Sesuai dengan Anamnesis secara umum yang telah dipelajari, berikut ini adalah
panduan anamnesis untuk gangguan sistem urogenital:
1. Anamnesis identitas pasien, yaitu nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat, dan
pekerjaan.
2. Menanyakan keluhan utama.
Beberapa keluhan utama yang akan dibahas dalam modul ini adalah:
Nyeri kencing/disuria
Kencing berdarah/hematuria
Nyeri pinggang
Tidak bisa menahan kencing (inkontinensia urin)
Keluar cairan/discharge dari penis (laki-laki) atau vagina (perempuan)
Nyeri dan/atau pembengkakan pada skrotum
3. Menggali riwayat penyakit sekarang. Berdasarkan keluhan utama, dilakukan
penggalian lebih mendalam dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Seperti
pada waktu anamnesis umum, hal-hal yang harus ditanyakan adalah:
Onset: kapan pertama kali muncul keluhan.
Frekuensi: berapa sering keluhan muncul.
Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak),
kronis (sudah lama), atau intermitten (hilang timbul).
Durasi: sudah berapa lama menderita keluhan.
Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat dari
keluhan utama, yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas.
Selain itu, perlu ditanyakan juga, apa hal yang memperberat keluhan.
Lokasi: di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindah-
pindah/menjalar.
Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologis
yang diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, gangguan
berjalan, dan sebagainya.
Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja,
hanya bisa tiduran, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan: pemberian obat/tindakan
tertentu, pengambilan posisi tertentu, dan sebagainya. Apabila diberikan obat,
ditanyakan pula berapa dosis yang diberikan dan sudah berapa lama. Pada saat
membicarakan obat, yang digali tidak hanya obat yang diberikan dokter, tetapi
juga obat bebas yang dikonsumsi sendiri oleh pasien, serta obat herbal. Digali
pula bagaimana efek dari upaya untuk mengurangi keluhan itu, apakah berhasil
tapi tidak maksimal, atau tidak berhasil sama sekali.
4. Menanyakan keluhan penyerta (keluhan sistem) yang terkait dengan gangguan
urogenital. Penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan keluhan utama
pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang akan ditegakkan, termasuk diagnosis
bandingnya.
5. Menggali riwayat penyakit dahulu, baik penyakit serupa maupun penyakit lain.
Selain itu, ditanyakan juga apakah pasien pernah harus rawat inap, dan karena apa,
Disuria
Disuria didefinisikan sebagai rasa nyeri, terbakar, atau tidak nyaman pada saat
atau segera setelah kencing. Perempuan lebih sering mengalami disuria dibandingkan
dengan laki-laki; hampir 25% perempuan dewasa mengalami episode akut disuria tiap
tahun. Keluhan lebih sering pada perempuan muda yang aktif secara seksual. Pada laki-
laki, insidensi ISK meningkat seiring dengan peningkatan usia.
Meski memiliki banyak diagnosis banding, disuria paling sering terjadi karena
inflamasi atau infeksi kandung kemih dan/atau uretra. Dengan beberapa perkecualian,
diagnosis banding disuria untuk laki-laki dan perempuan biasanya sama, walaupun
insidensinya berbeda dan berubah dengan pertambahan umur.
Disuria bisa disebabkan oleh:
Infeksi, misalnya pielonefritis, sistitis, prostatitis, uretritis, servisitis, epididimo-
orkitis, vulvovaginitis
Trauma, misalnya karena kateterisasi, honeymoon cystitis
Kondisi hormonal, seperti hipoestrogenism, endometriosis
Keganasan, seperti tumor sel ginjal, keganasan pada vesica urinaria, prostat,
vagina/vulva, dan penis.
Kondisi inflamasi, seperti spondiloartropati, gangguan autoimun, efek samping
obat
Psikogenik, misalnya gangguan somatisasi, depresi mayor, stress atau ansietas, dan
histeria.
Infeksi adalah penyebab tersering disuria, yang bisa ditampilkan dalam bentuk
sistitis, prostatitis, pielonefritis, atau uretritis. Struktur sistem urinaria yang berupa
tabung sangat rentan infeksi oleh bakteri coliform. Bakteri ini bisa masuk ke meatus
uretra saat hubungan seksual atau akibat kontaminasi lokal, kemudian berjalan menaiki
saluran kencing. Berdasarkan kultur, penyebab tersering adalah E. coli. Patogen lain
yang lebih jarang adalah S. epidermidis, P. mirabilis, S. aureus, Enterococcus, dan
Klebsiella. Kelainan pada anatomi dan fungsi saluran kencing memungkinkan adanya
infeksi yang rekuren dan persisten oleh organisme seperti Proteus, Klebsiella, atau
Enterobacter. Contoh kelainan ini misalnya divertikulum vesica urinaria, kista ginjal,
striktur uretra, benign prostatic hyperplasia (BPH), dan neurogenic bladder. Uretra
sering juga diinfeksi oleh N. gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis.
Pada perempuan postmenopause, penurunan estrogen endogen dapat
menyebabkan gangguan fungsi saluran kencing bagian bawah. Atrofi, pengeringan, dan
kadang inflamasi epitel vagina bisa berkontribusi pada gejala saluran kencing seperti
disuria, sering kencing, dan tidak bisa menahan kencing. Penyebab disuria noninfeksi
lain pada perempuan antara lain trauma uretra selama hubungan seksual, dan
sensitivitas terhadap krim, spray, sabun, atau kertas toilet yang diberi pengharum.
Pada laki-laki berusia lebih tua, infeksi saluran kemih bisa diakibatkan oleh
obstruksi dan peningkatan volume post-residual. Namun, disuria bisa disebabkan oleh
inflamasi akibat distensi mukosa uretra tanpa adanya infeksi. Obstruksi dan disuria juga
bisa terjadi karena striktur akibat uretritis gonokokkal atau karena instrumentasi atau
pembedahan pada uretra.
Pada kedua jenis kelamin, disuria juga bisa merupakan bagian dari gejala klinis
batu saluran kemih dan keganasan pada saluran kencing. Spondiloartropati juga bisa
menyebabkan kondisi inflamasi secara umum, termasuk inflamasi urotelium, yang
mengakibatkan disuria.
Aktivitas fisik seperti berkuda atau bersepeda juga dapat mengakibatkan disuria
dengan discharge uretra yang minimal. Disuria juga bisa merupakan bagian dari kondisi
psikogenik. Pasien yang mengalami pelecehan seksual atau gangguan emosional berat
juga bisa mengalami retensi urine dan disuria psikogenik.
Gambar 1a. Algoritme disuria pada laki-laki dan perempuan berdasarkan anamnesis
Gambar 1b. Algoritme disuria pada laki-laki dan perempuan berdasarkan anamnesis
sistitis, iritasi trigonum atau uretra posterior, batu, atau tumor. Bila ada discharge
uretra, biasanya disebabkan uretritis. Pada laki-laki, adanya gejala disuria dan discharge
uretra adalah gejala tersering penyakit menular seksual.
Informasi tentang riwayat medis dan seksual pasien harus digali di riwayat
penyakit sekarang maupun riwayat penyakit masa lalu/kebiasaan. Pada pasien yang
aktif secara seksual (terutama yang melakukan hubungan seksual berisiko), uretritis
atau vulvovaginitis karena penyakit menular seksual adalah penyebab yang cukup
sering untuk disuria. Pada pasien diabetes, disuria karena vulvovaginitis akibat
kandidiasis bisa terjadi.
Riwayat penggunaan obat perlu ditanyakan, termasuk obat dari dokter, obat bebas,
obat herbal, dan produk higiene topikal. Disuria bisa disebabkan oleh obat seperti
tikarsilin, penisilin G, dan siklofosfamid. Disuria juga bisa terjadi pada penggunaan
produk higiene topikal seperti spray atau douche vagina, dan produk bubble bath.
Hematuria
Hematuria adalah adanya darah dalam urin. Hematuria bisa gross atau
makroskopik, bila ada cukup banyak darah dalam urin untuk memberikan warna merah
atau coklat pada urin. Hematuria disebut mikroskopik bila urin secara visual nampak
normal, tetapi ditemukan mengandung darah pada pemeriksaan analisis kimiawi atau
evaluasi dengan mikroskop.
Banyak kondisi yang bisa menyebabkan hematuria, baik dari sistem urogenital
maupun di luar sistem urogenital. Hematuria bisa akibat gangguan anatomis lokal di
saluran urogenital, atau bisa juga merupakan penanda dari gangguan yang lebih
sistemik, misalnya kanker. Pada pasien yang datang dengan hematuria, diagnosis yang
paling sering adalah keganasan (vesica urinaria, ginjal, prostat), BPH, infeksi, dan batu
saluran kemih. Penyebab yang lebih jarang adalah gangguan kongenital dan trauma.
Hematuria yang terjadi pada awal kencing menunjukkan adanya masalah di uretra
di distal diafragma urogenital, sedangkan hematuria yang terjadi sepanjang kencing
menunjukkan adanya penyakit pada saluran kencing bagian atas atau bagian atas vesica,
sedangkan hematuria pada akhir kencing menunjukkan adanya masalah pada leher
vesica urinaria atau uretra pars prostatika.
Pada pasien perempuan dengan hematuria, penting untuk menentukan apakah
pasien tersebut sedang menstruasi saat evaluasi, karena perlu tindakan ekstra untuk
mendapatkan spesimen urin yang tidak terkontaminasi.
Adanya gejala disuria dan sering kencing bersamaan dengan hematuria
mengarahkan pada diagnosis infeksi saluran kencing atau keganasan uroepitel. Apabila
hematuria disertai dengan nyeri kolik, ini mengarahkan pada diagnosis batu saluran
kemih.
Gejala penurunan berat badan, manifestasi ekstrarenal (misalnya rash), artritis,
artralgia, atau gejala paru menunjukkan adanya gangguan sistemik, termasuk sindrom
vaskulitis, keganasan, dan tuberkulosis. Riwayat nyeri tenggorokan atau infeksi kulit
yang baru terjadi mengarahkan pada glomerulonefritis karena Streptococcus.
Riwayat penggunaan obat perlu digali, karena banyak obat yang menyebabkan
hematuria atau perubahan warna urin (pigmenturia) (lihat Tabel 2). Penggunaan
analgetik berlebihan bisa mengakibatkan nefropati. Perokok mempunyai risiko tinggi
kanker vesica, juga pasien yang mendapatkan terapi siklofosfamid.
Riwayat keluarga dan riwayat perjalanan bisa juga mengarahkan pada penyebab
hematuria. Bisa ditanyakan riwayat keluarga mengalami hematuria, sickle cell disease,
penyakit ginjal polikistik, atau penyakit ginjal lainnya. Riwayat perjalanan ke daerah
yang endemis skistosomiasis atau malaria juga bisa mengarahkan pada diagnosis.
Tabel 2 menunjukkan berbagai kemungkinan penyebab hematuria dan
pigmenturia. Selain penyebab tersebut, karena hematuria juga bisa disebabkan oleh
exercise dan trauma, maka perlu ditanyakan juga riwayat aktivitas dan trauma lokal
pada saluran kencing, atau pada punggung atau abdomen.
Nyeri Pinggang
Nyeri pinggang adalah rasa tidak nyaman di bagian badan di bawah iga dan di
atas ilium, umumnya dimulai di posterior atau di linea midaksillaris, dan diakibatkan
oleh stimulasi ujung syaraf akibat distensi ureter atau kapsula renalis.
Berdasarkan hubungannya dengan ginjal, penyebab nyeri pinggang dibagi
menjadi:
Penyebab non-renal, biasanya merupakan proses lokal yang menyebabkan
inflamasi atau iritasi syaraf: Keadaan yang termasuk dalam penyebab jenis ini
antara lain: strain atau kontusio muskuloskeletal, gangguan kulit, gangguan syaraf,
kompresi massa, nyeri alih dari kondisi di thorax.
Gangguan parenkim, yang melibatkan jaringan ginjal, misalnya karena infeksi dan
inflamasi. Namun nyeri juga bisa karena peregangan kapsula renalis akibat edema
atau hematom. Gangguan parenkim yang mungkin jadi penyebab antara lain
pyelonefritis, abses ginjal, obstruksi vena renalis, dan tumor ginjal.
Gangguan non-parenkim, sering berkaitan dengan gangguan drainase ginjal atau
obstruksi saluran kencing. Kondisi yang bisa menyebabkan keadaan ini antara lain:
nefrolitiasis, striktur, kompresi dari luar (misalnya massa di pelvis atau
retroperitoneal, endometriosis, kompresi iatrogenik), obstruksi pintu keluar vesica
urinaria, dan nekrosis papillaris.
Strain, kontusio, atau trauma lain pada otot bagian punggung atau pinggang dapat
mengakibatkan rasa tidak nyaman yang tumpul di daerah torakolumbal. Rasa tidak
nyaman ini sering bertambah dengan adanya aktivitas atau bila dipalpasi. Pasien
mungkin memiliki riwayat mengangkat benda berat atau membungkuk secara berulang-
ulang di tempat kerja atau selama aktivitas fisik. Nyeri berkurang dengan pemberian
analgetik/antiinflamasi, disertai pemberian rasa hangat di daerah nyeri.
Fraktur atau trauma pada iga ke-11 dan 12 bisa menyebabkan nyeri pinggang
yang tajam dengan penyebaran ke anterior dan inferior seperti distribusi nyeri untuk
kolik ginjal. Selain trauma, batuk yang hebat dan lama juga bisa menyebabkan trauma
pada iga ini. Palpasi langsung pada iga yang terkena biasanya menyebabkan nyeri
hebat. Menarik nafas dalam juga terasa nyeri. Selain fraktur, kostokondritis atau
inflamasi iga tanpa fraktur juga bisa menyebabkan nyeri serupa dengan distribusi nyeri
kolik ginjal.
Nyeri pinggang neuropatik karena radikulitis bisa terjadi pada trauma radix syaraf
thorakal bawah atau lumbalis atas. Trauma pada costovertebral junction atau processus
transversus vertebra juga bisa menyebabkan nyeri serupa. Nyeri diakibatkan oleh
adanya inflamasi, kompresi, atau penjepitan syaraf yang terkena. Batuk dan bersin bisa
memperberat nyeri, yang biasanya menjalar ke bawah sampai tungkai. .
Penyebab lain nyeri pinggang neuropatik adalah herpes zoster. Nyeri ini biasanya
diikuti dengan adanya erupsi kulit dermatomal. Infeksi badan sel syaraf mengakibatkan
rasa nyeri seperti terbakar yang biasanya terbatas pada area dermatom yang terkena.
Nyeri biasanya muncul sebelum munculnya erupsi kulit dan bisa terus menetap selama
periode yang lama sesudah penyembuhan lesi kulit. Sementara itu, nyeri alih dari
rongga torax, misalnya pleuritis dapat menyebabkan nyeri tajam seperti ditusuk di area
torakolumbal, yang bisa menyerupai kolik renal. Pleuritis bisa terjadi pada infeksi
seperti tuberkulosis atau penumonia, ataupun penyakit non-infeksi seperti lupus
eritematosus atau emboli paru.
Nyeri karena pyelonefritis biasanya berupa nyeri tumpul yang relatif ringan.
Pasien dengan nyeri karena pyelonefritis biasanya berusaha menghindari untuk
bergerak, sedangkan pasien dengan kolik renal biasanya selalu mencoba mencari posisi
yang nyaman. Gejala yang umumnya menyertai nyeri akibat pyelonefritis adalah
demam, menggigil, mual, dan muntah. Sering ditemukan nyeri dan nyeri tekan pada
area sudut kostovertebral. Gejala lain infeksi saluran kencing juga bisa ditemukan,
seperti disuria, sering kencing, dan tidak bisa menahan kencing.
Nyeri karena abses ginjal menunjukkan gambaran mirip seperti pyelonefritis,
tetapi lebih berat. Abses ginjal mungkin terjadi karena pyelonefritis yang tidak diterapi
adekuat atau karena penyebaran hematogen. Pasien diabetes mempunyai risiko lebih
tinggi untuk mengalami abses ini.
Obstruksi berupa trombosis vena renalis relatif lebih jarang dijumpai. Gangguan
aliran keluar darah dari ginjal menyebabkan pengumpulan darah dalam parenkim ginjal,
yang bisa menyebabkan peregangan kapsula ginjal dan menyebabkan nyeri. Selain itu
obstruksi bisa menyebabkan iskemi ginjal, yang juga menimbulkan nyeri. Penyebab
tersering trombosis vena renalis adalah sindrom nefrotik, gangguan hiperkoagulabilitas
primer, keganasan ginjal, kompresi ekstrinsik, dan trauma. Gejala lain selain nyeri
sangat bervariasi antar pasien tergantung pada komplikasi yang terjadi (gagal ginjal),
misalnya hematuria, mual, muntah, penurunan jumlah urin, edema, dan lain-lain.
Nyeri pada tumor ginjal diakibatkan oleh ekspansi cepat dan peregangan kapsula
renalis. Selain itu, aliran darah juga bisa terganggu akibat trombus tumor dalam vena
renalis. Adanya tumor ginjal biasanya diikuti dengan gejala penurunan berat badan,
malaise, dan fatigue. Pada kondisi yang lanjut, terdapat hematuria.
Gangguan non-parenkim biasanya berupa obstruksi saluran kencing. Obstruksi
ini, baik yang intrarenal, di ureter, sampai vesica urinaria dan uretra, dapat
mengakibatkan nyeri khas berupa kolik. Selain itu, saluran kencing bagian atas
mempunyai inervasi yang baik, sehingga iritasi oleh benda asing (misalnya batu) bisa
mengakibatkan nyeri pinggang. Nyeri pada nefrolitiasis diakibatkan oleh dilatasi
saluran kencing proksimal disertai inflamasi lokal, dan mungkin juga iskemia. Nyeri
kolik renal yang khas pada nefrolitiasis ini berupa nyeri pinggang yang bersifat seperti
kram yang menjalar ke arah bawah ke arah area genital, basanya disertai dengan rasa
mual dan muntah. Semakin ke distal lokasi obstruksi akibat batu saluran kencing, makin
rendah mulainya lokasi nyeri pinggang, tetapi nyerinya tetap menjalar ke bawah.
Tingkat keparahan nyeri berkaitan langsung dengan akut-tidaknya obstruksi. Batu yang
berjalan masuk ke ureter dan mendadak tersumbat pada satu lokasi di ureter biasanya
menyebabkan nyeri yang sangat hebat. Tapi nyeri bisa lebih ringan atau bahkan tidak
ada pada obstruksi yang berat tetapi kronis. Nyeri obstruktif yang ringan tetapi kronis
ini bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang ireversibel. Nyeri akibat obstruksi batu ini
bisa sangat hebat tetapi intermitten, menunjukkan bahwa nyeri obstruktif terjadi mula-
mula karena batu tersumbat di satu bagian ureter, kemudian batunya berjalan turun
(nyerinya berkurang atau hilang) dan tersumbat di posisi baru yang lebih distal (nyeri
berat). Keluhan nyeri juga sering diikuti dengan kencing berdarah atau nampak keruh
akibat iritasi dan gesekan saluran kencing oleh batu. Obstruksi batu yang kronis lebih
jarang mengakibatkan hematuria.
Striktur merupakan penyempitan konsentris dalam struktur yang berbentuk
tabung. Di saluran kencing, ini bisa terjadi mulai di dalam ginjal sampai uretra. Bila
striktur sangat berat, drainase urin akan terganggu dan dilatasi sistem saluran kemih di
proksimal area striktur akan terjadi. Striktur bisa terjadi secara kongenital, bisa juga
akibat iatrogenik (misalnya instrumentasi). Nyeri yang nampak pada striktur juga
berupa nyeri kolik yang semakin bertambah dengan asupan cairan.
Hampir semua bagian saluran kencing bisa mengalami obstruksi karena kompresi
dari luar. Massa dari pelvis atau retroperitoneal bisa menekan ureter, mengganggu
drainase dari ginjal, dan menyebabkan dilatasi di saluran kencing proksimal, dan
mengakibatkan nyeri. Fibrosis retroperitoneal dan endometriosis juga bisa
menyebabkan obstruksi ureter. Kompresi iatrogenik seperti peletakan jahitan atau cara
menutup luka yang lain (staple, clip) di sepanjang jalur ureter juga bisa menyebabkan
kompresi pada ureter. Gejala nyerinya akan mirip dengan nyeri obstruktif lainnya pada
saluran kencing.
Pasien dengan obstruksi pintu keluar vesica urinaria umumnya datang dengan rasa
penuh di suprapubik dan rasa tidak bisa menahan kencing, namun urin tidak keluar.
Nyeri diakibatkan distensi vesica urinaria, terutama bila akut. Bila kejadiannya kronis
dan terjadi perlahan bersama waktu, mungkin nyerinya tidak begitu jelas.
Nekrosis papillaris bisa menyebabkan obstruksi ureter ketika papilla yang lepas
melewati ureter. Faktor yang bisa mengarah pada kondisi ini antara lain
penyalahgunaan analgetik, sirosis hati, diabetes, sickle cell disease, tuberkulosis, dan
vaskulitis. Nyerinya juga berupa nyeri kolik akibat hidronefrosis atau pyonefrosis.
Selain nyeri pinggang, gejala yang sering terjadi pada keadaan ini adalah demam,
menggigil, nyeri abdomen, dan hematuria. .
Gambar 2 menunjukkan beberapa diagnosis banding untuk nyeri pinggang.
Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin atau keluarnya urin dengan tidak sengaja merupakan hal yang
sering ditemukan pada perempuan dan laki-laki, namun perempuan dilaporkan
mengalami keluhan ini lebih sering daripada laki-laki. Sesudah usia 80 tahun, kedua
jenis kelamin mengalami keluhan ini dengan rasio yang sama. Perempuan biasanya
mengalami stress incontinence atau urge incontinence, atau kombinasi keduanya;
sednagkan laki-laki lebih sering mengalami overflow incontinence (akibat masalah
prostat) dan stress incontinence (akibat terapi masalah prostat).
Inkontinensia urin bisa diklasifikasikan menjadi inkontinensia yang sementara
(transien) dan yang kronik. Inkontinensia yang transien adalah kebocoran urin yang
secara spontan sembuh sesudah penyebabnya diatasi. Inkontinensia transien atau
reversibel biasanya onsetnya mendadak dan durasinya relatif pendek. Penyebab
inkontinensia transien yang sering ditemui adalah delirium (D), infeksi (I), atrophic
vaginitis (A), pharmaceuticals (P), psychological disorder (P), excessive urine output
seperti pada hiperglikemia (E), reduced mobility or reversible urinary retention (R),
dan stool impaction (S). Obat yang bisa menyebabkan inkontinensia antara lain
antihipertensi (anti-adrenergik alfa, ACEI, CCB, diuretik), analgetik (COX-2 inhibitor,
opioid), relaksan otot skelet, psikoterapeutik (antidepresi, antipsikotik, antiparkinson,
sedatif-hipnotik), antihistamin, antikolinergik, tiazolidindion, dan alkohol.
Inkontinensia kronik tidak sembuh spontan, dan diklasifikasikan menjadi 5, yaitu
stress, urge, mixed, overflow, dan functional incontinence.
Stress incontinence disebabkan oleh kelemahan sfingter (sfingter uretra dan/atau
kelemahan dasar pelvis). Tipe ini adalah penyebab tersering pada inkotinensia yang
dialami perempuan berusia muda dan penyebab kedua tersering pada perempuan
berusia lebih tua. Obesitas dan paska melahirkan meningkatkan risiko tipe
inkontinensia ini. Tipe ini juga terjadi pada laki-laki sesudah pembedahan prostat.
Gejalanya berupa keluarnya sejumlah kecil urin selama aktivitas fisik atau tekanan
intra-abdomen (batuk, bersin, meloncat, mengangkat berat). Inkontinensia ini kadang
juga bisa terjadi dengan aktivitas minimal seperti berjalan atau berdiri dari kursi. Pasien
biasanya mampu mengingat aktivitas mana yang menyebabkan keluarnya urin secara
tidak sengaja.
Urge incontinence diakibatkan overaktivitas otot detrusor atau tidak adanya
inhibisi kontraksi vesica urinaria, dan bisa dibagi lagi menjadi 2 subtipe, yaitu sensorik
(akibat iritasi lokal, inflamasi, atau infeksi dalam vesica urinaria) dan neurologik
(sering diakibatkan oleh hilangnya kontrol inhibisi otak terhadap kontraksi detrusor).
Iritasi vesica bisa diakibatkan oleh sistitis, prostatitis, vaginitis atrofikans, divertikulum
vesika, atau riwayat terapi radiasi pelvis. Sementara itu, hilangnya kendali neurologis
bisa disebabkan oleh stroke, demensia, trauma korda spinalis, dan penyakit Parkinson.
Gejalanya berupa keluarnya urin didahului oleh keinginan yang kuat dan mendadak
untuk mengeluarkan urin, dan pasien biasanya mengalami pengeluaran urin sebelum
mencapai toilet. Kontraksi vesica urinaria bisa distimulasi oleh perubahan posisi
(misalnya dari berbaring ke berdiri) atau dengan stimulasi sensorik (misalnya mencuci
tangan, cuaca dingin, tiba di rumah). Volume urin yang keluar pada inkontinensia
biasanya berkisar mulai sangat sedikit sampai sangat banyak (sampai isi vesica urinaria
habis). Nokturia dan sering kencing adalah gejala lain yang sering ditemui pada tipe ini.
Bila gejala rasa ingin kencing yang hebat tidak diikuti keluarnya urin secara tidak
sengaja, disebut dengan overactive bladder.
Sementara itu, mixed incontinence adalah kombinasi stress dan urge incontinence,
yang sering terjadi pada usia tua. Inkontinensia biasanya ditandai juga dengan adanya
keinginan ingin kencing yang hebat. Inkontinensia terjadi bila melakukan aktivitas fisik,
batuk, atau bersin. Penyebab inkontinensia ini adalah gabungan dari penyebab stress
dan urge incontinence.
Overflow incontinence diakibatkan oleh gangguan kontraktilitas otot detrusor,
obstruksi pintu keluar vesica urinaria, atau keduanya, sehingga terjadi distensi vesica
yang berlebihan, dan mengakibatkan kebocoran urin akibat overflow. Overflow
incontinence yang kronis sering terjadi pada laki-laki dengan BPH, dan jarang terjadi
pada perempuan. Gejalanya berupa urin yang menetes-netes, kencing tidak lampias,
keluarnya urin tanpa adanya keinginan kencing atau sensasi penuh di vesica urinaria.
Penyebab inkontinensia ini bisa karena obat antikolinergik, BPH, prolaps organ pelvis,
diabetes, sklerosis multipel, dan trauma korda spinalis.
Functional incontinence diakibatkan oleh gangguan non-urogenital, melainkan
akibat gangguan kognitif, fungsional, atau mobilitas yang mengganggu kemampuan
pasien untuk ke toilet, tanpa disertai kegagalan fungsi versica urinaria atau masalah
pengendalian kencing secara neurologis. Penyebab tipe inkontinensia ini antara lain
demensia berat, kelemahan fisik, dan gangguan jiwa (misalnya depresi).
Gambar 3 menunjukkan algoritme diagnosis untuk inkontinensia urine.
seksual dalam seminggu terakhir perlu ditanyakan. Meatus uretra pada penis bisa
nampak meradang dengan tanda kemerahan dan pembengkakan.
Dibanding gonore, infeksi karena Chlamydia biasanya asimtomatik, dan kalau
menunjukkan gejala, biasanya muncul beberapa minggu (1-3 minggu) sesudah paparan.
Gejalanya mirip dengan gonore, dan pasien bisa terinfeksi kedua bakteri ini pada saat
bersamaan. Discharge uretra biasanya mukopurulen, disertai dengan disuria atau rasa
terbakar selama kencing. Bisa nampak gejala peradangan pada meatus uretra berupa
kemerahan, pembengkakan, dan gatal. Testis bisa membengkak dan terasa nyeri.
Gambar 4 menunjukkan manajemen disuria pada laki-laki.
mempunyai masalah anatomis, penyebab tersering adalah akibat infeksi saluran kencing
dan organisme penyebab tersering adalah E. coli dan Pseudomonas. Bila terjadi pada
anak laki-laki pra-pubertas, epididimitis sering berkaitan dengan anomali saluran
kencing.
dari epididimitis bakterial, tuberkulosis pada epididimis, ruptur abses testis, atau
drainase apendisitis ke skrotum akibat processus vaginalis yang tetap ada/paten. Abses
skrotum juga bisa terjadi karena ekstravasasi urin yang terinfeksi dari uretra pada pasien
dengan striktur uretra dan neurogenic bladder yang menggunakan alat pengumpul
eksternal. Gejala abses biasanya berkaitan dengan gejala dari penyebabnya. Selain itu,
skrotum nampak bengkak dan kemerahan, disertai rasa nyeri.
Trauma tumpul pada testis menyebabkan pembengkakan, ekimosa dengan
hematom, kontusio testis, ruptur testis, atau hematokel. Trauma testis yang berat jarang
terjadi, dan biasanya diakibatkan trauma langsung pada skrotum ataupun straddle
injury. Nyeri akibat trauma skrotum biasanya diawali oleh adanya riwayat trauma,
adanya pembengkakan, dan tanda memar pada skrotum. Nyerinya tergantung pada
keparahan trauma.
Gangren Fournier (fasciitis nekrotikans) adalah proses gangren yang mengenai
genitalia eksterna. Gangren sering berasal dari infeksi saluran kencing atau langsung
dari perirektal. Kondisi in progresif cepat dan berpotensi fatal. Gangren ini sering
ditemui pada pasien diabetes, kondisi infeksi seperti hepatitis C kronis atau HIV,
kanker, atau kondisi gangguan imun. Pasien datang dengan nyeri berat, bengkak dan
kemerahan pada skrotum. Peradangannya bisa menyebar ke inguinal dan perineum.
Sebelum datang dengan nyeri, terdapat riwayat pasien menderita gejala prodromal
seperti demam dan letargi selama 2-7 hari, yang kemudian diikuti dengan nyeri hebat..
Purpura Henoch-Schonlein adalah sindrom vaskulitis sistemik yang tidak
diketahui penyebabnya. Kondisi ini ditandai oleh purpura nontrombositopenik,
artralgia, penyakit ginjal, nyeri perut, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan kadang
juga nyeri skrotum. Onsetnya bisa akut, bisa juga tidak jelas. Kondisi ini biasanya
menyerang pasien berusia 20 tahun ke bawah.
Hidrokel adalah pengumpulan cairan dalam tunika vaginalis skrotum atau
sepanjang korda spermatika, bisa akibat processus vaginalis yang menetap/paten atau
akibat ketidakseimbangan produksi versus absorpsi cairan. Kondisi ini ditandai oleh
pembengkakan skrotum yang teraba lunak, tanpa disertai nyeri.
Spermatokel adalah akumulasi kistik dari sperma yang muncul dari caput
epididimis. Sebenarnya spermatokel bisa terjadi pada berbagai lokasi, mulai dari testis
sampai sepanjang vas deferens, tetapi umumnya spermatokel terjadi di intraskrotal.
Spermatokel nampak sebagai massa yang licin dan berbatas jelas di skrotum, di bagian
superior testis. Biasanya spermatokel ini asimtomatik. .
Varikokel adalah dilatasi abnormal pada vena spermatika akibat gangguan
anatomis, diduga akibat tidak adanya atau gangguan fungsi katup vena sehingga
mengakibatkan aliran retrograd ke plexus pampiniformis di korda spermatika dan
skrotum dari vena spermatika interna dan vena kremasterika. Nyeri varikokel biasanya
tumpul dan berdenyut di skrotum, nyerinya ringan sampai moderat, dan tidak menjalar.
Nyerinya bertambah bila berdiri lama akibat peningkatan tekanan hidrostatik di vena
plexus pampiniformis yang tidak berkatup. Kondisi ini lebih sering ditemui pada peri-
pubertas dan remaja.
Pada pasien dengan tumor testis yang masih bersifat lokal, gejalanya berupa
adanya pembengkakan atau nodul unilateral yang teraba padat pada testis tanpa disertai
nyeri. Nyeri bisa dirasakan bila tumornya tumbuh dengan cepat, atau bila ada
perdarahan di dalamnya ataupun terjadi infark. Mungkin bisa terasa nyeri tumpul atau
rasa berat di abdomen bagian bawah. Kondisi metastasis tumor bisa mengakibatkan
anoreksia, mual, dan gejala saluran cerna lainnya. Selain itu, terdapat gejala tambahan
sesuai lokasi metastasis tumor.
Nyeri skrotum yang kronik biasanya bersifat idiopatik, sering disebut orkialgia
kronis. Gejalanya berupa nyeri testis yang intermitten atau konstan selama 3 bulan atau
lebih yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Nyerinya tidak hanya melibatkan testis,
tapi juga bisa pada epididimis, struktur paratestikular, dan korda spermatika. Sebagian
besar penyebabnya tidak diketahui, sedang sisanya mungkin akibat kerusakan syaraf ke
korda spermatika sesudah vasektomi, trauma, herniorafi inguinal, dan epididimitis.
Kondisi ini adalah kondisi yang didiagnosis secara eksklusi, sehingga anamnesis perlu
difokuskan pada penyebab nyeri lain terlebih dahulu.
DAFTAR TILIK
ANAMNESIS KELUHAN UROGENITAL
Keterangan:
1 = tidak dilakukan
2 = dilakukan tapi tidak benar/tidak lengkap
3 = dilakukan dengan benar
PENDAHULUAN
Struktur luar dari sistem reproduksi pria terdiri dari penis, skrotum, dan testis.
Penis terdiri dari:
Akar (menempel pada dinding perut)
Batang (bagian tengah penis)
Glans (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)
Lubang uretra berada di ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona.
Pada pria yang tidak disunat, kulit depan (preputium) membentang dari korona
menutupi glans penis (Gambar 1).
1. Genitalia Eksterna
Pada pria yang sudah mengalami pubertas, distribusi rambut pubis harus
diperhatikan. Jika masih ada preputium, maka harus ditarik dan dilakukan pemeriksaan
pada orifisium uretra eksterna. Glans penis diinspeksi untuk mengetahui adanya
jaringan parut atau perlukaan, chancres, dan cairan uretra; dan dilakukan pula perabaan
kelenjar limfa inguinal. Anomali tersering dari genitalia eksterna adalah hipospadia
dimana terjadi malposisi dari orifisium uretra. Hal ini bisa terjadi pada 1 di antara 300
anak laki-laki. Fimosis adalah suatu kondisi dimana terjadi kontraktur dari preputium
sehingga tidak bisa ditarik melebihi glans penis. Hal ini merupakan predisposisi terjadi
balanitis dan dapat cukup parah untuk menyebabkan obstruksi pada aliran urin.
Pemeriksaan genitalia eksterna pria meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi
penis, orifisium uretra eksterna, skrotum, dan testis. Inspeksi dan palpasi genitalia
eksterna pria dilakukan dengan posisi pasien berdiri di depan tempat duduk pemeriksa.
Pemeriksaan dapat diulang dalam posisi pasien berbaring.
Setelah inspeksi selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan palpasi
dengan menggunakan jari pertama dan kedua dan/atau jari ketiga. Lakukan palpasi di
sepanjang batang penis, skrotum dan perineum untuk menemukan kelainan yang
mungkin ada. Jika terdapat kelainan, identifikasi kelainan yang ada. Jika berupa
benjolan/massa, identifikasi ukuran, bentuk, lokasi, permukaan, dan konsistensi.
2. Testis
Testis harus diperiksa baik pada posisi berbaring maupun pada posisi berdiri.
Pasien lebih merasa nyaman jika berbaring dan lebih mudah untuk melakukan palpasi
testis, tetapi pasien juga harus diperiksa saat berdiri untuk mengetahui adanya varicocel.
Varicocel adalah pelebaran vena dari pleksus pampiniformis. Pada pria normal, testis
sebelah kiri menggantung lebih rendah daripada sebelah kanan. Testis tidak boleh
diraba secara kasar untuk menentukan ukuran, permukaan, dan konsistensinya.
Perkiraan ukuran harus ditentukan, tetapi hanya setelah ratusan kali perabaan dapat
ditentukan rentang ukuran testis yang normal. Rata-rata ukuran panjang testis adalah
4,5 cm dengan lebar 2,5 cm, dan normalnya sensitif meskipun terhadap tekanan yang
ringan. Jika salah satu testis berukuran lebih kecil, hal ini mengindikasikan adanya
riwayat infeksi atau cedera. Gondongan (mumps) dan sifilis merupakan infeksi yang
sering memberikan pengaruh pada testis.
Epididimis dan spermatic cord juga harus diperiksa. Epididimis terletak
posterolateral dari testis, dimana dia melekat. Spermatic cord dapat diperiksa dengan
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Normalnya teraba lunak dan lurus. Beberapa
infeksi yang dapat mempengaruhi epididimis, E. coli, Staphylococcus, Streptococcus,
dan tuberculosis, biasanya menyebabkan perubahan nodular spesifik pada epididimis
dengan terjadi penebalan dari cord. Adanya cairan di sekitar testis (hidrokel) harus
dicari dan jika dicurigai ada cairan, maka pemeriksaan konfirmasi harus dilakukan
dengan transluminasi pada daerah dengan senter yang ditekankan ke daerah tersebut.
Skrotum yang kosong pada salah satu atau kedua sisi mengarah pada testis ektopik atau
testis yang tidak turun (undescended testes). Umumnya, testis yang tidak turun dapat
teraba di saluran inguinal.
Jika testis berukuran lebih dari normal, harus dicurigai adanya tumor, terutama
jika permukaannya tidak rata. Tumor testis biasanya tidak nyeri dan tidak lunak.
Pembengkakan pada skrotum harus diperika dengan cara yang sama untuk
melakukan pemeriksaan pembengkakan lainnya. Skrotum biasanya terisi oleh cairan
dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan transluminasi. Hidrokel, spermatokel, dan
kista epididimis merupakan kemungkinan utama penyebab pembengkakan tersebut.
Kondisi ini dapat didiagnosis dari hubungan anatominya terhadap testes.
3. Cryptorchidisme
Pada testis yang tidak turun, testis bisa berada di kanal inguinal, bisa pula di
dalam abdomen. Testis tidak masuk ke kantung testis terjadi pada 10% kelahiran anak
laki-laki, pada 2% usia 1 tahun, tetapi sesudah itu cryptorchidisme unilateral atau
bilateral pada pubertas hanya ditemukan sebanyak 0,3%. Undescenden testes harus
dibedakan dengan testis ektopik dimana testis terletak di luar dari jalur normal turunnya
testis. Tempat yang sering dari testis ektopik adalah perineum, daerah femoral, dan
inguinal superficial. Penting untuk menegakkan diagnosis cryptorchidism pada usia dini
karena testis yang tidak turun menyebabkan infertilitas secara bermakna dan
meningkatkan risiko keganasan. Sampai usia 5 tahun, undescenden testes menunjukkan
maturasi tubulus seminalis yang normal, tetapi antara usia 6-10 tahun hanya 8% yang
normal, dan pada usia 11 tahun, seluruhnya adalah abnormal.
Jika kedua testis berukuran kecil akibat hipogonadisme, kemungkinan bisa
terjadi kegagalan gonadotropin-hipotalamus primer atau sekunder. Penyebab tersering
kegagalan testis primer adalah sindrom Klinefelter. Pada kondisi ini, ditemukan adanya
atrofi tubulus seminiferus dengan komplikasi azoosperma, sedangkan sel Leydig
biasanya terhindar, sehingga produksi androgen tidak terpengaruh. Sindrom ini sering
berhubungan dengan ginekomastia, sehingga payudara harus diperiksa dengan seksama.
Jika seseorang memiliki testes yang kecil, gambaran fisik eunuchoidisme harus dicari,
yaitu tinggi yang berlebihan, distribusi rambut seperti wanita, suara dengan nada tinggi,
genitalia infantil, dan perawakan seperti wanita.
4. Kantung Hernia
Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan dan menjadi bagian yang penting pada
pasien dengan obstruksi usus.
4.1 Hernia inguinal tidak langsung
Normalnya cincin abdomen internal terletak 1,25 cm di atas ligamentum
inguinale, dan di antara simfisis pubis dan SIAS. Cincin abdomen eksternal terletak
1,25 cm di atas dan 1,25 cm lateral spina pubika dan tidak dapat dimasuki oleh ujung
jari. Hernia inguinal tidak langsung oblik dapat dilihat atau dirasakan sebagai tonjolan
yang terletak oblik di atas kanal inguinal. Pada pria, cincin abdominal eksterna dapat
diraba dengan memasukkan jari kelingking ke skrotum, dan dengan adanya hernia
inguinal tidak langsung jari kelingking akan masuk ke cincin dan melewati inguinal ke
arah atas lateral. Pada wanita diagnosis lebih sulit dibuat, tetapi impuls batuk dan
pembengkakan dapat dideteksi pada labium mayus.
4.2 Hernia inguinal langsung
Hernia inguinal langsung meninggalkan abdomen melalui segitiga Hesselbach,
diikat di bagian medial oleh bagian luar otot rektus abdominis, di bagian lateral oleh
arteri epigastrium profunda dan di bagian bawah oleh setengah dari ligamentum
inguinalis. Hernia terletak di atas ligamentum inguinalis dan tidak turun ke dalam
skrotum.
Berbeda dengan hernia inguinal tidak langsung, hernia langsung terletak di
belakang spermatic cord dan jari yang dimasukkan ke cincin abdominal eksterna
langsung masuk ke abdomen. Tekanan pada cincin inguinal tidak langsung akan
menghilangkan impuls batuk dari hernia inguinal tidak langsung, tetapi tidak pada
hernia inguinal langsung. Pada pria, hernia inguinal harus dibedakan dari hidrokel,
hernia femoralis, undescenden testes, dan lipoma pada spermatic cord. Pada wanita
harus dibedakan dengan hernia femoralis dan hidrokel dari saluran Nuck.
4.3 Hernia femoralis
Hernia femoralis turun secara vertikal ke saluran femoralis sejauh bukaan
saphenous, di mana pada lokasi tertentu cenderung melengkung ke atas menuju
ligamentum inguinale. Pembengkakan ditemukan di bawah ligamentum inguinale dan
di lateral tuberkel pubis. Diagnosis bandingnya adalah hernia inguinal dan abses psoas.
adanya massa padat, maka tidak akan tembus sinar, tetapi jika pembesaran skrotum
karena cairan, maka akan tembus sinar.