DISUSUN OLEH :
Kelompok 2
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Asuhan
Kebidanan Nifas dengan topik Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem
Pencernaan, Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Endokrin dan Hormonal,
Serta Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Perkemihan Pada Masa Nifas tepat
pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk
memahami mengenai semua hal yang mengenai adaptasi fisiologis perubahan
sistem pencernaan, adaptasi fisiologis perubahan sistem endokrin dan hormonal,
serta adaptasi fisiologis perubahan sistem perkemihan pada masa nifas
Sebagai manusia yang jauh dari kata sempurna dan tidak jauh dari segala
kesalahan, kami menyadari keterbatasan dalam makalah ini, untuk itu kami
harapkan kritik dan saran dari berbagai pihak terutama Bapak/Ibu Dosen dan
teman-teman mahasiswi semua, agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
Akhir kata kami mengucapkan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
seluruh mahasiswi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Bandung Program
Diploma III Kebidanan Jurusan Kebidanan Karawanng bahkan masyarakat luas,
bahwa pentingnya memahami pengetahuan adaptasi fisiologis perubahan sistem
pencernaan, adaptasi fisiologis perubahan sistem endokrin dan hormonal, serta
adaptasi fisiologis perubahan sistem perkemihan pada masa nifas
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah ........................................................... 5
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk mengetahui adaptasi fisiologis perubahan sistem pencernaan pada
masa nifas?
2. Untuk mengetahui adaptasi fisiologis perubahan sistem endokrin dan
hormonal pada masa nifas?
3. Untuk mengetahui adaptasi fisiologis perubahan sistem perkemihan pada
masa nifas?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Sistem pencernaan dengan pengaruh hormone estrogen asam lambung
meningkat yang menyebabkan hipersalivasi, darah lambung terasa panas,
morning sickness dan terjadi emesis gravidarum. Sedangkan pengaruh
hormone progesterone menyebabkan gerakan usus menurun dan terjadi
obstipasi.
Hemoroid cukup sering pada kehamilan. Kelainan ini sebagian besar
disebabkan oleh konstipasi dan naiknya tekanan vena-vena dibawah uterus.
Pirosis, umumnya pada kehamilan, paling mungkin disebabkan oleh refluks
secret-sekret asam ke esofagus bagian bawah, posisi lambung yang berubah
mungkin ikut menyumbang pada seringnya terjadi peristiwa ini.
Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesteron,
sehingga yang menyebabkan nyeri ulu hati (heartburn) dan konstipasi,
terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas
motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan
adanya refleks hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum
akibat luka episiotomi.
Terjadi perubahan posisi lambung dan usus akibat perkembangan uterus.
Penurunan tonus dan motilitas saluran gastrointestinal menyebabkan waktu
pengosongan lambung menjadi lebih lama. Penyerapan makanan meningkat.
Terjadi konstipasi yang dapat meningkatkaszn terjadinya haemoroid. Adanya
refluks sekret-sekret asam ke esofagus menyebabkan terjadinya pirosis (nyeri
ulu hati). Gusi menjadi melunak dan mudah berdarah (hiperemi) kalau terkena
cedera ringan saja, misalnya oleh sikat gigi. Perbesaran uterus lebih menekan
diafragma, lambung dan intestine.
Karena kehamilan yang berkembang terus, lambung dan usus digeser oleh
uterus yang membesar. Sebagai akibat perubahan-perubahan posisi organ
visera ini, penemuan fisik pada penyakit tertentu dapat berubah. Apendiks,
misalnya biasanya bergeser ke arah atas dan agak ke lateral saat uterus
membesar dan seringkali dapat mencapai pinggang kanan.
Rahim yang semakin membesar akan menekan rectum dan usus bagian
bawah sehingga terjadinya sembelit (konstipasi). Sembelit semakin berat
7
karena gerakan otot didalam usus diperlambat oleh tingginya kadar
progesterone.
Sistem gastrointernal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan
kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progrsteron juga mulai
menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk
kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan,
antara lain :
1. Nafsu makan
Pascamelahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan
untuk mengonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-
4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron
menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan
selama satu atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengembalian tonis dan motilias ke keadaan
normal.
3. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan
tonus otot tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan
pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Bebrapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain :
a. Pemberian diet/makanan yang mengandung serat.
b. Pemberian cairan yang cukup
c. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan
d. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
8
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau
obat yang lain.
9
menurun secara yang bermakna. Kadar estrogen dan progesteron juga
menurun secara bermakna setelah plasenta lahir, kadar terendahnya
dicapai kira-kira satu minggu postpartum. Penurunan kadar estrogen
berkaitan dengan dieresis ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama
masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu ke 2 setelah melahirkan dan lebih tinggi dari ibu
yang menyusui pada postpartum hari ke 17.
b. Hormon Pituitary
Hormon pituitary adalah hormone yang dihasilkan oleh kelejar
pituitary. Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, dan pada wanita yang
tidak menyusui akan menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
hipofisis posterior untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan
dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi ASI. Pada ibu
yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi sehingga memberikan
umpan balik negatif, yaitu pematangan folikel dalam ovarium yang
ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolactin
menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjar gonad pada otak yang mengontrol ovarium untuk
memproduksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
maka terjadilah ovulasi dan menstruasi. Lalu FSH dan LH meningkat pada
fase konsetrasi folikuler pada minggu ke-3 dan LH tetap rendah hingga
ovulasi terjadi.
10
Sedangkan pada wanita tidak menyusui, 40% wanita akan mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca persalinan, serta 90% wanita setelah 24
minggu.
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada ibu menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita
menyusui berperan dalam menekan ovulasi karena kadar hormon FSH
terbukti sama pada ibu menyusui dan tidak menyusui, di simpulkan bahwa
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin
meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara pogresif sepanjang masa
hamil. Pada ibu menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu
ke 6 setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh intensitas
menyusui, durasi menyusui dan seberapa banyak makanan tambahan yang
diberikan pada bayi, karena menunjukkan efektifitas menyusui. Untuk ibu
yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia
mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat
anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di
antara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6
minggu dan 45% 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi, 80%
menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi, 50%
siklus pertama anovulasi.
d. Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin sehingga dapat
membantu involusi uteri. Oksitosin disekresikan dari kelenjar hipofisis
posterior.
11
e. Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus,
dinding vena, dasar panggul, perineum,vulva serta vagina.
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang
berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca
melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 –
36 jam sesudah melahirkan
12
Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:
1. Hemostatis internal.
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan
70% dari cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan
cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi dalam plasma darah,
dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema
dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah
kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
13
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini
disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca
partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil
kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine
pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi
dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar.
Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita inkontinensia
(biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai
beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan
keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4
jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera
dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak
dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses
urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian ,
bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat
berkemih seperti biasa.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis
pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal, di mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak
faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru
lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu
terhadap bayinya selama masa nifas ini.
3.2 Saran
Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan
keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki
pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam
masa nifas ini dengan baik.
Dan semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya agar makalah ini
selalu dapat digunakan. Bagi mahasiswa dapat membaca makalah ini sebagai
referensi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dan juga sebagai referensi
terhadap perubahan organ reproduksi selama masa nifas.
15
DAFTAR PUSTAKA
16