Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

FISIOLOGI NIFAS, LAKTASI, MENOPAUSE, DAN ANDROPAUSE

Mata Kuliah Biologi Reproduksi

Dosen Pengampu:

Dhita Aulia Oktaaviani, SST, M.Keb

Disusun Oleh:

Selfia Nurul Azizah (P1337424423110)

Nadia Karolina (P1337424423108)

Suryani Era Ginanti (P1337424423105)

Dina Nurrohmah (P1337424423104)

Winda Zulfa L (P1337424423098)

Aisah Tunja’ana (P1337424423096)

Altriyensi Nonbert D H (P1337424423094)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA
TERAPAN KEBIDANAN
2023
1
DAFTAR ISI

Judul Makalah.....................................................................................................................1
Daftar Isi.............................................................................................................................2
Daftar Gambar....................................................................................................................3
Daftar Tabel........................................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...................................................................................................6
C. Tujuan.....................................................................................................................6
D. Manfaat...................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................7
A. Fisiologi Nifas........................................................................................................8
B. Fisiologi Laktasi.....................................................................................................9
C. Fisiologi Menopause..............................................................................................12
D. Fisiologi Andropause.............................................................................................15
BAB III PENUTUP...........................................................................................................26
Kesimpulan........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................27

2
DAFTAR GAMBAR

3
DAFTAR TABEL

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan
untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat
menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi meningkat. Jika ditinjau
dari penyebab kematian para ibu adalah infeksi yang merupakan penyebab nomor dua
setelah perdarahan.
Masalah kesehatan reproduksi tidak hanya menyangkut kehamilan dan persalinan, namun
lebih luas lagi yaitu hingga nifas, proses laktasi dan juga sampai menopause dan jugaa
andropause bagi laki-laki.
Sebagian besar wanita dan laki – laki pun merasa gelisah saat menghadapi masa-masa
menopause/andropause, sehingga banyak masalah yang sederhana menjadi hal yang begitu
besar dan bahkan bisa membuat putus asa seorang wanita dan laki-laki saat menghadapinya.
Menopause merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, berasal dari
bahasa yunani yang berarti berhenti haid (apause in the menses). Menopause adalah
berakhirnya siklus menstruasi secara alami, yang biasanya terjadi saat wanita
memasuki usia 45 hingga 55 tahun. Seorang wanita dikatakan sudah menopause bila
tidak mengalami menstruasi lagi, minimal 12 bulan.
Sedangkan andropause menggambarkan perubahan terkait usia dalam kadar hormon pria.
Kelompok gejala yang sama juga memiliki sebutan lain, misalnya defisiensi testosteron,
defisiensi androgen, dan hipogonadisme dengan gejala atau perkembangan yang lambat.
Menopause pria melibatkan penurunan produksi testosteron pada pria berusia 50 tahun atau
lebih. Kondisi ini juga memiliki kaitan dengan hipogonadisme. Kedua hal tersebut
melibatkan penurunan kadar testosteron dan gejala serupa.
Menopause pria berbeda dengan menopause wanita dalam beberapa hal. Salah satunya, tidak
semua pria mengalaminya. Selain itu, kondisi ini tidak melibatkan penghentian total pada
organ reproduksi. Meski demikian, komplikasi seksual bukan tidak mungkin dapat terjadi
akibat penurunan kadar hormon.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang, dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai
berikut.
1.

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan di atas, maka makalah ini disusun bertujuan sebagai berikut.

1.

D. Manfaat

Makalah ini disusun agar memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dapat mempelajari dan
memahami tentang Fisiologi nifas, laktasi, menopause, dan andropause dengan baik, dan
sebagai sumber informasi pengetahuan yang berkembang dari pengetahuan penulis dan
pembaca yang diperoleh sebelumnya.

6
BAB II
PEMBAHASA
N

A. FISIOLOGI NIFAS
1. Pengertian
Masa nifas berasal dari bahasa latin yaitu Puer adalah bayi dan parous adalah melahirkan
yang berarti masa sesudah melahirkan. (Saleha, 2008) Masa nifas adalah masa setelah
keluarnya plasenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal
masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. (Ambarwati, 2009) Masa nifas adalah
akhir dari periode intrapartum yang ditandai dengan lahirnya selaput dan plasenta yang
berlangsung sekitar 6 minggu. (Varney, 1997) Masa nifas (puerperium) adalah masa yang
dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan semula (sebelum hamil) yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Jadi, Masa
Nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai pemulihan kembali alat-
alat reproduksi seperti keadaan semula sebelum hamil yang berlangsung 6 minggu (40 hari)
2. Tahap masa nifas
a. Puerperium dini (immediate post partum periode)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Masa ini sering terdapat banyak masalah
misalnya perdarahan karena atonia uteri oleh karena itu bidan dengan teratur harus
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokhia, tekanan darah dan suhu.
b. Puerperium intermedial (Early post partum periode)
Masa 24 jam setelah melahirkan sampai dengan 7 hari (1 minggu). Periode ini bidan
memastikan bahwa involusio uterus berjalan normal, tidak ada perdarahan abnormal
dan lokhia tidak terlalu busuk, ibu tidak demam, ibu mendapat cukup makanan dan
cairan, menyusui dengan baik, melakukan peraw atan ibu dan bayinya sehari-hari.
c. Remote Puerperium (Late post partum periode)
Masa 1 minggu sampai 6 minggu sesudah melahirkan. Periode ini bidan tetap
melanjutkan pemeriksaan dan peraw atan sehari-hari serta memberikan konseling KB
3. Perubahan Fisiologis sistem reproduksi masa nifas
A. Uterus
a. Pengerutan Rahim (involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil.
Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta
7
akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFUnya(tinggi fundus uteri).
1) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram 2) Pada
akhir kala 3, TFU teraba 2 jari dibawah pusat.
3) Satu minggu post fartum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500
gram
4) 2 minggu post fartum, TFU teraba diatas simpisis dengan berat 350 gram
5) 6 minggu post partum fundus uteri mengecil (tidak teraba) dengan berat 50 gram.
6) 8 minggu post partum fundus uteri sebesar normal dengan berat 30 gram Perubahan
ini berhubungan erat dengan perubahan miometrium yang bersifat proteolisis.
Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain:
1. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uteri.
2. Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya ekstrogen dalam jumlah besar, kemudian
mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi ekstrogen yang
menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot otot uterus lapisan
desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang
akan beregenerasi menjadi emdometrium yang baru.
3. Efek oksitosin (kontraksi) Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir.
Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine
yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis memeperkuat
dan mengetur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses
hom eostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus.
Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta dan
mengurangi pendarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu
untuk sembuh total.
b. Lochia
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochia mengandung darah dan
sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochia berbau amis atau anyir
dengan volume yang berbedabeda pada setiap w anita lokhea yang berbau tidak sedap
menandahkan adanya infeksi.
Lochia dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya:
1. Lochia rubra/merah
8
Keluar pada hari pertama sampai hari keempat masa post partum. Cairan yang
keluar berw arna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo(rambut bayi), dan mekonium.
2. Lochia sanguinolenta
Berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari keempat
sampai hari ketujuh post partum.
3. Lochia serosa
Berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan
atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14
4. Lochia alba/putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut
jaringan yang mati. Berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lochia yang
menetap pada awal awal post partum menunjukkan adanya pendarahan sekunder
yang mungkin disebabkan oleh ter-tinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lochia
alba atau serosa yang berlanjut dapat menandahkan adanya endometritis, terutama
bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan
keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “ Lochia purulenta” .
Pengeluaran Lochia yang tidak lancar disebut dengan “ Lochia statis”
B. Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti
corong, segera setelah bayi lahir, disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan
antara corpus dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks berwarna merah kehitam
hitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama
berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum
hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup
secara perlahan dan bertahap. Pada minggu ke-6 serviks menutup kembali.
C. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur angsur akan muncul
kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol. Pada masa nifas biasanya terdapat
luka-luka pada jalan lahir. Luka pada vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan
sembuh secara sembuh dengan sendirinya. kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi
9
mungkin menyebabkan selulitis. Yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis.
D. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendor karena sebelumnya teregang
oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perinium sudah
mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendor daripada keadaan
sebelum hamil
4. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami keadaan konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan
karena pada w aktu persalinan, alat percernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon
menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebihan pada w aktu persalinan, kurangnya asupan
cairan dan makanan, serta kurangnya aktifitas tubuh. Selain konstipasi, ibu juga mengalami
aneroksia akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan
sekresi, serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.
5. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil. H al ini disebabkan
terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami
konpresi(tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung.
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedem dan hyperemia. Kadang-kadang oedema
trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung
kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung
kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual (normal+ 15cc). Sisa
urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan
(poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai
akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri akibat
proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang
disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot-otot rahim dan karena
kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot.
6. Perubahan Sistem M usculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi
lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus
jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat
putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus
pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu.
10
Pemulihan dibantu dengan latihan.
7. Perubahan Sistem Endokrin
a. Hormon plasenta Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
Human Chorionic Gonadotropin (H CG) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum
b. H ormon pituitary Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada w anita tidak
menyusui menurun dalam w aktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase
konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi
terjadi.
c. Hipotalamik Pituitary Ovarium Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui
akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi
pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan
progesteron. Diantara w anita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama
6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40%
menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu.
Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama ovulasi dan untuk wanita yang
tidak laktasi 50% siklus pertama ovulasi
8. Perubahan Tanda-Tanda Vital
d. Suhu Badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5°C - 38°C) sebagai
akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila
keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan
naik lagi karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna
merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi
pada endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem lain.
e. Nadi Denyut
nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya
denyut nadi itu akan lebih cepat.
f. Tekanan darah Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
g. Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya,
kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
11
9. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang
meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali
esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran
bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. H ilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan. Pada
persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300–400 cc. Bila kelahiran melalui seksio
sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat
Perubahan terdiri dari volume darah (blood volume) dan hematokrit (haemoconcentration).
Bila persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hematokrit
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Setelah persalinan, shunt akan
hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan decompensation cordia pada penderita
vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi
pada hari 3-5 postpartum.
10. Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma
akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel
darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari
pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai
25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan
lama. Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada awal-awal
masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi
wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah
sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum
dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum
11. Perubahan Psikologis
Adaptasi Psikologis Ibu dalam M asa Nifas Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan
12
fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia
mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi
terhadap bayinya, berada di bawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang
diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa
tanggung jawab yang luar biasa sekarang untuk menjadi seorang “ Ibu” . Tidak
mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan.
M asa ini adalah masa rentan yang terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Reva Rubin
membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:
1. Periode “Taking In”
a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan
tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhaw atiran akan tubuhnya.
b. Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan.
c. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat
kurang istirahat.
d. Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan
luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
e. Dalam memberikan asuhan, bidan harus harus dapat memfasilitasi kebutuhan
psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu
menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil
perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat
menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan
terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini,
sering tejadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien
terhadap dirinya dan bayinya hanya karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik
antara pasien dan bidan.
2. Periode “Taking Hold”
a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 psot partum.
b. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan
dan ketahanan tubuhnya.
d. Ibu berusha keras untuk menguasai keterampilan peraw atan bayi, misalnya
menggendong, mamandikan memasang popok, dan sebagainya.
e. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan
hal-hal tersebut.
13
f. Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
g. Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu di perhatikan teknik bimbingannya, jangan
sampai menyinggung perasaan arau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia
sangat sensitif. Hindari kata “ jangan begitu” atau “ kalau kayak gitu salah” pada ibu
karena hal itu akan sangat menyakiti perasaanya dan akibatnya ibu akan putus asa
untuk mengikuti bimbingan yang bidan berikan.
3. Periode “Letting Go”
a. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
b. Ibu mangambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi
dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan
berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan social.
c. Depresi Post Partum umumnya terjadi pada periode ini
B. FISIOLOGI LAKTASI
1. Pengertian
Definisi ASI dan Laktasi Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan khusus yang kompleks, unik,
serta dihasilkan oleh kelenjar kedua payudara. ASI merupakan cairan yang terbaik bagi bayi
baru lahir hingga umur 6 bulan dikarenakan komponen ASI yang mudah dicerna dan
diabsorbsi tubuh bayi baru lahir, dan memiliki kandungan nutrient terbaik dibandingkan
dengan susu formula. Karakteristik ASI bervariasi, normalnya berwarna putih kekuningan,
sedangkan Kolostrum merupakan ASI yang pertama kali keluar dan umunya berwarna
kekuningan
2. Proses Laktasi
Fisologi Laktasi Laktasi merupakan proses produksi ASI dimana alveoli berada diantara
lobus-lobus pada payudara dikelilingi oleh sel mioepitel yang dapat menstimulasi saraf
diantara mioepitel sehingga menimbulkan kontraksi yang dapat merangsang pengeluaran ASI
menuju duktus laktiferus. ASI disimpan didalam duktus laktiferus hingga terdapat
rangsangan Milk Ejection Reflex (MER) akan menyebabkan sel mioepitel di sekeliling
duktus laktiferus berkontraksi untuk pengeluaran ASI melalui puting payudara.
Proses laktasi dipengaruhi oleh beberapa stimulus atau kontrol, diantaranya:
a. Kontrol fisik laktasi (Physical Control of Lactation)
Proses produksi ASI dipengaruhi oleh pengosongan payudara. Ketika payudara
menjadi kosong dikarenakan pengeluaran ASI, dengan hisapan bayi secara otomatis
payudara akan memproduksi ASI kembali. Pengosongan payudara yang tidak sempurna

14
dapat menyebabkan produksi ASI menjadi berkurang. Kontrol ini disebut juga dengan
kontrol autokrin (Milk Removal Driven). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa proses
produksi ASI merupakan proses yang dipengaruhi oleh supply-demand response, dimana
terdapat proses kontrol produksi ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.
Mekanisme kontrol lokal ini mempunyai hubungan dengan proses pengosongan dan
siklus pengisian alveoli payudara. Proses pengosongan payudara dapat dilakukan melalui
dua teknik, yakni teknik pengeluaran ASI menggunakan teknik manual (hand expression)
dan pompa ASI. Penelitian yang dilakukan oleh Morton et al.,(2009) menjelaskan bahwa
teknik pengeluaran ASI melalui breast massage dan kompresi payudara sebelum
melakukan pengeluaran ASI menggunakan hand expression efektif dalam meningkatkan
proses pengosongan payudara.
Hasil penelitian membuktikan produksi ASI pada wanita yang mendapatkan perlakuan
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok kontrol.
b. Kontrol (Hormonal Control of Lactation)
Produksi ASI dipengaruhi oleh kontrol hormon laktasi yakni hormon prolaktin dan
oksitosin. Pada saat setelah plasenta lahir, terjadi penurunan kadar estrogen dan
progesteron, sedangkan hormon prolaktin merupakan hormon yang berperan dalam
produksi ASI mulai dari trimester akhir kehamilan sampai proses laktasi dimulai. Kadar
hormon prolaktin dipengaruhi oleh proses pengosongan payudara yang sempurna serta
hisapan bayi yang kdekuat dapat meningkatkan kadar prolaktin.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cox et al., (1996) dalam Riordan &
Wambach (2010) membuktikan bahwa frekuensi menyusui yang adekuat antara 8 sampai
12 kali dalam 24 jam dapat meningkatkan kadar prolaktin pada ibu yang menyusui, dan
mampu meningkatkan level serum prolaktin. Oksitosin merupakan hormon yang
berperan dalam proses pengeluaran ASI dimana oksitosin akan merangsang terjadinya
refleks let down. pengeluaran ASI dari alveoli menuju duktus lactiferus terjadi akibat
refleks let-down atau disebut juga milk ejection reflex (MER).
Akibat stimulus hisapan bayi, hipothalamus akan mengirimkan sinyal ke hipofisis
posterior sehingga hipofisis posterior melepaskan oksitosin. Stimulasi oksitosin
menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli di dalam kelenjar payudara
berkontraksi. Kontraksi sel-sel mioepitel menyebabkan ASI keluar melalui duktus
laktiferus menuju sinus laktiferus, dan siap dikeluarkan saat bayi menghisap bayi.
Pelepasan oksitosin dipengaruhi oleh rangsangan hisapan bayi yang dapat menimbulkan
ereksi puting susu sehingga membantu pengeluaran ASI melalui sinus laktiferus menuju
pori-pori puting susu. Selaian itu oksitosin juga merupakan hormon yang dapat
15
merangsang kontraksi uterus selama persalinan dan selama post partum yang dapat
mencegah terjadinya perdarahan post partum serta dapat mempercepat proses involusi
uterus.
Refleks let-down atau disebut juga milk ejection reflex (MER) dapat mengalami
peningkatan jika terdapat perasaan positif, pikiran positif, adanya bounding antara ibu
dan bayinya, suara dan bau khas bayi yang dicium oleh ibu. Kecemasan, stress, nyeri
pada wanita post partum juga dapat menurunkan MER.
c. Stimulasi sensori (sensory stimulation)
Proses laktasi juga dipengaruhi oleh stimulasi sensori pada ibu post partum yang
menyusui bayinya. ibu post partum yang menyusui bayinya akan mengirimkan
rangsangan sensori menuju sistem saraf pusat, misalnya ketika menyentuh bayinya,
mencium aroma bayinya, mempunyai pikiran yang positif terhadap bayinya, atau ketika
terdapat rangsangan sentuhan pada kulit ibu maupun pada area puting susu ibu. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dr. Kerstin Uvnas- Moberg (1998) yang
menjelaskan bahwa positif social behavior dan keterikatan fisik maupun emosional dapat
mempengaruhi pelepasan oksitosin.
C. FISIOLOGI MENOPAUSE

1. Pengertian
Menopause adalah berakhirnya siklus menstruasi secara alami, yang biasanya terjadi
saat wanita memasuki usia 45 hingga 55 tahun. Seorang wanita dikatakan sudah
menopause bila tidak mengalami menstruasi lagi, minimal 12 bulan.
2. Gejala
Gejala menopause terjadi dalam masa perimenopause, yaitu beberapa bulan atau
beberapa tahun sebelum menstruasi berhenti. Durasi dan tingkat keparahan gejala yang
timbul berbeda-beda pada tiap orang.
Gejala atau tanda-tanda menopause dapat berupa :
a.  Perubahan Siklus Menstruasi
Menstruasi menjadi tidak teratur, kadang terlambat atau lebih awal dari
biasanya (Oligomenorea). Darah yang keluar saat menstruasi dapat lebih sedikit
atau justru lebih banyak.
b. Perubahan Penampilan Fisik
- Rambut rontok
- Kulit kering
- Payudara kendur
- Berat badan bertambah
16
c. Perubahan Psikologis
- Suasana hati berubah-ubah atau moody
- Sulit tidur
- Depresi
d. Perubahan Seksual
- Vagina menjadi kering
- Penurunan libido (gairah seksual)
e. Perubahan Fisik
- Merasa panas atau gerah, sehingga mudah berkeringat. Kondisi ini disebut hot
flashes.
- Berkeringat di malam hari
- Pusing
- Jantung berdebar
- Infeksi berulang pada saluran kemih.
- Lebih berisiko mengalami penyakit jantung dan osteoporosis.
3. Penyebab Menopause
Menopause merupakan proses alami yang terjadi saat seorang wanita bertambah tua. Namun,
menopause juga dapat terjadi lebih dini, yaitu sebelum usia 40 tahun yang dapat terjadi akibat
:
a. Primary Ovarian Insufficiency
Kondisi ini terjadi akibat kelainan genetik atau penyakit autoimun, yang membuat
indung telur berhenti berfungsi.
b. Operasi Pengangkatan Rahim (Histerektomi)
Setelah histerektomi, seorang wanita memang tidak akan langsung mengalami
menopause, namun cenderung akan mengalami menopause lebih awal. Menopause
dapat langsung terjadi setelah histerektomi bila indung telur ikut diangkat.
c. Pengobatan Kanker
Kemoterapi atau radioterapi untuk mengatasi kanker rahim dapat merusak indung telur,
sehingga memicu menopause dini.
4. Pemeriksaan Menopause
Seorang wanita dikatakan mengalami menopause bila menstruasi telah berhenti selama 12
bulan. Untuk lebih memastikannya, atau bila dokter mencurigai adanya penyebab lain dari
menopause, dapat dilakukan :
a. Pemeriksaan FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan hormon estrogen. Menopause
ditunjukkan saat kadar FSH meningkat, sedangkan kadar estrogen rendah.
17
b. Pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dan hormon tiroid
Pemeriksaan kadar hormon ini untuk memastikan penderita tidak
mengalami hipotiroidisme atau penurunan hormon tiroid, yang dapat menimbulkan
gejala serupa dengan menopause.
5. Penanganan Menopause Secara Mandiri
Menopause tidak membutuhkan penanganan khusus. Penanganan yang dilakukan hanya
bertujuan untuk meredakan gejala, yaitu dengan :
a. Menghindari Makanan / Minuman Tertentu
Makanan pedas dan minuman panas, berkafein, atau beralkohol dapat membuat gejala
menopause, seperti hot flashes dan jantung berdebar, menjadi lebih parah.
b. Mengenakan pakaian tipis berbahan katun
Cara ini dapat mengurangi hot flashes yang dirasakan selama masa perimenopause.
c. Menerapkan teknik relaksasi
Teknik relaksasi yang dimaksud antara lain adalah meditasi, pengaturan napas, yoga,
serta taichi. Teknik-teknik ini dapat membantu mengurangi tingkat stres serta
mencegah depresi.
d. Menggunakan pelumas vagina berbahan dasar air
Tujuannya adalah untuk mengurangi rasa tidak nyaman akibat vagina yang kering
atau atrofi vagina. Jangan menggunakan produk pelumas vagina yang mengandung
gliserin, karena berisiko menimbulkan iritasi.

D. FISIOLOGI ANDROPAUSE

1. Pengertian
Menopause laki-laki adalah istilah yang lebih umum untuk andropause. Ini menggambarkan
perubahan terkait usia dalam kadar hormon pria. Kelompok gejala yang sama juga memiliki
sebutan lain, misalnya defisiensi testosteron, defisiensi androgen, dan hipogonadisme dengan
gejala atau perkembangan yang lambat.
Menopause pria melibatkan penurunan produksi testosteron pada pria berusia 50 tahun atau
lebih. Kondisi ini juga memiliki kaitan dengan hipogonadisme. Kedua hal tersebut
melibatkan penurunan kadar testosteron dan gejala serupa.

2. Penyebab
Penurunan testosteron merupakan faktor penting pada pria dengan andropause. Namun,
seiring bertambahnya usia, tidak hanya tubuh mulai membuat lebih sedikit testosteron, tetapi
juga kadar hormon lain, termasuk globulin pengikat hormon seks (SHBG), yang menarik
18
testosteron dari darah, mulai meningkat. Hormon ini mengikat beberapa testosteron yang
tersedia dan beredar dalam darah. 
Testosteron yang tidak terikat pada hormon SHBG memiliki sebutan bioavailable testosteron,
artinya tersedia dan tubuh bisa menggunakannya.
Pria dengan gejala yang berhubungan dengan andropause telah mengalami penurunan jumlah
testosteron bioavailabilitas dalam darah. Oleh karena itu, jaringan dalam tubuh yang
terstimulasi oleh testosteron menerima jumlah yang lebih rendah. Akhirnya, hal ini dapat
menyebabkan berbagai perubahan fisik dan mental pada seseorang seperti perubahan suasana
hati atau kelelahan.

3. Faktor Risiko Andropause
Andropause bisa terjadi pada semua pria yang sudah memasuki usia 50 tahun atau lebih.
Meski begitu, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya menopause pria,
yaitu: 
a. Faktor lingkungan, misalnya karena paparan polusi dari lingkungan.
b. Internal, termasuk terjadinya perubahan hormon pada tubuh laki-laki (prolaktin,
melatonin, testosterone, dehydroepiandrosterone (DHEA), dehydroepiandrosterone
sulfate (DHEA-S), Growth Hormone (GH), dan hormon Insulin-like Growth Factor-
1 (IGF-1).
c. Kondisi psikologis, termasuk stres fisik dan psikis.
d. Konsumsi obat tertentu.
e. Pola hidup, terutama pola hidup tidak sehat.
f. Kondisi medis, seperti diabetes, PPOK, stroke, obesitas, masalah ginjal, sindrom
metabolik, gangguan autoimun, dan lainnya. 
4. Gejala Andropause
Andropause dapat menyebabkan masalah fisik, seksual, dan psikologis bagi pria. Bahkan,
gejalanya biasanya memburuk seiring bertambahnya usia, termasuk:
a. Tingkat energi yang rendah.
b. Depresi atau kerap merasa sedih
c. Motivasi dan rasa percaya diri menurun.
d. Sulit berkonsentrasi.
e. Mengalami insomnia atau sulit tidur.
f. Peningkatan lemak pada tubuh.
g. Berkurangnya massa otot dan perasaan kelemahan fisik.
h. Ginekomastia, atau perkembangan payudara.
19
i. Penurunan kepadatan tulang.
j. Disfungsi ereksi.
k. Berkurangnya libido.
l. Peningkatan risiko infertilitas.
m. payudara membengkak atau melunak
n. ukuran testis yang mengecil
o. rambut rontok, dan hot flashes.
5. Diagnosis Andropause
Supaya bisa mendapatkan diagnosis yang lebih akurat untuk kondisi andropause, dokter
umumnya akan melakukan beberapa hal berikut ini.
a. Melakukan pemeriksaan fisik.
b. Bertanya tentang gejalanya.
c. Melakukan pemeriksaan penunjang untuk mengesampingkan masalah medis yang
mungkin berkontribusi pada kondisi tersebut.
d. Merekomendasikan pengidap untuk melakukan tes darah, yang mungkin termasuk
mengukur kadar testosteron.
6. Pengobatan Andropause
Jika kadar testosteron rendah, terapi penggantian testosteron dapat membantu meringankan
gejala, seperti penurunan libido, depresi, dan kelelahan yang berlebihan. 
Sama seperti terapi penggantian hormon pada wanita, terapi penggantian testosteron
memiliki potensi risiko dan efek samping. Mengganti testosteron dapat meningkatkan risiko
kanker prostat dan penyakit jantung.
Jika kamu sedang mempertimbangkan terapi penggantian androgen, bicarakan dengan dokter
untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Dokter mungkin juga merekomendasikan
gaya hidup tertentu atau perubahan lain untuk membantu beberapa gejala menopause pria.
Ini termasuk diet, program latihan, dan resep obat seperti antidepresan.

20
7. Komplikasi Andropause
Komplikasi yang terkait dengan andropause termasuk peningkatan risiko masalah
kardiovaskular dan osteoporosis (tulang rapuh). Selain itu, pengidapnya juga bisa mengalami
masalah seksual seperti penurunan libido, yang berujung pada depresi jika tidak segera
mendapatkan penanganan.
8. Pencegahan Andropause
Oleh karena terjadi secara alami, yang bisa dilakukan hanyalah memperlambat datangnya
kondisi ini. Jadi, kamu tidak bisa mencegah munculnya andropause. Pastikan saja kamu tetap
disiplin menerapkan pola hidup sehat, konsumsi makanan bergizi, kurang minuman
beralkohol, kafein, dan tinggi gula.
Selain itu, hindari pula paparan polusi lingkungan yang berlebihan, rutin olahraga, tidak
begadang, dan mengelola stres dengan baik. Tidak ketinggalan, pastikan juga kamu
memenuhi asupan cairan tubuh. 

21
22
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

23
DAFTAR PUSTAKA

Nurul Azizah; Rafhani Rosyidah. 2019. Buku AjarAsuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.Sidoarjo

Nurliana Mansyur, A. Kasrinda Dahlan. 2014. Buku AjarAsuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
Malang

Andropause - Gejala, Penyebab, dan Pengobatan | Halodoc

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (kemkes.go.id)

24

Anda mungkin juga menyukai