Priscilla Natalie K
102012356
D2
priscillanatalie94@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6
Jakarta Barat
I.
Pendahuluan
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis akut ditandai dengan kemunculan tibatiba edema, hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Ini adalah penyakit perwakilan
dari sindrom nefrotik akut dimana peradangan glomerulus dimanifestasikan oleh
proliferasi elemen selular sekunder mekanisme imunologi.1,2
Glomerulonefritis akut paling sering terjadi akibat infeksi kuman streptokokus.
Glomerulonefritis akut yang timbul setelah infeksi kuman streptokokus ini, disebut
dengan istilah glomerulonefritis akut poststreptokokus (PSGNA). Glomerulonefritis
ini timbul akibat infeksi kulit atau tenggorokan yang disebabkan oleh strain
nefritogenic grup A beta-hemolitik streptokokus.2
Pada beberapa tahun terakhir, PSGNA telah semakin jarang ditemukan, tetapi masih
tetap merupakan salah satu sindrom ginjal akut yang paling lazim. Terdapat bukti
bahwa frekuensi kondisi ini kembali meningkat. Insidensi aktual penyakit belum
diketahui karena tingginya presentasi pasien yang tidak bergejala, diperkirakan
berkisar antara 50-85%. Kondisi permukiman yang tidak lebih padat mungkin telah
turut menyebabkan penurunan nyata pada insidensi PSGNA selama decade terakhir
ini, tetapi faktor lain, termasuk penurunan prevalensi atau aktifitas streptokokus
nefritogenik, juga mungkin penting.3
Risiko
keseluruhan
mengembangkan
glomerulonefritis
akut
setelah
infeksi
poststreptokokus oleh strain nefritogenik ini adalah sekitar 15%. Di mana PSGNA ini
terutama timbul pada anak laki-laki usia 5-8 tahun dan sering sembuh sempurna,
sedangkan pasien dengan demam rematik sering mengalami kekambuhan serangan.2,3
II.
Pembahasan
Scenario 5 :
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun baru kembali dari liburan di daerah pedesaan
bersama dengan neneknya, anak selama berada di sana bermain kotor sekali. Dua
minggu yang lalu, anak mengalami infeksi pada bekas gigitan nyamuk di daerah leher
dan dagu, saat itu luka hanya diolesi salep herbal. Ibunya membawa anak ke klinik
dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan napas
pendek. Pada pemeriksaan awal didapati hipertensi, edem wajah dan kedua tungkai.
A. Rumusan Masalah
Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap,
bengkak di kedua mata, dan napas pendek.
B. Analisis Masalah
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti,
teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis
untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien
(auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila
keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya dalam
keadaan gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain sebagainya.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan
pasien juga harus ditanyakan, seperti merokok, memakai sandal saat
bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga pada pasien yang
sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat
endemik penyakit infeksi menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi,
sumber air minum, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan sebagainya.
Sedangkan pada anamnesis yang berkenaan dengan dengan sistem urologi pada
anak sulit dilakukan karena sebanyak 50% kasus PSGNA yang telah dibuktikan
melalui laboratorium bersifat asymptomatik (tidak ada keluhan). Pertanyaan
mengenai sistem urologi terutama mengarah kepada ada atau tidaknya rasa nyeri
pada berbagai organ sistem urologi (ginjal, ureter, kandung kemih, prostat, uretra,
penis, skrotum) dan bagaimana dengan produksi urin pasien (frekuensi, aliran,
waktu, perubahan warna, bau, dll).5
Selain itu, dapat pula diajukan beberapa pertanyaan untuk menunjang diagnosis
PSGNA, yaitu:
f. Antropometri :
Panjang / tinggi badan
Berat badan
Lingkar kepala
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang dapat dilakaukan terutama mengarah
kepada pemeriksaaan darah, urinalisi, tes fungsi ginjal dan biakan faring atau kulit
untuk membantu menegakkan diagnosis PSGNA. Selain itu dapat pila dilakukan
tindakan biopsi untuk menegakkan diagnosis pasti dan menentukan letak
kerusakan glomerulus pada ginjal.1-7
Biakan dari faring atau kilit mungkin dapat positif, tetapi pengukuran titer
antibody streptokokus akan lebih sering bermanfaat.
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus,
sebelum biopsi dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk
memastikan adanya dua buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor
dan kelainan lain yang merupakan kontra indikasi biopsy ginjal.
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat, dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus
terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi
sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler
dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi
sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada
pemeriksaan mikroskop electron akan tampak membrane basalis menebal
tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin
dibentuk oleh globulin-gamma, komplemen, dan antigen Streptococcus.
WORKING DIAGNOSIS
Glomerulonefritis Akut Poststreptokokus (PSGNA)
Glomerulunefritis akut post streptococcus menggambarkan inflamasi pada
glomerulus yang terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit
akibat kuman streptococcus. Glomerulunefritis merupakan gambaran klasik
sindrom nefritik akut yaitu onset cepat dari hematuria, hipertensi dan insuffisiensi
ginjal. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama hematuria pada anak.
Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi dapat diduga melalui urinalysis.
Urinalysis menunjukkan adanya hematuria dengan sel darah merah, proteinuria
dan polymorphonuclear leucocytes. Mild normochromic anemia dapat terjadi
akibat daripada hemodilution dan low-grade hemolysis. Selain itu kadar serum C3
akan menurun pada fasa akut dan kembali normal pada 6-8 minggu selepas onset.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Berbagai penyakit ginjal harus dipertimbangkan dalam diagnosis. Seperti
disebutkan sebelumnya, kejadian glomerulonefritis koinsidental telah diamati
terjadi pada spectrum penyakit akibat bakteri dan virus yang luas. Walaupun
banyak sindrom ginjal lain dapat menyerupai gambaran awal glomerulonefritis
akut, hanya empat jenis penyalit lazim melakukan hal seperti itu: ekseserbasi akut
glomerulonefritis kronis, purpura anafilaktoid dengan nefritis, sindrom hematuria
idiopatik (misalnya nefritis fokal, hematuria benigna, hematuria berulang,
nefropati IgA), dan nefritis familiar.
Ekseserbasi akut dari glomerulonefritis kronis yang sudah ada sebelumnya dapat
terkacaukan dengan glomerulonefritis akut pada hingga sebanyak 5% anak yang
masuk dengan glomerulonefritis akut. Kedua kondisi ini penting untuk dibedakan
karena prognosisnya sangat berbeda. Riwayat gejala ginjal yang serupa
mengesankan glomerulonefritis kronis, dan rekam medik pasien harus ditinjau
untuk riwayat tekanan darah serta analisis urin. Pengakajian cermat terhadap data
pertumbuhan dapat memperlihatkan perlambatan pertumbuhan linier dan dapat
mengesankan sudah adanya suatu penyakit ginjal. Awitan nefritis yang terjadi
bersamaan dengan infeksi, dan dengan demikian tanpa periode laten, tidak
mendukung prognosis glomerulonefritis akut post streptococcal dan dapat berarti
suatu ekseserbasi penyakit kronis. Anemia signifikan pada awitan gejala member
bukti adanya glomerulonefritis kronik, dan azotemia yang lebih berat daripada
yang seharusnya berdasarkan temuan lain (edema, hipertensi) semakin
mendukung bukti tersebut. Sindrom nefrotik yang disertai dengan temuan-temuan
Hematuria Edema
tidak
tidak
tidak
ya
ya
atau
ringan
ya
tidak
ya
Etiologi
aktivitas fisk, demam ortostatik, dehidrasi, refluks
nefropati, sklerosis segmental
GNA, Nefropati IgA, Purpura Henoch Schonlein,
sindrom hemilitk uremik, endokarditis, nefritis
herediter, nefritis esensial, SLE, aktivitas fisik
berat
Sindrom nefritik lesi minimal, sklerosis segmental
fokal
GNA, Sindrom nefritik lesi minimal atipik,
ya
ya
ya
tidak
ya
tidak
EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian insidensi di Amerika, PSGNA ditemukan pada 10% anak dengan
faringitis dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa
faktor predominan untuk PSGNA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling
sering menyerang anak dalam rentang umur 2-12 tahun. Penelitian menunjukkan
bahwa 5% anak yang terkena berusia di bawah 2 tahun dan10% adalah orang
dewasa dengan usia di atas 40 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko dua kali lebih
besar untuk terkena PSGNA dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi ras
dan genetic tapi, kemungkinan prevalensi meningkat pada anak yang sosial
ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.1
ETIOLOGI
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului
oleh infeksi ekstra-renal, terutama di traktus repiratorius bagian atas dan kulit oleh
kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 4, 6, 25, dan 49.
Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:1
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih
kurang 10 hari. Daripada tipe tersebut di atas tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen
daripada yang lain tidaklah diketahui. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi
dengan kuman streptococcus. GNA dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan
(timan hitam, tridoin), penyakit amiloid, thrombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.1
PATOGENESIS
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Hasil penyelidikan
klinis-imunologis dan perobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan
proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.
PSGNA dapat terjadi dalam epidemik atau dapat sporadik (lebih lazim). Bentuk
sporadik bersifat musiman, puncak musim dingin-semi dikaitkan dengan infeksi
pernafasan, dan puncak lain pada musim panas-gugur dikaitkan dengan pioderma.
Serotipe streptokokus beta hemolitikus yang paling lazim dihubungkan dengan
infeksi nasofaring adalah tipe 12, sedangkan tipe 49 merupakan yang paling
sering ditemui selama wabah PSGNA yang berkaitan dengan pioderma. Pada
GNA akibat faringitis, periode laten adalah sekitar 10 hari, dan > 80% pasien akan
menunjukkan kenaikan signifkan pada titer antistreptolisin O. Sebaliknya, periode
laten akan sukar ditentukan pada GNA yang berkaitan dengan impetigo, dan
kenaikan titer anti streptolisin O ditemukan hanya pada 50%. Konsentrasiserum
berbagai indikator streptokokus lain, seperti titer antihialuronidase dan titer antideoksiribonuklease B, biasanya meningkat pada PSGNA yang berkaitan dengan
infeksi faring atau kulit. Sensitivitas diagnosis dapat ditingkatkan dengan
menggunakan tes streptozim, yang mengukur gabungan aktivitas antistreptolisin,
anti-DNase B, antihialuronidase, dan anti DNase.
Sindrom nefritis akut : gejala yang sering ditemukan yaitu hematuria dimana
urin berwarna gelap kerana mengandung darah. Kelainan pada urin dapat
tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
Terjadi insuffisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia dan acidosis
metabolic : pada masa akut arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang akibat berkurangnya glomerulus filtration rate (GFR).
Ini akan filtrasi garam, ureum dan zat lain berkurang dan sebagai akibat kadar
ureum, kreatenin darah meningkat.
Oliguria dan dapat juga terjadi anuria. GFR yang berkurang, menyebabkan
dengan PSGNA.
Suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.1,8
PENATALAKSANAAN
Tidak ada penanganan khusus yang dapat mempengaruhi penyembuhan kelainan
di glomerulus. Akan tetapi, penanganan yang dapat dilakakukan pada penderita
glomerulonefritis akut adalah:1
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu
Dahulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk member
kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut
Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefitis,
melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dilanjutkan hanya untuk 10 hari, sedangkan
pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil.
3. Makanan
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/ kgbb/hari) dan rendah
garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan gukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangakn
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi
Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan
penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi dieresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat perenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberikan efek toksik.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam
darah
dengan
beberapa
cara,
misalnya
dialisis
peritoneum,
hemodialasis, bilasan lambung dan usus, tranfusi tukar (tindakan ini kurang
efektif). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan
teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhirakhir ini pemberian furosemid secara intravena (1mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
KOMPLIKASI
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran ini terdapat pada
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini tejadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang diperlukan.
PROGNOSIS
Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan PSGNA.
Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan pengelolaan yang baik dari gagal
ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Fase akut yang memburuk dan
mengarah ke hyalinisasi glomerular dan gagal ginjal kronik jarang terjadi.
Namun, diagnosis glomerulonephritis akut post streptococcal harus dipikirkan
pada pasien dengan gagal ginjal kronik karena diagnosis lain seperti
membranoproliferative glomerulonephritis dapat ditemukan. Kekambuhan sangat
jarang terjadi.8
PENCEGAHAN
Terapi antibiotic sistemik pada awal infeksi streptococcus tenggorokan dan kulit
tidak akan menghilangkan risiko glomerulunefritis. Anggota keluarga penderita
dengan glomerulonefritis akut harus dilakukan ujian biakkan untuk streptococcus
beta haemolitikus grup A dan diobati jika biakan positif.8
C. Hipotesis
Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan BAK berwarna gelap, bengkak di
kedua mata, dan napas pendek tersebut diduga menderita Glomerulonefritis Akut
Poststreptokokus.
D. Sasaran Belajar
1. Anamnessis
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
3. WD/DD
4. Etiologi dan epidemiologi
5. Pathogenesis
6. Gejala klinis
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Prognosis
10. Pencegahan
E. Kesimpulan
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu yang ditandai dengan kemunculan tiba-tiba edema,
hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Glomerulonefritis akut paling sering terjadi
akibat infeksi kuman streptokokus dan disebut dengan istilah glomerulonefritis
akut poststreptokokus (PSGNA). Glomerulonefritis ini timbul akibat infeksi kulit
atau tenggorokan yang disebabkan oleh strain nefritogenic grup A beta-hemolitik
streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun
dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita.
Menurut penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Sedangkan gambaran
yang paling sering ditemukan adalah hematuria, oliguria, edema, hipertensi.
Tidak ada penanganan khusus yang dapat mempengaruhi penyembuhan kelainan
di glomerulus. Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan
PSGNA. Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan pengelolaan yang baik
dari gagal ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Sedangkan kekambuhan
sangat jarang terjadi.
Daftar Pustaka
1
Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, dkk. Buku kuliah 2
ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.p.835-40.
Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatric. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2008.p.175.
Rudolph AM, Wahab AS [editor]. Buku ajar pediatri rudolph. Vol. 2. 20 th ed. Jakarta: EGC;
2006.p.1486-500.
Bickley LS. Anamnesis. Bates guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health;
2009.p.30-5.
Welsby PD. Pemeriksaaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.p.104-5.
Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi Klinik: Urinalisis. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2008.p.74.
Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson textbook of paediatrics. 18th
ed. USA: Saunders Elsevier Publisher; 2007.p.2173-5.
Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. 4th ed. Jakarta: EGC; 2010.p.745-7.