Anda di halaman 1dari 22

Tugas Referat Bedah Saraf

FRAKTUR TULANG BELAKANG

Oleh:
Akmalia Fatimah G99172029
Maestro Rahmandika G991902037
Rahadian Arista D G99181050
Arfan Surya A G99181011
Khalida Ikhlasiya T G991903032
Ramadhaningtyas MF G991908016

Periode 21-27 Oktober 2019

Pembimbing:
Ferry Wijanarko, dr., Sp.BS

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2019

0
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, dengan judul:

FRAKTUR TULANG BELAKANG

Hari, tanggal: Senin, 21 Oktober 2019

Oleh:
Akmalia Fatimah G99172029
Maestro Rahmandika G991902037
Rahadian Arista D G99181050
Arfan Surya A G99181011
Khalida Ikhlasiya T G991903032
Ramadhaningtyas MF G991908016

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

Ferry Wijanarko, dr., Sp.BS

1
FRAKTUR VERTEBRA

A. ANATOMI

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk


skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,
costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan
serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi
tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5
regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. 1

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh
ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang
mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang
memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus
dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan
transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang

2
dapt mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang
belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah
kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), , terjatuh dari
ketinggian(24%), kecelakaan kerja.2, 8

B. Cedera Stabil dan Tidak Stabil


Cedera vertebra menurut kestabilannya terbagi menjadi cedera stabil
dan cedera tidak stabil. Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena
tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak
bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga
medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah
contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser
dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek,
Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari
ligamen posterior.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan
radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior,
lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur
yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior),
kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior) (Denis, 1983).3
Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan
duapertiga bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus
vertebralis
2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari
corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis
3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi
permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan
supraspinosa 1

3
C. Mekanisme cedera
Tipe pergeseran yang penting: (1) hiperekstensi (2) fleksi (3) tekanan
aksial (4) fleksi dan tekanan digabungkan dengan distraksi posterior (5) fleksi
yang digabungkan dengan rotasi dan (6) translasi horizontal. Fraktur dapat
terjadi akibat kekuatan minimal saja pada tulang osteoporotik atau
patologik.3

1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)

Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering


pada leher, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke
belakang dan tanpa menyangga oksiput sehingga kepala membentur
bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau
arkus saraf mungkin mengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak
merusak ligamen posterior

2. Fleksi

Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada


vertebra. Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat
merusak ligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka sifat
fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak
rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe
subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan
pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior

Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi


posterior dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping
kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser
ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni,
keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang
tinggi.

4
Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi
pada setengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan
posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus remuk,
lesi bersifat tidak stabil.

4. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal


atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan
mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada
vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk
ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture).
Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera
stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis
spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan
neurologik sering terjadi.

5. Rotasi-fleksi

Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi


fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas
kekuatannya; kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat
mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat ter potong.
Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada
vertebra di atas, dengan atau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua
fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya
kerusakan neurologik.

6. Translasi Horizontal

Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah


dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak
stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf. 3

5
D. Cedera Cervical
Segmen cervical adalah segmen yang paling mudah digerakkan dan
mudah cedera. Cedera cervical dengan mengenai bagian atas medulla spinalis
akan berakibat fatal dan penyebab kematian pada pasien kecelakaan saat
pasien diperjalanan menuju rumah sakit.4 Nyeri dan kekakuan leher atau
keluhan paraestesia atau kelemahan pada tungkai atas, harus
diperhatikan. Kekuatan yang menyebabkan cedera kepala yang
berbahaya (misalnya kecelakaan lalu lintas atau benturan kepala akibat
jatuh dari tempat tinggi) juga dapat menyebabkan cedera leher. Karena itu,
pada pasien yang pingsan karena cedera kepala, harus selalu dicurigai
mengalami fraktur vertebra cervical.

Pemeriksaan diawali dengan inspeksi, posisi leher yang abnormal dapat


menjadi tanda pendukung. Gerakan harus dilakukan dengan sangat pelan-
pelan dan, jika nyeri sebaiknya ditunda hingga leher difoto dengan sinar-X.
Nyeri atau paraestesia pada tungkai perlu diperhatikan, dan tungkai
harus selalu diperiksa untuk mencari bukti adanya kerusakan sumsum
atau akar saraf.2

Jenis fraktur daerah cervical, sebagai berikut:


1. Fraktur Atlas C 1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi
kepala menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat.
Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang
atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak
berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam
keadaan terbuka

Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah
immobilisasi cervical dengan collar plaster selama 3 bulan

6
2. Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial)
Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari
atlas yang menyilang dibelakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi
sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya
perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum transversalis.
Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid.
Umumnya ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid
pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis.
Terapi untuk fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra
cervical.
Terapi untuk fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi
continues.

3. Fraktur Kompresi Corpus Vertebral


Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal
namun dapat mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini
adalah tipe tidak stabil. Terapi untuk fraktur tipe ini adalah reduksi dengan
plastic collar selama 3 minggu ( masa penyembuhan tulang)

4. Flexi Subluksasi Vertebral Cervical


Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba
sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada
kepala bagian belakang, terjadi vertebra yang miring ke depan diatas
vertebra yang ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur
ini disebut subluksasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam waktu
singkat.
Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi
cervical dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar
selama 2 bulan.

7
5. Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical
Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme
terjadinya fraktur hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen
robek dan posterior facet pada satu atau kedua sisi kehilangan
kestabilannya dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi atau fraktur
dislokasi pada C7 –Th1 maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral
maka posisi yang terbaik untuk radiografi adalah “swimmer projection”
Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun
fraktur dislokasi dari fraktur cervical termasuk sulit namun traksi skull
continu dapat dipakai sementara.

6. Ekstensi Sprain ( Kesleo) Cervical (Whiplash injury)


Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher
tiba-tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi
setelah tertabrak dari belakang; badan terlempar ke depan dan kepala
tersentak ke belakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai patologi
yang tepat tetapi kemungkinan ligamen longitudinal anterior meregang
atau robek dan diskus mungkin juga rusak.

Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang refrakter dan
bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing,
depresi, penglihatan kabur dan rasa baal atau paraestesia pada lengan.
Biasanya tidak terdapat tanda-tanda fisik, dan pemeriksaan dengan
sinar-X hanya memperlihatkan perubahan kecil pada postur. Tidak ada
bentuk terapi yang telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan analgetik
dan fisioterapi.

7. Fraktur Pada Cervical Ke -7 (Processus Spinosus)

Prosesus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada


otot. Adanya kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan
menyebabkan avulsi prosesus spinosus yang disebut “clay shoveler’s

8
fracture” . Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya.4

Metode untuk foto daerah cervical

1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus


spinosus dan bayangan trakea harus berada pada garis tengah.
Diperlukan foto dengan mulut terbuka untuk memperlihatkan C1
dan C2 (untuk fraktur massa lateral dan odontoid).
2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika
tidak cedera yang rendah akar terlewatkan. Hitunglah vertebra
kalau perlu, periksa ulang dengan sinar-X sementara menerapkan
traksi ke bawah pada lengan. Kurva lordotik harus diikuti dan
menelusuri empat garis sejajar yang dibentuk oleh bagian depan
korpus vertebra, bagian belakang badan vertebra. massa lateral
dan dasar-dasar prosesus spinosus setiap ketidakteraturan
menunjukkan suatu fraktur atau pergeseran. Ruang interspinosa
yang terlalu lebar menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat tergeser
oleh hematoma jaringan lunak.
3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak
boleh melebihi 4,5 mm ( anak-anak ) dan 3mm pada dewasa
4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur
diperlukan film lateral pada posisi ekstensi dan fleksi.
5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra
dibawahnya dapat berarti klinis yaitu dislokasi permukaan unilateral
jika pergeseran yang kurang dari setengah lebar korpus vertebra. Untuk
hal ini diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena.
Pergeseran yang lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersbut
menunjukkan dislokasi bilateral.
6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkn pemeriksaan CT scan.3

9
E. Cedera Vertebra Thorakolumbar

1. Fraktur kompresi (Wedge fractures) –adanya kompresi pada bagian depan


corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur
kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra.
Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan
posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan
adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat
bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami
fraktur kompresi.
Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya
daripada ukuran vertebra sebenarnya. 5

2. Fraktur remuk (Burst fractures) fraktur yang terjadi ketika ada penekanan
corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen
tulang berpotensi masuk ke kanalis spinais. Terminologi fraktur ini adalah
menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya
kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi tulang yang
menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera
dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat
menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf
parsial. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan
terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis
burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui

10
letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur
kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI
fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan
ligamen dan adanya perdarahan.6

3. Fraktur dislokasi–terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari


tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami
kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi
tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak.2
Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan
kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi,
penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan
terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada ligamentum
posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi
korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke
posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur
pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati
lamina dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut
syaraf.

11
4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures) sering terjadi pada kecelakaan
mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat
vertebrae dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada
thoracolumbar junction.7.
Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang
pertengahan menbetuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian
kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita
terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra
kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan
rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil 3

Tabel 1. Klasifiksai fraktur stabil dan tidak stabil 7

Tipe fraktur Bagian yang terkena Stable vs Unstable

Wedge fractures Hanya Anterior Stable


Burst fractures Anterior dan middle Unstable

Fracture/dislocation injuries Anterior, middle, posterior Unstable

Seat belt fractures Anterior, middle, posterior Unstable

12
F. Cedera Saraf
Pada cedera spinal akibat pergeseran struktur dapat merusak korda atau
akar saraf, atau keduanya; lesi servikal dapat menyebabkan kuadriplegia,
paraplegia lesi torakolumbal. Kerusakan dapat sebagian atau lengkap. Terdapat
tiga jenis lesi: gegar korda, transeksi korda dan transeksi akar.3

1. Gegar Korda (Neurapraksia)


Paralisis motorik (flasid), kehilangan sensorik dan paralisis viseral di
bawah tingkat lesi korda mungkin bersifat lengkap, tetapi dalam beberapa
menit atau beberapa jam penyembuhan dimulai dan segera sembuh
sepenuhnya. Keadaan itu paling mungkin terjadi pada pasien yang, karena
beberapa alasan selain cedera, mempunyai saluran anteroposterior yang
diameternya kecil; tetapi, tidak terdapat bukti radiologik adanya kerusakan
tulang yang barn terjadi.3

2. Transeksi Korda
Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi di
bawah tingkat lesi korda; seperti halnya gegar korda, paralisis motorik
mula-mula bersifat flasid. Ini adalah keadaan sementara yang dikenal sebagai
syok korda, tetapi cedera itu bersifat anatomic dan tak dapat diperbaiki.
Tetapi, beberapa waktu kemudian, korda di bawah tingkat transeksi
sembuh dari syok dan bekerja sebagai struktur yang bebas; artinya,
menunjukkan aktivitas refleks. Dalam beberapa jam refleks anal dan penis
pulih kembali, dan respons plantar menjadi ekstensor. Dalam beberapa hari
atau beberapa minggu paralisis flasid menjadi spastik, disertai peningkatan,
tonus, peningkatan refleks tendon dan klonus; spasme fleksor dan kontraktur
dapat terjadi tetapi sensasi tak pernah pulih kembali. Timbulnya refleks anal
dan penis tanpa adanya sensasi pada kaki bersifat diagnostik untuk transeksi
korda.

3. Transeksi Akar
Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi
pada distribusi akar yang rusak. Tetapi, transeksi akar berbeda dari transeksi

13
korda, dalam dua hal: (1) regenerasi secara teoretis dapat terjadi; dan (2)
paralisis motorik yang tersisa tetap flasid secara permanen.3

Skala klinis yang digunakan untuk menentukan derajatan keparahan


gangguan neurologi adalah scoring Frankel (1970) , 5 kategori tersebut adalah A.
jika sensorik dan motoriknya tidak berfungsi, B jika hanya sensori saja yang
berfungsi, C jika sensorinya ada sebagian dan motorikny ada sebagian, d jika
motorik baik dan E sensorik dan motorik baik.

Tabel 3: ASIA impairment scale5

Grade Description
A Lengkap: tidak ada sensorik maupun motorik dibawah level
defisit neurologi
B Tidak lengkap : sensorik baik namun motorik nya menurun di
bawah level defisit neurology
C Tidak lengkap : sensorik baik dan fungsi motorik dibawah defisit
neurology memiliki kekuatan otot dibawah 3
D Tidak lengkap : sensorik baik namun kekuatan otot motoriknya
lebih dari 3 atau sama dengan 3
E Fungsi sensorik dan motorik normal

F. Gambaran Klinik Kerusakan Syaraf Tingkat Anatomik

1. Cervical

Pada cedera vertebra servikal, transeksi korda hampir sesuai


dengan tingkat kerusakan tulang. Tidak lebih dari satu atau dua akar lain
yang mungkin akan mengalami transeksi. Transeksi korda servikal yang
tinggi bersifat fatal karena semua otot pernapasan lumpuh. Pada tingkat
vertebra C5, transeksi korda dapat secara khusus mengisolasi korda servikal
bagian bawah (dengan paralisis tungkai atas), korda toraks (dengan paralisis
badan) dan korda lumbal dan sakral (dengan paralisis tungkai bawah dan

14
visera). Pada cedera di bawah vertebra C5, tungkai atas sebagian terhindar
dan mengakibatkan deformitas yang khas.3

2. Antara Vertebra Th I dan Th X


Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada
tingkat vertebra T10. Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan
menghindarkan korda toraks tetapi mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan
sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera. Akar toraks bagian
bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak pengaruhnya.3

3. Di Bawah Vertebra Th X
Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara
vertebra T I dan LI, dan meruncing pada antar ruang di antara vertebra LI
dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari konus medularis dan
beraturanan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul
pada tingkat yang berturutan pada spina lumbosakral. Karen itu, cedera
spinal di atas vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cedera di antara
vertebra TIO dan LI dapat menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dan
cedera di bawah vertebra Ll hanya menyebabkan lesi akar. Akar sakral
mempersarafi: (1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang
bagian belakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar tapak
kaki; (2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan
kaki: (3) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan
kaki; dan (4) pengendalian kencing.
Akar lumbal mempersarafi: (1) sensasi pada seluruh tungkai
bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral; (2) tenaga motorik
pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut: dan (3) refleks kremaster
dan refleks lutut.. Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal,
penting untuk membedakan antara transeksi korda tanpa kerusakan akar
dan transeksi korda dengan transeksi akar. Pasien tanpa kerusakan akar jauh
lebih baik daripada pasien dengan transeksi korda dan akar.

15
4. Lesi Korda Lengkap
Paralisis Iengkap dan anestesi di bawah tingkat cedera menunjukkan
transeksi korda. Selama stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal
(tidak lebih dari 24 jam pertama) diagnosis tidak dapat ditegakkan dan jika
refleks anal pulih kembali dan defisit saraf terus berlanjut, lesi korda bersifat
lengkap. Setiap lesi lengkap yang berlangsung lebih dari 72 jam tidak akan
sembuh.3

5. Lesi Korda Tidak Lengkap


Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji
menusukkan peniti di daerah perianal ) menunjukkan lesi tak lengkap
sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6 bulan
setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda central
di mana kelemahan adalah hasil awal diikuti dengan paralisis neuron motorik
bawah pada tungkai atas dengan paralisis neuron motorik atas (spastik) pada
tungkai bawah, dan tetap ada kemampuan pengendalian kandung kemih dan
sensasi perianal (sakral terhindar). Pada sindroma korda anterior yang lebih
jarang terjadi, terdapat paralisis lengkap dan anestesi tetapi tekanan dalam
dan indera posisi tetap ad pada tungkai bawah (kolom dorsal terhindar). Pada
sindroma korda posterior yang agak jarang terjadi (hanya tekanan dalam dan
propriosepsi yang hilang), dan sindroma Brown Sequard (hemiseksi korda,
dengan paralisis ipsilateral dan hilangnya perasaan nyeri kontralateral)
biasanya disebabkan oleh cedera toraks. Di bawah vertebra Th X,
diskrepansi antara tingkat neurologik dan tingkat rangka adalah akibat
transeksi akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda.3

Tabel 2: Incomplete cord syndromes9

Sindrom Deskripsi
Anterior cord Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensitivitas
terhadap nyeri, temperature namun fungsi propioseptif masih normal
Brown-Sequard Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan
sensitivitas nyeri dan temperatur pada sisi kontralateral

16
Central cord Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding
anggota gerak bawah
Dorsal cord Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi propioseptif
(posterior cord)
Conus medullaris Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanlis neuralis ;
arefllex pada vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah
Cauda equina Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang
mengakibatkan arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota
gerak bawah

G. Diagnosis dan Pemeriksaan Fraktur Vertebra

Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-


tanda fraktur yang tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia
umunya bersifat stabil. Sifat dan tingkat lesi tulang dapat diperlihatkan dengan
sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf dengan CT atau MRI.
Pemeriksaan neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa
informasi yang rinci, diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin
ditentukan. Pemeriksaan rektum harus dilakukan.
Cedera spinal termasuk kegawatan. Pentingnya memperhatikan
kondisi pasien khususnya jaln nafas, pernafasan dan sirkulasi pasien. Vertebra
akan terjaga dengan fiksasi sementara samapai diagnosis dapat ditegakkan.

1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang


vertebra, untuk melihat adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.
2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar
vertebra 2 dimensi . pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-
irisan yang dihasilkan CT scan

3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan


gelombang frekuensi radio untuk memberikan informasi detail mengenai
jaringan lunak di aerah vertebra. Gambaran yang akan dihasilkan adalah
gambaran 3 dimensi . MRIsering digunakan untuk mengetahui kerusakan

17
jaringan lunak pada ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera
medulla spinalis.10

H. TERAPI

Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri


atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, sirkulasi, pernafasan, kemungkinan
adanya perdarahan dan segera mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika
ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik secara teliti meliputi
pemeriksaan neurology fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui
kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2 Terapi pada fraktur vertebra
diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan
yang lebih parah lagi. semuanya tergantung dengan tipe fraktur

1. Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni, mempertahankan
kesegarisan vertebra (aligment), imobilisasi vertebra dalam masa
penyembuhan, mengatsi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi
pergerakan. Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai
contoh; brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-
thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas,
thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung bagian
bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya
fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokas
memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan
kesegarisan
2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah
teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah
proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu
dengan alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone
graft adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang
disambung. Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih
lama lagi untuk menghasilkan penyatuan yang solid.

18
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty, tindakan ini adalah prosedur invasi yang
minimal. Pada prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yag
disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone
cement diinjeksikan melalui lubang jarung menuju corpus vertebra
sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan dikembungkan
untuk melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi
dengan bone cement .8

Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi

1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup,


kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu
2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua
hari

3. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh

4. Nutirsi dengan diet tinggi protein secara intravena

5. Cegah dekubitus

6. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur2

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore keith, (2002), Essential Clinical Anatomy; Second Edition,


lippincot Williams and Wilkins: Baltimore.
2. Rasjad Chaeruddin, (2003), Ilmu Bedah Ortopedi, bintang
Lamumpatue : Makassar.

3. Apley graham and Solomon louis, (1995), Ortopedi Fraktur System


Apley;edisi ketujuh, widya medika: Jakarta.

4. salter Bruce Robert, (1999), Text Book Of Disoreder and Injuries Of


The Musculoskeletal System; Third Edition, Williams and Wilkins:
Baltimore

5. Young wise, (2000), Spinal Cord Injury Level And Classification,


download from
http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

6. Deblick Thomas, (2001) , Burst Fracture, down load from


http://www.emedicine.medscape.com/specialties

7. claire Mary, (2005), The Three Colimn Concept; Spineuniverse.


Download from http://www.spineuniverse/columnconcept.html

8. Roper Steven, (2003), Spine Fracture: Dept. Neurosurgery Unversity


of Florida, download from
http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

20
9. Thomas, VM, (2004), Thoracolumbal Vertebral Fracture; Journal of
Orthopaedics, download from http://www.jortho.org/index.html

10. Kuntz Charlez, (2004), Spine Fracture; Emedicine Journals, download


from http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm

21

Anda mungkin juga menyukai