Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ADAPTASI FISIOLOGIS PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN,


SISTEM ENDOKRIN DAN HORMONAL, SERTA SISTEM
PERKEMIHAN PADA MASA NIFAS
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas
Dosen Pengampu : Mardianti, S.Si. T, M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. AZMI FITRIYATUS SADIYAH P17324419004


2. CHRISTIN BELA PUTRI P17324419007
3. HERLINA PUTRI SUHARA P17324419012
4. MEILANI DWITASARI P17324419019
5. NABILA PRINCESCA P17324419020
6. NINA NURKHAENI P17324419022
7. RIZMA WULANDARI P17324419030
8. SAFIRA RIZKY RAHMADA P17324419032
9. SALMA AMILIA AZZAHRA P17324419033
10. SANTI NURAINI P17324419035
11. WULAN SRI LESTARI P17324419047

Kelompok 2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI BANDUNG


PRODI KEBIDANAN KARAWANG
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Asuhan
Kebidanan Nifas dengan topik Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem
Pencernaan, Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Endokrin dan Hormonal,
Serta Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Perkemihan Pada Masa Nifas tepat
pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk
memahami mengenai semua hal yang mengenai adaptasi fisiologis perubahan
sistem pencernaan, adaptasi fisiologis perubahan sistem endokrin dan hormonal,
serta adaptasi fisiologis perubahan sistem perkemihan pada masa nifas
Sebagai manusia yang jauh dari kata sempurna dan tidak jauh dari segala
kesalahan, kami menyadari keterbatasan dalam makalah  ini, untuk itu kami
harapkan kritik dan saran dari berbagai pihak terutama Bapak/Ibu Dosen dan
teman-teman mahasiswi semua, agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
Akhir kata kami mengucapkan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
seluruh mahasiswi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Bandung Program
Diploma III Kebidanan Jurusan Kebidanan Karawanng bahkan masyarakat luas,
bahwa pentingnya memahami pengetahuan adaptasi fisiologis perubahan sistem
pencernaan, adaptasi fisiologis perubahan sistem endokrin dan hormonal, serta
adaptasi fisiologis perubahan sistem perkemihan pada masa nifas

Karawang, September 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah ........................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Pencernaan
Pada Masa Nifas ....................................................................... 6
2.2 Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Endokrin
Dan Hormonal Pada Masa Nifas ............................................. 9
2.3 Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Endokrin
Dan Hormonal Pada Masa Nifas ............................................. 12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari
bahasa latin yaitu kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti
melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan
atau setelah melahirkan. Darah nifas yaitu darah yang tertahan tidak bisa
keluar dari rahim dikarenakan hamil. Maka ketika melahirkan, darah tersebut
keluar sedikit demi sedikit. Darah yang keluar sebelum melahirkan disertai
tanda-tanda kelahiran, maka itu termasuk darah nifas juga.
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil). Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Waktu masa nifas yang paling
lama pada wanita pada umumnya 40 hari, dimulai sejak melahirkan atau
sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda kelahiran).      
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian besar
bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan
kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis,
untuk itu perlu diperiksakan ke bidan atau dokter. Sehingga kita sebagai bidan
harus mengetahui perubahan fisiologis pada masa nifas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah adaptasi fisiologis perubahan sistem pencernaan pada masa
nifas?
2. Bagaimanakah adaptasi fisiologis perubahan sistem endokrin dan
hormonal pada masa nifas?
3. Bagaimanakah adaptasi fisiologis perubahan sistem perkemihan pada masa
nifas?

4
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk mengetahui adaptasi fisiologis perubahan sistem pencernaan pada
masa nifas?
2. Untuk mengetahui adaptasi fisiologis perubahan sistem endokrin dan
hormonal pada masa nifas?
3. Untuk mengetahui adaptasi fisiologis perubahan sistem perkemihan pada
masa nifas?

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Pencernaan Pada Masa Nifas


Sistem gastrointestinal atau sistem pencernaan adalah sistem yang
berpengaruh dalam beberapa hal karena kehamilan. Tingginya kadar
progesterone mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan
kolesterol darah dan menigkatkan kontraksi otot-otot polos. Sekresi saliva
menjadi lebih asam dan lebih banyak, dan asam lambung menurun.
Perbesaran uterus lebih menekan diafragma, lambung dan intestine.
Karena kehamilan yang berkembang terus, lambung dan usus digeser oleh
uterus yang membesar. Sebagai akibat perubahan-perubahan posisi organ
visera ini, penemuan fisik pada penyakit tertentu dapat berubah. Apendiks,
misalnya biasanya bergeser ke arah atas dan agak ke lateral saat uterus
membesar dan seringkali dapat mencapai pinggang kanan.
Rahim yang semakin membesar akan menekan rectum dan usus bagian
bawah sehingga terjadinya sembelit (konstipasi). Sembelit semakin berat
karena gerakan otot didalam usus diperlambat oleh tingginya kadar
progesterone.
Wanita hamil sering mengalami heartburn (rasa panas di dada) dan
sendawa, yang kemungkinan terjadi karena makanan lebih lama berada di
dalam lambung dan karena relaksasi sfingter dikerongkongan bagian bawah
yang memungkinkan isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan. Ulkus
gastrikum jarang ditemukan pada wanita hamil dan jika sebelumnya menderita
ulkus gastrikum biasanya akan membalik karena asam lambung yang
dihasilkan lebih sedikit.
Saliva meningkat dan pada trimester pertama, mengeluh mual dan muntah.
Tonus otot-otot saluran pencernaan melemah sehingga motilitas dan makanan
akan lebih lama berada di dalam saluran makanan. Reabsorbsi makanan baik,
namun akan menimbulkan obstipasi. Gejala muntah (emesis gravidarum)
sering terjadi, biasanya pada pagi hari, disebut sakit pagi (morning sickness).

6
Sistem pencernaan dengan pengaruh hormone estrogen asam lambung
meningkat yang menyebabkan hipersalivasi, darah lambung terasa panas,
morning sickness dan terjadi emesis gravidarum. Sedangkan pengaruh
hormone progesterone menyebabkan gerakan usus menurun dan terjadi
obstipasi.
Hemoroid cukup sering pada kehamilan. Kelainan ini sebagian besar
disebabkan oleh konstipasi dan naiknya tekanan vena-vena dibawah uterus.
Pirosis, umumnya pada kehamilan, paling mungkin disebabkan oleh refluks
secret-sekret asam ke esofagus bagian bawah, posisi lambung yang berubah
mungkin ikut menyumbang pada seringnya terjadi peristiwa ini.
Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesteron,
sehingga yang menyebabkan nyeri ulu hati (heartburn) dan konstipasi,
terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas
motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan
adanya refleks hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum
akibat luka episiotomi.
Terjadi perubahan posisi lambung dan usus akibat perkembangan uterus.
Penurunan tonus dan motilitas saluran gastrointestinal menyebabkan waktu
pengosongan lambung menjadi lebih lama. Penyerapan makanan meningkat.
Terjadi konstipasi yang dapat meningkatkaszn terjadinya haemoroid. Adanya
refluks sekret-sekret asam ke esofagus menyebabkan terjadinya pirosis (nyeri
ulu hati). Gusi menjadi melunak dan mudah berdarah (hiperemi) kalau terkena
cedera ringan saja, misalnya oleh sikat gigi. Perbesaran uterus lebih menekan
diafragma, lambung dan intestine.
Karena kehamilan yang berkembang terus, lambung dan usus digeser oleh
uterus yang membesar. Sebagai akibat perubahan-perubahan posisi organ
visera ini, penemuan fisik pada penyakit tertentu dapat berubah. Apendiks,
misalnya biasanya bergeser ke arah atas dan agak ke lateral saat uterus
membesar dan seringkali dapat mencapai pinggang kanan.
Rahim yang semakin membesar akan menekan rectum dan usus bagian
bawah sehingga terjadinya sembelit (konstipasi). Sembelit semakin berat

7
karena gerakan otot didalam usus diperlambat oleh tingginya kadar
progesterone.
Sistem gastrointernal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan
kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progrsteron juga mulai
menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk
kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan,
antara lain :
1. Nafsu makan
Pascamelahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan
untuk mengonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-
4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron
menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan
selama satu atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengembalian tonis dan motilias ke keadaan
normal.
3. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan
tonus otot tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan
pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Bebrapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain :
a. Pemberian diet/makanan yang mengandung serat.
b. Pemberian cairan yang cukup
c. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan
d. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

8
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau
obat yang lain.

2.2 Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Endokrin Dan Hormonal Pada


Masa Nifas

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless)


yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah
untuk memengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa
pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang
selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan.
Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah,
kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi seperti
sebelum hamil. Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah plasenta
lahir. Penurunan hormon estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan
prolaktin dan menstimulasi air susu. Perubahan fisiologis yang terjadi pada
ibu setelah melahirkan melibatkan perubahan yang progresif atau
pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama proses kehamilan dan persalinan
terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon
yang berperan dalam proses tersebut.
Berikut perubahan hormon pada saat postpartum, dimana hormon- hormon
yang berperan tersebut antara lain :
a. Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi
plasenta. Hormon plasenta akan menurun dengan cepat pasca persalinan.
Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan
kadar gula darah menurun pada masa nifas. HCG menurun dengan cepat
dan menetap sampai 10% dalam 3 jam – hari ke 7 pasca persalinan dan
sebagai onset pemenuhan payudara pada hari ke 3 pasca persalinan.
Enzyme insulinasi berlawanan efek diabetogenik pada saat Penurunan
hormon human placenta lactogen (HPL), estrogen dan kortisol, serta
placenta kehamilan, sehingga pada masa postpartum kadar gula darah

9
menurun secara yang bermakna. Kadar estrogen dan progesteron juga
menurun secara bermakna setelah plasenta lahir, kadar terendahnya
dicapai kira-kira satu minggu postpartum. Penurunan kadar estrogen
berkaitan dengan dieresis ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama
masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu ke 2 setelah melahirkan dan lebih tinggi dari ibu
yang menyusui pada postpartum hari ke 17.

b. Hormon Pituitary
Hormon pituitary adalah hormone yang dihasilkan oleh kelejar
pituitary. Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, dan pada wanita yang
tidak menyusui akan menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
hipofisis posterior untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan
dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi ASI. Pada ibu
yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi sehingga memberikan
umpan balik negatif, yaitu pematangan folikel dalam ovarium yang
ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolactin
menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjar gonad pada otak yang mengontrol ovarium untuk
memproduksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
maka terjadilah ovulasi dan menstruasi. Lalu FSH dan LH meningkat pada
fase konsetrasi folikuler pada minggu ke-3 dan LH tetap rendah hingga
ovulasi terjadi.

c. Hormon Hipotalamik pituitary ovarium


Hormon ini akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi
pada wanita menyusui maupun tidak menyusui. Pada wanita menyusui,
16% wanita akan mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca
persalinan, dan 45% wanita setelah 12 minggu pasca persalinan.

10
Sedangkan pada wanita tidak menyusui, 40% wanita akan mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca persalinan, serta 90% wanita setelah 24
minggu.
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada ibu menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita
menyusui berperan dalam menekan ovulasi karena kadar hormon FSH
terbukti sama pada ibu menyusui dan tidak menyusui, di simpulkan bahwa
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin
meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara pogresif sepanjang masa
hamil. Pada ibu menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu
ke 6 setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh intensitas
menyusui, durasi menyusui dan seberapa banyak makanan tambahan yang
diberikan pada bayi, karena menunjukkan efektifitas menyusui. Untuk ibu
yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia
mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat
anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di
antara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6
minggu dan 45% 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi, 80%
menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi, 50%
siklus pertama anovulasi.

d. Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin sehingga dapat
membantu involusi uteri. Oksitosin disekresikan dari kelenjar hipofisis
posterior.

11
e. Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus,
dinding vena, dasar panggul, perineum,vulva serta vagina.

2.3 Adaptasi Fisiologis Perubahan Sistem Perkemihan Pada Masa Nifas

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang
berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca
melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 –
36 jam sesudah melahirkan

12
Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:
1. Hemostatis internal.
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan
70% dari cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan
cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi dalam plasma darah,
dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema
dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah
kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.

2. Keseimbangan Asam Basa Tubuh.


Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh
adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35
disebut asidosis

3. Pengeluaran Sisa Metabolisme, Racun dan Zat Toksin Ginjal


Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein
yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post
partum, antara lain:
a) Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga
terjadi retensi urin.
b) Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
c) Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan
spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan,
sehingga menyebabkan miksi.

13
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini
disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca
partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil
kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine
pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi
dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar.
Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita inkontinensia
(biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai
beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan
keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4
jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera
dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak
dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses
urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian ,
bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat
berkemih seperti biasa.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis
pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal, di mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak
faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru
lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu
terhadap bayinya selama masa nifas ini. 

3.2 Saran
Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan
keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki
pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam
masa nifas ini dengan baik.
Dan semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya agar makalah ini
selalu dapat digunakan. Bagi mahasiswa dapat membaca makalah ini sebagai
referensi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dan juga sebagai referensi
terhadap perubahan organ reproduksi selama masa nifas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anatomi fisiologi untuk siswa perawat edisi 2 – Jakarta : EGC. Syafuddin.


2006.
Asrinah,dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta:
Grahan Ilmu.
Kumalasari, Intan dan Iwan Andhyantoro. 2015. Kesehatan Reproduksi
Untuk Mahasiswa Kebidanan dan Perawatan. Jakarta: Selemba Medika.
Kamariyah, Nurul, Yasi A. dan Siti M. 2014. Buku Ajaran Kehamilan.
Jakarta : Salemba Medika.
Irianti,Bayu,dkk. 2015. Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti Paradigma
Baru Dalam Asuhan Kebidanan. Jakarta: Sagung Seto.
Parker. Steve. 2009. Ensiklopedia Tubuh Manusia. Jakarta : Erlangga.
Prawirohardjo,Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Salmah, Rusmiati, Maryana, dan Ni Nengah S. 2006. Asuhan Kebidanan
Antenatal.Jakarta : ECG.
Saminem.2008. Seri Asuhan Kebidanan Krhamilan Normal. Jakarta:EGC
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Kebidanan Pada ibu Hamil.Andi :
Yogyakarta Sloane. Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta :
EGC.
Syaifuddin. H. 2004. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Jakarta.
Widiya Medika.
Syarifuddin,H,AMK. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan edisi 3. Jakarta : Widya Medika.
Elisabeth,SW. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press
Rochmawati, Lusa. 2010. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem
Perkemihan. Retrived from LUSA: https://lusa.afkar.id/perubahan-fisiologis-
masa-nifas-pada-sistem-perkemihan.

16

Anda mungkin juga menyukai