Anda di halaman 1dari 17

PENCEGAHAN

INFEKSI DI KAMAR
OPERASI
Kelompok 3
ADHWA HUMAIRA I1A015001

ADITYA PURNAMA M. I1A015002

ELDHA SAVITRI I1A015015

ANGGIA AYUNANDA A. I1A015076


LARASATI GILANG P. I1A015030
FRANSISKUS AGMARD M. I1A015087

NUR MILA I1A015047


JANNATUL FAJRIYAH I1A015090

ROSELA ELMITA I1A015060


TRISKA DIANTI W. I1A015111

CHULUD I1A015206

GHINA NUR ALIFAH I1A015214

PUTERI DAYANA I1A015232


Definisi
◦Infeksi yang terjadi pada luka yang
ditimbulkan oleh prosedur operasi invansif
secara umum yang dikenal sebagai infeksi
daerah operasi atau surgical site infection
dan morbiditas yang berarti pada pasien
rumah sakit
Etiologi
Faktor host juga berkontribusi dalam perkembangan infeksi
luka operasi. Infeksi luka operasi disebabkan oleh
kontaminasi bakteri dari tempat bedah, yang mana dapat
terjadi dengan berbagai cara diantaranya: kerusakan dinding
viskus berongga, bakteri flora normal pada kulit, dan teknik
bedah steril yang buruk sehingga dapat menyebabkan
kontaminasi eksogen dari tim bedah, peralatan, atau
lingkungan sekitar (Kulaylat dan Dayton, 2008).

Faktor bakteri termasuk virulensi dan jumlah bakteri


ditempat bedah. Keparahan infeksi dipengaruhi oleh toksin
yang dihasilan oleh mikroorganisme dan kemampuan untuk
resisten terhadap fagosit dan juga perusakan intrasel.
Mengenal mikrobiologi penyebab infeksi luka operasi adalah
penting untuk menentukan terapi empirik untuk mengatasi
infeksi pasien secara spesifik. (Anaya dan Dellinger, 2008).
Faktor Resiko
1. Usia : Anak-anak, bayi, dan pasien geriatri
2. Jenis Kelamin: Misalnya pada ISK Nosokomial
3. Lamanya perawatan
4. Tingkat fasilitas perawatan
5. Ada atau tidaknya penyakit yang meningkatkan komorbiditas ( DM, Hypertensi,
Dislipidemia)
6. Pemakaian Antibiotik yang bukan merupakan Ab Empiris
7. Keseringan penggunaan alat invasi
8. Faktor virulensi (Mikroorganisme) penyebab infeksi
Patogenesis
◦ Infeksi saat operasi tergantung pada beberapa faktor yaitu jumlah, tipe dan virulensi bakteri, pertahanan
tubuh host dan faktor eksternal lain.
1. Operating suite = tidak ada batas jelas antara ruang operasi dan ruang lainnya
2. Operating room = sterilitas ruang operasi
3. Tim operasi= merawat pasien dan menjaga sterlitas
• Faktor Pasien : Status nutrisi yang buruk, merokok, DM, perubahan respon imun, kegemukan, dll
• Faktor Operasi : Lamanya operasi, profilaksis antimikroba, sterilisasi instrumen, teknik pembedahan,
hemostasis buruk, trauma jaringan, dll.
Manifestasi Klinis
◦ Pasien merasakan beberapa gejala yang dirasakan saat terjadi infeksi daerah
operasi :
1. Nyeri
2. Hipotermi atau hipertermi
3. Tekanan darah rendah
4. Palpitasi
5. Keluar cairan dari luka operasi, dapat berupa darah atau nanah.
6. Bengkak (pasien merasa nyeri, sekitar daerah yang membengkak terasa
hangat & berwarna merah)
Diagnosis
pembengkakan, cairan atau 1.Tes darah, darah dapat

Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan fisik
sekret yang keluar. Harus mengetahui bagaimana
diperhatikan juga apakah ada keadaan tubuh kita dan bakteri
penyebaran dari infeksi. apa yang terdapat dan yang
menginfeksi.
Tes pencitraan, termasuk x-
ray,MRI, scan tulang.
Kultur dari luka dan biopsi
jaringan, untuk
mengidentifikasikan bakteri apa
yang terdapat pada luka, jenis
infeksi dan pengobatan apa
yang tepat.
Tata Laksana
Penerapan Kewaspadaan Isolasi terdiri
dari :
 Kewaspadaan Standard
 Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Kewaspadaan Standar:
Komplikasi
•1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering •Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena
muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi
termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan
reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam
bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini
sel darah putih. teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
•2. Perdarahan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda
asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. intervensi bedah.
Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam
setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi •Parutt hipertrofik hanya berupa parut luka yang
pembedahan mungkin diperlukan.
menonjol, nodular, dan kemerahan, yang
•3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase
adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu
meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk tahun, sedangkan keloid tidak. Keloid dapat
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi
resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat
– 5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika predileksi merupakan kulit, toraks terutama di
dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah,
balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka. leher, wajah, telinga, dan dahi.

Komplikasi Dini Komplikasi Lanjut


Pencegahan
1. Persiapan pasien dan antisepsis tangan untuk tim operasi
2. Pastikan pemakaian APD tim bedah tepat dan benar
3. Pastikan lingkungan kamar bedah sudah tepat dan benar dengan
melakukan manajemen lingkungan
4. Pastikan penanganan linen di kamar bedahtepat dan benar
(manajemen linen)
5. Pastikan tim bedah sudah mendapatkan pelatihan tentang PPI
6. Pastikan adanya surveilans di kamar bedah
Prognosis
Infeksi nosokomial dapat
memberikan dampak Dubia ad sanam
negatif kepada pasien
baik fisik maupun Bisa cenderung sembuh
ekonomi, karena infeksi bila pasien langsung
tersebut maka pasien melaporkan ke Rumah
harus menambah waktu Sakit
perawatan di Rumah
Sakit
Peralatan berhubungan IDO
Semua instrumen bedah yang tidak steril merupakan faktor resiko terjadinya
infeksi daerah operasi, instrumen bedah tersebut antara lain :

1. Pisau Bedah (Scapel) 7. Handle scapel


2. Gunting 8. Needle holders & Suture
- Bandage scissors 9. Retraktor (Wound Hook)
- Surgical scissors 10. Deschamps Aneurysm Needle
3. Forceps 11. Wound Curet
4. Pinset 12. Sonde (Probe)
- Pinset anatomi 13. Jarum Jahit
- Pinset operasi 14. Benang Bedah
5. Klem ( Clamp) 15. Scapel knife
6. Korentang/Dressing forceps
Panduan Akreditasi RS berhubungan dengan IDO
Pembagian Zona pada Sarana Ruang
Operasi Rumah Sakit
a)Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan
a)Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Medium Filter)
a)Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal) Pre Filter) b)Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang
b)Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan terdiri dari ruang persiapan (preparation),
b)Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub
administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu perawat, ruang plester, pantri petugas, ruang
up, ruang pemulihan (recovery), ruang linen, ruang
tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang
keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas pelaporan bedah, ruang penyimpanan
loker (ruang ganti pakaian dokter dan perawat)
kotor. merupakan area transisi antara zona 1 dengan
perlengkapan bedah, ruang penyimpanan
peralatan anastesi, implant orthopedi dan
c)Zone ini mempunyai jumlah partikel debu zone 2. emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks
per m3 > 3.520.000 partikel dengan diameter c)Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel ruang operasi.
0,5 μm. debu per m3 3.520.000 partikel dengan dia. 0,5 c)Zone ini mempunyai jumlah maksimal partikel
μm. debu per m3 adalah 352.000 partikel dengan dia. 0,5
μm.

a)Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril a)Area Nuklei Steril


dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa Filter) b)Area ini terletak dibawah area aliran udara
b)Zona ini adalah ruang operasi, dengan kebawah (;laminair air flow) dimana bedah
tekanan udara positif. dilakukan.
c)Zone ini mempunyai jumlah maksimal c)Area ini mempunyai jumlah maksimal
partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel partikel debu per m3 adalah 3.520 partikel
dengan dia. 0,5 μm. dengan dia. 0,5 μm.
Terima Kasih
Daftar Pustaka
◦ Agustina E, Syahrul F. Pengaruh prosedur operasi terhadap kejadian infeksi pada pasien operasi bersih terkontaminasi.
Surabaya. FKM Unair. 2017
◦ Kulaylat, M.N., Dayton, M.T., 2008. Surgical complications. Dalam: Townsend, C.M., Beauchamp, R.D., Evers, B.M.,
Mattox, K.L. 2008. Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 18th ed.
Philadelphia: Saunders, pp. 299-306.
◦ Anaya, D.A., Dellinger, P.E., 2008. Surgical complications. Dalam: Townsend, C.M., Beauchamp, R.D., Evers, B.M.,
Mattox, K.L. 2008. Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 18th ed.
Philadelphia: Saunders, pp. 328-334.
◦ Weiss C.A., Statz C.I., Dahms R.A., et al., 1999. Six years of surgical wound surveillance at a tertiary care center.
Arch Surg ; 134:1041.
◦ Uckay I, Harbart S,et al. Preventing surgical site infections. Expert review of Anti-infective Therapy; 8(6). 2010.
◦ Burnicardi F C, Anderson D K, et al. 2006. Schwartz’s manual of surgery Eight Edition. MacGrawhill; New York, pp.
90-96.
◦ Nanda. 2012-2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
◦ Masloman A P, Kandou G D, Tilaar C H R. Analisis Pelaksanaan Pencengahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar
Operasi RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano/ JIKMU. 5(2). 2015
◦ Kemenkes RI. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi. 2012.

Anda mungkin juga menyukai