Anda di halaman 1dari 27

Flour Albus Akibat Chlamydia trachomatis

Pendahuluan
Keputihan atau flour albus adalah keluhan yang paling sering ditemukan, dan penyebab yang tersering dari keputihan ini dalah infeksi. Masalah keputihan dapat merupakan penyebab kekhawatiran bagi para wanita. Walaupun sebagian besar proses infeksi dapat sembuh sendiri, serta banyak yang tanpa disertai gejala klinik (asimtomatik) namun keputihan dapat juga dijumpai pada keadaan keganasan. Keputihan bisa disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, protozoa, maupun idiopatik. Pada skenario 10, seorang perempuan dengan keluhan kram pada daerah perut bawah disertai dengan keputihan yang tidak gatal dan tidak berbau bisa kita diagnosis sebagai infeksi genital non spesifik akibat Chlamydia trachomatis. Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari empat spesius genus klamidia yang merupakan bakteri khusus yang hidup sebagai parasit intraselular. Chlamydia trachomatis merupakan penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual terbanyak di dunia. Chlamydia dikenal sebagai silent disease karena 75% wanita dan 50% laki-laki yang terinfeksi tidak memberikan gejala. Perempuan berisiko dua kali lipat terjangkit klamidia setelah pajanan karena konsentrasi ejakulat yang terinfeksi yang tertahan di vagina sehingga pemajanan memanjang. Mengingat tingginya angka kejadian infeksi Chlamydia trachomatis baik secara tunggal ataupun bersamaan dengan penyakit menular seksual lain, serta dampak dari komplikasinya maka perlu diberikan perhatian yang besar dalam hal diagnosis dan pengobatannya.

Pembahasan
II.1. Anamnesis Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke dokter.1 Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien

atau keluarga pasien. Komunikasi dan menjalin hubungan terapeutik dengan pasien merupakan suatu keterampilan yang sangat berharga dalam perawatan primer. Menciptakan interaksi supportif akan mempercepat pengumpulan informasi dan memicu pasien untuk memberikan penjelasan yang menyeluruh. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dari proses terapeutik. Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun informasi yang diperoleh dari pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya tidak mendikte rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan lebih bervariasi dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen anamnesis komprehensif mencakup : 1. Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien, terutama dalam keadaan darurat atau pada rumah sakit. 2. Mengidentifikasi data pribadi pasien Komponen ini mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan pekerjaan. Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan, konsultan, atau data rekam medis sebelumnya. 3. Tingkat Reliabilitas (Dapat dipercaya atau tidak) Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui. Komponen ini penting untuk menentukan kualitas dari informasi yang diberikan oleh pasien dan biasanya ditentukan pada akhir anamnesis. 4. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya kram pada daerah perut bawah atau keputihan. 5. Anamnesis terpimpin Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan bersifat kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Komponen ini harus mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan pengobatan yang telah dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik yang menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu terjadinya keluhan; (6) 2

faktor lain yang memperberat atau memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan keluhan utama. Pengobatan yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Jika ia telah atau pernah berhenti, tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama. 6. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal yaitu sebagai berikut a. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi, asma, hepatitis, HIV, dan informasi riwayat opname. b. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis operasi yang dilakukan c. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat menstruasi, keluarga berencana, dan fungsi seksual d. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat opname, dan pengobatan yang dijalani 7. Riwayat Penyakit Pada Keluarga Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek, saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes, gangguan thyroid atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.

8. Kepribadian dan Riwayat Sosial Hal ini mencakup kepribadian pasien dan minat, sumber dukungan, cara mengatasi masalah, kekuatan, dan ketakutan. Sebaiknya ditanyakan mengenai: pekerjaan dan tingkat pendidikan; sumber stress, baik yang baru muncul atau yang telah kronik; pengalaman hidup penting; kegiatan pengisi waktu, dan aktivitas hidup sehari-hari (activities of daily living/ADL).

Pada skenario ini, dokter hanya dapat melakukan alloanamnesis, yaitu teknik anamnesis (pengambilan informasi) yang dilakukan dokter kepada pihak keluarga yang mengantarkan pasien karena pasien dalam keadaan tidak sadar ketika dibawa ke dokter. (a) Identitas Pasien 1. Nama Pasien : tidak ada data 2. Jenis Kelamin : perempuan 3. Usia (b) Keluhan Utama Pasien mengalami kram pada daerah perut bawah dan keputihan. (c) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengalami kram perut sejak 1 hari yang lalu pada kuadran kanan bawah. Keputihan tidak gatal dan tidak berbau. Pasien tidak mengeluh sakit saat buang air kecil dan tidak ada demam, mual, atau muntah sebelumnya. (d) Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada data. (e) Riwayat Kesehatan Keluarga Tidak ada data. (f) Riwayat Penyakit Menahun Keluarga Tidak ada data. Inilah beberapa pertanyaan yang terkait kasus tersebut. 1. Apa keluhan dan riwayat penyakit saat ini? 2. Bagaimana keadaan umum yang dirasakan? 3. Apakah pernah mendapatkan pengobatan, baik obat topikal maupun sistemik, terutama antibiotik? 4. Bagaimanakah riwayat seksualnya? a. Kontak seksual, baik di dalam maupun di luar pernikahan (berganti-ganti pasangan atau banyak kontaks seksual). b. Kontak seksual dengan pasangannya setelah mengalami gejala penyakit. c. Frekuensi dan jenis kontak seksual (homoseksual atau heteroseksual). d. Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, oro-genital, atau ano-genital). e. Apakah pasangan juga mengalami gejala yang sama dengan pasien. : 24 tahun

5. Bagaimana riwayat penyakit dahulu sehubungan dengan penyakit menular seksual di daerah genital lain? 6. Apakah ada riwayat keluarga pernah mengalami penyakit menular seksual yang diturunkan dari ibu ke bayinya? 7. Apakah ada keluhan lain yang berkaitan dengan komplikasi infeksi menular seksual, seperti erupsi kulit, nyeri sendi, nyeri perut bagian bawah, gangguan haid, kehamilan, dan lainnya. 8. Apakah pasien ada alergi terhadap obat-obatan tertentu? II.2. Pemeriksaan Fisik Inilah hasil pemeriksaan fisik terhadap pasien yang sesuai dengan skenario. Kesadaran : compos mentis, yaitu keadaan sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik. Pemeriksaan fisis abdomen sangatlah diperlukan dengan terlebih dahulu menarik garis tegak lurus terhadap median melalui umbilicus terdapat 4 kuadran, yaitu kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah, dan kuadran kiri bawah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang. - Inspeksi : adakah jaringan parut karena pembedahan, asimetri perut yang menunjukkan adanya massa tumor, stria, vena yang berdilatasi. - Palpasi : adakah kelainan / rasa nyeri, lokasi dan berat ringannya nyeri, perinci massa tumor yang ada. - Perkusi : apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara, mendeteksi kandung empedu dan vesika urinaria, menentukan ukuran hati dan limpa secara kasar. Pemeriksaan perempuan. - Inspeksi : memperhatikan pertumbuhan rambut pada mons veneris, klitoris, labia majora, dan labia minora. Pisahkan labia majora dengan tangan kiri dan perhatikan bagian medial dari labia, akan tampak kemerahan dan lembab. - Palpasi : melakukan palpasi bagian dalam labia majora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Usahakan mencari kelenjar Bartholini, dalam keadaan normal ini tidak teraba. Pembesaran kelenjar Bartholini akan teraba di bagian posterolateral labia, 5 fisis genitalia perempuan harus disertai dokter/perawat/koasisten

biasanya disebabkan oleh infeksi atau abses. Pisahkan kedua labia minora sehingga introitus vagian dan uretra tampak. Perhatikan vulva dengan seksama, adakah ulkus atau lekoplakia. Perhatikan juga cairan vagina, apakah normal atau berlebih, berbau busuk atau tidak. Kemudian dengan kedua labia masih dipisahkan oleh jari telunjuk dan jari tengah, pasien diminta untuk meluruskan kedua tungkainya. Perhatikan adanya penonjolan (bulging) pada dinding vagina yang mungkin disebabkan oleh sistokel atau rektokel. II.3. Pemeriksaan Penunjang Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh Chlamydia trachomatis bahan pemeriksaan harus diambil uretra atau serviks dengan menggunakan swab kapas dengan tangkai metal. Pada wanita Chlamydia trachomatis lebih sering dapat diisolasi diserviks dari pada uretra. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain: a. Biakan Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi C. trachomatis terutama berdasarkan pada isolasi organisma dalam biakan sel jaringan. Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap sebagai metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitifitas diperkirakan 80-90 % dan spesitasnya 100 %. Yang dapat digunakan adalah sel-sel Mc. Coy yaitu sel-sel fibroblas tikus (L-cells). Biakan sel dapat juga digunakan mencari bahan inklusi Chlamydia dengan bantuan grup spesifik fluorescein labelled antibodi monoklonal terhadap Chlamydia trachomatis. Prosedur ini memb utuhkan mikroskop fluorescens. b. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau larutan jodium dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa, Badan Inklusi (BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua, sedangkan dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat. Jika dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik langsung ini sensitifitasnya rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimtomatik. c. Deteksi Antigen Langsung 6

Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu deteksi antigen dengan pewarnaan Direct Fluorescent Antibody (DFA) dan Enzym Immuno Assay (EIA) merupakan pemeriksaan yang hemat biaya dan paling sering digunakan. 2 Ujia DFA dan EIA memiliki sensitivitas lebih besar daripada 79% dan spesifisitas lebih dari 95%. 1. Direct Fluorescent Antibody (DFA) Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana C. trachomatis dapat ditemukan secara langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel dengan fluorescein. Dengan teknik ini Chlamydia bebas ekstraseluler yang disebut badan elementer (BE) dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat ditemukan badan inklusi intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme mati atau hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit. 2. Enzym Immuno Assay (EIA) Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA, EIA bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan untuk memproses spesimen dalam jumlah besar. d. Serologi Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan luas untuk diagnosi infeksi traktus genitalis chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena dijumpai prevalensi antibodi pada populasi seksual aktif yang mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi Chlamydia trachomatis, yaitu berkisar 45 - 60 % dari individu yang diperiksa.Walaupun tidak selalu dijumpai pada setiap kasus infeksi genital tanpa komplikasi, antibodi terhadap Chlamydia trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan dapat menetap selama bertahun-tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi episode pertama. Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk mempelajari infeksi Chlamydia antara lain : 1. Complement Fixation (CFT) CFT menggunakan antigen group chlamydia untuk mendeteksi serum antibody terhadap semua anggota genus ini. Konsekwensinya, deteksi antiboditerhadap antigen lipopolisakarida klamidial tidak dapat membedakan antara infeksi Chalamydia trachomatis dengan Chlamydia psittaci dan juga tidak cukup sensitif untuk deteksi antibodi terhadap C. pneumonia. 7

2. Microimmunofluorescence (MIF) MIF menggunakan antigen chlamydial purifikasi tertentu yang ditempatkan di atas slide kaca bereaksi dengan serum penderita. Test ini sensitif dan spesifik, dimana pada sebagian besar kasus dapat memberikan informasi mengenai serotype infeksi Chlamydia trachomatis. Selain di serum, antibodi dapat juga ditemukan pada sekresi lokal tubuh lainnya seperti air mata dan sekresi genital. Antibodi C. trachomatis dapat diklasifikasikan menurut Ig (Ig M, Ig G dan Ig A) dengan teknik ini. Respon Ig M merupakan ciri infeksi akut dan terutama digunakan dalam diagnosis infant chlamydial pneumonia. Hasil serologik chlamydial biasanya diinterprestasikan sebagai berikut : Infeksi akut ; titer Ig M > l ; 8 dan/atau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau penurunan titer Ig G. Infeksi kronik ; titer Ig G tetap tinggi > l : 256. e. Tes DNA Chlamydia Tes DNA Chlamydia dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. DNA Hibridisasi (DNA Probe) Test ini sensitifitasnya kurang dibandingkan metode kultur yaitu 75-80% dan spesifitas lebih dari 99 %. 2. Nucleic Acid Amplification. Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu : Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk menskrining infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.

II.4. Gejala Klinis Pada skenario 10, seorang perempuan dengan keluhan kram pada daerah perut bawah disertai dengan keputihan yang tidak gatal dan tidak berbau bisa kita diagnosis sebagai infeksi genital non spesifik akibat Chlamydia trachomatis.

Pada wanita, infeksi lebih sering terjadi di serviks dibandingkan dengan di vagina, kelenjar Bartholin, atau uretra sendiri. Sama seperti pada gonore, umumnya wanita tidak menunjukkan gejala. Sebagian kecil dengan keluhan keluarnya duh tubuh vagina, disuria ringan, sering kencing, nyeri di daerah pelvis, dan disparenia. Pada pemeriksaan klinis genital dapat ditemukan kelainan serviks, misalnya terdapatnya eksudat serviks mukopurulen, erosi serviks, atau folikel-folikel kecil (micropurulen). II.5. Diagnosis Utama Infeksi genital nonspesifik (IGNS) adalah penyakit hubungan seksual berupa peradangan di uretra, rektum, atau serviks yang disebabkan oleh mikroorganisme nonspesifik.3 IGNS pada wanita umumnya menunjukkan infeksi pada serviks, meskipun infeksi menular seksual nonspesifik pada wanita dapat menyerang uretra maupun vagina. 4 Uretritis nonspesifik (UNS) ialah peradangan uretra yang penyebabnya dengan pemeriksaan laboratorium sederhana tidak dapat dipastikan atau diketahui. Uretritis non gonore (UGN) ialah peradangan uretra yang bukan disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. Organisme penyebab uretritis nonspesifik ialah: Chlamydia trachomatis Ureaplasma urealyticum (30 50%) (10 40%)

Lainnya (20 30%): Trichomonas vaginalis, ragi, Herpes simplex virus, Adenovirus, Haemophilus sp, Bacteroides ureolyticus, Mycoplasma genilatum, dan tak diketahui. II.5.1. Etiologi Chlamydia trachomatis merupakan penyebab IGNS yang tersering. Dalam hal taksonomi, Chlamydia trachomatis termasuk dalam ordo Chlamydiales, famili Chlamydiaceae, genus Chlamydia. Klamidia dapat dipandang sebagai bakteri gram-negatif yang tidak mempunyai mekanisme untuk menghasilkan energi metabolik dan tidak dapat mensintesis ATP.5 Defek ini membuat klamidia untuk berada dalam intraseluler, tempat sel pejamu menghasilkan energi intermediet. Klamidia yang menginfeksi manusia dibagi menjadi tiga spesies, yaitu Chlamydia trachomatis, Chlamydia pneumoniae, dan Chlamydia psittaci, berdasarkan pada komponen antigennya, inklusi intraselulernya, sensitifitasnya terhadap sulfonamid, dan akibat penyakit yang ditimbulkannya. 9

Tabel 1. Karakteristik klamidia


Morfologi inklusi Glikogen dalam inklusi Morfologi badan elementer Sensitif terhadap sulfonamid Homologi DNA terhadap Chlamydia pneumoniae Plasmid Serovar Pejamu alami Metode pertukaran Penyakit utama ya 15 manusia manusia manusia, ibu banyinya trakoma, penyakit menular seksual, pneumonia pada bayi, limfogranuloma venereum tidak 1 manusia manusia manusia lewat udara pneumonia, bronkitis, faringitis, sinusitis ya 4 burung kotoran burung manusia lewat udara psittacosis, pneumonia, demam yang tidak dapat dijelaskan Chlamydia trachomatis bulat, vakuolar ya bulat ya < 10% Chlamydia pneumoniae bulat, padat tidak Berbentuk buah pir, bulat tidak 100% Chlamydia psittaci besar, ukurannya bervariasi, padat tidak Bulat tidak <10%

Chlamydia trachomatis, yang merupakan organisme dengan sifat sebagian seperti bakteri dalam hal pembelahan sel, metabolisme, struktur, maupun kepekaan terhadap antibiotika dan kemoterapi, dan sebagian lagi bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup untuk berkembang biaknya (parasit obligat intrasel). Partikel infeksius yang stabil di lingkungan adala sel kecil (badan elementer; EB) berdiameter 0,3 m dengan nukleoid padat-elektron. EB mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sel epitel pejamu dan dengan cepat masuk ke dalamnya. Segera setelah masuk ke dalam sel pejamu, ikatan disulfida protein membran EB tidak lagi berikatan silang dan badan elementer disusun kembali menjadi sesuatu yang berukuran besar yang disebut badan retikuloendotelial (RB) berukuran 0,5 1 m dan tanpa nukleoid padat-elektron.

10

Gambar 1. Badan elementer Chlamydia trachomatis

Pada klamidia, dinding sel luarnya sama dengan dinding sel bakteri gram negatif, dan mempunyai kandungan yang relatif tinggi. Dinding sel ini keras tetapi tidak mengandung peptidoglikan bakteri yang keras; mungkin mengandung matriks ikatan-tetrapeptid. DNA maupun RNA terdapat pada badan elementer dan retikulat. Badan retikulat mengandung RNA sekitar empat kali lebih banyak daripada DNA, sementara badan elementer mengandung DNA dan RNA dalam jumlah yang sama. Badan elementer berwarna ungu dengan pewarnaan Giemsa berlawanan dengan warna biru pada sitoplasma sel pejamu. Badan retikulat noninfektif yang lebih besar berwarna biru dengan pewarnaan Giemsa. Klamidia mempunyai spesifik-grup (genus) yang sama. Antigen ini adalah lipopolisakarida yang stabil pada suhu panas dengan asam 2-keto-3-deoksioktanoik sebagai komponen immunodominant. Antigen spesifik paling baik dideteksi dengan imunofluoresensi, terutama dengan menggunakan antibodi monoklonal. Terdapat setidaknya 15 serovar Chlamydia trachomatis, meliputi A, B, Ba, C-K, dan L1-L3. II.5.2. Epidemiologi Penyakit ini terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Prevalensi tertinggi ditemukan di Afrika bagian timur dan barat, India, Asia tenggara dan Amerika selatan yang diperkirakan ada hubungannya dengan keadaan higiene yang rendah. Kaum muda yang berusia antara 15 dan 19 tahun merupakan 40% dari kasus infeksi klamidia. Angka paling tinggi pada perempuan yang aktif secara seksual, dengan kisaran antara 5% sampai 13% dalam program pemeriksaan penyaring, bergantung pada tempat dan daerah.5

11

Men 3000 2400 1800 1200 600


11.6 545.1 856.9 480.8 222.2 120.8 65.1 27.8 9.1 2.8 173.4

Rate (per 100,000 population) 0 Age


10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-54 55-64 65+ Total 25.6 6.8 2.2 517.0 174.2 69.0 415.7 1141.2

Women 0
121.5 2862.7 2797.0

600

1200

1800

2400

3000

Gambar 2. Penyebaran infeksi Chlamydia trachomatis menurut usia dan jenis kelamin berdasarkan data CDC tahun 2006.

Faktor risiko terinfeksinya Chlamydia trachomatis pada wanita, antara lain: Usia muda, kurang dari 25 tahun Mitra seksual dengan uretritis Multi mitra seksual Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen Memakai kontra sepsi non barier atau tanpa kontrasepsi Perempuan berisiko dua kali lipat terjangkit klamidia setelah pajanan karena konsentrasi ejakulat yang terinfeksi yang tertahan di vagina sehingga pemajanan memanjang. Chlamydia trachomatis ditemukan 15% infeksi endocerviks pada wanita urban, sedangkan pada wanita hamil dengan sosio-ekonomi rendah ditemukan sebanyak lebih dari 20%. Selain itu, pernah terinfeksi penyakit menular seksual lain juga dapat meningkatkan risiko IGNS. II.5.3. Patogenesis Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Fluor albus fisiologik ditemukan pada : 12

a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin. b. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Leukore disini hilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang tuanya. c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. d. Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer. e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, selsel vagina yang terlepas dan mucus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.

Gambar 3. Anatomi traktus genitalia wanita.

Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri pathogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Telah terbukti bahwa lebih 50% daripada semua kasus IGNS disebabkan oleh kuman Chlamydia trachomatis. Semua klamidia mempunyai siklus reproduksi yang sama. Partikel infeksius yang stabil di lingkungan adala sel kecil (badan elementer; EB) berdiameter 0,3 m 13

dengan nukleoid padat-elektron. Protein membran EB kaya akan protein membran yang berikatan-silang. EB mempunyai afinitas yang tinggi terhadap sel epitel pejamu dan dengan cepat masuk ke dalamnya. Proteoglikan yang mirip dengan heparan sulfat pada permukaan Chlamydia trachomatis mungkin digunakan untuk setidaknya interaksi awal antara Ebs dan sel pejamu. Adesin lain yang potensial menyebabakan hal tersebut adalah protein membran luar mayor (Major Outer Membrane Protein; MOMP), MOMP yang terglikosilasi, dan protein permukaan lainnya. EB biasanya terlihat menempel dekat dasar mikrovili, tempat EB ini kemudian ditelan oleh sel pejamu. Tampaknya terdapat lebih dari satu mekanisme yang berfungsi: endositosis yang dimediasi oleh reseptor ke dalam lekukan selubung klatrin dan pinositosis melalui lekukan tidak berselubung. Fusi lisosom diinhibisi oleh mekanisme yang belum diketahui, membuat suatu lingkungan di sekitar klamidia yang dilindungi oleh ikatan membran. Segera setelah masuk ke dalam sel pejamu, ikatan disulfida protein membran EB tidak lagi berikatan silang dan badan elementer disusun kembali menjadi sesuatu yang berukuran besar yang disebut badan retikuloendotelial (RB) berukuran 0,5 1 m dan tanpa nukleoid padat-elektron. Dalam vakuola yang terikat dengan membran, RB dapat bertambah ukurannya dan memberlah berulang kali melalui pembelahan biner. Akhirnya seluruh vakuola menjadi terisi dengan badan elementer dari badan retikulat untuk membentuk inklusi sitoplasmik. Badan elementer yang baru terbentuk dapat dikeluarkan dari sel pejamu untuk menginfeksi sel yang baru. Siklus perkembangan memerlukan waktu 24 48 jam.

Gambar 3. Daur hidup Chlamydia trachomatis

14

II.5.5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Farmakologis Selama mendapatkan pengobatan, penderita harus dapat menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seksual agar tidak terjadi infeksi sekunder. Obat yang paling efektif adalah golongan tetrasiklin dan eritromisin. Di samping itu, dapat juga dengan gabungan sulfa-trimetoprim, spiramisin, dan kuinolon. Adapun jenis dan dosis obatnya adalah: 1. Berdasarkan anjuran pengobatan menurut CDC untuk wanita tidak hamil, yaitu: Azithromycin 1 g secara oral dalam dosis tunggal, atau Doxycycline 100 mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari. Erythromycin base 500 mg secara oral 4 kali sehari selama 7 hari, atau Erythromycin ethylsuccinate 800 mg secara oral 4 kali sehari selama 7 hari, atau Ofloxacin 300 mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari, atau Levofloxacin 500 mg secara oral sehari sekali selama 7 hari. Azithromycin 1 g secara oral dalam dosis tunggal, atau Amoxicillin 500 mg secara oral 3 kali sehari selama 7 hari. Erythromycin base 500 mg secara oral 4 kali sehari selama 7 hari, atau Erythromycin base 250 mg secara oral 4 kali sehari selama 14 hari, atau Erythromycin ethylsuccinate 800 mg secara oral 4 kali sehari selama 7 hari, atau Erythromycin ethylsuccinate 400 mg secara oral 4 kali sehari selama 14 hari. Penatalaksanaan Non Farmakologis Wanita di atas usia 25 tahun harus melakukan screening apabila sudah timbul gejala klinis. Ulangi screening bagi setiap wanita 3 4 tahun setelah dilakukan pengobatan infeksi Chlamydia trachomatis. Sedangkan screening pada wanita hamil, harus dilakukan pada saat cek kehamilan pertama kali. Wanita hamil di bawah 25 tahun dan yang memiliki risiko tinggi terkena Chlamydia trachomatis harus melakukan screening ulang pada trimester kehamilan. Selain wanita sebagai penderita infeksi Chlamydia trachomatis yang mendapatkan penanganan, mitra seksnya pun harus kita beri penanganan (evaluasi, pemeriksaan, dan

Alternatif lain:

2. Berdasarkan anjuran pengobatan menurut CDC untuk wanita hamil, yaitu:

Alternatif lain:

15

pengobatan) apabila mereka melakukan kontak seksual dengan penderita sebelum timbul gejala klinis atau sebelum didiagnosis terkena infeksi tersebut. II.5.6. Pencegahan Pencegahan dari infeksi Chlamydia trachomatis adalah dengan screening. Screening dapat mengurangi risiko terkena komplikasi berupa PID (Pelvic Inflammatory Disease). Seperti yang diketahui bahwa infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita bersifat asimtomatik sehingga dengan screening, kita dapat menurunkan prevalensi dari populasi penderita IGNS dan mengurangi transmisinya. Screening pada wanita usia di bawah 25 tahun dan tidak hamil dilakukan rutin tiap tahun. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan : 1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan. 2. Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit menular seksual. Pemakaian kondom latex secara konsisten dan benar dapat mengurangi risiko transmisi dari Chlamydia. 3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk mencegah bakteri berkembang biak. 4. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah depan ke belakang. 5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih vagina. 6. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi. 7. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

16

II.5.6. Komplikasi Servisitis Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks. Tidak ada gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis dan servisitis karena organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai duh tubuh yang mukopurulen dan serviks yang ektopi. Pada penelitian yang menghubungkan servisitis dengan ektopi serviks, prevalerisi servisitis yang disebabkan C. trachomatis lebih banyak ditemukan pada penderita yang menunjukkan ektopi serviks dibandingkan yang tidak ektopi. Penggunaan kontrasepsi oral dapat menambah resiko infeksi chlamydia trachomatis pada serviks, oleh karena kontrasepsi oral dapat menyebabkan ektopi serviks. Endometritis Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas ke endometrium sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara lain menorrhagia dan nyeri panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium, chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrium. Salfingitis (PID) Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara ascenden sehingga infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi tuba scarring). Serangan penyakit PID yang parah atau yang berulang-ulang dapat menyebabkan luka/parut (scarring) pada jaringan organ reproduksi, penumpukan abses, dan kerusakan pada Tuba Falopi yang pada akhirnya menjadi penyebab ketidaksuburan pada wanita. Sekitar 20% wanita yang mengidap gejala penyakit PID berujung pada ketidaksuburan.

Gambar 4. Salfingitis akut

17

Perihepatitis (Fitz - Hugh - Curtis Syndrome) Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari penyebaran ini menyerang permukaan anterior liver dan peritoneum yang berdekan sehingga menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati biasanya normal. II.5.7. Prognosis Flour albus akibat infeksi klamidia adalah penyakit yang dapat disembuhkan dan, walaupun secara nasional meningkat, daerah-daerah yang memiliki program penyaring dan terapi yang aktif memperlihatkan penurunan jumlah infeksi.5 Kadang-kadang tanpa pengobatan penyakit lambat laun berkurang dan akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan). Setelah pengobatan, kira-kira 10% penderita akan mengalami eksaserbasi/rekurens. II.6. Diagnosis Banding II.6.1. Kandidosis Vaginal Kandidiasis vulvovaginal (KVV) tidak digolongkan dalam infeksi menular seksual karena jamur Candida merupakan organisme komensal pada traktus genitalia dan intestinal wanita.6 KVV adalah infeksi vulva dan vagina yang disebabkan oleh Candida sp. Sekitar 8590% sel ragi yang diisolasi dari vagina merupakan spesies Candida albicans. Sisanya adalah spesies non-albicans, dan yang terbanyak adalah Candida glabrata (Torulopsis glabrata) sekitar 16%. Vaginitis yang disebabkan oleh spesies non-albicans biasanya resisten terhadap terapi konvensional. Candida sp tumbuh sebagai blastospora bentuk oval tanpa kapsul, dan bereproduksi melalui pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak bercabang dapat tumbuh dalam biakan atau in vivo sebagai tanda penyakit yang aktif atau buding.7 Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dua uji morfologi yang sederhana dapat membedakan C. albicans, patogen yang paling sering ditemukan, dari spesies kandida lain: Setelah inkubasi dlam serum selama sekitar 90 menit pada suhu 37 oC, sel ragi C. albicans

18

akan mulai membentuk hifa sejati atau tubulus germinal, dan pada medium yang kurang nutrisinya, C. albicans menghasilkan klamidospora sferis yang besar.5

Gambar 5. Infeksi pada Vagina Akibat Candida albicans

Kandida mencapai liang sanggama terutama dari daerah perianal. KVV banyak menyerang wanita dalam masa subur, kebanyakan dengan faktor risiko yang menyebabkan perubahan dari pembawa (carrier) asimtomatik menjadi KVV simtomatik. Faktor predisposisi meliputi faktor endogen dan faktor eksogen. Beberapa faktor endogen, antara lain: perubahan fisiologik (seperti kehamilan, kegemukan, debilitas, endokrinopati, dan penyakit kronik), umur (misalnya orang tua dan bayi lebih mudah terkena), dan imunologik. Oleh karena itu, infeksi ini lebih sering ditemukan atau merupakan infeksi yang menetap pada penderita diabetes atau AIDS dan pada wanita hamil. Selama kehamilan, vagina menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi Candida sehingga prevalensi kolonisasi vagina dan vaginitis simtomatik meningkat, khusunya trimester ketiga. Diduga estrogen meningkatkan perlekatan Candida pada sel epitel vagina dan secara langsung meningkatkan virulensi ragi. Sedangkan faktor eksogen, yaitu iklim, kebersihan kulit, kontak dengan pasien, dan penggunaan antibiotik jangka panjang. Perbedaan flour albus karena infeksi Candida albicans dengan Chlamydia trachomatis adalah adanya rasa gatal atau iritasi disertai keputihan tidak berbau atau berbau asam. Keputihan bisa banyak, putih keju, seperti kepala susu/krim, atau seperti susu pecah. Pada dinding vagina biasanya dijumpai gumpalan keju yang menempel. Gumpalan tersebut berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur.8 Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia di labia minora, introitis vagina, dan vagina terutama 1/3 bagian bawah. Pada vulva atau vagina terdapat tanda-tanda radang, disertai maserasi, pseudomembran, fisura, dan lesi satelit papulopustular. 19

Proses infeksi dimulai dengan perlekatan Candida sp. pada sel epitel vagina. Kemampuan melekat ini lebih baik pada C.albicans daripada spesies Candida lainnya. Kemudian, Candida sp. mensekresikan enzim proteolitik yang mengakibatkan kerusakan ikatan-ikatan protein sel pejamu sehingga memudahkan proses invasi. Selain itu, Candida sp. juga mengeluarkan mikotoksin, diantaranya gliotoksin yang mampu menghambat aktivitas fagositosis dan menekan sistem imun lokal. Terbentuknya kolonisasi Candida sp. memudahkan proses invasi tersebut berlangsung sehingga menimbulkan gejala pada pejamu. II.6.2. Trikomoniasis Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sebagai penyakit masih diragukan.9 Trikomoniasis pada saluran urogenital dapat menyebabkan vaginitis dan sistisis. Walaupun sebagian besar tanpa gejala, akan tetapi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang tidak kurang pentingnya, misalnya perasaan dispareunia, kesukaran melakukan ketidakserasian dalam keluarga.

Gambar 6. Trichomonas vaginalis

Penyebab trikomoniasis ialah T.vaginalis yang pertama kali ditemukan oleh DONNE pada tahun 1836. Merupakan flagelata berbentuk filiformis, berukuran, berukuran 15 18 mikron, mempunyai 4 flagelata, dan bergerak seperti gelombang. Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana pH 5 7,5. Pada suhu 50 oC akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0 oC dapat bertahan sampai 5 hari. T. vaginalis adalah protozoa patogen yang terdapat pada saluran kemih dan kelamin manusia. Penularan penyakit ini terutama melalui hubungan seksual, tetapi juga melalui pakaian, handuk, atau karena berenang, dapat menyebabkan vaginitis pada wanita dan uretritis 20

nongonokokus pada pria. Oleh karena itu, trikomoniasis ini terutama ditemukan pada orang dengan aktivitas seksual tinggi, tetapi dapat juga ditemukan pada bayi dan penderita setelah menopause. Penderita wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria. Trichomonad adalah organisme eukariotik berflagel, termasuk ordo Trichomonadida. Sebagian besar trichomonad adalah organisme komensal yang terdapat pada saluran usus mamalia dan burung. Tiga diantaranya ditemukan pada manusia yaitu T.vaginalis yang merupakan parasit pada saluran kemih dan kelamin, sedangkan T.venax dan Pentatrichomonas hominis termasuk trichomonad non patogen yang ditemukan pada rongga mulut dan usus besar.10 Trichomonad tidak memiliki mitokondria, 28S ribosom, dan kemampuan untuk melakukan glikolisis. T. vaginalis menginfeksi sel epitel vagina sehingga terjadi proses kematian sel pejamu (host-cell death). Komponen yang berperan dalam proses kematian sel tersebut adalah mikrofilamen dari T. vaginalis. Selama proses invasi, T.vaginalis tidak hanya merusak sel epitel namun eritrosit. Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Eritrosit mengandung kolesterol esensial dan asam lemak yang diperlukan bagi pembentukan membran trichomonad. Baik sel epitel maupun eritrosit juga merupakan sumber zat besi. Proses pengikatan dan pengenalan trichomonad dengan sel epitel pejamu melibatkan minimal 4 protein permukaan spesifik T.vaginalis, yang dikenal dengan sistein proteinase. Setelah proses pengikatan, akan timbul reaksi kaskade yang mengakibatkan sitotoksisitas dan hemolisis pada sel. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan uretra parasit dari sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda lain yang terdapat dalam sekret.

Gambar 7. Daur hidup Trichomonas vaginalis

21

Perbedaan flour albus karena infeksi Trichomonas vaginalis dengan Chlamydia trachomatis adalah pada trikomoniasis terdapat dua kasus, yaitu kasus akut dan kronik. Pada kasus akut, terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dispareunia, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan intramenstrual. 2 Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, Bartholinitis, skenitis, dan sistitis tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik, gejala lebih ringan dan secret vagina biasanya tidak berbusa. II.6.3. Bakterial Vaginosis Bakterial vaginosis adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. Secara klinik, untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis harus ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut, yaitu: (1) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, (2) adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina, (3) duh yang homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu, (4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan menggunakan nitrazine paper.

Gambar 8. Bakterial Vaginosis

Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa Peptococcus dan Bacteroides, sehingga disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob 22

sehingga menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, di antaranya termasuk dari golongan Mobiluncus, Bacteroides, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Streptococcus viridans. Gardnerella vaginalis merupakan bakteri anaerob batang gram-variable yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteeri anaerob batang besar yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk tumbuh di vagina. Vaginosis Bakterial (VB) tidak dikategorikan sebagai penyakit menular seksual, meskipun penularannya berkaitan dengan kebiasaan hubungan seksual. Hasil ini diperoleh dari tiga fakta, (1) insiden VB meningkat seiring dengan makin seringnya berhubungan seksual, (2) pasangan seksual baru dapat berhubungan dengan VB, dan (3) pasangan pria yang tidak ada gejala apa-apa ternyata banyak ditemukan Gardnerella. Pada intinya terdapat hubungan antara infeksi G.vaginalis dengan ras, promiskuitas, stabilitas marital, dan kehamilan sebelumnya. Pada penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dapat ditemukan serta diikuti infeksi G.vaginalis dan kuman anaerob negatif-gram. Sekitar 50% ditemukan pada pemakai AKDR dan 86% bersama-sama denan infeksi Trichomonas. Hampir 100% wanita menikah yang mengalami tanda dan gejala VB di USA memelihara G.vaginalis yang juga ditemukan pada hampir 70% pria pasangan seksualnya. Sampai sekarang belum jelas mengapa G. vaginalis bisa menyebabkan VB. Sekitar 50% wanita sehat ditemukan kolonisasi G. vaginalis juga meski dalam jumlah sedikit. Perbedaan flour albus karena infeksi VB dengan Chlamydia trachomatis adalah wanita dengan VB akan mengeluh adanya duh tubuh dari vagina yang ringan atau sedang dan berbau tidak enak (amis) yang dinyatakan oleh penderita sebagai satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan.11 Bau lebih menusuk setelah sanggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau sekitarnya (berupa gatal dan rasa terbakar) relatif lebih ringan dari trikomoniasis. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, sementara yang lain mengeluhkan kemerahan dan edema pada vulva. Jarang ditemukan keluhan lain, misalnya nyeri abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing. Kalaupun ada, biasanya akibat penyakit lain. Di samping itu, penderita VB bersifat asimptomatik. Pada pemeriksaan terlihat adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen, berbau, dna jarang berbusa.10 23

Sekret vagina pada VB berisi beberapa senyawa amin termasuk di dalamnya putresin, kada verin, metilamin, isobutilamin, feniletilamin, histamin, dan tiramin. Setelah pengobatan berhasil sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin mempunya peranan penting pada patogenesis VB karena setelah dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan metronidazol ternyata efektif untuk G. vaginalis sebagai kuman anaerob. Dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan G. vaginalis. Setelah pengobatan efektif, pH cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. II.6.4. Gonore Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi di antara penyakit menular seksual lainnya. Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882.
12

Gonore disebabkan oleh Neisseria

gonorrhoeae, bakteri yang dapat tumbuh dan berkembang biak dengan mudah di daerah lembab hangat, dari saluran reproduksi, termasuk serviks (membuka rahim), uterus (rahim), dan tabung fallopi (saluran telur) pada wanita , dan di uretra (saluran urin) pada wanita dan laki-laki. Bakteri juga dapat tumbuh di mulut, tenggorokan, mata, dan anus. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 dan panjang 1,6 , bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram bersifat Gram negative, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 oC dan tidak tahan zat desinfektan. Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipr 3 dan 4 yang tiddak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang. Perbedaan flour albus karena infeksi gonore dengan Chlamydia trachomatis adalah pada wanita, gejala gonore sering ringan, tetapi kebanyakan wanita yang terinfeksi tidak memiliki gejala. Bahkan ketika seorang wanita mempunyai gejala-gejala, mereka bisa begitu non-spesifik menjadi salah untuk kandung kemih atau infeksi vagina. Gejala awal dan tandatanda pada wanita termasuk sensasi nyeri atau terbakar saat buang air kecil, peningkatan 24

keputihan, atau perdarahan vagina di antara periode. Wanita dengan gonore beresiko terkena komplikasi serius dari infeksi, tanpa kehadiran atau keparahan gejala.

Gambar 9. Perbedaan flour albus karena infeksi gonore dengan Chlamydia trachomatis.

Penutup
Fluor albus (white discharge, leukorea, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolin. Penyebab paling penting dari flour albus patologik ialah infeksi. Disini cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Pada skenario 10, seorang perempuan dengan keluhan kram pada daerah perut bawah disertai dengan keputihan yang tidak gatal dan tidak berbau bisa kita diagnosis sebagai infeksi genital non spesifik akibat Chlamydia trachomatis. Infeksi genital nonspesifik (IGNS) adalah penyakit hubungan seksual berupa peradangan di uretra, rektum, atau serviks yang disebabkan oleh mikroorganisme nonspesifik. IGNS pada wanita umumnya menunjukkan infeksi pada serviks, meskipun infeksi menular seksual nonspesifik pada wanita dapat menyerang uretra maupun vagina. Sering ditemukan Chlamydia trachomatis pada wanita dewasa yang seksual aktif, dan berhubungan erat dengan usia muda pertama kali kontak seksual. Perempuan berisiko dua kali lipat terjangkit klamidia setelah pajanan karena konsentrasi ejakulat yang terinfeksi yang tertahan di vagina sehingga pemajanan memanjang. Flour albus akibat infeksi klamidia adalah penyakit yang dapat disembuhkan apabila ditangani secara benar. Jenis obat yang paling efektif mengobati IGNS adalah golongan tetrasiklin dan eritromisin. Di samping itu, dapat juga dengan gabungan sulfa-trimetoprim, 25

spiramisin, dan kuinolon. Selain itu, dengan screening, kita dapat menurunkan prevalensi dari populasi penderita IGNS dan mengurangi transmisinya.

Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Bates : buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta : EGC; 2009. 2. Prince NA. Infeksi saluran genital. Dalam : Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Volume ke-2. Jakarta : EGC. 2005. 3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta : Media Aesculapius; 2000. 4. Lumintang. Infeksi genital non spesifik. Dalam : Daili SS, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J. Infeksi menular seksual. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 77 82. 5. Mitchell TG. Mikrobiologi kedokteran. Dalam : Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, & adelberg. Edisi ke-23. Jakarta : EGC; 2007. h. 658. 6. Felix. Kandidiasis vulvovagina : risihnya keputihan gara-gara jamur. Maj Farmacia 2007 Agustus; 7 (1) : 18. 7. Soedarmadi. Kandidosis vulvovaginal. Dalam : Daili SS, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J. Infeksi menular seksual. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 171 5. 8. Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 107. 9. Djajakusumah TS. Trikomoniasis. Dalam : Daili SS, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J. Infeksi menular seksual. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 179 81. 10. Daili SF. Trikomoniasis. Dalam : Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 384 5. 11. Judanarso J. Vaginosis bakterial. Dalam : Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 386 91. 12. Daili AF. Gonore. Dalam : Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 369 75. 26

27

Anda mungkin juga menyukai