Anda di halaman 1dari 10

‘SEMANGAT GAISS, JANGAN LUPA MAKANN

1. Tujuan + abnormalitas (ara)

1. Menambah pemahaman dan melatih keterampilan mengenai materi yang telah


disampaikan di ruang kuliah tentang pemeriksaan sitogenetika
2. Mempelajari dan mengidentifikasi struktur, bentuk kromosom, dan menghitung
jumlah kromosom pada suatu kariotipe
3. Memahami kariotipe manusia normal untuk mengetahui gambaran kromosom
manusia normal dan mendeteksi abnormalitas pada tingkat kromosom
4. Deteksi kelainan bahan genetik yang dibawa (baik yang diturunkan maupun yang
terjadi secara de novo) dan kelainan yang didapat (acquired) akibat proses dalam
tubuh, seperti keganasan
5. Mengenali kelainan yang dijumpai pada suatu kariotipe
6. Mengenali metaphase sel pada preparat
7. Mampu melaporkan bentuk/konstitusi kromosom dengan mengikuti cara yang
diharuskan oleh ISCN (International System for Human Cytogenetics Nomenclature)

2. letak sentromer (locita)

Pada kromosom terdapat satu daerah yang tidak mengandung gen (informasi genetik), daerah
ini dinamakan sentromer. Pada masa pembelahan, sentromer merupakan struktur yang sangat
penting, di bagian inilah lengan kromosom (kromatid) saling melekat satu sama lain pada
masing-masing bagian kutub pembelahan. Bagian dari kromosom yang melekat pada
sentromer dikenal dengan istilah ‘kinetokor’. Apabila dibedakan berdasarkan letak sentromer
pada lengan kromatid, maka akan ada 4 tipe kromosom:
1. Metasentrik
Apabila sentromer terletak median (kira-kira di tengan kromosom), sehingga
kromosom terbagi menjadi dua lengan sama panjang dan mempunyai bentuk seperti
huruf V.
2. Submetasentrik
Kromosom yang letak sentromernya mendekati bagian tengah, namun tidak pada
bagian tengah, sehingga kromatid nya terlihat sedikit panjang sebelah. Apabila
sentromer terletak submedian (ke arah salah satu ujung kromosom), sehingga
kromosom terbagi menjadi dua lengan tak sama panjang dan mempunyai bentuk
seperti huruf J.
3. Akrosentrik
Apabila sentromer terletak subterminal (di dekat ujung kromososm), sehingga
kromosom tidak membengkok melainkan tetap lurus seperti batang. Satu lengan
kromosom sangat pendek, sedang lengan lainnya sagat panjang.
4. Telosentrik
Apabila sentromer terletak di ujung kromosom, sehingga kromosom hanya terdiri dari
sebuah lengan saja dan berbentuk lurus seperti batang.
3. abnormalitas (arsya)

Abnormalitas Kromosom

A. Abnormaliatas Struktur Kromosom

1. Delesi

Ketika terjadi pengurangan bagian dari salah satu lengan kromosom sehingga
menyebabkan hilangnya materi genetik pada bagian tersebut. Delesi dibagi dua,
yaitu delesi terminal dan delesi interstisial. Delesi terminal adalah Ketika
pengurangan bagian kromosom terjadi pada bagian ujung kromosom, sedangkan
delesi interstisial terjadi Ketika pengurangan bagian kromosom terjadi di antara
ujung-ujung lengan kromosom.

2. Duplikasi

Ketika terjadi pertambahan segmen kromosom sehingga kromosom kelebihan


gen. Duplikasi bisa berasal dari kromosom homolognya, bisa juga berasal dari
kromosom yang bukan homolognya.
3. Inversi

Ketika bagian dari kromosom mengalami patahan, lalu patahan tersebut


menempel lagi pada kromosom dengan susunan yang terbalik. Berdasarkan
keikutsertaan sentromer, inversi dibagi menjadi dua, yaitu inversi parasentrik dan
inversi perisentrik. Inversi parasentrik adalah ketika inversi tidak melibatkan
sentromer, sedangkan inversi perisentrik adalah ketika inversi melibatkan
sentromer.

4. Translokasi

Ketika terjadi penempelan bagian kromosom ke bagian kromosom lain.


Translokasi ada dua, yaitu translokasi resiprokal dan translokasi Robertsonian.
Translokasi resprokal terjadi akibat adanya pertukaran lengan antara dua
kromosom, sedangkan translokasi Robertsonian terjadi akibat menempelnya satu
kromosom pada kromosom lainnya.

5. Abnormalitas Struktur Kromosom Lainnya

Abnormalitas struktur kromosom lain yang jarang ditemukan adalah abnormalitas


cincin dan abnormalitas isokromosom.

B. Abnormalitas Jumlah Kromosom


1. Euploidi

Terjadi ketika satu individu memiliki kelebihan atau kekurangan set kromosom.
Berdasarkan banyaknya set kromosom, euploidi dibagi menjadi haploid (n),
diploid (2n), triploid (3n), tetraploid (4n), dan seterusnya.

2. Aneuploid

Terjadi akibat adanya pengurangan atau penambahan jumlah kromosom.


Aneuploid dapat dibedakan menjadi nullisomi (2n-1), trisomi (2n+1), tetrasomi
(2n+2), dan seterusnya.

4 jenis pemeriksaan sito (thony)


Pemeriksaan Sitogenetika secara umum yaitu:
● Diagnostic testing, merupakan uji genetik yang secara spesifik bertujuan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya suatu penyakit pada seseorang.
● Predictive dan pre-symptomatic genetic test, merupakan uji genetik yang bertujuan untuk
mencari adanya perubahan genetik yang diperkirakan dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang untuk menderita suatu penyakit.
● Carrier testing, merupakan uji genetik yang dilakukan untuk mendeteksi apakah
seseorang merupakan carrier gen yang terkait dengan suatu penyakit.
● Prenatal testing, merupakan uji genetik yang dilakukan pada masa kehamilan untuk
membantu mengidentifikasi adanya penyakit tertentu pada fetus
● Newborn screening, merupakan uji genetik yang dilakukan pada bayi baru lahir (usia 1
atau 2 hari) untuk membantu mendeteksi ada tidaknya penyakit yang dapat berpengaruh
pada kesehatan dan tumbuh kembangnya
● Pharmacogenomics testing, merupakan uji genetik yang dilakukan untuk memperoleh
informasi terkait bagaimana obat tertentu diproses dalam tubuh seseorang.
● Research genetic testing, merupakan uji genetik yang digunakan untuk mempelajari
kontribusi gen kepada kesehatan dan penyakit

A. Non-invasive prenatal testing (NIPT)


Non-invasive prenatal testing (NIPT) diperkenalkan untuk mendeteksi kelainan genetik
yang disebabkan pada trisomi pada janin. Trisomi tersebut terletak pada kromosom ke
13, 18, dan 21, merujuk kepada sindrom Patau, Edward, dan Down. NIPT menjadi
metode deteksi ketiga sindrom ini dengan mengambil sampel dari DNA di dalam darah.
NIPT menimbulkan dilema dikarenakan meningkatkan persentase aborsi serta
diskriminasi kepada janin yang sudah didiagnosis menderita sindrom tersebut. Selain itu,
tes NIPT yang hanya membutuhkan darah sering disalah artikan sebagai tes darah biasa,
sehingga banyak yang tidak terima saat melihat hasil dari tes tersebut.
B. Preimplantation Genetic Testing for Aneuploidy (PGT-A)

Preimplantation Genetic Testing for Aneuploidy (PGT-A) berusaha mengidentifikasi


embrio praimplantasi dengan komplemen kromosom normal (euploid) selama fertilisasi
in vitro (IVF). Dengan menyaring embrio dengan jumlah kromosom abnormal
(aneuploid), PGT-A secara teoritis dapat meningkatkan keberhasilan kehamilan.
Penggunaan PGT-A memerlukan pertimbangan beberapa faktor, termasuk mosaikisme
embrionik, sensitivitas platform teknologi yang digunakan, kehilangan embrio selama
kultur in vitro jangka panjang, kriopreservasi embrio dan variabilitas antar-klinik dalam
keahlian.

C. Preimplantation genetic testing for monogenic diseases (PGT-M)

Preimplantation genetic testing (PGT) bisa diterapkan pada kelainan monogenik atau
penyimpangan gen tunggal (PGT-M) beserta beberapa metode lainnya. PGT
menggunakan satu atau beberapa sel dari embrio sebelum usia prenatal. Penggunaan
PCR dipakai untuk mendeteksi penyakit yang dibawa dari gen X.
Preimplantation genetic testing for monogenic diseases merupakan alat yang optimal
untuk pasien dengan risiko tinggi untuk penularan penyakit genetik kepada anaknya
melalui gonosom. Teknologi ini dipakai saat siklus intracytoplasmic sperm injection
(ICSI) untuk mendeteksi kelainan genetik, sehingga dapat dilakukan seleksi dan
pemilihan bibit unggul. Kebanyakan pasangan yang mengambil teknik PGT-M ICSI
adalah pasangan fertil, tapi memiliki riwayat kelainan genetik di keluarganya atau karena
memiliki anak yang terkena sindrom dari kelainan genetik tersebut.

Daftar pustaka:
Penzias A, Bendikson K, Butts S, Coutifaris C, Falcone T, Fossum G, et al. 2018. The
use of preimplantation genetic testing for aneuploidy (PGT-A): a committee opinion.
Fertil Steril. 109(3):429–36.
Martine De Rycke and Veerle Berckmoes. 2020. Preimplantation Genetic Testing for
Monogenic Disorders. Belgium: Universitair Ziekenhuis Brussel
Bianca Ferrarini Zanetti, et al. 2019. Preimplantation genetic testing for monogenic
diseases: a Brazilian IVF centre experience. Brazil

5. indikasi sito + alat bahan + dafpus (berli)


Indikasi Pemeriksaan Sitogenetika
1) Kecurigaan adanya kelainan kromosom klasik
2) Individu dengan cacat bawaan
3) Individu dengan disabilitas intelektual
4) Orang tua dari anak dengan kelainan kromosom
5) Pasangan dengan riwayat tidak subur
6) Pasangan dengan riwayat keguguran spontan berulang
7) Wanita dengan postur tubuh pendek (<140 cm)
8) Individu dengan jenis kelamin tidak jelas
9) Individu ingin operasi ganti kelamin
10) Amenorrhea primer
11) Kegagalan tanda-tanda kedewasaan pada pria dan wanita
12) Keganasan hematologik
13) Prenatal Diagnosis :
a) Ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun
b) Ibu hamil dengan riwayat pernah melahirkan bayi cacat

Alat dan Bahan


1) Alat
a) Mikroskop
b) Ideogram metafase kromosom
c) Prominen G-banding
d) Contoh bentuk kromosom
e) Alat tulis

2) Bahan
a) Preparat G-banding W6 dan DS13
b) Sebaran metafase kromosom

Dafpus (yg upload di drive)


1. Ardina, R., & Rosalinda, S. (2018). Morfologi eosinofil pada apusan darah tepi
menggunakan pewarnaan Giemsa, Wright, dan kombinasi Wright-Giemsa. Jurnal
Surya Medika (JSM), 3(2), 5-12.
2. Defyana, P. (2013). Karyotipe Kayu Kuning (Archangelisia Flava) Asal Taman
Nasional Meru Betiri Jawa Timur.
3. Laimeheriwa, Bruri Melky. (2018). Sitogenetika dan Analisis Kromosom.
10.13140/RG.2.2.32037.60645.

6. struktur kromosom (nyes)

1. Sentromer
Bagian kromosom yang berkonstriksi (mengecil). Berfungsi sebagai tempat pelekatan
lengan kromosom (kromatid) satu sama lain. Sentromer merupakan pusat kromosom
atau sering disebut sebagai kepala kromosom yang membagi kromosom menjadi dua
lengan. Bagian ini merupakan daerah yang tidak mengandung gen (informasi genetik).
Bentuk sentromer berupa bulatan kecil yang berwarna terang karena daya serap terhadap
zat warna rendah. Bagian dari kromosom yong melekat pada sentromer dikenal dengan
sebutan kinetokor.

2. Kinetokor
Kinetokor yaitu suatu protein struktural berupa tonjolan yang fungsinya sebagai tempat
melekatnya benang-benang spindel saat terjadi pembelahan sel. Berguna untuk
menggerakan kromosom dari bidang ekuator ke arah kutub masing-masing selama
mitosis/sebagian dari mitosis.

3. Kromatid
Kinetokor yaitu suatu protein struktural berupa tonjolan yang fungsinya sebagai tempat
melekatnya benang-benang spindel saat terjadi pembelahan sel. Berguna untuk
menggerakan kromosom dari bidang ekuator ke arah kutub masing-masing selama
mitosis/sebagian dari mitosis.

4. Kromonema
Terdiri dari granula besar dan kecil. Kromonema diiselubungi oleh matriks yang
dibungkus oleh suatu membran. Granula tersebut seperti manik-manik yang merupakan
akumulasi dari materi kromatin. Granula besar disebut kromomer sedangkan granula
kecil disebut kromiol. Kromomer disebut juga lokus yang menyimpan materi genetik
berupa protein histon dan DNA.

5. Telomer
Bagian yang berisi DNA pada kromosom, fungsinya untuk menjaga stabilitas ujung
kromosom agar DNA-nya tidak terurai.

6. Lokus
Bagian yang ditempati gen pembawa sifat keturunan.

7. Satelit
Bagian ujung kromosom memiliki suatu struktur yang terbentuk akibat terjadinya
kontriksi sekunder. Bentuknya seperti bulatan dan letaknya ada di ujung kromatid
bagian lengan. Tetapi tidak semua kromosom memiliki satelit, yang tidak memiliki
satelit disebut dengan kromosom akrosentrik.

7. identifikasi kroms (hilmi)


Kromosom berasal dari kata khroma yang memiliki arti warna dan soma yang memiliki arti
badan. Kromosom dapat didefinisikan sebagai makromolekul berisi DNA, protein histon, dan
non histon yang telah mengalami kondensasi yang mana memuat informasi genetik tentang
suatu organisme. Kromosom umumnya terletak di dalam nukleus dan berperan penting
dalam pembelahan sel. Panjang kromosom terletak di antara 0,2- 50 u m, sedangkan
diameter antara 0,2- 20 u m, pada umumnya makluk hidup dengan jumlah kromosom sedikit
memiliki ukuran kromosom lebih besar daripada makhluk hidup yang memiliki jumlah
kromosom banyak. Sebagai contoh, umumnya tumbuhan memiliki jumlah kromosom yang
lebih banyak daripada hewan, hewan mempunyai jumlah kromosom lebih banyak dari
manusia. Untuk manusia normal memiliki jumlah kromosom 46 yang terdiri dari 44
kromosom autosomal (tubuh) dan 2 kromosom gonosom (penentu jenis kelamin) yaitu untuk
laki- laki memiliki kromosom XY sedangkan perempuan memiliki kromosom XX. Apabila
jumlah kromosom pada manusia kurang atau lebih dari 46 maka dapat dipastikan terdapat
kelainan genetik pada manusia tersebut.
8. proses preparat + cara kerja (hamnest)
1. Pembuatan Preparat Apus Darah Tepi
Darah pada tabung vakum EDTA harus dikocok keatas dan kebawah agar plasma darah
bercampur dengan sel-sel darah. Kemudian darah diambil menggunakan pipet tetes dan
diteteskan pada preparat (obyek glass). Selanjutnya obyek glass diletakkan pada sudut 25°
- 30° pada tetesan darah, kemudian ditarik lurus sampai ujung preparat (Zilvanhisna, 2017).

2. Pewarnaan Preparat Apus Darah Tepi dengan Giemsa 10%

a. Meneteskan metanol ke atas preparat dan dibiarkan selama 5 menit. lalu sisa metanol
dibuang

b. Meneteskan larutan giemsa 10% (sampai semua apusan tergenangi) dan dibiarkan
selama 15 menit.

c. Preparat dibilas dengan air kemudian dikeringkan di udara (Priyana, 2010).

3. Pewarnaan Preparat Apus Darah Tepi dengan Wright

a. Meneteskan larutan Wright ke atas preparat (sampai semua apusan tergenangi)

b. Meneteskan larutan buffer pH 6,4 (sampai semua apusan tergenangi) dan dibiarkan 5-12
menit.

c. Apusan dibilas dengan air dan bagian belakang apusan yang kotor dibersihkan dari sisa
zat warna.

d. Preparat apus darah tepi dibiarkan kering di udara (Priyana, 2010).

4. Pewarnaan Preparat Apus Darah Tepi dengan Kombinasi Wright-Giemsa

a. Meneteskan larutan Wright ke atas preparat sampai semua apusan tergenangi, lalu
dibiarkan selama 2 menit.

b. Menambahkan larutan Giemsa 10% sampai apusan tergenangi semua, lalu dibiarkan
selama 15 menit.

c. Preparat dibilas dengan air kemudian dikeringkan di udara (Gandasoebrata, 2007).

cara kerja
1 siapkan preparat yg akan di analisis

2 kemudian letakkan preparat yg akan dianalisi di mikroskop lalu di jepit

3 amatilah yg terkandung dari preparat tersebut

4 analisis dengan cara tandai kromosom dengan angka yg berbeda masing "kromosom nya

5 gambar kromosom tersebut di kertas yg disediakan

7 hitunglah jumlah kromosom yg telah diamati

8 tentukan kromosom sex yg ditemukan

9 simpulkan karyotipe nya

10 lakukan yg sama pada preparat yg kedua


9. pengertian + penjelasan sito (titian)
Sitogenetika adalah gabungan antara sitologi (studi tentang sel) dan genetika, yang
berusaha menjelaskan hubungan antara kejadian-kejadian di dalam sel (khususnya
kromosom) dengan fenomena genetis.
Sitologi sendiri adalah cabang ilmu biologi yang membicarakan tentang ukuran, struktur, dan
riwayat hidup kromosom, sedangkan sitogenetika adalah studi tentang struktur kromosom
dan tingkah laku kromosom selama proses mitosis dan meiosis.
Dalam sel somatis terdapat dua kelompok kromosom yang serupa yaitu yang satu berasal
dari induk betina dan yang lainnya berasal dari induk jantan, yakni terdapat kromosom
dalam pasangan homolog yang sejajar dan terdapatnya gen-gen dalam pasangan.
Kromosom memiliki sifat morfologi yang tetap sepanjang berbagai pembelahan sel dan
setiap kromosom atau pasangan kromosom mempunyai peranan tertentu dalam kehidupan
dan perkembangan individu
10. klasifikasi kroms (revita)
Kromosom diklasifikasikan menurut ukuran dan letak sentromer. Identifikasi kromosom
sangat sulit dilakukan. Dengan pengecatan solid (Giemsa), penggolongan bentuk kromosom
dibedakan menjadi 7 grup, yaitu :
A : kromosom metasentrik terbesar yaitu kromosom 1,2,dan 3
B : kromosom submetasentrik besar yaitu kromosom 4 dan 5
C :kromosom metasentrik dan submetasentrik ukuran medium yaitu
kromosom 6-12 dan X
D : kromosom akrosentrik yaitu kromosom 13, 14 dan 15
E : kromosom metasentrik medium (16) dan submetasentrik kecil (17 dan 18)
F : kromosom metasentrik kecil yaitu kromosom 19 dan 20
G : kromosom akrosentrik kecil yaitu kromosom 21, 22 (bersatelit) dan Y (tidak
bersatelit)

Penggolongan tersebut hanya dilakukan apabila digunakan pengecatan sederhana


sehingga identifikasi individual kromosom tidak jelas. Diagnosis pada pemeriksaan
sitogenetika kromosom dapat dilakukan apabila pengecatan kromosom menggunakan teknik
banding. Teknik tersebut menggunakan enzim tripsin sebelum dicat dengan Giemsa. Enzim
tripsin akan memberikan gambaran kromosom dengan garis-garis lintang gelap dan terang
dalam ketebalan yang bervariasi. Dengan pengecatan banding, kromosom digolongkan
mengikuti ukuran kromosom dari besar ke kecil menggunakan angka pada autosom
(kromosom 1-22), kecuali kromosom 22 lebih besar dari kromosom 21 dan huruf X dan Y
pada kromosom seks.

Masing-masing kromosom dibagi menjadi regio-regio. Setiap regio diberi nomor secara
sekuensial dari sentromer mulai dari regio 1. Lokasi regio ditunjukkan dengan menyebutkan
nomor kromosom, lengan kromosom (p atau q) dan nomer dari regio itu sendiri. Regio dibagi
lagi menjadi band (terang dan gelap). Masing-masing band dalam regio diberi nomor secara
sekuensial dimulai dari sentromer. Nomer tersebut dituliskan setelah nomer regio. Ujung-
ujung lengan kromosom tidak dianggap sebagai band sehingga tidak diberi nomor, tetapi
dinamakan sebagai pter (ujung lengan p) dan qter (ujung lengan q). Sedangkan sentromer
diberi nama cen. Dengan teknik khusus kromosom dapat tampak lebih panjang sehingga
dapat dilihat adanya subband. Subband juga diberi nomor dengan pemberian titik setelah
penulisan band, misalnya 1p21.1.

Anda mungkin juga menyukai