Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Prostat
Prostat merupakan organ kelenjar yang berbentuk piramid yang dibungkus
oleh kapsula fibromuskular yang terletak di sebelah inferior buli-buli, mengelilingi
urethra pars prostatica, dan terletak diantara collum (di atas) dan diaphragma
urogenitale (di bawah). Bentuknya seperti buah kenari, mempunyai panjang kurang
lebih 3 cm, dan memiliki berat normal pada pria dewasa ±20 gram. (1,12) Secara
anatomis prostat berada di true pelvis, yang dipisahkan dari symphisis anteriorly oleh
ruang retropublik (ruang Retzius). Bagian belakang prostat dekat dengan ampula
rectum yang dipisahkan oleh fascia Denonvilliers. Prostat juga memiliki basis dan
apex, basis prostat terletak di superior dan berhadapan dengan collum vesicae,
sedangkan apex prostat terletak di inferior dan berhadapan dengan diaphragm
(1,13)
urogenitale. Bagian lateral prostat berhubungan dengan otot levator ani. Prostat
juga terdiri dari lima lobus, antara lain adalah lobus anterior, lobus medius, lobus
posterior, lobus dekstra, dan lobus sinistra. Lobus anterior terletak di depan urethra
dan tidak memiliki jaringan kelenjar. Lobus medius adalah kelenjar berbentuk baji
yang terletak diantara urethra dan ductus ejaculatorius. Lobus posterior terletak di
belakang urethra dan di bawah ductus ejaculatorius serta memiliki kelenjar juga.
Lobus dekstra dan sinistra terletak di samping urethra dan dipisahkan satu dengan
yang lain oleh alur vertikal dangkal yang teradapat pada facies posterior prostat, lobus
ini juga mengandung banyak kelenjar. Selain itu terdapat dua ductus ejaculatorius
juga yang menembus bagian atas facies posterior prostat sehingga dapat bermuara ke
urethra pars prostatica yang teletak pada pinggir lateral utriculus prostaticus. (1) Prostat
mendapat perdarahan dari : A. pudenda interna, A. vesikalis inferior yang merupakan
salah satu cabang dari A. illiaca interna. Darah vena dialirkan kembali melalui plexus
venosus prostaticus yang kemudia diteruskan ke V. illiaca interna. Inverasi berasal
dari pelvic plexus. McNeal membagi prostat dalam beberapa zona, antara lain zona

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona
periuretra. (12,13)
Pada zona perifer menyumbang sekitar 70% volume prostat pada dewasa
(13)
muda, zona sentral menyumbang sekitar 25%, dan zona transisional sekitar 5%.
Sekitar 60-70% kanker prostat berasal dari zona perifer, 10-20% di zona transisional,
dan 5-10% di zona sentral. BPH sendiri sering berasal dan dimulai dari zona
transisional. (1,12,13)
2.2 Fisiologi Prostat
Prostat merupakan kelenjar seks tambahan, dimana memiliki peran utama
menghasilkan cairan prostat yang menyumbang hingga 30% dari volume cairan mani.
Sekresi ini bertujuam umtuk menunjang kelangsungan hidup sperma di dalam saluran
(14,15)
reproduksi wanita agar dapat bertahan terhadap pH vagina yang bersifat asam.
Sekresi ini membentuk sebagian besar dari semen (air mani), yaitu campuran sekresi
kelenjar seks tambahan, sperma, dan mucus. Secara fisiologik kelenjar prostat
memiliki dua fungsi : mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina
yang asam sehingga membuat sperma lebih dapat hidup di lingkungan yang sedikit
basa dan menghasilkan enzim pembekuan serta fibrinolisin. Enzim pembekuan
berfungsi untuk “membekukan” semen sehingga sperma yang diejakulasikan tetap
berada di dalam vagina ketika penis ditarik keluar, enzim ini bekerja pada fibrinogen
yang dihasilkan vesikula seminalis sehingga menghasilkan fibrin. Lalu fibrinolisin
yang dihasilkan berfungsi untuk menguraikan bekuan sperma segera sesudah penis
ditarik keluar dari vagina agar sperma dapat bergerak bebas di dalam saluran
reproduksi wanita. (14)
2.3 Benign Prostate Hyperplasia
2.3.1 Definisi
Benign Prostate Hyperplasia adalah pembesaran kelenjar prostat yang bersifat
(16)
progresif dan sering terjadi pada pria dewasa. BPH juga dapat diartikan sebagai
(3,4)
kelainan histologis yang khas ditandai dengan proliferasi sel-sel prostat. Menurut

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
diagnosis histopatologis, BPH meningkat sebanyak 50% pada usia 50-60 tahun, 69%
pada usia 61-70 tahun, 79% pada usia 71-80 tahun, dan jumlahnya meningkat
(3,6)
menjadi 90% pada usia di atas 80 tahun. Terjadinya BPH dimediasi oleh hormon
dihidrotestosteron yang memacu pembesaran kelenjar sehingga dapat menyebabkan
sumbatan uretra, terjadinya gejala Lower Urinary Tract Symptom/LUTS, infeksi
saluran kemih, hematuria, sampai membahayakan fungsi traktus urinarius bagian
atas. Hal-hal itu semua dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita. (3,16)
2.3.2 Epidemiologi
BPH merupakan penyakit yang sering menjadi masalah pada laki-laki usia
lanjut serta sering menimbulkan ketidakberdayaan tetapi jarang menyebabkan
kematian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Berry, ia menyatakan bahwa
prevalensi penderita BPH di dunia selama 4 dekade terakhir sebanyak 8% dimana
50% diantaranya terjadi pada usia 50-60 tahun. (7) Hal ini dapat terjadi karena menurut
diagnosis histopatologis, risiko BPH meningkat sebanyak 50% pada usia 50-60 tahun,
69% pada usia 61-70 tahun, 79% pada usia 71-80 tahun, dan sangat meningkat
menjadi 90% pada usia di atas 80 tahun. (3,6) Di Indonesia sendiri angka kejadian BPH
yang pasti belum pernah diteliti, tetapi berdasarkan kasus urologi dibeberapa rumah
sakit di Indonesia angkanya bervariasi dari 24-30%. Sebagai gambaran hospital
prevalensi di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo) dan Sumber Waras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040
kasus.(3,11)
2.3.3 Etiologi
Sampai sekarang penyebab pasti BPH belum dapat diketahui secara pasti
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa terjadinya BPH erat kaitannya dengan
(12)
peningkatan kadar hormon Dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab:

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
1. Teori dihidrotestosteron
Sel epitel prostat mengekspresikan reseptor androgen. Dari awal diferensiasi
embrio untuk pematangan pubertas dan seterusnya, androgen merupakan prasyarat
untuk perkembangan normal dan kontrol fisiologis prostat. Androgen juga membantu
menjaga metabolisme normal dan fungsi sekresi prostat.(15) Level serum androgen
menurun pada usia setelah 40 tahun. (17)
DHT merupakan metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-
sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam prostat oleh enzim 5-alfa-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
mempengaruhi transkrip dari RNA sel yang menyebabkan terjadinya sintesis protein
growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Dikatakan juga bahwa
kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal,
hanya saja pada BPH, aktivitas 5-alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.(12,18)
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Seiring dengan pertambahan usia terjadi penurunan kadar testosterone,
sedangkan kadar estrogen tetap. (17,18) Estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas
sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Oleh karena
fungsi dari estrogen tersebut, pada pertambahan usia seorang pria, semakin besar pula
risiko terjadinya BPH.(12,18)
3. Interaksi stroma-epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol
oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma tersebut secara
intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi
tersebut menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma. (12,18)
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis, sel akan di
fagositosis kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, yaitu
pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel, hal ini menandakan
pertambahan jumlah sel-sel prostat yang baru dengan yang apoptosis dalam keadaan
seimbang. Pada saat usia semakin bertambah, timbul efek berkurangnya jumlah sel-
sel prostat yang baru sedangkan sel-sel yang apoptosis berkurang, hal ini berakibat
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan meningkat yang menyebabkan massa
prostat membesar. (12,18)
2.3.4 Faktor risiko
1. Usia
Usia diketahui sebagai salah satu faktor risiko BPH. Dengan bertambahnya usia
terdapat kemungkinan terjadinya BPH. Jika terjadi BPH akibatnya terjadi sumbatan,
untuk mengeluarkan urin yang mengakibatkan kandung kemih harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan yang ada. Kontrakasi yang terus-menerus ini lama
kelamaan menyebabkan hypertrofi otot detrussor dan penebalan kandung kemih. Jika
obstruksi terus terjadi tanpa diterapi, otot detrussor dapat diganti dengan jaringan
fibrosis, sehingga menjadi lemah dan mengalami penurunan tonisitas. Penurunan
tonisitas ini mengakibatkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan urin
menurun dan hal ini merupakan salah satu penyebab timbulnya gejala pada BPH.
Selain itu, sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosterone mulai menurun secara

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas
sedangkan serum FSH dan LH meningkat. (3,11,12,20)
2. Ras
Risiko berdasarkan ras bermakna relatif dikarenakan hasil yang didapat
berdasarkan penelitian yang dilakukan masing-masing peneliti. Berdasarkan penilaian
secara histologi (biopsi atau otopsi) perbandingan antar ras bernilai sama, tetapi
penilaian secara klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) BPH lebih berisiko terjadi
pada ras Afrika-Amerika daripada Kaukasian. (19)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Zuhirman dkk. juga, di Amerika
prevalensi BPH menurut Olmset Country didapatkan sebanyak 13%, sedangkan
untuk Asia berdasarkan berbagai sumber didapatkan prevalensi BPH lebih tinggi
sedikit dibandingkan Amerika yaitu sekitar 18% pada pasien berusia di atas 40
tahun.(31,32) Terdapat juga penelitian bahwa pria kulit hitam memiliki prevalensi lebih
besar daripada pria kulit putih. (21)
3. Indeks Massa Tubuh
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual. Pada
obesitas estrogen meningkat secara relative dibandingkan penurunan testosteron yang
berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat
terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat.
Terdapat penelitian bahwa Odds Rasio (OR) pada laki-laki yang kelebihan berat
badan (BMI = 25-29,9 kg/m2) adalah 1,41, pada laki-laki obesitas (BMI = 30-34
kg/m2) adalah 1,27, sedangkan pada laki-laki obesitas parah (BMI>35 kg/m 2) adalah
3,52.(11,22)
2.3.5. Patofisiologi
Pembesaran prostat tergantung potensi DHT. Dalam kelenjar prostat 5-alfa-
reduktase tipe 2 merubah testosteron menjadi DHT yang bekerja lokal dan
menyebabkan hyperplasia prostate. Secara mikroskopik pembesaran prostat
merupakan proses hiperplasia yang menyebabkan prostat membesar dan menekan

10

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
uretra pars prostatica sehingga terjadi obstruksi, peningkatan tekanan intravesikal,
dan menyebabkan disfungsi kandung kemih, sampai pada akhirnya menimbulkan
gejala pada traktus urinarius bagian bawah. (3,12)
Akibat adanya sumbatan, untuk mengeluarkan urin, kandung kemih harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan yang ada. Kontrakasi yang terus-
menerus ini menyebabkan hipertrofi otot detrussor dan penebalan kandung kemih.
Dalam kondisi normal, pengosongan kandung kemih terjadi dengan tekanan detrussor
di bawah 30 cmH 2O dan maksimal peak flow rate lebih dari 25 cc/detik. Pada fase
awal obstruksi saluran keluar, flow rate dipertahankan dengan peningkatan tekanan
pengosongan, sehingga terjadi kompensasi hiperplasia. Pada obstruksi lebih lanjut,
tekanan detrussor meningkat lebih tinggi dan flow rate turun dengan sejumlah besar
residu urin dalam kandung kemih. Otot detrussor diganti dengan jaringan fibrosis,
sehingga menjadi lemah dan mengalami penurunan tonisitas. Pada fase akhir terjadi
dekompensasi hiperplasia dan kerusakan kandung kemih menjadi irreversible. Akibat
adanya penebalan dinding kandung kemih, selain terjadi peningkatan tekanan
detrussor, terjadi juga pembentukan trabekula, saccule, divertikel pada kandung
kemih, dan keluhan saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptoms
(LUTS).(3,12)
Tekanan intravesikel yang tinggi juga diteruskan keseluruh bagian kandung
kemih tidak terkecuali pada muara kedua ureter. Tekanan pada muara kedua ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urin dari kandung kemih ke ureter atau terjadi refluks
vesikoureter. Jika keadaan ini berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan dapat menyebabkan gagal ginjal. (3,12)
Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat tidak hanya disebabkan
oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi disebabkan juga
oleh reseptor alfa-1 adrenergik. Berdasarkan penelitian in vitro reseptor alfa-1
adrenergik terdapat di otot polos stroma, kapsula prostat, dan leher kandung kemih.

11

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
Rangsangan pada resepor ini akan meningkatkan tonus otot polos yang dapat
memperburuk keluhan saluran kemih sebelah bawah. (3,12)
2.3.6 Manifestasi klinis
Obstruksi prostat biasa menimbulkan keluhan pada saluran kemih, keluhan
tersebut antara lain :
1. Keluhan saluran kemih bagian bawah
- Gejala obstruksi meliputi : retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, intermitten (kencing terputus-putus), kencing tidak puas (menetes
setelah miksi).(18,23)
- Gejala iritasi meliputi : frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak), dan dysuria (nyeri pada saat miksi). (18,23)
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhannya berupa gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan pada
pinggang (tanda hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau
urosepsis.(18)
3. Gejala di luar saluran kemih
Biasanya pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi
sehingga tekanan intra-abdominal meningkat. Selain itu, jika BPH sudah sangat
kronis, dapat timbul juga gejala dari gagal ginjal, antara lain seperti, keletihan,
anoreksia, mual, dan muntah. (18)
2.3.7 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan
beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita
datang berobat, yaitu LUTS.(24)

12

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
Keluhan LUTS terdiri atas keluhan obstruktif dan iritatif. Gejala obstruktif berupa
hesitancy keterlambatan dalam onset berkemih, menunjukan waktu yang dibutuhkan
oleh otot detrussor untuk mengatasi resistensi atau dapat disebabkan lemahnya
kontraksi detrusor, penurunan kekuatan aliran urin/pancaran lemah, merasa tidak
lampias saat selesai berkemih sehingga terkumpulnya sisa urin, double voiding
(berkemih untuk kedua kalinya setelah 2 jam pasca berkemih pertama), keluarnya
sisa urin setelah berkemih (terminal dribbling). Gejala iritatif berupa urgency (sulit
menahan berkemih), polaksiuria (frekuensi berkemih sering), nokturia (sering
berkemih saat malam hari yang dapat mengganggu kualitas tidur). (13,11,24,25,26)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik di daerah supra simpisis akibat resistensi urin. Pemeriksaan colok dubur
atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada
pasien BPH.(28) Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukan
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris
dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris. (12,27,24,29)
Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum, dan fungsi
neuromuskuler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus
sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukan adanya kelainan
pada busur refleks di daerah sakral. (28,30)
3. Pemeriksaan Penunjang
 Urinalisis/pemeriksaan sedimen urin untuk menilai adanya infeksi atau inflamasi,
leukosituria, hematuria, saluran kemih maupun komplikasi dari BPH.(3,27,28)
 Uroflowmetry adalah pemeriksaan yang berguna untuk menilai obstruksi melalui
pencatatan aliran dan kecepatan aliran urin. Penurunan kecepatan aliran
menunjukkan adanya hiperplasia prostat. (3)

13

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
 Sistoskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat keadaan uretra dan
kandung kemih sehingga dapat menentukan ukuran kelenjar prostat dan dapat
mengidentifikasi lokasi dan tingkat obstruksinya.(3)
 Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk menentukan adakah gangguan fungsi
ginjal akibat obstruksi karena hiperplasia prostat, selain itu faal ginjal juga
berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada
saluran kemih bagian atas. (3,28)
 Pemeriksaan radiologi biasa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan intra vena
pyelografi (IVP). Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat bayangan kandung
kemih yang penuh terisi urin yang merupakan tanda retensi urin, hidronefrosis
atau hidroureter, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan indentasi prostat (pendesakan kandung kemih kelenjar prostat) atau ureter
bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish), dan melihat penyulit
yang timbul pada prostat berupa timbulnya trabekulasi, divertikel, ataupun
sakulasi kandung kemih. (32)
 Pemeriksaan USG dilakukan melalui dua metode, yang pertama Trans Rectal
Ultra Sound (TRUS), pemeriksaaan ini bertujuan untuk mengetahui besar dan
volum prostat, kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk
melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin, dan mencari
kelainan lain pada kandung kemih. Metode kedua yaitu pemeriksaan Trans
Abdominal Ultra Sound (TAUS) dimana berguna untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH kronis. (29).
 Prostatic specific antigen (PSA) adalah pemeriksaan untuk menilai peningkatan
antigen spesifik yang dihasilkan oleh sel kapsul prostat (membran yang meliputi
prostat) dan kelenjar periuretral. Dengan adanya peningkatan PSA menunjukan
pembesaran kelenjar prostat atau prostatitis, dan juga dapat menentukan perkiraan
ukuran dan berat prostat. (3)

14

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
2.3.8 Tatalaksana
1. Terapi observasi (watchful waiting) (12)
Beberapa studi melaporkan terjadinya resolusi spontan dan pengurangan gejala
secara signifikan pada beberapa pria yang mengalami hiperplasia prostat, sedangakan
studi lainnya melaporkan terjadinya progesivitas dan komplikasi yang semakin nyata.
2. Terapi medik
 Penghambat alfa (12)
- Menghambat efek pelepasan non-adrenalin endogen pada otot polos
sel prostat, sehingga menurunkan tonus prostat dan mengurangi
obstruksi saluran keluar kandung kemih. Penghambat adrenoseptor
Alfa-1A lebih dominan dari pada alfa 1-B, sehingga penggunaan alfa
selektif banyak digunakan
- Di Indonesia hanya tersedia 4 jenis obat penghambat alfa yaitu,
alfuzosin HCL, doxasozin mesylate, tamsulosin HCL, dan tersozin
HCL. Obat ini merupakan obat lini pertama pada laki-laki dengan
gejala traktus urinarius bagian bawah.
 Penghambat 5-alfa reduktase(12)
- Menghambat kerja enzim 5-alfa reduktase yang merupakan enzim
untuk mengubah testosteron menjadi DHT, sehingga dapat
mengecilkan kelenjar prostat.
- Memiliki 2 tipe macam obat, yaitu :
 Tipe 1 : memiliki aktivitas predominan di luar kelenjar prostat
(misal : kulit dan hati)
 Tipe 2 : memiliki ekspresi dominan pada kelenjar prostat
- Dua jenis 5-alfa reduktase yang direkomendasikan yaitu dutasteride
dan finasteride.

15

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
 Fitofarmaka(12)
- Masih menjadi perdebatan untuk penggunaannya, komponen utama
dari obat ini adalah fitosterol yang dari hasil studi in vitro memiliki
manfaat :
 Efek anti-inflamasi
 Anti androgenik ataupun estrogenic
 Menurunkan kadar sexual hormon binding globulin
 Menghambat faktor pertumbuhan yang merangsang proliferasi
prostat, alfa adrenoseptor, dan 5-alfa reduktase
- Untuk manfaat secara pasti dan mekanisme kerja obat ini masih belum
pasti diketahui
- Obat fitofarmaka yang ada cukup banyak, tetapi dari beberapa
fitofarmaka yang ada, yang paling banyak digunakan untuk terapi
hiperplasia prostat adalah serenoa repens.
 Terapi pembedahan (12)
- Dilakukan jika :
 Tidak menunjukkan perbaikan dengan terpai medikamentosa
 Retensi urin
 Infeksi saluran kemih berulang
 Hematuria
 Gagal ginjal
 Timbul batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi
saluran kemih bagian bawah.
2.3.9 Komplikasi(12)
Komplikasi yang dapat terjadi pada hiperplasia prostat antara lain :
 Retensi urin
 Batu kandung kemih, infeksi saluran kemih, kerusakan kandung
kemih atau ginjal

16

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
 Inkontinensia
 Infeksi
 Impotensi
2.4 International Prostate Symptom Score (I-PSS)(31)
I-PSS adalah kuesioner yang berisi jawaban atas 7 pertanyaan mengenai
gejala berkemih dan 1 pertanyaan mengenai kualitas hidup. Setiap pertanyaan
mengenai gejala berkemih memungkinkan pasien untuk memilih satu dari enam
jawaban yang menunjukkan tingkat keparahan keluhan.
Tujuh pertanyaan pertama dari I-PSS mirip dengan pertanyaan yang terdapat
pada American Urologic Association (AUA) mengenai gejala sistem urinarius. Total
skor atas 7 pertanyaan awal bernilai antara 0 sampai 35.
Komite Ilmiah Internasional (SCI) di bawah perlindungan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dan International Union Against Cancer (IUAC)
merekomendasikan hanya satu pertanyaan untuk kualitas hidup, dimana jawaban dari
pertanyaan yang ada berjumlah 6 dengan rentang dari senang hingga buruk.
Meskipun pertanyaan tunggal ini mungkin tidak akan menggambarkan dampak secara
keseluruhan yang diakibatkan oleh BPH, pertanyaan ini bisa menjadi titik awal untuk
anamnesa.
2.5 Kampung Sukaati Barat
Kampung Sukaati Barat merupakan suatu daerah yang terletak di Desa Jomin
Timur Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang. Di daerah ini terdapat beberapa
RW yang antara lain adalah RW 04. RW 04 ini terdiri dari 5 RT yaitu RT 18 sampai
20. Jumlah warga pada RW 04 terdiri atas 493 kepala keluarga dengan jumlah total
jiwa adalah 1.846 jiwa. Dari jumlah jiwa tersebut, usia warga pria yang berusia di
atas 50 tahun berjumlah 180 jiwa. Dari total warga pria yang berusia di atas 50 tahun,
110 pria terdapat di RT 22 RW 04. Pria tersebut ada yang masih bekerja dan ada juga
yang sudah pensiun.

17

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
2.6 Ringkasan Pustaka
Tabel 2.1 Ringkasan Pustaka

No Peneliti Lokasi Waktu Studi Subjek Variabel yang Hasil


Peneliti Penelitian desain Diteliti
1 Lim, Christchurch, Januari Studi 883 Pasien Variable bebas -PSA
Calvin F J; New Zealand 2007 – cross Christchurch : IPSS, serum merupakan
Buchan, Januari sectional Public PSA prediktor
Nicholas J 2012 Hospital Variabel yang tidak
tergantung : baik untuk
Pasien BPH penilaian
IPSS dan
tidak dapat
secara akurat
mengukur
tingkat
keparahan
pasien BPH
2 Richard Heme, 1999 - Cohort 1.763 pria Variabel bebas -Terjadi
Berges, Jerman 2005 usia di atas : Peningkatan peningkatan
Mathias 50 tahun usia volume
Oelke Variabel prostat,
tergantung : serum PSA,
Volume prostat, IPSS, dan
serum PSA, LUTS sesuai
aliran urin dengan
maksimal, pertambahan
IPSS, usia.
LUTS/Indikator -Terjadi

18

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
BPH penurunan
aliran urin
sesuai
dengan
pertambahan
usia.
3 Mostafa Mazandaran, 2005- Case - 132 pasien Variabel bebas -sensitivitas
Hosseini, Iran 2008 control kanker :sensitivitas dan dan
Seyed study prostat spesitifitas sepsitifitas
Meisam - 101 orang IPSS IPSS
Ebrahimi, tidak kanker Variabel meningkat
Seyed prostat tergantung : diusia 50-65
Alinaghi, Pasien kanker tahun
Seyed prostat -spesitifitas
Ahmad, IPSS sangat
tinggi pada
usia di
bawah 50
tahun.

19

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran
Usia Bertambah
2.7 Kerangka teori

Testosteron
menurun

Estrogen
meningkat relatif

Apoptosis sel Sensitivitas sel prostat Jumlah reseptor


prostat menurun terhadap rangsang androgen meningkat
androgen meningkat

Stimulasi growth
factor dan release DHT-RA m
growth factor

Proliferasi kelenjar
prostat meningkat

Gambar
Benign3.1
Prostate
Hyperplasia

Hubungan usia diatas 50 tahun dengan risiko benign prostate hyperplasia berdasarkan kuesioner international prostate symptom score
Abraham Karta Paran

Anda mungkin juga menyukai