
senggama dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan
normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik
dilakukan pada ibu setelah melahirkan.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama
melahirkan setiap hari sampai hari kesepeluh. Terdiri dari sedret gerakan
tubuh yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu. Fungsi
dari senam nifas adalah untuk mengembalikan kondisi kesehatan, untuk
mempercepat penyembuhan, memulihkan, memperbaiki regangan pada otot-
otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung, dasar
panggul, dan perut serta mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi yang
dapat dicegah sedini mungkin dengan melaksanakan senam nifas
adalah perdarahan post partum. Saat melaksanakan senam nifas terjadi
kontraksi otot-otot perut yang akan membantu proses involusi yang mulai
setelah plasenta keluar.
Senam nifas dapat membantu pengembalian involusi uteri lebih
cepat dibanding dengan yang tidak diberikan senam nifas. Karena
dengan senam nifas, ibu akan diberikan beberapa gerakan- gerakan yang
berguna untuk mengencangkan otot-otot, terutama otot perut, abdomen,
lutut, bokong, tungkai, dimana gerakan-gerakan itu mampu membantu
pengembalian involusio uteri lebih cepat. Menurut Indra. G & Titi.A (2015)
di Bidan Praktek Mandiri Benis Jayanto Ngentak, klaten Terdapat 9 ibu
postpartum dan 5 ibu postpartum yang melakukan senam nifas mengalami
involusio uteri secara normal sedangkan yang tidak melakukan senam nifas
mengalami sub involusio uteri sebanyak 4 ibu postpartum. Alasan ibu
postpartum tidakmelakukan senam nifas karena tidak sempat melakukan
dan takut nyeri luka jahit.
6. Tanda Bahaya Masa Nifas
a. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba
(melebihi haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih dari
2 pembalut saniter dalam waktu setengah jam).
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras.
c. Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung Sakit Kepala yang terus
menerus. nyeri epigastrium, atau, masalah penglihatan.
d. Pembengkakan pada wajah dan tangan Deman muntah, rasa sakit
sewaktu buang air seni, atau merasa tidak enak badan Payudara yang
memerah panas dan/atau sakit.
e. Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan Rasa sakit.
warna merah, kelembutan dan/atau pembengkakan pada kaki.
f. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri-sendiri atau bayi.
g. Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah(Wilujeng & Hartati,
2018).
7. Kunjungan Masa Nifas
a. Kunjungan I (6 - 8 jam setelah persalinan)
Tujuan Kunjungan:
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lainperdarahan rujuk jika
perdarahan belanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah pedarahan masa nifas karena atonia uteri
4) Pemberian ASI awal
5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
Tujuan kunjungan:
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus
berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)
Tujuan kunjungan:
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat
4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)
Tujuan kunjungan:
1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit - penyulit yang ia atau bayi
alam
8. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Dalam masa nifas ini, tidak sedikit ibu yang mengalami problem
kesehatan seperti nyeri, bengkak pada kaki, ketidakmampuan menyusui
dan nutrisi. Budaya dan mitos yang kadang kurang menguntungkan kesehatan
ibu di masa nifas masih menjadi masalah. Program nasional masa nifas
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melakukan deteksi dini
infeksi dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, dengan cara
melakukan kunjungan sebanyak empat kali selama periode masa nifas.
Bidan mempunyai peran yang sangat penting dalam masa ini melalui
pendidikan kesehatan, monitoring, dan deteksi dini bahaya nifas.
Kunjungan selama nifas sering dianggap tidak penting oleh tenaga
kesehatan karena sudah merasa baik dan selanjutnya berjalan dengan
lancar. Konsep early ambulation dalam masa post-partum merupakan hal
yang perlu diperhatikan karena terjadi perubahan hormonal. Pada masa
ini, ibu membutuhkan petunjuk dan nasihat dari bidan sehingga proses
adaptasi setelah melahirkan berlangsung dengan baik.
Menurut Walyani & Purwoastusi (2015) mengatakan bahwa kunjungan
masa nifas adalah 4 kali yaitu 6-8 jam post partum, 2-6 hari post
partum, 7-14 hari post partum, 15-40 hari post partum. Kebijakan program
nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan
kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1. Menjaga kesehatan ibu maupun bayinya, baik fisik maupun psikologis.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
B. Tinjauan Teori Menyusui
A. Pengertian Menyusui
Menyusui merupakan suatu proses ilmiah, namun sering ibu-ibu tidak
berhasil atau menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya (Depkes
RI, 2008). Ibu menyusui adalah ibu yang memberikan air susu kepada bayi
dari buah dada (Kamus Besar Bahasa Indonesia). ASI adalah cairan putih
yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. ASI
diproduksi dalam kelenjar-kelenjar susu tersebut, kemudian ASI masuk ke
dalam saluran penampungan ASI dekat putting melalui saluran-saluran air
susu (ductus), dan akan disimpan sementara dalam penampungan sampai
tiba saatnya bayi mengisapnya melalui putting payudara (Nur Khasanah,
2011).
Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae melalui
duktus ke sinus lactiferous.Hisapan merangsang produksi oksitosin oleh
kelenjar hypofisis posterior.Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan
kontraksi sel-sel khusus (sel-sel myoepithel) yang mengelilingi alveolus
mamae dan duktus lactiferous. Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong ASI
keluar dari alveoli melalui duktus lactiferous menuju sinus lactiferous,
tempat ASI akan disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI di dalam sinus
tertekan keluar ke mulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini dinamakan
letdown reflect atau “pelepasan”. Pada akhirnya, letdown dapat keluar tanpa
rangsangan hisapan.
B. Teknik Menyusui
Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan putting susu
menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi
ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu (Wulandari & Handayani,
2011). Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada
bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar.
1. Persiapan menyusui
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan
kehamilan.Pada kehamilan, payudara semakin padat karena retensi air,
lemak serta berkembanganya kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan
tegang dan sakit.Bersamaan dengan membesarnya kehamilan,
perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI makin tampak.
Payudara makin besar, putting susu makin menonjol, pembuluh darah
makin tampak, dan aerola mamae makin menghitam (Sulystyawati,
2009).Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan
cara :
a) Membersihkan putting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel
yang lepas tidak menumpuk.
b) Putting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk
memudahkan isapan bayi.
c) Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau
dengan jalan operasi (Sulystyawati, 2009).
Tidak ada perawatan khusus untuk putting atau payudara sebelum
menyusui.Putting sudah dirancang untuk menyusui. Dalam banyak kasus,
mereka akan menjalankan fungsinya dengan sukses tanpa persiapan.
Seorang ibu mungkin akan mengalami kesulitan ketika belajar
menyusui bayinya pertama kali. Anda bisa membantunya dengan
menunjukkan padanya posisi yang benar untuk menyusui. Posisi yang
baik membantu bayi minum lebih baik dan mencegah putting susu jadi
kempis atau pecah (Klein, 2009).
2. Teknik Dasar Menyusui
Adapun teknik dasar pemberian ASI sebagai berikut:
a) Sebelum menyusui, keluarkan ASI sedikit, oleskan pada putting dan
areola (kalang) di sekitarnya sebagai desinfektan dan untuk menjaga
kelembaban putting.
b) Letakkan bayi menghadap payudara ibu. Pegang belakang bahu bayi
dengan satu lengan.Kepala bayi terletak di lengkung siku ibu.Tahan
bokong bayi dengan telapak tangan. Usahakan perut bayi menempel
pada badan ibu dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya
membelokkan kepala bayi).
c) Untuk memasukkan payudara ke mulut bayi, pegang payudara dengan
ibu jari atas. Jari yang lain menopang di bawahnya.Jangan menekan
putting susu atau areola-nya saja ( Icemi, 2013).
d) Beri bayi rangsangan membuka mulut (rooting reflek) dengan cara
menyentuh pipi atau sisi mulut bayi dengan putting. Setelah bayi
membuka mulut, segera dekatkan putting ke mulut bayi.Jangan
menjejalkan putting ke mulutnya. Biarkan bayi mengambil inisiatif.
e) Pastikan bayi tidak hanya mengisap puting, tetapi seluruh areola
masuk ke dalam mulutnya. Jika bayi hanya mengisap bagian puting,
kelenjar-kelenjar susu tidak akan mengalami tekanan sehingga ASI
tidak keluar maksimal. Selain itu, jika bagian putting saja yang di
hisap bisa menyebabkan putting nyeri dan lecet.
f) Gunakan jari untuk menekan payudara dan menjauhkan hidung bayi
agar pernapasannya tidak terganggu.
g) Jika bayi berhenti menyusu, tetapi masih bertahan di payudara, jangan
menariknya dengan kuat karena dapat menimbulkan luka.
Pertamatama, hentikan isapan dengan menekan payudara atau
meletakkan jari anda pada ujung mulut bayi.
h) Selama menyusui, tataplah bayi penuh kasih sayang.
i) Jangan khawatir jika bayi belum terampil mengisap dengan baik
maupun bayi masih belajar. Dibutuhkan ketenangan, kesabaran, dan
latihan agar proses menyusui menjadi lancar (Hesty, 2008).
3. Posisi dan perlekatan menyusui
Menurut Djamaludin, dkk (2010) mengatakan bahwa satu hal yang
penting diingat, sebaiknya ibu mencuci tangan dulu hingga bersih sebelum
mulai menyusui. Berikut ini, beberapa cara menyusui:
a. Posisi sambil duduk
1) Ambil posisi duduk yang nyaman. Pangku bayi dengan
repository.unimus.ac.id 10 menempelkan perutnya pada perut ibu.
Lalu, sanggah kepalanya tepat pada siku lengan bagian atas.
Sementara, bagian lengan dan telapak tangan ibu menahan punggung
dan bokongnya.
2) Agar lebih merangsang antusias bayi untuk menyusu, pijat bagian
sekitar aerola (daerah sekitar puting) ibu hingga mengeluarkan sedikit
ASI. Oleskan ASI yang keluar itu pada putting ibu hingga jadi agak
basah. Biasanya, bayi akan langsung mengisap ketika mulut
menyentuh tetesan ASI disekitar putting.
3) Tempelkan mulut bayi pada putting ibu.
4) Saat bayi mulai mengisap tataplah matanya dan sentuhlah ia sambil
mengajaknya bicara. Hal ini merangsang panca indra dan organorgan
tubuhnya.
5) Biarkan bayi ibu mengisap sepuas-puasnya. Jangan berganti dulu
kesisi payudara yang sedang di isap benar-benar terasa kosong.
b. Posisi Sambil Berbaring
Menyusui dengan posisi berbaring, pada dasarnya hamper sama
dengan sambil duduk. Para ibu yang melahirkan dengan metode caesar,
akan lebih nyaman bila mengambil posisi berbaring miring saat pertama
kali menyusui. Untuk aktivitas menyusui di rumahpun, posisi berbaring
dapat dijadikan alternatif bagi ibu.
1) Ibu berbaring miring menghadap bayi yang posisi tidurnya juga
dimiringkan menghadap ibu. Sejajarkan dan tempelkan mulutnya
dengan putting ibu. Lekatkan tubuhnya pada tubuh ibu. Kemudian,
tahan bagian punggung dan bokongnya dengan tangan ibu. Ketika
bayi mulai mengisap, lakukan komunikasi dan sentuhan-sentuhan
lembut padanya.
2) Seiring bertambah usia bayi dan perkembangan gerakan-gerakan
tubuhnya, biasanya bayi akan mengeksplorasi variasi-variasi
menyusui yang dirasakan nyaman bagi dirinya.
c. Posisi sambil berdiri
Penjelasan tentang posisi menyusui sambil duduk, dapat diterapkan
untuk posisi berdiri.Namun, bagi para pemula menyusui dengan posisi
berdiri harus dilakukan ekstra hati-hati. Jika tidak, akan membahayakan
bagi bayi. Misalnya, bayi lepas dari pengkuan.Menyusui sambil berdiri
juga mensyaratkan energi ibu yang cukup besar untuk mengendongnya
cukup lama.
Seiring pengalaman melalui rutinitas menyusui, kelak ibu pun
mampu mengkombinasikan posisi-posisi menyusui.Nantipun, ibu mampu
menyusui sambil tiduran diselingi sambil duduk dan sambil berdiri. Dapat
juga dikombinasikan dengan melakukan aktivitas ringan lain, seperti
mengangkat telepon, menutup pintu, menyapu lantai, dan sebagainya.
Harus diingat, menyusui sambil beraktivitas lain secara tidak
langsung merupakan wahana rangsangan bagi bayi mengenal
lingkungannya. Sebab, ketika ibu menyusui sambil mengangkat telpon,
bayipun belajar tentang adanya objek (benda) yang dapat
digenggam.Benda itu dapat berbunyi. Pemahaman yang diperoleh bayi
dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasa itulah yang akan turut
menentukan perkembangan lebih jauh potensi kecerdasannya. Terdapat
berbagai macam posisi menyusui.Cara menyusui yang tergolong biasa
dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring (Sulytiawati,
2009).
Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu
pasca operasi caesar.Bayi diletakkan disamping kepala ibu dengan posisi
kaki diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti
memegang bola bila disusui bersamaan, dipayudara kiri dan kanan. Pada
ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan
ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak tersedak
(Sulystyawati, 2009).
Perlekatan menyusu (Latch on) adalah menempelnya mulut bayi di
payudara ibu.Untuk itu diperlukan posisi yang memperhatikan letak tubuh
bayi secara keseluruhan terhadap tubuh ibu. Hal ini akan sangat membantu
bayi menelan ASI dengan mudah dan jumlah yang cukup, dan pada
akhirnya akan meningkatkan produksi ASI sesuai kebutuhan bayi.
Perlekatan yang benar juga menghindari luka pada putting, karena pada
perlekatan yang benar, puting tidak akan bergesekan dengan langit-langit
bayi yang keras, melainkan jatuh ditengah rongga tenggorokan bayi,
sehingga tidak akan tergesek dan tidak akan luka. Oleh karena itu
perlekatan menyusu dapat dikatakan adalah jantungnya proses menyusui.
4. Langkah-langkah menyusui yang benar
a. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada
putting dan di sekitar kalang payudara. Cara ini mempunyai manfaat
sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu.
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.
1) Ibu duduk atau barbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung)
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
2) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala
bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak menengadah,
dan bokong bayi ditahan dengan telapak).
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang satu
didepan.
4) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
6) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang (Icemi, 2013)
c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang
di bawah, jangan menekan puting susu atau kalang payudara saja.
d. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan
cara:
1) Menyentuh pipi dengan putting susu atau,
2) Menyentuh sisi mulut bayi.
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dan putting serta kalang payudara dimasukkan ke mulut
bayi:
1) Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk ke mulut
bayi, sehingga putting susu berada di bawah langit-lagit dan lidah
bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang
terletak di bawah kalang payudara. Posisi yang salah, yaitu apabila
bayi hanya mengisap pada putting susu saja, akan mengakibatkan
masukan ASI yang tidak adekuat dan putting susu lecet.
2) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau
disangga lagi (Hesty, 2008)
5. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Langkah-langkah menyusui yang benar adalah:
a) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada putting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting
susu.
b) Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara.
c) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain
menopang di bawah. Jangan menekan putting susu saja atau
areolanya saja.
d) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara
menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut
bayi.
e) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan
ke payudara ibu dengan putting serta areola dimasukkan ke mulut
bayi.
f) Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi,
sehingga putting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi
akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang
terletak dibawah areola.
g) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu disanggah lagi
(Perinasia, 2008).
Menurut Sulystyawati (2009) menyusui dengan teknik yang tidak
benar dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar
optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi
enggan menyusu. Apabila bayi telah menyusui dengan benar maka akan
memperlihatkan tanda-tanda :
a. Bayi tampak tenang
b. Badan bayi menempel pada perut ibu
c. Mulut bayi terbuka lebar
d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu
e. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih
banyak yang masuk
f. Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
g. Putting susu tidak terasa nyeri
h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
i. Kepala bayi agak menengadah
j. Melepas isapan bayi
k. Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya
diganti dengan payudara yang satunya.
Cara melepas isapan bayi (Icemi, 2013):
a. Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut
atau
b. Dagu bayi ditekan ke bawah.
c. Setelah selesai menyusui, ASI keluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada puting susu dan disekitar kalang payudara; biarkan kering
dengan sendirinya
d. Menyendawakan bayi dengan cara :
1) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu,
kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan
2) Dengan cara menelungkupkan bayi diatas pangkuan ibu, lalu
usap-usap punggung bayi sampai bayi bersendawa (Icemi,
2013).
6. Lama dan Frekuensi Menyusui
Bayi memiliki jadwal menyusu yang harus diketahui oleh ibu,
biasanya bila bayi merasa lapar ,ia akan menangis minta disusui. Bayi
sebaiknya diberi selang waktu dua jam dari minumnya yang
terakhir..Selanjutnya gendong dan usap-usaplah punggungnya hingga
tertidur pulas (Riyanti, 2007).
Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga
tindakan menyusui bayi dilakukan disetiap saat bayi membutuhkan,
karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus
menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain
(kencing, kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu
sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat
menyosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung
bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi tidak
memiliki pola yang teratur menyusui dan akan mempunyai pola tertentu
setelah 1-2 minggu kemudian (Hanyow, 2008).
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena
isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI
selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi
akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja
dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila sering
disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI (Sulystyawati,
2009).
Menjaga keseimbangan besarnya kedua peyudara maka
sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan kedua payudara. Pesan
kan kepada ibu agar berusaha menyusui sampai payudara terasa kosong.
Agar produksi ASI menjadi lebih baik.Setiap kali menyusui, dimulai
dengan payudara yang terakhir disusukan.Selama masa menyusui
sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga
payudara, tetapi tidak terlalu ketat (Sulystyawati, 2009).
7. Masalah dalam Menyusui pada ibu
a. Masalah masa antenatal (Sulystyawati, 2009)
Putting susu yang tidak menonjol sebenarnya tidak selalu
menjadi masalah. Secara umum, ibu tetap masih dapat menyusui
bayinya dan upaya selama antenatal umumnya kurang berfaedah,
seperti memanipulasi putting dengan perasat Hoffman, menarik-
narik putting, atau penggunaan breastshield dan breastshell.Yang
paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah isapan
langsung bayi yang kuat. Dalam hal ini, sebaiknya ibu tidak
melakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segera setelah
bayi lahir, ibu dapat melakukan:
1) Skin to skin contact dan biarkan bayi menghisap sedini
mungkin.
2) Biarkan bayi “mencari”putting susu, kemudian menghisapnya.
3) Apabila putting benar-benar tidak muncul, dapat “ditarik”
dengan pompa putting susu (nipple puller) atau yang paling
sederhana modifikasi spuit injeksi 10 ml.
4) Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap
disusui dengan sedikit penekanan pada areola mamae dengan
jari hingga terbentuk “dot” ketika memasukkan putting susu ke
dalam mulut bayi.
5) Bila terlalu penuh, ASI dapat diperas terlebih dahulu dan
diberikan dengan sendok atau cangkir, atau teteskan langsung
ke mulut bayi.
b. Pada masa setelah persalinan dini
1) Putting susu lecet Pada keadaan ini, seorang ibu sering
menghentikan proses menyusui karena sakit. Dalam hal ini, yang
perlu dilakukan oleh ibu adalah mengecek bagaimana perlekatan ibu
dan bayi, serta mengecek apakah terdapat infeksi candida (di mulut
bayi).
2) Payudara bengkak Sebelumnya, kita perlu membedakan antara
payudara penuh karena berisi ASI dengan payudara bengkak. Pada
payudara penuh, gejala yang dirasakan pasien adalah rasa berat pada
payudara, panas, dan keras, sedangkan pada payudara bengkak akan
terlihat payudara odem, Pasien merasakan sakit, putting susu
kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, ASI tidak akan keluar
bila diperiksa atau diisap, dan badan demam setelah 24 jam.
3) Abses Payudara (mastitis) Mastitis adalah peradangan pada
payudara. Ada 2 jenis mastitis, yaitu non-infective mastitis (hanya
karena pembendungan ASI/milk statis dan infective mastitis (telah
terinfeksi bakteri). Gejala yang ditemukan adalah payudara menjadi
merah, bengkak, kadang disertai rasa nyeri dan panas, serta suhu
meningkat.
c. Pada masa setelah persalinan lanjut
1) Sindrom ASI kurang
Ibu dan bayi dapat saling membantu agar produksi ASI
meningkat dan bayi dapat terus memberikan isapan efektifnya.Pada
keadaan tertentu, ketika produksi ASI memang sangat tidak
memadai, perlu upaya yang lebih, misalnya relaksasi dan bila perlu
dapat dilakukan pemberian ASI suplementer.
Ibu yang bekerja Sering kali alasan pekerjaan membuat
seorang ibu merasa kesulitan untuk memberikan ASI secara
eksklusif.Banyak di antaranya disebabkan karena ketidaktahuan
dan kurangnya minat untuk meyusui bayinya.
2) Pengeluaran ASI
Keluarkan ASI sebanyak mungkin dan tamping di dalam
cangkir atau gelas yang bersih.Meskipun langkah ini kelihatannya
sederhana, namun tidak ada salahnya jika bidan/perawat
memberikan bimbingan teknik memerah ASI yang tepat.
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ibu menyusui
Sikap dan keputusan ibu dalam memberikan ASI dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu pengalaman menyusui sebelumnya, apakah ibu
menyusui pertama kali atau tidak, apakah menyusui sebelumnya pernah
mengalami kegagalan atau tidak (kemampuan dalam menyusui), adat
istiadat atau pandangan budaya dan kepercayaan dalam menyusui di
tempat tinggal ibu, kebiasaan ibu serta keluarga dalam menyusui,
dukungan keluarga dan lingkungan pada ibu untuk tetap menyusui, faktor
pengetahuan, dan informasi yang diterima ibu dan keluarga tentang
manfaat ASI untuk bayi, ibu dan keluarga, sikap dan penerimaan
terhadap kelahiran, dukungan dari petugas kesehatan tempat ibu
melahirkan, motivasi untuk memberikan ASI secara eksklusif pada
bayinya, faktor ibu bekerja (pekerjaan ibu), usia ibu (Sidi, dkk, 2010).
Ku dan Chow (2010) menyatakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap pemberian ASI adalah dukungan sosial keluarga dan motivasi
menyusui.Sharpe, et al (2003) menyatakan bahwa karakteristik ibu
(pendidikan, ibu bekerja, penggunaan kontrasepsi sesudah melahirkan,
status pernikahan), dan pendapatan keluarga berpengaruh terhadap
pemberian ASI, dan ibu dengan penyakit HIV juga merupakan faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI (Swarts, Kruger & Dolman, 2010).
C. Konsep Dasar Pola Pikir Varney Dan Pendokumentasian Soap
A. Pengertian manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari
pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. (Mufdlilah, 2009 :74)
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk pendekatan
yang digunakan oleh bidan dalam memberi asuhan kebidanan.Langkah-
langkah dalam manajemen kebidanan menggambarkan alur pola berpikir
dan bertindak bidan dalam pengambilan keputusan klinis untuk mengatasi
masalah. (Salmah, 2006 :17) .
B. Langkah-langkah manajemen kebidanan
Menurut Varney, proses manajemen kebidanan terdiri dari 7
step/langkah. Dalam proses manajemen kebidanan akan diuraikan
rangkaian-rangkaian pemikiran dan gagasan yang logis untuk kepentingan
klien dan bidan serta dapat menggambarkan perilaku klien yang
diharapkan oleh dokter dan bidan melalui beberapa langkah antara lain:
1. Langkah I. Pengumpulan data dasar / Identifikasi data dasar
Identifikasi data dasar merupakan langkah awal dari
manajemen kebidanan, langkah yang merupakan intelektual dalam
mengidentifikasi dan menganalisa masalah klien, pemeriksaan fisik,
tarmasuk pemeriksaan panggul atas indikasi tertentu, serta hasil
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain.
2. Langkah II. Merumuskan diagnose/masalah aktual
Mengidentifikasi data dasar secara khusus (spesifik) ke dalam
suatu rumusan diagnostik kebidanan dan problem. Diagnose lebih
sering diidentifikasi oleh Bidan dengan difokuskan pada apa yang akan
dialami atau dirasakan oleh seseorang, secara individual, sedangkan
masalah lebih sering dihubungkan dengan bagaimana seseorang
menguraikan suatu kenyataan yang ia rasakan atau dialami sebagai
suatu masalah. Diagnose adalah hasil analisa dan perumusan masalah
yang diputuskan dalam menetapkan diagnose, bidan menggunakan
pengetahuan professional sebagai dasar atau arahan untuk mengambil
tindakan.
3. Langkah III. Merumuskan diagnosa/masalah potensial
Pada tahap ini, mengantisipasi masalah potensial yang mungkin
akan terjadi atau yang akan dialami oleh klien bila tidak dapat
penanganan yang adekuat, yang dilakukan melalui pengamatan cermat,
observasi secara akurat dan persiapan untuk segala sesuatu yang
mungkin terjadi.
4. Langkah IV. Melakukan tindakan segera dan kolaborasi
Melakukan intervensi yang harus langsung segera dilakukan oleh
bidan maupun dokter kebidanan, hal ini terjadi pada penderita dengan
kegawat daruratan. Kolaborasi dan konsultasi dengan tenaga kesehatan
lain yang lebih ahli sesuai keadaan klien. Pada tahap ini bidan dapat
melakukan tindakan emergency sesuai kewenangannya, kolaborasi
maupun konsultasi untuk menyelamatkan ibu dan janin.
5. Langkah V. Perencanaan tindakan asuhan kebidanan
Mengembangkan rencana sesuai komprehensif yang didasari atas
dasar rasional tindakan yang relevan dan diakui oleh bidan.Rencana
tindakan ini harus berdasarkan rasional dan teorikal.Untuk efektifnya
(infoment consent) dan bidan atas kesepakatan antara keduanya.Oleh
karena itu, setiap tindakan yang telah direncanakan harus didiskusikan
dengan klien.
6. Langkah VI. Pelaksanaan tindakan asuhan kebidanan
Langkah implementasi atau pelaksanaan di dalam manajemen
kebidanan dilaksanakan oleh bidan ataupun kerja sama dengan tenaga
kesehatan lain berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, Bidan juga
harus memonitor kemajuan kesehatan klien.
7. Langkah VII. Evaluasi asuhan kebidanan
Langkah akhir dari manajemen kebidanan adalah evaluasi, namun
sebenarnya evaluasi ini dilakukan pula setiap langkah manajemen
kebidanan.Pada tahap akhir, Bidan harus mengetahui sejauh mana
keberhasilan usaha kebidanan yang diberikan kepada klien. (Varney
200: 26)
C. Pendokumentasian asuhan kebidanan
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang
dapat mengomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah
dilakukan dan yang akan dilakukan pada seorang klien, yang didalamnya
teriset proses berpikir yang sistematis seorang bidan dalam menghadapi
seorang klien sesuai langkah-langkah dalam proses manajemen
kebidanan. Menurut Helen Varney, alur pikir bidan saat menghadapi klien
meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh
seorang bidan melalui proses berpikir sistematis, didokumentasikan dalam
bentuk SOAP, yaitu:
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data
klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil laboratoriun dan uji diagnostik lain yang
dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan
sebagai langkan I Varney.
A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:
Diagnosis/masalah, Antisipasi diagnosis/masalah potensial,
Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,
konsultasi/kolaborasi atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4
Varney.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dan tindakan (I) dan
evaluasi perencanaan berdasarkan assessment sebagai langkah
5, 6, dan 7 Varney. (Salmah, 2006 : 172)
Berdasarkan alasan penggunaan SOAP dalam pendokumentasian.
1. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan perkembangan informasi
yang sistematis yang mengorganisasi penemuan dan konklusi anda
menjadi suatu rencana asuhan.
2. Metode ini merupakan intisari dari proses penatalaksanaan kebidanan
untuk tujuan mengadakan pendokumentasian asuhan.
3. SOAP merupakan urutan yang dapat membantu bidan dalam
mengorganisasi pikiran dan memberi asuhan yang menyeluruh.
(Salmah, 2006:172).
DAFTAR PUSTAKA

Jannah, N. 2017.Persalinan Berbasis Kompetensi. Jakarta : EGC.


Laras Ayu Septyaningrum. 2019. “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Pada Ny.S
Umur 31 Tahun P2a0 Post Partum 6 Jam Di Bpm Sofia Harjayanti,
S.St.Keb”.Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo
Marmi.2015. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Puerpurium Care”.
Yogyakarta : Pustaka PelajarYerika Elok Novembriany. 2021.
“Implementasi Kebijakan Nasional Kunjungan Masa Nifas Pada
Praktik Mandiri Bidan Hj. Norhidayati Banjarmasin”. Jurnal
Keperawatan Suaka Insan (JKSI). Vol 6, No. 2, Desember 2021
Sukarni, I., dan Margareth. 2016. Kehamilan, Persalinan dan Nifas Dilengkapi
dengan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Silvia Nova, Silisdawati Zagoto. 2020. “Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas Di Klinik Pratama
Afiyah Pekan Baru Tahun 2019”. Jurnal Ilmu Kebidanan (Journal Of
Midwifery Sciences). Volume 9, No. 8, Tahun 2020
Walyani, E.S., dan Purwoastuti, E. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., dan Rachimhadhi. 2013. Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wahyu Pujiastuti, Bekti Yuniyanti, Masini. 2021. “Efektivitas Senam Nifas Dan
Latihan Kegel Dalam Mencegah Inkontinensia Urin Masa
Nifas”.JITK Bhamada Vol. 12, No. 1, April (2021)| p. 78-82
Yusrah Taqiyah, Sunarti, Nur Fadilah Rais. 2019. “Pengaruh Masase Payudara
Terhadap Bendungan AsiPada Ibu Post Partum Di Rsia Khadijah I
Makassar”. Volume 4 Nomor 1, Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai