Anda di halaman 1dari 12

PENGANTAR PRAKTIKUM SITOGENETIKA

MODUL 1.2
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan sitogenetika adalah suatu pemeriksaan dari
bahan genetik pada tingkat sel (kromosom) yang dapat diperiksa
dengan mikroskop cahaya. Praktikum Sitogenetika bertujuan untuk
menambah pemahaman dan melatih ketrampilan mengenai materi
yang telah disampaikan di ruang kuliah tentang Pemeriksaan
Sitogenetika. Hal-hal yang kurang dipahami mengenai cara-cara
pemeriksaan kromosom, diharapkan setelah praktikum ini akan
menjadi lebih jelas.
Saat keadaan sel dalam interfase (fase istirahat), kromosom
dalam inti terdiri dari sebuah molekul tunggal kromatin yang
berbentuk seperti benang panjang. Ketika proses pembelahan sel,
terjadi kondensasi (penebalan dan pemendekan) kromatin menjadi
kromosom. DNA dalam kromosom mengalami replikasi membentuk
2 lajur benang (kromatid) yang saling berikatan pada sentromer.
Sentromer berbentuk seperti konstriksi (penyempitan) pada satu
bagian kromosom.
Lokasi sentromer membedakan bentuk kromosom menjadi
metasentrik, submetasentrik dan akrosentrik. Apabila sentromer
terletak di tengah kromosom dan membagi lengan p (pendek) dan q
(panjang) sama panjang, maka disebut kromosom metasentrik.
Apabila sentromer mendekati lengan p, maka disebut kromosom
submetasentrik, sedangkan bila sentromer terdapat pada ujung
lengan p, maka disebut akrosentrik.
Dalam praktikum ini dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Melatih ketramplian menggunakan mikroskop
2. Pengenalan metafase sel pada preparat
3. Pemeriksaan jumlah kromosom
4. Pemeriksaan struktur kromosom
5. Pelaporan hasil pemeriksaan

Sebelum praktikum, teliti dan perhatikan alat-alat dan


bahan yang diperlukan, meliputi:
1. Bahan : 5 Preparat banding kromosom
2. Alat dan reagen :
- mikroskop - minyak emersi
- alat tulis - alkohol 96%
- tisue - gunting, lem kertas

II. PEMAKAIAN MIKROSKOP


Perhatikan cara mengambil atau memindahkan mikroskop yaitu
tangan kanan memegang arm (lengan)mikroskop, sedangkan tangan
kiri menyangga base (dasar) mikroskop.
Taruh slide (preparat) pada stage, fixir dengan clip. Pergunakan
low power objective dengan memutar revolving nosepiece. Dengan
course adjustment, turunkan lensa objective sedekat mungkin dengan
slide (jangan sampai menyentuh slide). Dengan mata terbuka, lihatlah
dengan satu mata melalui lensa okuler (pada mikroskop monookuler).
Bila letak mikroskop terlalu rendah, aturlah dengan inclination joint.
Aturlah coarse dan fine adjustment, sehingga preparat yang diamati
tampak jelas. Bila belum nampak bayangan dengan terang, perhatikan
keadaan diagfragma, posisi kondensor dan kebersihan lensa.
Preparat slide (preparat kering) membutuhkan penerangan yang
banyak, jadi kondensor harus diatur tinggi dan diagfragma dibuka lebih
lebar. Untuk mendapatkan pembesaran yang lebih besar lagi,
pergunakan high power objective dan aturlah fine adjustment. Untuk
pemakaian oil emmersion objective, teteskan terlebih dahuluminyak
emersi di tempat yang akan diperiksa dan dijaga jangan sampai lensa
menyentuh preparat, kemudian atur coarse dan fine adjustment.
Bersihkan mikroskop setelah dipergunakan,terutama lensa-
lensanya. Bersihkan bekas minyak emmersi pada lensa dengan
menggunakan xylol.

III. PEMERIKSAAN SITOGENETIKA


Pemeriksaan sitogenetika berperan dalam deteksi kelainan
bahan genetik yang dibawa (baik yang diturunkan maupun yang
terjadi secara de novo) dan kalianan yang didapat (acquired) akibat
proses dalam tubuh, seperti keganasan.
Deteksi kelainan kromosom pada penykit genetik akan
membantu dalam pencagahan, penanganan, intervensi dan progran
pendidikan, pemberian konseling dan keluarga berencana. Baik
sebelum maupun setelah pemeriksaan genetik, pasien dan keluarga
memerlukan penjelasan tentang tujuan pemeriksaan, kemungkinan
diagnosisnya dan hasil pemeriksaan. Pada keganasan hematologik,
deteksi kelainan kromosom akan membantu dalam diagnosis,
penentuan terapi, tindak lanjut dan prognosis penyakit.

III.1 Indikasi Pemeriksaan Sitogenetika


a. Kecurigaan adanya kelainan kromosom klasik
b. Individu dengan cacat bawaan
c. Individu dengan keterbelakangan mental/disabilitas
intelektual
d. Orang tua dari anak dengan kelainan kromosom
e. Pasangan dengan riwayat tidak subur
f. Pasangan dengan riwayat keguguran spontan berulang
g. Wanita dengan postur tubuh pendek (<140 cm)
h. Individu dengan jenis kelamin tidak jelas
i. Individu ingin operasi ganti kelamin
j. Amenorrhoe primer
k. Kegagalan tanda-tanda kedewasaan pada pria dan wanita
l. Individu dengan kecenderungan bertindak kriminal
m. Ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun
n. Ibu hamil dengan riwayat pernah melahirkan bayi cacat
o. Keganasan hematologik

III.2 Jenis Pemeriksaan Sitogenetika


a. Kromatin seks
Pemeriksaan kromatin seks memerlukan bahan hapusan
permukaan dalam pipi. Pemeriksaan ini sangat sederhana dan
terjangkau. Informasi pemeriksaan kromatin seks sangat
terbatas yaitu hanya untuk deteksi jenis kromosom yang
biasanya dopakai sebagai indikator jenis kelamin. Bila tampak
satu kromatin seks (Barr body) di dalam sel positif, berarti
individu tersebut mempunyai 1 kromosom X+1 = 2 kromosom X
yang sesuai dengan jenis kelamin wanita, atau pada laki-laki
dengan kalinan kromosom sekx (sindrom Klinefelter).
Sebaliknya bila tidak tampak kromatin seks (negatif) berarti
individu hanya memiliki 1 kromosom X, yaitu pada jenis kelamin
laki-laki atau pada wanita dengan kelainan kromosom seks
(sindrom Turner)
b. Sitogenetika pada penyakit/gangguan genetik
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya kelainan maupun
jumlah kromosom pada sel limfosit dari darah tepi, biasanya
digunakan darah vena berheparin.

c. Sitogenetika pada keganasan darah


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan
struktur maupun jumlah kromosom pada sel lekosit dari
sumsum tulang yang mempunyai indeks mitosis tinggi. Kultur
pada sel darah tepi tidak diperbolehkan menggunakan
Phytohaemaglutinin (PHA) karena mengakibatkan false positif.
Kelainan kromosom pada keganasan darah sulit dideteksi daro
sel darah tepi karena jumlah metafase yang terlalu sedikit.
d. Sitogenetika untuk diagnosis prenatal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis keadaan bayi
dalam kandungan pada ibu hamil 8-12 minggu. Ada 2 jenis cara
pengambilan sampel untuk pemeriksaan sitogenetika untuk
diagnosis prenatal, yaitu dengan biopsi plasenta (villi chorialis)
melalui servik uteri yang dipandu oleh USG pada ibu hamil >8
minggu. Cara lain yang dapat ditempuh untuk pengambilan
sampel adalah dengan amniocentesis yang dilakukan saat usia
kehamilan lebih tua (12-16 minggu). Saat itu diharapkah cairan
amnion sudah mencapai >200 mL, sehingga dapat dilakukan
penyedotan cairan amnion melalui abdomen dipandu dengan
USG.

IV. IDENTIFIKASI KROMOSOM


Kromosom pada manusia normal berjumlah 46, yaitu 22
pasang autosom dan sepasang kromosom seks. Autosom pada laki-
laki dan wanita memiliki jumlah dan struktur yang sama, sedangkan
kromosom seks diantara keduanya berbeda. Kromosom seks pada
laki-laki normal adalah XY sedangkan pada wanita normal adalah
XX.
Kromosom diklasifikasikan menurut ukuran dan letak
sentromer. Identifikasi kromosom sangat sulit dilakukan. Dengan
pengecatan solid (Giemsa), penggolongan bentuk kromosom
dibedakan menjadi 7 grup, yaitu :
A : kromosom metasentrik terbesar yaitu kromosom 1,2,dan 3
B : kromosom submetasentrik besar yaitu kromosom 4 dan 5
C :kromosom metasentrik dan submetasentrik ukuran medium
yaitu kromosom 6-12 dan X
D : kromosom akrosentrik yaitu kromosom 13, 14 dan 15
E : kromosom metasentrik medium (16) dan submetasentrik kecil
(17 dan 18)
F : kromosom metasentrik kecil yaitu kromosom 19 dan 20
G : kromosom akrosentrik kecil yaitu kromosom 21, 22 (bersatelit)
dan Y (tidak bersatelit)
Penggolongan tersebut hanya dilakukan apabila identifikasi
individual kromosom tidak jelas.
Diagnosis pada pemeriksaan sitogenetika kromosom dapat
dilakukan apabila pengecatan kromosom menggunakan teknik
banding. Teknik tersebut menggunakan enzim tripsin sebelum dicat
dengan Giemsa. Enzim tripsin akan memberikan gambaran
kromosom dengan garis-garis lintang gelap dan terang dalam
ketebalan yang bervariasi. Dengan pengecatan banding, kromosom
digolongkan mengikuti ukuran kromosom dari besar ke kecil
menggunakan angka pada autosom (kromosom 1-22), kecuali
kromosom 22 lebih besar dari kromosom 21 dan huruf X dan Y
pada kromosom seks.
Masing-masing kromosom dibagi menjadi regio-regio.
Setiap regio diberi nomer secara sekuensial dari sentromer mulai
dari regio 1. Lokasi regio ditunjukkan dengan menyebutkan nomer
kromosom, lengan kromosom (p atau q) dan nomer dari regio itu
sendiri. Regio dibagi lagi menjadi band (terang dan gelap). Masing-
masing band dalam regio diberi nomer secara sekuensial dimulai
dari sentromer. Nomer tersebut dituliskan setelah nomer regio.
Ujung-ujung lengan kromosom tidak dianggap sebagai band
sehingga tidak diberi nomer, tetapi dinamakan sepagai pter (ujung
lengan p) dan qter (ujung lengan q). Sedangkan sentromer diberi
neme cen. Dengan teknik khusus kromosom dapat tampak lebih
panjang sehingga dapat dilihat adanya subband. Subband juga
diberi nomer dengan pemberian titik setelah penulisan band,
misalnya 1p21.1. Pemeriksaan sitogenetik kromosom mengacu
pada idiogram kromosom (lampiran), sedangkan teknik penulisan
diagnosis pada pemeriksaan tersebut harus mengikuti standar
internasional (International System for Human Cytogenetic
Nomenclature/ISCN).

V. ABNORMALITAS KROMOSOM
1. ABNORMALITAS JUMLAH KROMOSOM
a. Trisomi
Trisomi (2N+1) : terdapatnya 3 kopi dari suatu kromosom. Contoh:
Sindrom Down (trisomi 21), Sindrom Patau (Trisomi 13), Sindrom
Edward (trisomi 18)
b. Monosomi
Monosomi (2N-1) : hanya ada 1 kopi dari suatu kromosom. Contoh :
Sindrom Turner (monosomi X)

2. ABNORMALITAS STRUKTUR KROMOSOM


 Translokasi : pertukaran materi genetik antara 2 kromosom.
Tipe Resiprokal : terjadi patahan pada 2 kromosom, yang kemudian kedua
patahan ini bertukar tempat untuk membentuk struktur kromosom yang
baru
Tipe Robertsonian : sub-tipe dari translokasi resiprokal, dimana
patahannya terjadi di dekat sentromer dua kromosom akrosentrik
 Insersi : segmen patahan dari suatu kromosom menempel/tersinsersi pada
kromosom lain
 Delesi : hilangnya sebagian segmen kromosom, menyebabkan monosomi
kromosom untuk segmen tersebut
 Inversi : adanya 2 patahan pada suatu kromosom diikuti dengan
menempelnya kembali patahan tersebut namun dalam posisi yang terbalik
 Kromosom Ring : terbentuk ketika ada patahan pada kedua lengan
kromosom, dimana segmen akhir kromosom kemudian saling menempel
membentuk gambaran cincin
 Isokromosom : hilangnya satu lengan dari suatu kromosom dengan
duplikasi lengan lainnya.

VI. PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KROMOSOM


Cara melaporkan bentuk/konstitusi kromosom dalah
mengkuti cara yang diharuskan oleh ISCN. Standar penulisan
konstitusi kromosom adalah: pertama kali tulis jumlah kromosom,
kemudian koma dan diikuti jenis kromosom seks, lalu koma dan
tuliskan kelainan struktur (bila ada). Bila ada kelainan kromosom
yang melibatkan 2 kromosom, maka tulislah jenis kromosom secara
urut dari nomer yang terkecil.
Semua metafase yang sudah dianalisis difoto hitam putih, tiap-tiap
kromosom digunting dan ditempel pada kertas laporan sesuai
dengan urutan nomernya. Dokter ahli sitogenetika menentukan
kariotipnya dan memberikan kesimpulan dari hasil pemeriksaan.

Referensi:
Sultana MHF, Pengantar Sitogenetika, Genetika Molekuler dan Alat Bantu
Konseling Genetika, Laboratorium Bioteknologi Kedokteran Universitas
Diponegoro, Semarang, 2000
Lampiran

Idiogram Kromosom Manusia

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 X Y

Sumber: ISCN 2005


Kariotipe Kromosom Wanita Normal : 46,XX
Pengelompokan Kromosom pada Gambaran Kromosom Wanita Normal

Kromosom Laki-laki Normal : 46, XY


Kariotipe Kromosom pada Sindrom Down : 47,XY+21

Kariotipe Kromosom Sindrom Turner: 45,X

Anda mungkin juga menyukai