Abstrak
Filariasis merupakan penyakit yang kurang diperhatikan, karena penderita cenderung mengalami stigma negatif.
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi pengalaman hidup orang terinfeksi filariasis. Penelitian menggunakan
metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Tujuh partisipan berpartisipasi dalam penelitian
ini. Analisis data menggunakan pendekatan Collaizi. Hasil penelitian mendapatkan lima tema dan 16 subtema.
Pertama, pengalaman pertama kali terinfeksi filariasis dengan subtema kaget, bingung, dan perasaan tidak menentu.
Kedua, pengalaman orang terinfeksi filariasis selama menjalani gejala klinisnya dengan subtema demam, nyeri,
bengkak, keterbatasan aktivitas, dan kelelahan. Ketiga, gangguan emosi dan psikologis dengan subtema malu,
jengkel, dan pasrah. Keempat, adanya beban sosial ekonomi dengan subtema menarik diri dari interaksi sosial dan
kesulitan ekonomi. Kelima, pengalaman orang terinfeksi filariasis dalam mengakses pelayanan kesehatan dengan
subtema penyakit yang tidak kunjung sembuh setelah beberapa kali berobat ke pelayanan kesehatan, mencari
alternatif pengobatan, pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan dan harapan pelayanan kesehatan yang lebih
baik. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan komunitas, baik pada
kelompok yang sakit, yang beresiko dan yang sehat, dengan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Abstract
Filariasis is a disease that is less noted, because people with filariasis tend to experience negative stigma. This
study aims to explore the lived experience of people infected with filariasis. This study is descriptive qualitative
with phenomenological approach. Seven (7) participants involved in this study. Data was analized using Collaizi’s
approach to analysis. The results of this study found 5 themes with 16 subthemes. First, the experience at first infected
with filariasis with subthemes: shock, confusion, and feeling uncertain. Second, filariasis infected people experience
during their clinical symptoms with subtheme: Fever, pain, swelling, lack of activity, and fatigue. Third, filariasis
infected people experience of emotional and psychological disturbance with subthemes: Shame, irritated, and
surrender. Fourth, Socioeconomic burden with subthemes: withdraw from social interaction and economic hardship.
Fifth, filariasis infected people experience in accessing health services with subthemes: Never recovered after several
times getting treatment by health professional, seeking alternative treatment, unsatisfactory with health services and
expectation of better health care. The results of this study can be used as a reference to improve community nursing
services, either at hospital group, risk and healthy people, with promotive, preventive, curative and rehabilitative.
menyatakan bahwa dalam keadaan filariasis penderita filariasis sebesar 17,8% dari biaya
akut, mobilitas fisik terkena dampak yang total rumah tangga atau sekitar 32,2% dari
berat sehingga penderita sangat tergantung biaya yang diperlukan untuk makan satu
pada keluarga untuk perawatan dirinya. rumah tangga penderita filariasis .
Kecacatan yang irreversible merupakan Penelitian yang dilakukan Wynd, Melrose,
pemicu utama bagi penderita filariasis Durrheim, Caron, & Gaypong (2007)
terjadinya gangguan psikologis berupa penderita limfatik filariasis kronik mengalami
perasaan malu, kecemasan, depresi, bahkan disfungsi seksual dan menghadapi stigma
ada upaya untuk bunuh diri. Studi kasus yang sosial sebagai akibat dari kecacatan mereka.
dilakukan Bose (2011), penderita merasa Berdasarkan laporan hasil studi kasus Bose
tertekan dengan kondisi fisiknya karena (2011) menemukan penderita sangat tertekan
harus diamputasi, dan sebelum bertemu tentang kondisi adanya filariasis dan bahkan
dengan peneliti penderita pernah mencoba pernah ada upaya bunuh diri. Sejalan dengan
untuk bunuh diri. Dampak psikologis ini penelitian WHO dalam (Kanda, 2004) terkait
bertambah berat sesuai dengan tingkat dengan aspek sosial, beban psikologis juga
kecacatan fisiknya. Laporan studi kasus yang memengaruhi kehidupan pasien, biasanya
dilakukan Kumari, Harichandrakumar, Das, orang depresi, sikap pasif, putus asa, dan
dan Krishna Moorthy (2005) menemukan fatalisme, dalam beberapa kasus bahkan
bahwa ada partisipan yang mengalami mengarah pada upaya bunuh diri.
menggigil di kendaraan umum dan jatuh Penelitian Kanda (2004) didapatkan
dimana saja saat terjadi serangan akut. dari 316 responsden hanya dua orang yang
Kejadian tersebut berulang, sehingga mampu mengenali penyakitnya. Hampir
mengakibatkan kecemasan karena selalu setengah dari responsden mengandalkan
ada kekhawatiran bahwa serangan akan pengobatan tradisional, hanya 30,1% yang
terjadi lagi di depan banyak orang. Sebagian datang ke sarana kesehatan atau tenaga
besar penderita mengatakan bahkan berpikir kesehatan. Tindakan yang dilakukan oleh
untuk mengakhiri hidup mereka daripada responsden adalah menjaga kebersihan,
menanggung penderitaannya. rendam kaki dengan sabun, obat herbal,
Kecacatan akibat filariasis tidak hanya memakai kaos stocking, tetetapi ada juga
berdampak terhadap psikologisnya, tetetapi yang melakukan tindakan yang bertentangan
juga akan berdampak terhadap keadaan sosial seperti mencuci kaki dan merendam dengan
dan ekonomi penderita. Kecacatan fisik akan air dingin atau air seni, bukan menghindari air
menimbulkan perasaan malu, takut diketahui dingin atau mencuci kaki dengan air hangat,
orang lain, sehingga penderita menarik diri 90% melaporkan bahwa mereka setidaknya
dari lingkungannya; kemudian kehilangan percaya dengan kemampuan mereka untuk
pekerjaan, yang selanjutnya berdampak merawat kaki mereka. Lebih dari setengah
terhadap ekonominya. Hal ini sejalan responsden mengalami ketidaknyamanan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh atau nyeri dan lebih dari sepertiga responsden
Wijesinghe, Wickremasinghe, Ekanayake, mengalami depresi. Rata-rata hari tidak sehat
dan Parera (2007), penderita dilaporkan dalam sebulan adalah tujuh hari, tidak ada
mengalami masalah berinteraksi dengan satupun dari reponden yang merasa sakit
masyarakat dan keluarga, dan mereka merasa lebih dari seminggu. Faktor kecemasan lebih
ditolak oleh masyarakat. signifikan daripada faktor yang lain.
Dampak ekonomi bukan hanya disebabkan Dampak kompleksitas yang diakibatkan
karena kehilangan pekerjaan, tetetapi juga oleh penyakit filariasis sehingga sangat
karena bertambahnya beban ekonomi memungkinkan terjadinya perbedaan
untuk perawatan. Laporan studi kasus yang persepsi orang terhadap pengalaman selama
dilakukan Kumari, dkk. (2005), penderita menghadapi penyakitnya, dengan kata
setiap episode akut kehilangan pekerjaan lain bahwa seseorang yang mempunyai
dan pendapatan, dan harus memenuhi pengalaman penyakit sama tidak menutup
pengeluaran untuk pengobatan, sedangkan kemungkinan akan menimbulkan persepsi
hasil penghitungan Gani yang dikutip dari yang berbeda-beda. Penelitian kuantitatif
(Sudomo, 2008) bahwa biaya perawatan tentang filariasis di Indonesia sudah
banyak dilakukan, sedangkan penelitian jengkel, dan pasrah. Keempat, adanya beban
kualitatif masih jarang dilakukan apalagi sosial ekonomi dengan subtema menarik diri
yang berhubungan dengan pengalaman dari interaksi sosial dan kesulitan ekonomi.
hidup orang terinfeksi filariasis, sehingga Kelima, pengalaman orang yang terinfeksi
masih sedikit diketahui tentang pengalaman filariasis dalam mengakses pelayanan
hidup orang terinfeksi filariasis di Indonesia kesehatan dengan subtema penyakit yang
khususnya di Tasikmalaya. tidak kunjung sembuh setelah beberapa kali
Penelitian ini dilakukan untuk meng- berobat ke pelayanan kesehatan, mencari
eksplorasi lebih dalam mengenai pengalaman alternatif pengobatan, pelayanan kesehatan
hidup orang yang pernah mengalami infeksi yang kurang memuaskan dan harapan
filariasis dalam menjalani kehidupan sehari- pelayanan kesehatan yang lebih baik.
hari dengan penyakitnya. Hasil penelitian
ini akan memberikan pemahaman yang Hasil penelitian yang berkenaan dengan
mendalam kepada perawat tentang kehidupan pengalaman orang terinfeksi filariasis ketika
orang terinfeksi filariasis, sehingga dapat pertama kali didiagnosis filariasis didapatkan
dijadikan acuan dalam memberikan asuhan tiga subtema, yaitu kaget, bingung, dan
keperawatan secara holistik. perasaan tidak menentu. Berikut ini ungkapan
dari partisipan dari setiap subtema :
(2007) bahwa mayoritas (95%) pasien bahwa tingkat stigmatisasi pada limpatik
filariasis mengalami dampak pada tungkai filariasis tampaknya akan secara langsung
dan ada hubungan yang signifikan dengan berhubungan dengan adanya keparahan yang
kesulitan dalam berjalan (p-=0,023). Pada terlihat pada penyakitnya. Perasaan malu
anggota badan yang bengkak memengaruhi juga dikemukakan oleh Urrahman (2011) dan
kerja (52%). Hasil penelitian inipun sejalan Kanda (2004), manifestasi klinis filariasis
dengan penelitian Kumari, dkk. (2005) akut seperti pembesaran kaki, lengan,
dalam keadaan akut, yang paling parah payudara serta alat kelamin dapat memberikan
terkena dampak adalah mobilitas, penderita gambaran yang menakutkan. Manifestasi
tidak dapat berjalan atau bergerak dan hanya klinis tersebut akan menimbulkan perasaan
terbatas di tempat tidur. Penderita sangat malu, rendah diri, depresi, menyendiri, dan
tergantung pada keluarga untuk perawatan menolak diri. Pada studi kualitatif yang
dirinya, begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Perera, Whitehead, Molyneux,
dilakukan oleh Omudu, dkk. (2011) dan Weerarooriya, dan Gunatilleke (2007) bahwa
Kanda (2004) bahwa pada episode akut orang dengan limpatik filariasis mengalami
membatasi kemampuan perempuan untuk tanggapan negatif dari orang lain terhadap
melakukan pekerjaan rumah tangga seperti anggota tubuh yang cacat.
memasak, membersihkan rumah, mencuci Gejala klinis yang irreversible membuat
dan membawa anak-anak. penderita menjadi jengkel. Perasaan jengkel
Serangan berulang pada partisipan terjadi merupakan manifestasi dari keputusasaan,
karena kecapean atau setelah bekerja berat. penolakan dan ungkapan perasaan marah.
Terjadi karena dengan kecapean atau kerja Kanda (2004) mengemukakan bahwa
berat dapat meningkatkan respons imun, penyakit dengan jangka waktu yang singkat
yang dapat meningkatkan pelepasan mediator dan tidak mengancam kehidupannya akan
inflamasi sehingga gejala nyeri dan demam menimbulkan sedikit perubahan perilaku,
sering terjadi berulang kali. Faktor pencetus sedangkan penyakit berat yang mengancam
kambuhnya gejala filariasis sesuai dengan kehidupannya dapat menimbulkan perubahan
yang dikemukakan oleh Widoyono (2008) emosi dan perilaku yang lebih luas seperti
dan Oemiyati (1990) bahwa gejala lebih cemas, shock, penolakan, marah, dan menarik
sering bila penderita bekerja terlalu berat. diri.
Selain itu, hasil penelitian dengan pendekatan Menghadapi penyakit yang tidak kunjung
studi kasus yang dilakukan Kumari, dkk. sembuh pada akhirnya partisipan merasa
(2005), ditemukan partisipan yang takut pasrah menerima kenyataan penyakitnya.
untuk bepergian kemanapun tanpa ditemani Pasrah memiliki makna berserah diri kepada
karena takut dengan serangan–serangan yang Allah tanpa ada upaya lagi untuk melakukan
terjadi secara mendadak setelah kecapaian. pengobatan, hal ini juga memiliki makna
Hasil penelitian tentang pengalaman bahwa partisipan telah bosan dan putus
penderita filariasis terkait aspek emosi dan asa dengan upaya yang telah dilakukan.
psikologis didapatkan tiga subtema yaitu Menurut World Health Organization (WHO)
malu, jengkel, pasrah. dalam (Kanda, 2004) terkait dengan aspek
Gangguan fisik dan penderita filariasis mem- sosial, beban psikologis juga memengaruhi
punyai dampak yang sangat besar terhadap kehidupan pasien, biasanya orang depresi,
psikologis penderita yang dapat mengganggu sikap pasif, putus asa, dan tidak percaya diri,
pembentukan konsep dirinya. Manifestasi dalam beberapa kasus bahkan mengarah ke
klinis filariasis seperti pembesaran kaki bunuh diri.
akan menimbulkan perasaan malu, beratnya Hasil penelitian tentang pengalaman orang
kecacatan akan sangat memengaruhi beban terinfeksi Filariasis selama menjalani beban
psikologis penderita. Adanya stigma men- sosial ekonomi didapatkan dua subtema
jijikkan akan meningkatkan perasaan yaitu menarik diri dari interaksi sosial dan
malu pada partisipan, yang sangat kesulitan ekonomi.
berhubungan dengan tingkat kecacatan,
seperti yang dikemukakan oleh Alonso a. Menarik diri dari interaksi sosial
dan Alvar (2010) dan Wynd, dkk. (2001) Munculnya manifestasi klinis bengkak akan
menimbulkan perasaan malu pada partisipan. akut kehilangan pekerjaan dan pendapatan,
Semakin parah tingkat kecacatan, maka dan harus memenuhi pengeluaran untuk
akan meningkat pula stigmatisasi sosial pengobatan. Hasil penelitian Coreil, Mayard,
bahwa penyakit filariasis adalah penyakit Louis, dan Adis (1998) dicatat bahwa selama
yang menakutkan dan menjijikan. Perasaan sakit akan menurunkan mobilitas, sehingga
malu dan stigma yang ada di masyarakat, mereka tidak mempunyai kemampuan
menyebabkan muncul upaya partisipan untuk menjual hasil kebunnya ke pasar,
untuk menyembunyikan kecacatannya, salah sehingga akan menurunkan penghasilannya,
satunya dengan menarik diri dari interaksi sedangkan menurut Gyapong, Gyapong,
sosial. Sejalan dengan yang dikemukakan Weis, dan Tanner (2000) dan Suma, Shenoy,
oleh Urrahman (2011) dan Kanda (2004) dan Kumaraswami (2003) ketika penyakit
bahwa manifestasi klinis filariasis akut seperti berkembang maka individu yang terkena
pembesaran kaki, lengan, payudara serta alat filariasis dan mengalami kecacatan semakin
kelamin dapat memberikan gambaran yang menurunkan kontribusi mereka terhadap
menakutkan. Manifestasi klinis tersebut tenaga kerja, sehingga akan menjadi beban
akan menimbulkan perasaan malu, rendah ekonomi rumah tangga yang lebih lanjut.
diri, depresi, menyendiri, menolak diri. Hasil Penelitian yang berkenaan dengan
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat pengalaman penderita filariasis dalam
dan tidak mengancam kehidupannya akan mengakses pelayanan kesehatan didapatkan
menimbulkan sedikit perubahan perilaku, tiga subtema, yaitu bosan dengan penyakit
sedangkan penyakit berat, yang mengancam yang tidak kunjung sembuh setelah beberapa
kehidupannya dapat menimbulkan perubahan kali ke pelayanan kesehatan akhirnya mencari
emosi dan perilaku yang lebih luas seperti alternatif pengobatan tradisional dan dukun,
ansietas, shock, penolakan, marah, dan pelayanan yang kurang memuaskan, dan
menarik diri. harapan pelayanan yang lebih baik.
Pola pencarian pengobatan sangat
b. Kesulitan ekonomi dipengaruhi oleh norma dan budaya yang
Upaya menarik diri partisipan akan melekat pada individu dan keluarga, selain
kehilangan kesempatan untuk bekerja, itu juga dipengaruhi oleh pemahaman yang
sehingga akan menurunkan pendapatannya kurang dari partisipan tentang pengobatan
dan akhirnya terjadi kesulitan ekonomi. filariasis. Asumsi yang melekat pada partisi-
Kesulitan ekonomi ini bukan hanya merupakan pan bahwa pengobatan yang baik adalah
dampak dari menarik diri dari interaksi apabila setelah habis makan obat langsung
sosial, tetetapi juga karena adanya stigma sembuh, sehingga ketika setelah berobat
sehingga partisipan akan sulit untuk mencari tidak merasakan perubahan, maka partisipan
pekerjaan bahkan ada juga partisipan yang dan atau keluarga memutuskan untuk mencari
dikeluarkan dari pekerjaannya. Selain itu pengobatan yang lainnya baik ke pelayanan
dapat menurunkan produktifitas karena kesehatan lagi maupun untuk pengobatan
keterbatasan kemampuan untuk melakukan alternatif lainnya.
aktivitas yang akan berdampak terhadap kondisi Persepsi yang salah tentang pengobatan
ekonominya. Kondisi ekonomi ini diperparah filariasis, mungkin dikarenakan hanya dua
dengan kebutuhan partisipan untuk biaya dari tujuh partisipan yang telah mendapatkan
pengobatan, sehingga kondisi ekonomi ini kunjungan dari tenaga kesehatan, itupun
semakin sulit. mereka belum mendapatkan informasi
Hasil penelitian di atas sesuai dengan yang lengkap tentang filariasis, baik
hasil penelitian yang dilakukan Kumari, tentang penyakitnya, pengobatan maupun
dkk. (2005) dalam studi kasusnya bahwa perawatannya, padahal orang yang terinfeksi
dalam keadaan akut yang paling parah filariasis sangat memerlukan perawatan
terkena dampak adalah mobilitas, penderita yang berkelanjutan, agar dapat menghadapi
tidak dapat berjalan atau bergerak dan hidupnya secara optimal. Selain itu,
hanya terbatas di tempat tidur. Penderita filariasis merupakan penyakit yang berbasis
sangat tergantung pada keluarga untuk lingkungan, artinya masyarakat yang berada
perawatan dirinya. Penderita setiap episode disekitarnya mempunyai risiko terjadi fila-
riasis, sehingga tugas tenaga kesehatan bukan dalam mengakses pelayanan yang lebih baik.
hanya berfokus pada yang sakit, tetetapi juga Harapan partisipan untuk mendapatkan
bagi yang berisiko dan juga yang sehat. pelayanan kesehatan yang lebih baik
Fenomena diatas dikemukakan oleh Kanda menunjukkan bahwa pelayanan yang baik,
(2004), bahwa perawatan lymphedema yang sesuai dengan harapan partisipan selama
memerlukan upaya intensif berkelanjutan, ini belum terwujudkan. Temuan ini sejalan
sangat penting untuk memahami latar dengan penelitian yang dilakukan oleh
belakang dan persepsi penyakit sebelum Person, dkk. (2006) bahwa partisipan ingin
memperkenalkan pencegahan dan rejimen mengetahui dan dapat melakukan bagaimana
pengobatan. Hasil penelitiannya menunjukan cara merawatnya dan kemana harus mencari
bahwa partisipan banyak yang lebih suka pelayanan kesehatan.
mengunjungi dukun dan menggunakan obat
herbal. Pengetahuan partisipan tentang
penyakit ini lebih berkaitan dengan dimensi Simpulan
budaya dan spiritual tradisional.
Kurangnya informasi yang diberikan di Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat
pelayanan kesehatan membuat partisipan disimpulkan bahwa pengalaman hidup orang
menjadi kurang puas dengan pelayanan terinfeksi filariasis di Kota Tasikmalaya,
kesehatan, karena pemahaman partisipan berkaitan lima tema yaitu emosi, persepsi,
yang kurang tentang filariasis mulai dari gejala klinis, ekonomi dan sosial serta
konsep penyakit sampai dengan bagaimana pengalam dalam mengakses pelayanan
cara pengobatan dan penatalaksanaan di kesehatan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
rumah, sehingga partisipan tidak melakukan acuan untuk meningkatkan pelayanan
pengobatan yang tidak teratur. Di samping keperawatan komunitas, baik secara fisik,
kurangnya informasi, kurang puasnya psikologis, sosial dan ekonomi. Implikasi
partisipan terhadap pelayanan kesehatan dari penelitian ini diperlukan pengobatan
karena ada kecenderungan perbedaan yang efektif untuk mengurangi keluhan fisik.
pelayanan yang diberikan dikarenakan Pencegahan filariasis juga merupakan hal
melihat fisik yang begitu berbeda dengan yang sangat penting untuk mengurangi risiko
yang lainnya. Pada penelitian ini partisipan penularan, selain itu, proses rehabilitatif
mengungkapkan bahwa pelayanan dari juga penting untuk mengurangi kecacatan
pihak rumah sakit ataupun puskesmas kurang dan membantu adaptasi penderita dalam
memuaskan mungkin karena tidak mampu dan kehidupannya secara biologis, psikologis,
keadaannya seperti ini (cacat). Naeem (2011) sosial dan spiritual.
mengemukakan dalam artikelnya bahwa
peningkatan kualitas pelayanan dari petugas
kesehatan merupakan salah satu cara yang Daftar Pustaka
sangat penting dalam upaya pemberantasan
dan penanganan penyakit filariasis. Alonso, L. M. & Alvar, J. (2010). Stigmatizing
Penanganan filariasis memang merupakan neglected tropical disease: A systematic
tantangan bagi seluruh tenaga kesehatan di review. Social Medicine, 5 (4). Diakses dari
http:www.socialmedicine.info.
Indonesia. Pencegahan filariasis sangat penting
untuk mencegah terjadinya kecacatan akibat Bose, K. (2011). Control of lymphatic
filariasis. Disisi lain, penanganan rehabilitatif Filariasis through patient empowerment.
juga tidak kalah pentingnya, terutama untuk Wounds International. Diakses dari http://
meminimalkan kecacatan yang telah diderita www.woundsinternational.com.
akibat filariasis dan membatu adaptasi
Coreil, J., Mayard, G., Louis, C. J., &
penderita filariasis dalam kehidupan sehari- Addis, D. (1998). Filarial elephantiasis
hari. among Haitian women: Social context and
Ketidakpuasan dalam mendapatkan behavioral factors in treatment. Trop Med Int
pelayanan kesehatan akan melahirkan harapan Health, 3(6), 467–473. Diakses dari www.