Anda di halaman 1dari 9

INFEKSI DAERAH OPERASI PEMBEDAHAN ORTHOPEDI

TUGAS REFERAT STASE BEDAH ORTHOPEDI

Oleh:
Wasista Hanung Pujangga

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MIKROBIOLOGI KLINIK


DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA
2020
Surgical site infection adalah tipe healthcare-associated infection (HAI) dimana luka
terjadi setelah tindakan invasive. CDC mendefinisikan HAI sebagai kondisi sistemik atau
local yang dihasilkan dari adanya agen infeksius atau toksinnya. Infeksi terbukti tidak ada
atau inkubasi saat masuk ke sarana pelayanan kesehatan.i Surgical site infections (SSI):
Infeksi yang terjadi pada luka yang ditimbulkan oleh prosedur invasif. Tipe lain infeksi
terkait perawatan kesehatan (healthcare-associated infections) yang mengenai pasien
operasi adalah infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran kemih, bacteraemi (termasuk
infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus dan ninfeksi kanulnintravaskuler) dan
diare terkait antibiotika-(khususnya enteritis Clostridium difficile). Surgical site infections
jumlahnya sampai mencapai 20% dari seluruh infeksi terkait perawatan kesehatan .
Setidaknya 5% pasien menjalani pembedahan menjadi surgical site infection.ii Di rumah
sakit di New York SSI sering terjadi setelah operasi kolon, Coronary artery bypass graft
(CABG), dan penggantian panggul.iii
Dari studi prevalensi pada 2006 diperkirakan 8% pasien di RS di Inggris
mengalami HCAI. SSI berperan pada 14% infeksi ini dan hampir 5% pasien
menjalani prosdur bedah berkembang mengalami SSI. Data ini tampaknya lebih
rendah karena banyak infeksi terjadi setelah pasien keluar RS. iv
Luka setelah prosedur operasi diklasifikasikan sebagai superficial incisional, deep
incisional atau organ/space,tergantung jaringan atau bagian tubuh terlibat. v

1. Infeksi luka operasi insisi permukaan (Superficial incisional SS)I : infeksi terjadi
dalam 30 hari post operasi dan melibatkan kulit dan jaringan subkutan dan
pasien memiliki setidaknya 1 dari beberapa kondisi:
a. Cairan purulen dari insisi superficial
b. organisme diisolasi dari kultur jaringan atau cairan secara aseptic dari
insisi superficial.
c. setidaknya terdapat 1 dari tanda atau gejala: nyeri, bengkak local, merah
atau panas, dan insisi superficial dibuka oleh dokter bedah kultur positif
atau tidak dikultur (kultur negative tidak masuk criteria ini)
d. diagnosis insisi superficial SSI oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien.

2.Infeksi luka operasi insisi dalam (Deep incisional SSI) memenuhi criteria: infeksi
dalam 30 hari post operasi jika tidak terdapat implant atau dalam 1 tahun jika
terdapat implant dan infeksi terlihat berhubungan dengan prosedur operasi DAN
keterlibatan jaringan ikat dalam (fascia dan lapisan otot dari insisi) DAN pasien
memiliki setidaknya 1 dari beberapa kondisi:
a. cairan purulent dari insisi dalam tapi bukan dari komponen
organ/rongga dari tempat pembedahan.
b. Insisi dalam yang pecah spontan atau sengaja dibuka oleh dokter bedah dan
hasil kultur positif atau tidak dikultur ketika pasien setidaknya memiliki salah
satu tanda atau gejala: demam (>38°C), atau nyeri local (kultur negative tidak
masuk criteria ini)
c. abscess atau bukti lain infeksi melibatkan insisi dalam ditemukan dengan
pemeriksaan langsung saat operasi atau dengan PA atau radiologi. ,
d. diagnosis insisi dalam SSI oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien.

3. SSI organ/rongga harus memenuhi criteria:


infeksi dalam 30 hari post operasi jika tidak terdapat implant atau dalam 1 tahun jika
terdapat implant dan infeksi terlihat berhubungan dengan prosedur operasi
DAN Infeksi melibatkan salah satu bagian tubuh kecuali insisi kulit, fascia, atau
lapisan otot yang terbuka atau dimanipulasi saat pembedahan
DAN pasien memiliki setidaknya 1 dari beberapa kondisi:
a. drainase purulent dari drain yang ditempatkan melalui luka tusuk ke
organ/rongga
b. organisme diisolasi dari kultur cairan atau jaringan pada organ/rongga.
c. abscess atau bukti lain infeksi melibatkan organ/rongga yang ditemukan
pada pemeriksaan langung saat reoperasi, atau PA atau radiologi.
d. diagnosis SSI organ/rongga dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien.

I. Jenis pemeriksaan laboratorium


Diagnosis SSI terkait prosedur bedah ortopedi yang bersih adalah proses
kompleks, menggunakan tanda dan gejala klinis, data laboratorium, radiologi dan
atau konfirmasi atau diagnosis dokter bedah atau petugas medis. diagnosis sering
berdasarkan komplikasi luka seperti nyeri, inflamasi dan cairan luka.

Uji laboratorium yang mendukung diagnosis:


a. Evaluasi untuk mengetahui respon terapi adalah dengan mengukur C-
Reactive protein dan perbaikan gejala merupakan parameter yang terbaik. vi

b. Kultur dari sampel pada kondisi aerob dengan CO2 5 % dan anaerob.
Kultur pada kondisi aerob rutin dilakukan di laboratorium tapi pemeriksaan
secara anaerob tidak selalu rutin dilakukan karena berbagai hal antara lain
biaya pemeriksaan yang lebih mahal. Mikroba dapat terlewat pada kultur rutin
tapi dapat menyebabkan SSI. Banyak mikroorganisme patogen yang
menyebabkan SSI tapi tidak menunjukkan pertumbuhan positif pada kultur
standar dalam 48 jam.vii Beberapa contoh adalah:
1. Atypical Mycobacteria
2. Mycoplasma dan Ureaplasma
3. Legionella
4. variant” Staphylococcus aureus
5. Patogen anaerob.

Pada setting klinis, organisme harus dibedakan dari organisme pembentuk


spora yang berhubungan dekat seperti Clostridium coccoides dan
Ruminococcus gnavus. Umumnya di laboratorium menggunakan system
identifikasi komerisal dengan API. Sistem identifikasi fenotipik termasuk API
20 A dan API Rapid ID 32 A tidak mampu mengidentifikasi R. peoriensis.
Perlu identifikasi fenotip dengan uji lain agar dapat mengidentifikasi kuman
ini..viii

c. Pemeriksaan secara biomolekular


Identifikasi genotif biomolecular berdasarkan pada sekuensing gen 16S rRNA
menghasilkan identifikasi yang cepat dan akurat. 10

Kekurangan penggunaan teknik ini adalah biaya yang mahal untuk


operasional, alat yang mahal, penggunaan terbatas pada institusi yang besar
dan butuh tenaga ahli yang khusus.

II. Jenis, regimen dan lama pemberian antimikroba yang diberikan.


Risiko infeksi post-pembedahan dan health care-associated infection (HAI)
tergantung pada prosedur pembedahan yang diklasifikasikan menjadi 3 kategori:
bersih, bersih terkontaminasi dan terkontaminasi-kotor.
ix
Kriteria klasifikasi prosedur pembedahan:
1. Bersih: tidak darurat, non-traumatic, terutama tertutup; tidak ada inflamasi
akut, tidak ada masalah pada teknik aspetik, saluran respirasi, pencernaan,
bilier dan genital tidak dimasuki.
2. Bersih terkontaminasi: Urgent atau kasus emergency yang bersih dan
melakukan pembukaan elective saluran respirasi, pencernaan, bilier dan
genital dengan tumpahan minimal (misalnya apendektomi) ; sedikit gangguan
pada teknik aspetik.
3. Terkontaminasi: inflamasi Non-purulent, tumpahan kasar dari saluran
pencernaan; masuk ke saluran empedu atau genital pada keadaan adanya
empedu atau urin terinfeksi; ketidakutuhan yang besar pada teknik aspetik;
trauma penetrasi <4 jam; luka terbuka kronik yang akan ditutup atau digraft.
4. Kotor: inflamasi purulen misalnya abses; perforasi preoperative pada saluran
respirasi, pencernaan, bilier dan genital; trauma penetrasi >4 jam.
Pada pasien ini prosedurnya adalah operasi bedah saraf yang bersih dan R.
peoriensis ditumbuhkan dari specimen bedan seiring dengan pembesaran pecahnya
luka distal, menyebabkan diagnosis health careassociated infection.
Antibiotic prophylaxis diindikasikan pada kebanyakan luka operasi bersih
terkontaminasi, seperti vascular prostheses dan implant ortopedi. x Antibiotik
profilaksis efektif mencegah SSI setelah tindakan bedah yang tepat sejak
1969. Profilaksis biasanya penggunaan dosis tunggal antibiotic (tersering IV)
dan biasanya diberikan saat induksi anestesi.

Terapi antibiotic lini pertama (empiris) sebaiknya mencakup patogen


penyebab yang mungkin, status klinis pasien termasuk riwayat antibiotic saat ini dan
ploa resistensi antibiotik lokal. Terapi empiris sebaiknya berspektrum luas dan
mencakup S. aureus yang merupakan penyebab tersering SSI setelah operasi. Obat
yang diipilh sebaiknya aktif untuk kuman anerob juga (seperti metronidazole, co-
amoxiclav, piperacillin-tazobactam or meropenem). 14 Pemilihan antibiotic ini juga
sudah tepat karena kuman penyebab tersering pada kasus SSI operasi spinal yang
tersering adalah S.aureus yang biasanya masih peka terhadap golongan penicillin. xi
III. Pencegahan kejadian SSI di RS:
Infeksi setelah prosedur pembedahan (operasi) dapat menyebabkan nyeri,
penyembuhan luka kurang baik, perlu penanganan lebih lama termasuk antibiotic,
perawatan lebih lama dan peningkatan biaya. Infeksi post operasi dapat
mengakibatkan masalah serius termasuk kegagalan prosedur bedah, komplikasi
bedah lain, sepsis,kegagalan organ,dan bahkan kematian. Faktor risiko infeksi post
operasi pada pasien adalah Diabetes, obesitas, usia tua dan jenis operasi
emergensi.xii
Kegiatan yang dilakukan untuk pencegahan SSI: 12
Meminimalkan risiko Pre-dan intra-operasi:
a. Pembersihan rambut: jika rambut mengganggu operasi dan dibersihkan
dengan clippers. Pencukuran dapat mengabrasi kulit yang akan dikolonisasi
bakteri dan meningkatkan risiko infeksi. Pembersihan rambut saat dekat
waktu operasi.
b. Normothermia: pengontrolan suhu pasien dan pencegahan hipotermia
sebelum dan saat pembedahan terbukti menurunkan risiko SSI. Hipotermia
meningkatkan kemungkinan infeksi luka post operasi kemungkinan jarena
memicu Thermoregulatory vasoconstriction yang menurunkan suplai oksigen
dan memperlama penyembuhan luka. Gunakan selimut penghangat, cairan
IV yang dihangatkan dan peningkatan suhu kamar operasi. Catat suhu pasien
sebelum operasi dan periodic saat operasi.
c. Kontrol gula darah
Dianjurkan gula darah < 11mmol/l. Dokter menjamin gula darah dimonitor
ketat dan dikontrol dalam 2 hari setelah operasi untuk mengurangi risiko SSI.
d. Prinsip asepsis
Salah satu factor paling penting penghasil SSI adalah kurang tindakan
asepsis sehingga luka operasi menjadi terkontaminasi. pemeliharaan sterilitas
(tidak ada bakteri atau organism lain seperti virus atau parasit) pada area
pembedahan dan peralatan operasi dan staf ruang operasi menggunakan
pakaian, topi dan masker clean scrub.19
Health Protection Agency (2007) mengidentifikasi 3 faktor utama
berhubungan dengan SSI yaitu:
1. Keadaan kesehatan pasien sebelum operasi
2. Tipe dan lamanya operasi.
3. Kemungkinan mikroorganisme yang ada pada luka saat pembedahan (the
wound class).
e. Pemberian antibiotic sebelum prosedur, saat memungkinkan pastikan pasien
dalam kondisi terbaik sebelum operasi elektif,

Managemen postoperative bukanlah risiko yang berarti, tapi tidak berarti tidak
terdapat risiko SSI oleh perawatan luka yang tidak tepat walaupun infeksi
kemungkinan superficial. Pastikan insisi pembedahan ditutup saat 24-48 jam
pertama. Prosedur control infeksi harus dipatuhi dengan ketat dan pasien diedukasi
untuk tidak memegang lukanya dan menjamin tangan bersih setelah dari toilet.
Strategi organisasi: Mengurangi lama tinggal di RS dengan cara pasien masuk
ke RS saat pembedahan. Program edukasi ke pasien dan staf agar memahami
bagaimana mengontrol infeksi dan pasien faham cara menghindari SSI dan
mengetahui saat memerlukan pertolongan.

IV. Tracing dan penanganan sumber infeksi.


Pencarian sumber infeksi dan penangannya penting dilakukan agar jumlah kasus
healthcare-associated infection(HAI) khususnya HAI karena infeksi luka operasi
(SSI) tidak semakin meningkat. Pencarian sumber kasus dilakukan saat kecurigaan
adanya peningkatan jumlah kasus atau investigasi epidemiologi. Kebanyakan
surgical site infections disebabkan kontaminasi insisi dengan mikroorganisme dari
tubuh pasien (infeksi endogen) saat pembedahan. Infeksi karena mikroorganisme
dari sumber di luar tubuh setelah pembedahan lebih jarang. 5 Infeksi eksogen terjadi
saat mikroorganisme dari instrument atau lingkungan kamar operasi
mengkontaminasi tempat operasi, atau saat mikroorganisme dari lingkungan
mengkontaminasi luka atau saat mikroorganisme masuk ke luka saat operasi
sebelum kulit ditutup perban. 5, 14 Petugas pembedahan dengan kolonisasi S aureus
kadang-kadang diidentifikasi sebagai sumber SSI yang disebabkan S aureus.
Karier Streptokokus group A oleh personil kamar operasi juga telah menyebabkan
15
beberapa kejadian luar biasa (KLB). Jika terdapat kecurigaan sumber infeksi
berasal dari lingkungan kamar operasi maka dapat dilakukan pengambilan sampel
mikrobiologi dari permukaan atau udara dari lingkungan kamar operasi hanya
sebagai bagian dari investigasi epidemiologi. xiii

.REFERENSI
i
Horan T, et al. CDC/NHSN surveillance definition of health care–associated infection and
criteria for specific types of infections in the acute care settin. Am J Infect Control
2008;36:309-32.
ii
National Institute for Health and Clinical Excellence. Surgical site infectionPrevention and
treatment of surgical site infection. October 2008.
iii
New York State. Hhospital-acquired infections. New York State Department of Health, Albany,
NY September 20, 2011
iv
National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. Surgical site infection.
prevention and treatment ofsurgical site infection. October 2008
v
Guide to the Elimination of Orthopedic Surgical Site Infections. An APIC Guide 2010.
vi
SOUTHWICK F.S.Infectious Diseases. A Clinical Short Course. McGraw-Hill2007.
vii
Reddy B.R.Management of culture negative surgical site infection. J Med Allied Sci 2012;2
(1):02-06
viii
Shen et al. Robinsoniella peoriensis Bacteremia in a Patient with Pancreatic Cancer.
Journal of clinical microbiology, Sept. 2010, p. 3448–3450
ix
Burton F. Classification of operative wounds based on degree of microbial contamination
(cited in Gottrup, Melling and Hollander, 2005 and adapted from Berard and Gandon,
1964). Preventing surgical site infections. Wound Essentials • Volume 2 • 2007
x
Miliani et al. Non-compliance with recommendations for the practice of antibiotic
prophylaxis and risk of surgical site infection: results of a multilevel analysis from the
INCISO Surveillance Network. Journal of Antimicrobial Chemotherapy (2009) 64, 1307–
1315
xi
Collins I et al. The diagnosis and management of infection following instrumented spinal
fusion. Eur Spine J (2008) 17:445–450
xii
Torpy J M. Postoperative Infections. JAMA, June 23/30, 2010—Vol 303, No. 24
xiii
Mangram AJ. Guideline for prevention of surgical site Infection, 1999. Infection control
and hospital epidemiology.

Anda mungkin juga menyukai