Anda di halaman 1dari 19

Glomerulonefritis Akut Poststreptokokus pada Anak

Priscilla Natalie K
102012356
D2
priscillanatalie94@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6
Jakarta Barat

I.

Pendahuluan
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis akut ditandai dengan kemunculan tibatiba edema, hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Ini adalah penyakit perwakilan
dari sindrom nefrotik akut dimana peradangan glomerulus dimanifestasikan oleh
proliferasi elemen selular sekunder mekanisme imunologi.1,2
Glomerulonefritis akut paling sering terjadi akibat infeksi kuman streptokokus.
Glomerulonefritis akut yang timbul setelah infeksi kuman streptokokus ini, disebut
dengan istilah glomerulonefritis akut poststreptokokus (PSGNA). Glomerulonefritis
ini timbul akibat infeksi kulit atau tenggorokan yang disebabkan oleh strain
nefritogenic grup A beta-hemolitik streptokokus.2
Pada beberapa tahun terakhir, PSGNA telah semakin jarang ditemukan, tetapi masih
tetap merupakan salah satu sindrom ginjal akut yang paling lazim. Terdapat bukti
bahwa frekuensi kondisi ini kembali meningkat. Insidensi aktual penyakit belum
diketahui karena tingginya presentasi pasien yang tidak bergejala, diperkirakan
berkisar antara 50-85%. Kondisi permukiman yang tidak lebih padat mungkin telah

turut menyebabkan penurunan nyata pada insidensi PSGNA selama decade terakhir
ini, tetapi faktor lain, termasuk penurunan prevalensi atau aktifitas streptokokus
nefritogenik, juga mungkin penting.3
Risiko

keseluruhan

mengembangkan

glomerulonefritis

akut

setelah

infeksi

poststreptokokus oleh strain nefritogenik ini adalah sekitar 15%. Di mana PSGNA ini
terutama timbul pada anak laki-laki usia 5-8 tahun dan sering sembuh sempurna,
sedangkan pasien dengan demam rematik sering mengalami kekambuhan serangan.2,3

II.

Pembahasan
Scenario 5 :
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun baru kembali dari liburan di daerah pedesaan
bersama dengan neneknya, anak selama berada di sana bermain kotor sekali. Dua
minggu yang lalu, anak mengalami infeksi pada bekas gigitan nyamuk di daerah leher
dan dagu, saat itu luka hanya diolesi salep herbal. Ibunya membawa anak ke klinik
dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan napas
pendek. Pada pemeriksaan awal didapati hipertensi, edem wajah dan kedua tungkai.
A. Rumusan Masalah
Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap,
bengkak di kedua mata, dan napas pendek.
B. Analisis Masalah
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti,
teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis
untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien
(auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila
keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya dalam
keadaan gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain sebagainya.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus

wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan


anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obatobatan, lingkungan).4
IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, nama orang
tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa, dan agama.

KELUHAN UTAMA (Chief Complaint)


Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa
pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan
keluhan utama harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien
mengalami hal tersebut.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci
dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama
sampai pasien datang berobat.

Dalam melakukan anamnesis, harus

diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut :


1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus
menerus, hilang timbul, cenderung bertambah atau berkurang, dan
sebagainya.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah.
4. Hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang
dan sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu.
5. Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat jika
melakukan aktivitas atau bertambah ringan bila beristirahat.
6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluhan yang bersamaan dengan serangan.
7. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
8. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan
yang sama.
10. Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu.

11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau


gejala sisa.
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat
yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang
berhubungan dengan penyakit yang sedang diderita.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
Tanyakan pula apakah pasien pernah menderita kecelakaan, menderita
penyakit berat dan menjalani operasi tertentu, memiliki riwayat alergi pada
obat-obatan dan makanan tertentu, dan lain-lain.

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau
penyakit infeksi.

RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan
pasien juga harus ditanyakan, seperti merokok, memakai sandal saat
bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga pada pasien yang
sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat
endemik penyakit infeksi menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi,
sumber air minum, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan sebagainya.

Sedangkan pada anamnesis yang berkenaan dengan dengan sistem urologi pada
anak sulit dilakukan karena sebanyak 50% kasus PSGNA yang telah dibuktikan
melalui laboratorium bersifat asymptomatik (tidak ada keluhan). Pertanyaan
mengenai sistem urologi terutama mengarah kepada ada atau tidaknya rasa nyeri
pada berbagai organ sistem urologi (ginjal, ureter, kandung kemih, prostat, uretra,
penis, skrotum) dan bagaimana dengan produksi urin pasien (frekuensi, aliran,
waktu, perubahan warna, bau, dll).5

Selain itu, dapat pula diajukan beberapa pertanyaan untuk menunjang diagnosis
PSGNA, yaitu:

Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami infeksi tenggorokan atau


infeksi kulit?
Apakah urin pasien berwarna gelap seperti teh atau berwarna merah?
Apakah produksi urin pasien dalam sehari jumlahnya sedikit (oliguria)?
Apakah pasien mengalami pembengkakkan oleh karena penimbunan cairan
(edema)?
Apakah pasien mengalami gejala-gejala non spesifik seperti lemas, lesu,
anoreksia?
PEMERIKSAAN FISIK
Sekurang-kurangnya 50% pasien glomerulonefritis akut tidak memiliki gejala
(asimtomatik) sehingga penyakit ini ditemukan hanya dengan pemeriksaan urin.
Akan tetapi pada anak dengan penyakit yang berat terdapat tanda-tanda seperti
oliguria berat, edema, hipertensi, azotemia, dan dengan proteinuria, hematuria dan
silidruria. Oleh karena ini, pemeriksaan fisik pada kasus glomerulonefritis kurang
bersifat diagnotif. Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan adalah:3,6
a. Vital sign :
Terjadi peningkatan tekanan darah dan suhu dapat meningkat.
b. Inspeksi :
Perhatikan ada atau tidak pembesaran pada daerah abdomen dan pinggang,
jika ditemui dapat didagnosa sebagai tumor. Perhatikan jika terdapat trauma
seperti luka. Pada penderita PSGNA dapat ditemukan sembap atau udem pada
daerah mata (preorbital) dan dapat juga anasarka.
c. Palpasi :
Pemeriksaan dengan posisi baring, dapat dilakukan tes ballottement. Pada
PSGNA tes ballottement negative. Tiada nyeri tekan saat palpasi.
d. Perkusi :
Dilakukan tes shifting dullness. Pada PSGNA dengan odem atau asites pada
daerah abdomen tes akan positif.
e. Auskultasi :
Terdengar suara bising yaitu systolic bruit pada stenosis atau aneurysma arteri
renalis dan pada PSGNA tes negative.

f. Antropometri :
Panjang / tinggi badan
Berat badan
Lingkar kepala

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang dapat dilakaukan terutama mengarah
kepada pemeriksaaan darah, urinalisi, tes fungsi ginjal dan biakan faring atau kulit
untuk membantu menegakkan diagnosis PSGNA. Selain itu dapat pila dilakukan
tindakan biopsi untuk menegakkan diagnosis pasti dan menentukan letak
kerusakan glomerulus pada ginjal.1-7

Pada pemeriksaan urin didapatkan:


Jumlah urin kurang dari 500ml sehari (oliguria)
Berat jenis meninggi
Warna urin pekat
pH urin menurun (asam)
Proteinuria (0,2-3g/dL)
Hematuria makroskopis (gross hematuria) ditemukan pada 50%
penderita
Ditemukan pula eritrosit (++), merupakan eritrosit dismorfik (eritrosit
dengan ukuran kecil, hipokromik, terdapat/ mengalami distorsi dan
fragmentasi), leukosit (+), silinder eritrosit, silinder hialin, dan silinder
berbutir.

Pada pemeriksaan darah didapatkan:


LED meningkat

Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)


Albumin serum sedikit menurun
Ureum dan kreatinin darah meningkat
Titer antisteptolisin O (ASTO) meningkat, kecuali kalau infeksi
streptokokus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja. Di mana
dilakukan pengukuran titer dengan interval 2-3 minggu.
Konsentrasi komponen komplemen ke-3 menurun, dimana pemeriksaan
ini berguna pada pemantauan penyakit.
Jumlah leukosit dan trombosit normal
Terkadang dapat timbul hiperlipidemia

Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita

Biakan dari faring atau kilit mungkin dapat positif, tetapi pengukuran titer
antibody streptokokus akan lebih sering bermanfaat.

Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus,
sebelum biopsi dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk
memastikan adanya dua buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor
dan kelainan lain yang merupakan kontra indikasi biopsy ginjal.
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat, dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus
terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi
sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler
dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi
sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada
pemeriksaan mikroskop electron akan tampak membrane basalis menebal
tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin
dibentuk oleh globulin-gamma, komplemen, dan antigen Streptococcus.

Gambar 1. Gambaran PA glomerulonefritis akut.


Sumber: http://sectiocadaveris.files.wordpress.com/2010/03/histopatologi-gnpsa.jpg

WORKING DIAGNOSIS
Glomerulonefritis Akut Poststreptokokus (PSGNA)
Glomerulunefritis akut post streptococcus menggambarkan inflamasi pada
glomerulus yang terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit
akibat kuman streptococcus. Glomerulunefritis merupakan gambaran klasik
sindrom nefritik akut yaitu onset cepat dari hematuria, hipertensi dan insuffisiensi
ginjal. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama hematuria pada anak.
Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi dapat diduga melalui urinalysis.
Urinalysis menunjukkan adanya hematuria dengan sel darah merah, proteinuria
dan polymorphonuclear leucocytes. Mild normochromic anemia dapat terjadi
akibat daripada hemodilution dan low-grade hemolysis. Selain itu kadar serum C3
akan menurun pada fasa akut dan kembali normal pada 6-8 minggu selepas onset.

Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan kultur streptococcus yang positif pada


kultur tengorokkan. Disamping itu, peningkatan antibody titer O dapat
mengkonfirmasi adanya infeksi streptococcus. Secara klinis anak yang diagnosis
GNA post streptococcus akan mengalami gejala syndrome nefritis akut, terdapat
infeksi streptococcus dan juga kadar C3 yang rendah.1,8

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Berbagai penyakit ginjal harus dipertimbangkan dalam diagnosis. Seperti
disebutkan sebelumnya, kejadian glomerulonefritis koinsidental telah diamati
terjadi pada spectrum penyakit akibat bakteri dan virus yang luas. Walaupun
banyak sindrom ginjal lain dapat menyerupai gambaran awal glomerulonefritis
akut, hanya empat jenis penyalit lazim melakukan hal seperti itu: ekseserbasi akut
glomerulonefritis kronis, purpura anafilaktoid dengan nefritis, sindrom hematuria
idiopatik (misalnya nefritis fokal, hematuria benigna, hematuria berulang,
nefropati IgA), dan nefritis familiar.
Ekseserbasi akut dari glomerulonefritis kronis yang sudah ada sebelumnya dapat
terkacaukan dengan glomerulonefritis akut pada hingga sebanyak 5% anak yang
masuk dengan glomerulonefritis akut. Kedua kondisi ini penting untuk dibedakan
karena prognosisnya sangat berbeda. Riwayat gejala ginjal yang serupa
mengesankan glomerulonefritis kronis, dan rekam medik pasien harus ditinjau
untuk riwayat tekanan darah serta analisis urin. Pengakajian cermat terhadap data
pertumbuhan dapat memperlihatkan perlambatan pertumbuhan linier dan dapat
mengesankan sudah adanya suatu penyakit ginjal. Awitan nefritis yang terjadi
bersamaan dengan infeksi, dan dengan demikian tanpa periode laten, tidak
mendukung prognosis glomerulonefritis akut post streptococcal dan dapat berarti
suatu ekseserbasi penyakit kronis. Anemia signifikan pada awitan gejala member
bukti adanya glomerulonefritis kronik, dan azotemia yang lebih berat daripada
yang seharusnya berdasarkan temuan lain (edema, hipertensi) semakin
mendukung bukti tersebut. Sindrom nefrotik yang disertai dengan temuan-temuan

nefritis lain mengesankan glomerulonefritis membranoproliferatif, yang semakin


besar kemungkinannya jika C3 gagal kembali ke normal dalam 6-8 minggu.
Berikut ini adalah table yang menunjukkan beberapa panyakit yang dapat menjadi
diagnosis banding dari GNA dilihat dari adanya kelainan berupa proteinuria,
hematurai dan edema.
Tabel 1. Diagnosis Banding Proteinuria dan Hematuria.
Proteinuri
a
ya

Hematuria Edema
tidak

tidak
tidak

ya

ya

atau
ringan

ya

tidak

ya

Etiologi
aktivitas fisk, demam ortostatik, dehidrasi, refluks
nefropati, sklerosis segmental
GNA, Nefropati IgA, Purpura Henoch Schonlein,
sindrom hemilitk uremik, endokarditis, nefritis
herediter, nefritis esensial, SLE, aktivitas fisik
berat
Sindrom nefritik lesi minimal, sklerosis segmental
fokal
GNA, Sindrom nefritik lesi minimal atipik,

ya

ya

ya

glomerulonefritis membranoploriferatif, nefropati


membranosa
Hematuria benigna, Nefropati IgA, nefritis

tidak

ya

tidak

herediter, anemia sel sabit, tumor, trauma, nefritis


interstitial, nefrolitiasis, hiperkalsiuria idiopatik

Untuk dapat membedakan GNA, sindrom nefritik lesi minimal atipik,


glomerulonefritis membranoploriferatif, dan nefropati membranosa ini hanya
dapat dilakukan dengan cara biopsi ginjal untuk melihat letak kerusakan atau
perubahan struktural dari ginjal itu sendiri.3,9

EPIDEMIOLOGI

Pada penelitian insidensi di Amerika, PSGNA ditemukan pada 10% anak dengan
faringitis dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa
faktor predominan untuk PSGNA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling
sering menyerang anak dalam rentang umur 2-12 tahun. Penelitian menunjukkan
bahwa 5% anak yang terkena berusia di bawah 2 tahun dan10% adalah orang
dewasa dengan usia di atas 40 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko dua kali lebih
besar untuk terkena PSGNA dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi ras
dan genetic tapi, kemungkinan prevalensi meningkat pada anak yang sosial
ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.1

ETIOLOGI
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului
oleh infeksi ekstra-renal, terutama di traktus repiratorius bagian atas dan kulit oleh
kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 4, 6, 25, dan 49.
Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:1
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih
kurang 10 hari. Daripada tipe tersebut di atas tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen
daripada yang lain tidaklah diketahui. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi
dengan kuman streptococcus. GNA dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan
(timan hitam, tridoin), penyakit amiloid, thrombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.1

PATOGENESIS
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Hasil penyelidikan
klinis-imunologis dan perobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan
proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.
PSGNA dapat terjadi dalam epidemik atau dapat sporadik (lebih lazim). Bentuk
sporadik bersifat musiman, puncak musim dingin-semi dikaitkan dengan infeksi
pernafasan, dan puncak lain pada musim panas-gugur dikaitkan dengan pioderma.
Serotipe streptokokus beta hemolitikus yang paling lazim dihubungkan dengan
infeksi nasofaring adalah tipe 12, sedangkan tipe 49 merupakan yang paling
sering ditemui selama wabah PSGNA yang berkaitan dengan pioderma. Pada
GNA akibat faringitis, periode laten adalah sekitar 10 hari, dan > 80% pasien akan
menunjukkan kenaikan signifkan pada titer antistreptolisin O. Sebaliknya, periode
laten akan sukar ditentukan pada GNA yang berkaitan dengan impetigo, dan
kenaikan titer anti streptolisin O ditemukan hanya pada 50%. Konsentrasiserum
berbagai indikator streptokokus lain, seperti titer antihialuronidase dan titer antideoksiribonuklease B, biasanya meningkat pada PSGNA yang berkaitan dengan
infeksi faring atau kulit. Sensitivitas diagnosis dapat ditingkatkan dengan
menggunakan tes streptozim, yang mengukur gabungan aktivitas antistreptolisin,
anti-DNase B, antihialuronidase, dan anti DNase.

Data menunjukkan bahwa kompleks imun yang terbentuk bersama antigen


streptokokus terlokalisasi pada dinding kapiler glomerulus, mengaktifkan system
komplemen, dan memulai respons ploriferarif serta radang yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus
(IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel
endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah
merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplemen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada
mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Sebagai bagian dari respon
imunologik, sitokin dan radikal oksigen bebas akan dilepas, menurunkan aliran
darah glomerulus dan meningkatkan permeabilitas membrane basalis. Beberapa
pengamat telah mendeteksi adanya antigen streptokokus pada bahan biopsi ginjal
yang diambil pada awal perjalanan infeksi, tetapi data utama yang mendukung
nefritis tipe kompleks imun ialah ditemukannya endapan nodular immunoglobulin
G (IgG) dan komponen komplemen ke-3 (C3) pada membrane basalis kapiler.
Temuan C3 pada glomerulus ginjal biasanya disertai dengan penurunan
konsentrasi C3 dan komplemen hemolitik total serum. Penurunan konsentrasi
properdin dan proactivator C3, bersama dengan penurunan yang tidak konsisten
pada komponen komplemen awal menunjukkan pengaktifan komplemen melalui
jalur alternatif. Penurunan konsentrasi C3 serum telah diperlihatkan pada 80-92%
anak penderita PSGNA. Nilai tersebut kembali normal pada kebanyakan anak
dalam 8 minggu. Nilai C4 juga dapat menurun.
Sedangkan mekanisme retensi natrium Na+ dan oedem pada glomerulonefritis
terjadi tanpa penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan
mekanisme oedem pada sindrom nefrotik. Penurunan faal ginjal LFG tidak
diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-

sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli.


Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+
(natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini
diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na + disertai
air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi oedem.1,3,8
GEJALA KLINIS
Poststreptococcus glomerulonephritis sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun dan
sangat jarang pada usia dibawah 3 tahun. Gejala klinis pada PSGNA dapat
bermacam-macam dan sering asimptomatik. Secara tipikalnya ia diawali dengan
gejala infeksi saluran pernafasan dengan nyeri tenggorokan sebelum timbulnya
sembab atau udem.

Sindrom nefritis akut : gejala yang sering ditemukan yaitu hematuria dimana
urin berwarna gelap kerana mengandung darah. Kelainan pada urin dapat

menetap selama 1 tahun walupun anak sudah dari infeksi.


Terjadi edema ringan yang terbatas disekitar mata, wajah sembab atau dapat

terjadi pada seluruh tubuh merupakan salah satu sindrom nefrotik.


Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan glomerulonefritis akut pada
hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali.
Hipertensi timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal. Hipertensi sistolik
dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi
biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis
tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau

tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
Terjadi insuffisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia dan acidosis
metabolic : pada masa akut arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang akibat berkurangnya glomerulus filtration rate (GFR).
Ini akan filtrasi garam, ureum dan zat lain berkurang dan sebagai akibat kadar
ureum, kreatenin darah meningkat.

Oliguria dan dapat juga terjadi anuria. GFR yang berkurang, menyebabkan

natrium ion dan air direabsorpsi sehingga dieresis air berkurang.


Gejala- gejala tidak specific seperti malaise, letargi, nyeri perut/ pinggang.
Mual, muntah, tiada nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang pada anak

dengan PSGNA.
Suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.1,8

Gbr 4&5: edema preorbital pada anak dan hematuria

PENATALAKSANAAN
Tidak ada penanganan khusus yang dapat mempengaruhi penyembuhan kelainan
di glomerulus. Akan tetapi, penanganan yang dapat dilakakukan pada penderita
glomerulonefritis akut adalah:1
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu
Dahulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk member
kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut
Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefitis,
melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dilanjutkan hanya untuk 10 hari, sedangkan
pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil.
3. Makanan

Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/ kgbb/hari) dan rendah
garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan gukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangakn
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi
Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan
penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi dieresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat perenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberikan efek toksik.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam

darah

dengan

beberapa

cara,

misalnya

dialisis

peritoneum,

hemodialasis, bilasan lambung dan usus, tranfusi tukar (tindakan ini kurang
efektif). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan
teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhirakhir ini pemberian furosemid secara intravena (1mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
KOMPLIKASI

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran ini terdapat pada
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini tejadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang diperlukan.

Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.


Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pemuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.

Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,


pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis


eritropoietik yang menurun.1

PROGNOSIS
Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan PSGNA.
Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan pengelolaan yang baik dari gagal
ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Fase akut yang memburuk dan
mengarah ke hyalinisasi glomerular dan gagal ginjal kronik jarang terjadi.
Namun, diagnosis glomerulonephritis akut post streptococcal harus dipikirkan
pada pasien dengan gagal ginjal kronik karena diagnosis lain seperti
membranoproliferative glomerulonephritis dapat ditemukan. Kekambuhan sangat
jarang terjadi.8

PENCEGAHAN
Terapi antibiotic sistemik pada awal infeksi streptococcus tenggorokan dan kulit
tidak akan menghilangkan risiko glomerulunefritis. Anggota keluarga penderita
dengan glomerulonefritis akut harus dilakukan ujian biakkan untuk streptococcus
beta haemolitikus grup A dan diobati jika biakan positif.8

C. Hipotesis

Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan BAK berwarna gelap, bengkak di
kedua mata, dan napas pendek tersebut diduga menderita Glomerulonefritis Akut
Poststreptokokus.
D. Sasaran Belajar
1. Anamnessis
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
3. WD/DD
4. Etiologi dan epidemiologi
5. Pathogenesis
6. Gejala klinis
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Prognosis
10. Pencegahan
E. Kesimpulan
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu yang ditandai dengan kemunculan tiba-tiba edema,
hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Glomerulonefritis akut paling sering terjadi
akibat infeksi kuman streptokokus dan disebut dengan istilah glomerulonefritis
akut poststreptokokus (PSGNA). Glomerulonefritis ini timbul akibat infeksi kulit
atau tenggorokan yang disebabkan oleh strain nefritogenic grup A beta-hemolitik
streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun
dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita.
Menurut penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Sedangkan gambaran
yang paling sering ditemukan adalah hematuria, oliguria, edema, hipertensi.
Tidak ada penanganan khusus yang dapat mempengaruhi penyembuhan kelainan
di glomerulus. Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan
PSGNA. Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan pengelolaan yang baik
dari gagal ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Sedangkan kekambuhan
sangat jarang terjadi.

Daftar Pustaka
1

Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, dkk. Buku kuliah 2
ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.p.835-40.

Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatric. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2008.p.175.

Rudolph AM, Wahab AS [editor]. Buku ajar pediatri rudolph. Vol. 2. 20 th ed. Jakarta: EGC;
2006.p.1486-500.

Bickley LS. Anamnesis. Bates guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health;
2009.p.30-5.

Welsby PD. Pemeriksaaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.p.104-5.

Gleadle J. At A Glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.p.99.

Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi Klinik: Urinalisis. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2008.p.74.

Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson textbook of paediatrics. 18th
ed. USA: Saunders Elsevier Publisher; 2007.p.2173-5.

Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. 4th ed. Jakarta: EGC; 2010.p.745-7.

Anda mungkin juga menyukai