Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS OKTOBER 2017


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

FRAKTUR FEMUR PROKSIMAL

PENYUSUN :
Dewi Fatma Sawal, S.Ked
K1A1 13 125
PEMBIMBING :
dr. Albertus Varera, Sp.Rad.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
GAMBARAN RADIOLOGI
FRAKTUR FEMUR PROKSIMAL

Nama : Dewi Fatma Sawal


Stambuk : K1A1 13 125
Bagian : Radiologi
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Halu Oleo

Telah Disetujui Oleh,


Pembimbing Penguji

dr. Albertus Varera, Sp.Rad dr. Albertus Varera, Sp.Rad


NIP 19800229 200604 1 004 NIP 19800229 200604 1 004

Mengetahui,
Kepala SMF-Bagian Radiologi

dr. Asirah Aris, Sp.Rad


NIP 19611210 198911 2 001
FRAKTUR FEMUR PROKSIMAL

Dewi Fatma Sawal, Albertus Varera

I. Pendahuluan
Sistem musculoskeletal merupakan salah satu sistem tubuh yang sangat
berperan terhadap fungsi pergerakan dan mobilitas seseorang. Masalah atau
gangguan pada tulang akan dapat mempengaruhi sistem pergerakan seseorang.
Salah satu masalah musculoskeletal yang sering kita temukan di sekitar kita
adalah fraktur atau patah tulang.1 Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menetukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melengkapkan seluruh ketebalan tulang.2 Telah lama diketahui bahwa ujung
proksimal tulang femur terdiri dari trabekula tulang yang tersusun dalam dua
lengkung yang saling menyilang. Dan telah dibuktikan melalui analisa
matematika bahwa susunan trabekula ini berkaitan engan weight bearing
dimana tekanan yang diterima kaput femoris diteruskan ke shaft tulang femur
melalui susunan trabekula ini.3
Femur atau tulang paha adalah tulang terberat, terpanjang, dan terkuat
yang terdapat di tubuh kita. Femur di tutupi oleh lapisan otot-otot yang tebal
oleh karena itu butuh kekuatan tekanan yang besar pada femur untuk
menyebabkan fraktur. Pada orang yang telah lanjut usia atau penderita
osteoporosis, kekuatan tekanan yang ringan pada femur bisa menyebabkan
fraktur. Fraktur femur yang disebabkan oleh kekuatan tekanan yang tinggi
biasanya terjadi oleh karena jatuh dari ketinggian dan kecelakaan kendaraan
bermotor. Fraktur femur juga bisa dicetus oleh berbagai macam penyakit
contohnya Paget’s disease, tumor, kanker dan kelainan metabolisme.2 Fraktur
femur bervariasi tergantung lokasi dan gambaran fraktur. Fraktur femur bisa
atau tanpa dislokasi tulang dan bisa berupa fraktur tertutup (tidak menembus
kulit atau tidak terbuka dengan lingkungan eksternal) dan fraktur terbuka
(Menembus kulit dan terbuka dengan lingkungan eksternal).2-4 Menurut garis
frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit
(termasuk fisura atau greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi,
simple, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan
inklavasi).4 Dari berbagai jenis fraktur akibat kecelakaan, fraktur femur
merupakan kasus yang banyak ditemukan dalam praktek orthopaedi sehari-
hari.5

II. Insidens dan Epidemiologi


Lebih dari 250.000 patah tlang pinggul terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Sebagian besar fraktur ini terjadi pada orang tua dengan tingkat
mortalitas 1 tahun berkisar antara 14%-36%.6 Di antara berbagai fraktur yang
terjadi pada usia lanjut, fraktur pada leher femur merupakan yang terpenting.
Insidens pada wanita tiga kali dibanding pria dan osteoporosis (yang juga lebih
sering terjadi pada wanita) merupakan faktor pedisposisi utama.7 Berdasarkan
Depkes RI 2007 badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat
lebih dari 7 juta orang yang meninggal di karenakan insiden kecelakaan dan
sekitar 2 juta orang mengalami kecatatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan
yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah
sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.Penyebab yang berbeda dari
hasil survey tim Depkes RI di dapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami
kematian 45% mengalami cacat fisik ,15% mengalami stress psikologis karna
cemas dan bahkan depresi dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik
(Rohimin ,2009).8 Untuk penderita 0-50 tahun, lokasi fraktur femur paling
sering adalah batang femur sedangkan penderita lebih dari 50 tahun paling
sering adalah leher femur. Untuk klasifikasi fraktur, didapatkan fraktur femur
tertutup lebih sering dibanding dengan fraktur femur terbuka.9
III. Etiologi dan Pathofisiologi
Fraktur kepala femoralis adalah luka yang sangat jarang terjadi yang paling
sering dikaitkan dengan dislokasi pinggul posterior dan mekanisme energy
tinggi seperti tabrakan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian, tetepi
juga akibat cedera olahraga, cedera snowboarding dan ski, kecelakaan industry,
atau energy yang relative rendah jatuh tanpa dislokasi. Fraktur kepala femoralis
terlihat pada 7%-15% dislokasi pinggul dan diperkirakan terjadi karena adanya
pergeseran mekanis kepala femoralis di dinding acetabulum atau avulsi
ligamentum teres.6 Fraktur femur sering terjadi akibat dari kecelakaan lalu
lintas, yang mengakibatkan femur menjadi patah atau retak. Fraktur femur 1/3
proksimal sering disebut fraktur subtrochantor.10 Osteoporosis bermanifestasi
sebagai kehilangan tulang trabekular daripada tulang kortikal dan dianggap
kritis pada predisposisi fraktur, kemungkinan dengan menggeser transmisi gaya
pemuatan melalui korteks medial di pangkal leher femoralis.6 Pada orang yang
telah lanjut usia atau penderita osteoporosis, kekuatan tekanan yang ringan pada
femur bisa menyebabkan fraktur. Fraktur femur yang disebabkan oleh kekuatan
tekanan yang tinggi biasanya terjadi oleh karena jatuh dari ketinggian dan
kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur femur juga bisa dicetus oleh berbagai
macam penyakit contohnya Paget’s disease, tumor, kanker dan kelainan
metabolisme.2
IV. Anatomi dan Fisiologi
Hip adalah sendi bola dan soket yang tersusun dari kepala femoral dan
acetabulum. Hal ini secara inheren stabil karena kedalaman acetabulum dan
labrum sekitarnya yang memungkinkan rotasi femoral dibidang koronal sagital,
dan transversal sambil membatasi terjemahan kepala femoral. Pasukan yang
disorot ke pinggul terutama diimbangi terutama oleh kontribusi gabungan
struktur tulang statis dan aksi abduksi yang dinamis dari otot gluteal
yangmenempel pada trokhanter yang lebih besar (Gambar 1).6
Gambar 1. Gambar yang dihasilkan komputer dari aspek postur tubuh
femur proksimal menunjukkan markah anatomi dan daerah cedera. Kepala
femaloral (merah) dan leher (kuning) bersifat intracapsular, dan daerah
intertrochanteric (biru) dan subtrochanteric (jeruk) bersifat ekstrasapsular. GT =
trouser yang lebih besar, LT = trokanter mayor, PF = piriformis fossa, * =
kapsul sendi.

Dukungan osseus pada femur proksimal diberikan oleh kontribusi


gabungan tulang kortikal dan trabekular. Tulang kortikal dan tulang trabekular
keduanya anisotropik, berarti bahwa keuatan mereka tergantung pada arah
permuatan. Mereka paling kuat saat terpapar kekuatan kompresi longitudinal
dan lemah saat terkena tekanan dan gaya geser. Trabekula yang tebal dapat
dilihat sepanjang garis tekanan terbesar yang diinduksi selama bantalan dan
ambulasi normal dan dianggap sebagai hasil dari remodeling tulang yang
diinduksi stres. Korteks leher femoral inferomedial menebal terutama pada titik
yang disebut pantulan kompresi medial. Bersebelahan dengan penopang medial,
pelat tulang kortikal yang padat dan vertikal yang disebut femorale calcar
memanjang dari korteks femoral posterior tepat di bawah trokan mayor yang
lebih kecil secara inferior dan proyek menuju margin trokanter mayor
superolateral. Calcar femorale berfungsi untuk memperkuat leher femoralis dan
telah digambarkan sebagai penopang yang dapat digunakan untuk
meningkatkan stabilitas implant dalam perawatan fraktur. Calcar femorale
terletak dekat dengan titik konvergen beberapa garis trabekula yang berorientasi
vertical yang memancar secara superior ke bagian bantalan berat utama kepala
femoralis. Trabekula yang berorientasi vertical ini biasanya disebut sebagai
kelompok tekan utama, yang mentransmsikan sebagian besar gaya tekan selama
gaya berjalan norma, walaupun kelompok tekan tarik dan sekunder serta
kelompok troli yang lebih besar juga sering dijelaskan (Gambar 2).
Osteoporosis bermanifestasi sebagai kehilangan tulang trabekular daripada
tulang kortikal dan dianggap kritis pada predisposisi fraktur, kemungkinan
dengan menggeser transmisi gaya pemuatan melalui korteks medial di pangkal
leher femoralis. Satu daerah tertentu dari tulang trabekular yang terletak di
dalam leher femur interomedial antara kelompok kompresor primer dan
sekunder konvergen dikenal sebagai segitiga Ward; daerah ini adalah tempat
kelemahan relative yang terkena resorpsi tulang yang tidak proporsional dalam
osteoporosis. Kekuatan tekan dipikirkan untuk memainkan peran kunci dalam
formasi dan pemeliharaan trabekula tekan, dan orientasi berpotongan 60 derajat
mereka memberikan perlindungan dari kopling geser yang dihasilkan oleh
pematan trabekular yang berlansung lama. Meskipun peran kekuatan tarik
dalam membentuk trabekula ini kontroversial, untuk konsistensi historis
trabekula ini akan disebut sebagai trabekula tarik atau komersil. Keakraban
dengan jalur trabekular tekan primer dan sekunder normal dan tarik dapat
mebantu mengenali fraktur okultisme atau fraktur minimal.6
Gambar 2. Gambar yang dihasilkan komputer menunjukkan orientasi
trabekula beban-beban pada femur proksimal, termasuk trabekula komposit
primer yang berorientasi vertikal (garis merah), trabeculae tarik primer yang
berorientasi horizontal dan garis miring (garis hitam), dan miring ori -
mendapatkan trabekula tekan sekunder (garis kuning). Intervensi tulang
trabekular antara trabekula tekan konvergen secara umum dikenal sebagai
segitiga Ward (segitiga kuning), sebuah tempat kelemahan relatif.

Pasokan darah kepala dan leher femur memiliki tiga komponen yang
berbeda: (a) cincin arteri ekstrasetrik yang timbul dari arteri femoralis lateral di
anterior dan arteri femoralis diposterior; (b) menaiki cabang serviks
intracapsular cincin ekstraseluler, yang dikenal sebagai arteri retinakular; dan
(c) arteri ligamentum teres (Gambar 3). Arus retinakular lebih superior di
sepanjang permukaan leher frmoralis dan membentuk cincin subsynovial dari
margin artikular. Arteri femoralis circumflex medial umumnya merupakan
penyumbang terbesar suplai darah terbesar ke kepala femoral, terutama aspek
superolateralnya termask bagian bantalan berat, melalui kompleks arteri epifisis
lateral. Arteri femoral circumflex lateral memasok aspek anteroinferior kepala
femoral melalui arteri metafisis yang inferior. Arteri ligamentum teres
berkontribusi pada jumlah kecil tapi bervariasi dari aliran darah kepala femora,
bervariasi anastomosing dengan epiphyseal lateral dan cabang epifisis medial
lateral, walupun pasokn ini saja biasanya tidak cukup menyempurnakan kepala
femoral. Jalur intracapsular dari pembuluh retina dan cincin subnetovial, dan
jalr intraosseus cabang epifisis lateral dan inferior dari cincin subsynovial
mempengaruhi pinggul terhadap kompromi dalam pengaturan vaskular fraktur
kepala-leher femur.6

Gambar 3. Gambar yang dihasilkan komputer menunjukkan anatomi


vaskular femur proksimal. Aliran darah ke femur proksimal dipasok terutama
oleh cabang-cabang arteri femoral sirkumfleks lateral medial dan lateral. Aliran
tambahan ke kepala femoral dipasok oleh arteri ligamentum teres, cabang dari
arteri obturator. Hijau oval = titik transisi antara bagian extracapsular dan
intracapsular dari arteri retinakular serviks yang menaik; lingkaran kuning =
aspek lateral dari sambungan leher kepala femoral, zona rentan di mana cedera
menimbulkan risiko substansial kompromi vaskular yang signifikan secara
signifikan.
V. Diagnosis
A. Gambaran klinik
1) Intracapsular Fractures
a) Complete Femoral Head Fractures
Fraktur kepala femoralis adalah cedera yang jarang terjadi
yang paling sering dikaitkan dengan dislokasi pinggul posterior
dari mekanisme energi tinggi seperti tabrakan kendaraan
bermotor atau jatuh dari ketinggian yang tinggi, tetapi juga
karena cedera olah raga, snowboarding dan luka ski, kecelakaan
industri, atau energi yang relatif rendah tanpa dislokasi.
Dislokasi posterior paling sering terjadi akibat benturan lutut
tertekuk dengan pinggul pada fleksi ringan dan pada posisi netral
atau sedikit adducted dan internal rotated, seperti pada
mekanisme cedera "dashboard" (Gambar 4). Dengan
peningkatan fleksi dan penambahan, dislokasi posterior murni
mungkin terjadi, dengan atau tanpa fraktur acetabular. Dislokasi
anterior jarang terjadi, terhitung kurang dari 10% dislokasi
pinggul, dan biasanya terlihat dengan perpanjangan pinggul dan
hiperabduksi. Fraktur kepala femoralis terlihat pada 7% -15%
dislokasi pinggul dan diperkirakan terjadi karena adanya (a)
geseran mekanis kepala femoralis di dinding acetabulum atau (b)
avulsi ligamentum teres. Beberapa sistem klasifikasi untuk
fraktur-fraksi femoralis telah dijelaskan dalam literatur, namun
sistem klasifikasi morfologis yang diusulkan oleh Pipkin tetap
merupakan yang paling banyak digunakan. Sistem Pipkin
mengklasifikasikan fraktur kepala femoral-dislokasi menjadi
empat jenis, tergantung pada ciri morfologi fraktur kepala
femoralis dan ada tidaknya leher femoralis atau fraktur
asetabular (Gambar 5). Sistem Pipkin disukai karena
kesederhanaan penggunaannya, kemampuannya untuk
membantu memperkirakan risiko komplikasi jangka panjang
berikutnya, dan kegunaannya dalam mengarahkan manajemen
bedah dini. Femoral head fraktur caudal ke fovea centralis adalah
lesi Pipkin 1 dan tidak melibatkan bagian bantalan berat kepala
femoralis. Fraktur yang memperpanjang tengkorak ke fovea
centralis adalah lesi Pipkin 2; karena fraktur ini melibatkan
bagian bantalan berat kepala femoral risiko artritis posttraumatic
atau AVN meningkat.6

Gambar 4. Gambar yang dihasilkan komputer


menunjukkan karakteristik kekuatan yang mengatur mekanisme
cedera selama dislokasi pinggul posterior. Dengan peningkatan
fleksi, adduksi, dan rotasi internal pinggul, pemuatan aksial
femur (panah kuning) lebih cenderung menghasilkan terjemahan
kepala femoral melewati dinding acetabular inferoposterior yang
relatif sempit (garis kuning) tanpa menghasilkan femoralis. patah
tulang, tapi dengan fraktur dinding acetabul yang mungkin.
Pemuatan aksial dengan derajat fleksi, adduksi, dan rotasi
internal yang lebih rendah (arahan merah) lebih cenderung
menyebabkan dislokasi fraktur kepala femoral tanpa fraktur
asetabular, karena impaksi kepala femoral pada tulang kuat
kolom posterior. dari panggul (oval merah). Derajat fleksi,
adduksi, dan putaran internal tingkat lanjut dapat menyebabkan
kepala femoralis campuran atau fraktur acetabular dengan
tingkat keparahan bervariasi.

Gambar 5. Gambar yang dihasilkan komputer


menunjukkan sistem klasifikasi Pipkin untuk fraktur kepala
femoralis. (a) Fraktur tipe 1 terbatas pada kepala femoralis
kepala ke fovea centralis. (b) Frase tipe 2 memperpanjang
tengkorak ke fovea centralis, dan ligamentum teres sering
menempel pada fragmen fraktur. (c) Lesi tipe 3 menggabungkan
fraktur kepala tipe 1 atau 2 femoralis dengan fraktur leher
femoralis. (d) Lesi tipe 4 menggabungkan fraktur kepala tipe 1
atau 2 femoralis dengan fraktur acetabular.
b) Femoral Head Impaction Fractures
Fraktur impaksi osteokortional kepala femoralis, dan
kadang-kadang acetabulum, juga sering terlihat pada dislokasi
pinggul posterior namun berkorelasi lebih kuat dengan dislokasi
anterior. Dalam pengaturan dislokasi posterior, luka-luka ini
diperkirakan terjadi dengan tingkat fleksi dan adduksi yang lebih
tinggi daripada fraktur kepala ringan Pipkin 3 dan 4 yang
digambarkan sebelumnya. Lokasi cedera ini berkorelasi dengan
arah dislokasi, dengan dislokasi posterior dan anterior yang
terkait dengan cedera impaksi kepala femur anterosuperior dan
posterolatal, masing-masing, serupa dengan Hill-Sachs yang
menekan dan membalikkan lesi Hill-Sachs pada humerus
proksimal yang terlihat dengan lokasi glenohumeral anterior dan
posterior. Cedera ini dapat relatif tersembunyi pada radiografi,
yang sering hanya menunjukkan perataan tipis atau defek
kompresi fokal kepala femoral yang sesuai dengan lokasi
benturan pada pelek asetam yang sesuai.6
c) Femoral Neck Fractures
Prevalensi, mekanisme cedera, klasifikasi, dan perawatan
fraktur leher femur yang paling umum bergantung pada usia
pasien dan status fungsional awal. Orang dewasa umumnya
dianggap lansia jika mereka berusia lebih dari 70-75 tahun, dan
sebagai orang muda atau muda jika mereka berusia kurang dari
65-70 tahun, memenuhi syarat berdasarkan perkiraan usia
fisiologis atau status fungsional relatif terhadap teman
sebayanya. Fraktur leher femur sering digambarkan sebagai
subcapital, transcervical, atau baseervical di lokasi, dan sebagai
displaced atau nondisplaced. Perbedaan ini penting karena suplai
darah ke kepala femoral beresiko setelah patah tulang di sendi
pinggul. Fraktur serviks jarang dikaitkan dengan AVN dan
diperlakukan berbeda dari fraktur intracapsular lainnya. Orang
dewasa muda cenderung memiliki fraktur leher femur yang lebih
sedikit daripada individu lansia, yang memiliki kepadatan tulang
lebih rendah; Sebaliknya, orang dewasa muda cenderung
memiliki leher distal yang lebih berorientasi vertikal atau
frekstensi dasar dari mekanisme energi tinggi di mana beban
aksial diterapkan pada lutut yang diculik, seperti pada
kecelakaan mobil atau terjatuh dari ketinggian yang tinggi
(Gambar 6). Sebaliknya, individu lansia lebih sering mengalami
fraktur leher femur subkapital transversal (atau bergantian, patah
tulang troya) dari mekanisme energi rendah, seperti fall lateral ke
trokanter mayor dari ketinggian tegak (Movie 3). Sistem
klasifikasi terperinci telah diajukan untuk fraktur leher femur,
namun tidak ada satu sistem yang mendapat dukungan
universal.6
Gambar 6. Mekanisme energi tinggi fraktur leher
femoralis. Gambar yang dihasilkan komputer menunjukkan
bagaimana jatuh dari ketinggian yang tinggi ke lutut yang
tertekuk dan diculik menyebabkan transmisi gaya pemuatan
aksial (panah kuning) melalui tulang paha (panah merah), yang
mengakibatkan gangguan dan fraktur geser pada leher femoralis
Kolom asetabular posterior kuat menstabilkan kepala femoral
dalam acetabulum. Starburst merah = luas benturan.

Untuk pasien lanjut usia, sistem klasifikasi Taman paling


sering digunakan. Sistem ini menggambarkan empat kategori
fraktur subkapital prekursor: tidak lengkap atau valgus yang
terkena dampak (tahap 1), lengkap tapi nondisplaced (tahap 2),
lengkap dan sebagian terlantar (tahap 3), dan lengkap dan
terlantar (tahap 4) (Gambar 7). Pasien dewasa yang lebih muda
paling sering diklasifikasikan menurut sistem Pauwels, yang
menekankan angulasi vertikal dari garis patah postreduction dan
menggambarkan tiga kategori keparahan, walaupun pengukuran
angulasi yang tepat untuk setiap kategori kontroversial (Gambar
8). Di bawah sistem Pauwels, lesi tingkat tinggi menyiratkan
peningkatan tegangan geser relatif terhadap tegangan tekan pada
garis rekahan selama ambulasi, dengan ketidakstabilan yang
memburuk, perpindahan fraktur progresif, dan risiko keruntuhan
varus. Idealnya, sistem klasifikasi fraktur harus valid dan dapat
diandalkan, memudahkan komunikasi, dan membantu
mengoptimalkan pengobatan dan prediksi hasil. Dari sistem
klasifikasi fraktur leher femur yang paling umum digunakan,
termasuk sistem Garden and Pauwels, tidak ada yang
menunjukkan utilitas yang konsisten dalam hal ini. Meskipun
keterbatasan mereka, bagaimanapun, sistem ini tetap digunakan
karena mereka menekankan aspek penting dari morfologi fraktur
yang dapat membantu memandu pengobatan optimal usia-
spesifik.6

Gambar 7. Gambar yang dihasilkan komputer


menggambarkan sistem klasifikasi Kebun untuk fraktur leher
femur subkapital prekursor. (a) Fraktur tahap 1 adalah fraktur
subcapital, yang bisa jadi tidak lengkap atau akibat valgus. (b)
Fraktur tahap 2 sudah lengkap tapi fraktur subkapital
nondisplaced. (c) Fraktur tahap 3 adalah fraktur subkapital
lengkap yang sebagian terlantar. (d) Fraktur tahap 4 adalah
fraktur subkapital yang lengkap yang sepenuhnya terlantar.

Gambar 8. Gambar yang dihasilkan komputer


menggambarkan sistem klasifikasi Pauwels untuk fraktur leher
femur pasca persalinan yang ditentukan oleh sudut fraktur relatif
terhadap bidang horizontal (garis putih putus-putus ). Frasa dapat
menunjukkan sudut sampai 30 ° (derajat 1), 30 ° -50 ° (derajat
2), atau lebih besar dari 50 ° (derajat 3).
2) Extracapsular Fractures
a) Intertrochanteric Fractures
Fraktur intertrochanteric paling sering terlihat pada orang
tua, dengan prevalensi dan tingkat keparahan fraktur inter-
trochanteric yang sering terjadi pada fraktur serviks yang secara
progresif meningkat pada wanita yang berusia lebih dari 60
tahun. Peningkatan prevalensi ini diperkirakan berkorelasi
dengan memburuknya osteoporosis serta penurunan mobilitas
rata-rata dan ketidakmampuan mekanik untuk berhasil
menghentikan penurunan. Fraktur interteklinik, seperti
kebanyakan patah tulang pinggul pada orang tua, paling sering
terjadi setelah kejatuhan lateral dengan dampak pada trokanter
mayor yang lebih besar, dengan keseluruhan risiko patah tulang
intertrochanteric, tingkat keparahan, dan prevalensi morfologi
fraktur yang tidak stabil yang berkorelasi. dengan tingkat
keparahan osteoporosis trochanteric. Meskipun arah dampak
telah terbukti mempengaruhi keseluruhan risiko patah tulang
pinggul, tidak ada korelasi yang jelas antara arah dampak dan
lokasi fraktur atau morfologi.6
b) Subtrochanteric Fractures
Daerah subtrochanterik femur proksimal paling sering
didefinisikan sebagai memanjang dari trokanter mayor ke titik 5
cm, namun juga digambarkan sebagai perluasan sejauh titik
genus femoralis, titik diameter intrafursum intramedullary yang
sempit.Daerah ini mengalami tekanan biomekanik yang sangat
tinggi selama bantalan berat normal dan ambulasi. Tekanan
mekanis yang relatif tinggi ini, ditambah dengan tarikan otot
yang menempel pada fragmen proksimal, membuat fraktur
subtrochanteric sangat menantang untuk diobati, dan fraktur ini
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi seperti kegagalan
nonunion dan implan. Cedera ini dapat dikelompokkan secara
epidemik ke dalam tiga populasi berbeda: (a) pasien umumnya
lebih muda dari usia 50 tahun dengan trauma energi tinggi yang
mengakibatkan fraktur kominikasi; (b) pasien lanjut usia dengan
osteoporosis baseline yang mungkin dengan trauma dengan
energi rendah seperti jatuh dari ketinggian tegak, mengakibatkan
fraktur spiral yang kurang kominatif (fraktur insufisiensi tipikal);
dan (c) pasien dengan komorbiditas medis atau yang menerima
pengobatan farmakologis seperti terapi bifosfonat jangka
panjang (> 5 tahun), yang menghasilkan remodeling tulang
terganggu, yang menyebabkan perkembangan patah tulang
dengan perkembangan atraumatik atau minimal traumatis
("atipikal" fraktur insufisiensi). Penyebab cedera yang mendasar
ini seringkali dapat dibedakan dengan mengetahui mekanisme
cedera yang mendasari dan karakteristik radiografi yang khas,
walaupun spesifisitas temuan pencitraan ini belum ditetapkan
secara pasti.6 Fraktur atikpikal di bawah pegobatan jangka
panjang dengan bifosfonat (BP) telah dilaporkan, walaupun tidak
ada hubugan kausal yang diketahui. Dalam studu secara
retrospektif meggambarkan jalannya perubahan radiologis dan
klniis pada pasien wanita berusia 75 tahun yag telah diobati
dengan BP oral karena osteoporosis pascameopause selama 50
tahu. Setelah 10 tahun menjalani pegobatan, dia mengalami
fraktur stress korteks didaerah subtrohanterik batang femoralis,
yang akhirnya menyebakan fraktur subtrohanterik spotan atipikal
5 tahun kemudian.11
B. Gambaran Radiologi
1) Intracapsular Fractures
a) Complete Femoral Head Fractures
Dalam kasus dislokasi pinggul, penting untuk meneliti
radiografi untuk tanda-tanda fraktur leher femur minimal atau
nondisplaced, karena kehadiran temuan ini mungkin memerlukan
prosedur terbuka daripada upaya pengurangan tertutup.
Demikian pula, perlakuan terbaik terhadap lesi Pipkin 4
umumnya ditentukan oleh gambaran keparahan dan morfologi
fraktur asetabular yang ada bersamaan dan paling sering
melibatkan pengurangan dan daya tarik tertutup awal, diikuti
oleh fiksasi bedah definitif dari patah tulang. Dengan demikian,
pencitraan prekursor harus menekankan deteksi fraktur leher
femur okultisme serta fragmen tulang interposis besar yang
mungkin mengurangi pengurangan tertutup, walaupun
pengurangan definitif tidak boleh ditunda secara substansial
dalam upaya mendapatkan gambar penampang. Evaluasi awal
dengan radiografi anteroposterior biasanya bisa dilakukan,
namun penggunaan pandangan miring atau Judet atau CT
mendesak mungkin diperlukan untuk mengevaluasi dengan lebih
baik dugaan cedera kepala, leher, dan asetol femoralis dan
fragmen tulang intraartikular yang menghambat pengurangan.
CT dan / atau radiografi ulangi dengan pandangan Judet
dilakukan setelah pengurangan tertutup untuk evaluasi lebih
lanjut terhadap lesi asetneaktif yang ada, penyelarasan
postreduction, dan adanya badan intraartikular untuk
perencanaan bedah potensial. Radiografi paha dan lutut juga
harus diperoleh, mengingat hubungan yang tinggi dengan fraktur
simultan pada poros femoralis dan patella. Magnetic resonance
(MR) imaging jarang ditunjukkan pada kejadian akut; Hal itu
dapat dilakukan dalam kasus yang jarang terjadi redundansi
tertutup yang gagal karena kekhawatiran interposisi jaringan
lunak, namun seharusnya tidak menunda pengurangan terbuka
yang pasti. Perawatan hati-hati harus dilakukan untuk
mengevaluasi gambar postreduction untuk tanda-tanda
subluksasi kepala femoralis atau fragmen jaringan lunak atau
osseus interposed, karena pasien yang terkena memerlukan
intervensi bedah dan akan mendapatkan keuntungan dari traksi
kerangka sebelum fiksasi definitif.6
b) Femoral Head Impaction Fractures
Pencitraan CT atau MR dapat membantu dalam mendeteksi
lesi halus ini, dan kehadiran dan lokasi fraktur impaksi
osteochondral pada pencitraan dapat menyiratkan arah dislokasi
sebelumnya yang telah berkurang sebelum pencitraan, sehingga
memanggil perhatian ahli radiologi ke lokasi fraktur acetabular
yang potensial. Cedera Osteochondral dan subchondral juga
dapat dilihat pada pasien muda yang relatif sehat seperti atlet
yang mengalami miototrauma berulang dari subluksasi transien
atau pemuatan aksial berulang dari gesekan yang kuat, agresif,
atau manuver pemotongan. Pada pencitraan, luka-luka ini juga
dapat menunjukkan sinyal fokal T1 hypointense dan T2
hyperintense dengan atau tanpa garis hypointense, yang secara
khas melibatkan bagian anterosuperior kepala femoralis dan
sesuai dengan lokasi ke tempat trabekula tekan utama.
Karakteristik pencitraan serupa dari lesi ini memerlukan
interpretasi berdasarkan konteks klinis, karena fraktur
insuffisiensi subkondral dan lesi osteochondral traumatis dapat
berhasil ditangani secara konservatif atau dengan prosedur
pembedahan kepala femoral, sedangkan osteonekrosis pada
akhirnya dapat memerlukan artroplasti pinggul.6
c) Femoral Neck Fractures
Sebagian besar fraktur leher femoralis, patah tulang yang
mudah tersuspensi (Gambar 11), dapat dicirikan secara akurat
dengan radiograf antero posterior dan lateral yang tepat. Fraktur
taman tahap 1 ditandai oleh pengaruh valgus, dengan impaksi
korteks lateral dan menghasilkan angulasi valgus. Fraktur yang
terkena dampak Valgus sering dilewatkan pada radiografi awal
karena kehalusan distorsi korteks pada bagian leher kepala
femoralis dan fraktur fraktur yang relatif ringan, dan seringkali
terlihat hanya berdasarkan adanya karakteristik khas kortik
lateral sklerotik. - segitiga impaksi cal.6 Literatur terbaru juga
menggambarkan varian varus yang kurang umum, yang
diperkirakan terjadi secara spontan atau hanya dengan trauma
minimal pada setting osteopati. Fraktur yang terkena dampak
Varus dikaitkan dengan tingkat nonunion yang lebih tinggi
daripada fraktur klasik yang diberi valgus, mungkin karena
cedera selingan tambahan pada pembuluh epifisis lateral. Cedera
ini juga sulit dibedakan secara radiografi; Tidak seperti fraktur
yang terkena dampak valgus, garis sklerotik sekunder akibat
impaksi terlihat pada persimpangan leher femur medial medial.
Seringkali rotasi medial kepala femoral, mengakibatkan
deformitas jamur "jamur" yang dapat disalahartikan sebagai pacu
osteofitik (Gambar 9). Namun, walaupun sebagian besar fraktur
leher femur dapat dilihat pada radiografi, beberapa di antaranya
bersifat okultisme radiografi. Pencitraan MR dapat digunakan
dalam kasus ambigu untuk deteksi dan karakterisasi fraktur leher
femur yang nyata, yang bermanifestasi sebagai garis hipointens
T1 yang dilapiskan pada area edema hiper- trense yang lebih
luas. Pencitraan MR memiliki keuntungan tambahan untuk
memungkinkan evaluasi kemungkinan penyebab nyeri pinggul
yang lebih luas (Gambar 10). Interpretasi pencitraan juga harus
menekankan faktor cedera yang paling prediktif terhadap
perkembangan AVN. 6

Gambar 9. Fraktur subkapital valgus dan varus. (a)


Radiografi anteroposterior pada wanita berusia 88 tahun yang
mengalami penurunan menunjukkan angsuran valgus
karakteristik fragmen fraktur proksimal, temuan yang paling
jelas karena adanya putaran korteks yang halus dari leher
femoralis lateral dan Korteks kepala membentuk keburaman
segitiga (panah). (b) Radiografi anteropori pinggul pada wanita
berusia 66 tahun yang mengalami penurunan menunjukkan
fraktur yang terkena dampak varus, yang dapat dibedakan dari
varian yang terkena dampak valgus yang lebih umum
berdasarkan kehadiran opasitas segitiga mewakili tumpang tindih
kortikal medial (panah kecil), bersamaan dengan fraktur korteks
lateral yang mengungsi (panah besar). (c) Citra CT koroner
pinggul pada wanita berusia 68 tahun menunjukkan fraktur yang
terkena dampak vaskular dengan tumpang tindih kortikal medial
(segitiga opasitas [small ar- row]), dan juga pelek korteks yang
menonjol dan inferior. Temuan yang sering disalahartikan
sebagai osteofit (deformitas cap jamur) (panah besar).

Gambar 10. Fraktur leher femur kiri pada pria berusia 70


tahun yang mengalami penurunan. (a) Pada radiografi
teroposterior, fraktur bersifat radiografi okultisme; Tidak ada
bukti yang jelas dari garis patah kortikal dan tidak ada
karakteristik tumpang tindih kortikal, seperti yang akan terlihat
pada fraktur yang terkena dampak. (b) Citra tertimbang T1 koral
dari studi pencitraan MR yang disingkat yang dilakukan di
departemen emergensi menunjukkan garis fraktur hypointense
(panah) yang dilapiskan pada area edema hypointense yang lebih
besar dan terbentang dari korteks leher femoral superolateral ke
dekat penopang kompresi medial.
2) Extracapsular Fractures
a) Intertrochanteric Fractures
Dalam menggambarkan fraktur antar-trochanteric, ahli
radiologi harus mencatat tingkat anatomi, termasuk keterlibatan
femurale calcar, trokanter mayor, trokanter mayor, dan daerah
subtrochanteric yang lebih kecil, sebagai tambahan terhadap ada
tidaknya kominusi, pemindahan, dan pola kebalikan terbalik
(Gambar 11,12). Pencitraan MR lebih akurat daripada CT atau
skintigrafi tulang dalam mendeteksi apakah fraktur trokanteria
yang lebih besar memiliki ekstensi intertekstik atau serviks
gondok dan harus dilakukan secara rutin pada pasien berisiko
tinggi atau osteoporosis untuk membantu mengidentifikasi
pasien yang berisiko mengalami perpanjangan atau perpindahan
fraktur (Gbr 13).6

Gambar 11. Gambar yang dihasilkan komputer


menggambarkan sistem klasifikasi Evans (seperti yang
dimodifikasi oleh Jensen) untuk fraktur interkonduktor. (a)
Fraktur tipe 1 adalah fraktur dua bagian tanpa perpindahan. (b)
Fraktur tipe 2 adalah fraktur dua bagian dengan perpindahan. (c)
Fraktur tipe 3 adalah fraktur tiga bagian dengan komunkasi
korteks posterolateral. (d) Fraktur tipe 4 adalah fraktur tiga
bagian dengan komunkasi korteks posteromedial. (e) Fraktur tipe
5 terdiri dari empat atau lebih bagian dengan komorbsi kortikal
medial dan lateral. (f) Fraktur kebalikan terbalik adalah varian
kunci, terbentang dari korteks peritrochanterik medial inferolabel
ke korteks subtrochanteric.

Gambar 12. Fraktur intertrochanteric dengan berbagai ciri


morfologis pada wanita antara usia 65 dan 80 tahun. (a)
Radiograf anteroposterior menunjukkan fraktur tipe 1, yang
hanya tampak sebagai garis patah yang tidak berpindah-pindah
yang membentang melalui korteks lateral dan medial (panah). (b)
Radiografi anteroposterior yang diperoleh pada pasien yang
berbeda menunjukkan fraktur tipe 2 yang cukup mengungsi
namun tetap mencerminkan cedera mekanis yang stabil (panah).
(c) Radiografi anteroposterior yang diperoleh pada pasien ketiga
menunjukkan fraktur tipe 5 yang lebih parah dengan komorbsi
korteks posteromedial (panah kecil) dan posterolateral (tanda
panah besar), temuan yang mengindikasikan adanya cedera yang
sangat tidak stabil.

Gambar 13. Fraktur intertrochanter yang tidak lengkap pada


pria berusia 54 tahun dengan nyeri pinggul kanan yang telah
tersandung dan terjatuh dari posisi berdiri. (a) Radiograf
anteroposterior awal tidak menunjukkan adanya fraktur.
Pencitraan MR dilakukan pada setting akut untuk mengevaluasi
fraktur okultisme. (b) Citra MR T1-tertimbang Coronal pada
pinggul kanan menunjukkan garis fraktur hypointense yang
melibatkan korteks medial trokaner mayor di dekat fosa
piriformis dan memanjang secara inferomedi ke arah korteks
femoralis medial (panah).
b) Subtrochanteric Fractures
Radiograf akan menunjukkan tanda-tanda kortikal lateral
yang menebal (beaking). Edema fokal sumsum, endosteal, atau
periosteal mungkin terlihat pada pencitraan MRI.6
VI. Komplikasi
Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi
dini, da komplikasi lambat. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah
tulang atau segera setelahya; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah
kejadian; dan kompliaksi lambat terjadi lama setelah patah tulang. Ketiganya
dibagi lagi masing-masing menjadi komplikasi lokal dan umum.Komplikasi
segera dan setempat merupakan kerusakan yang lansung disebabkan oleh
trauma, selain patah tulang atau dislokasi. Trauma kulit berupa kotunsio, abrasi,
laserasi atau luka tembus. Kulit yang terkontusi walaupun masih kelihatan
utuh, mudah sekali mengalami infeksi dan gangguan pendarahan. Hal itu dapat
menjadi malapetaka karena dapat meyebabkan patah tulang terbuka disertai
osteomielitis. Perawatan kontusio kulit tidak boleh menimbulkan tekanan atau
tegangan. Balutan harus longgar dan pada pemasagan gips harus diberikan
bantalan yang pas. Sidrom kompartemen harus segera ditangani dengan
pembebasan pembuluh darah dengan reposisi luksasi atau fraktur atau
dekompresi kompartemen dengan fasiotomi.12
Penundaan dalam perawatan bedah sangat dikaitkan dengan peningkatan
komplikasi dan tingkat kematian. Pengobatan suboptimal fraktur panggul dapat
menyebabkan komplikasi yang melemahkan seperti avascular necrosis (AVN),
fraktur nonunion atau malunion, atau kegagalan fiksasi perangkat keras. Oleh
karena itu deteksi dini dan kalsifikasi fraktur panggul sangat penting untuk
membimbing pengobatan dini yang tepat.3
1) Intracapsular Fractures
a) Complete Femoral Head Fractures
Ketika dislokasi sendi pinggul berdampingan dengan fraktur
leher femoralis, proses pengurangan dapat menyebabkan perpindahan
fraktur leher femoralis tambahan, yang secara tidak sengaja
meningkatkan risiko AVN.6
b) Femoral Head Impaction Fractures
Tidak seperti pasien dengan fraktur Pipkin tipe energi tinggi dan
fraktur osteochondral traumatik, pasien lansia dengan osteoporosis
atau dengan penyakit medis awal seperti insufisiensi ginjal dapat
mengalami patah tulang insuffisiensi subkondral fokal. Lesi ini dapat
berkembang dari trauma insitasi yang relatif ringan, biasanya bersifat
unilateral, dan dapat menjadi penyebab nyeri pinggul okular
radiografi.6
c) Femoral Neck Fractures
Prevalensi AVN posttraumatic yang dilaporkan pada fraktur
leher femur berkisar antara 6% sampai 30%, dengan prevalensi
tertinggi pada fraktur pengungsi dengan kualitas reduksi yang buruk,
namun juga menunjukkan prevalensi penurunan pada populasi lansia
(14). Fraktur dengan comminution posteromedial atau perpanjangan
garis refraksi melalui sambungan leher femoral lateral sangat rentan
terhadap AVN, karena fraktur ini menempatkan suplai darah primer
ke kepala femoral yang berisiko. Pencitraan MR adalah modalitas
pencitraan yang paling sensitif dan spesifik untuk mendeteksi AVN
posttraumatic, walaupun tanda-tanda mungkin tidak ada sampai 48
jam setelah cedera, dan AVN tidak dapat dikecualikan dengan tepat
dengan pencitraan MR konvensional sampai pencitraan tindak lanjut
6 bulan setelah cedera. Perfusion MR imaging telah menunjukkan
hasil yang menjanjikan dalam memprediksi perkembangan AVN
dalam waktu 48 jam setelah cedera, walaupun teknik ini belum
banyak digunakan. Gambaran pencitraan akurat yang tepat pada
fraktur leher femur sangat penting dalam memandu perencanaan
perawatan yang optimal.6 Kaput femoris merupakan tempat terjadinya
osteonekrosis yang paling sering akibat patahnya leher femur
(Solomon et al, 2010).13
2) Extracapsular Fractures
a) Intertrochanteric Fractures
Fraktur intertrochanterik bersifat ekstrasapsular dan memiliki
kandungan darah osseus yang jauh lebih kuat, dan oleh karena itu
cenderung menyebabkan komplikasi kronis seperti AVN atau
nonunion. Dengan demikian, kekhawatiran utama dari penanganan
fraktur trokania yang tidak adekuat terkait dengan risiko
ketidakstabilan akut dan kemungkinan malunion kronis dengan
deformitas postinjury.6
b) Subtrochanteric Fractures
Tekanan mekanis yang relatif tinggi ini, ditambah dengan tarikan
otot yang menempel pada fragmen proksimal, membuat fraktur
subtrochanteric sangat menantang untuk diobati, dan fraktur ini
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi seperti kegagalan
nonunion dan implan.6

VII. Penatalaksanaan
Pengobatan fraktur panggul seringkali memerlukan pendekatan
multidisplin yang mencakup penanganan kondisi medis yang mendasarinya dan
memberikan fiksasi bedah yang etpat, mobilisasi dini, dan rehabilitasi untuk
memastikan kembali ke mobilitas dan kemandiran fungsionalitas awal.
1) Intracapsular Fractures
a) Complete Femoral Head Fractures
Lesi pipkin 1 dapat diobati secara konservatif dengan
pengurangan tertutup jika kongruensi pasca-ikatan yang memadai
dicapai dengan artikular step-off kurang dari 1 mm, walaupun eksisi
primer fragmen kecil juga menghasilkan hasil yang menguntungkan.
Walaupun eksisi primer fragmen kecil juga menghasilkan hasil yang
menguntungkan. Karena fragmen fraktur Pipkin 2 meluas di atas
fovea centralis, mereka dapat mengubah distribusi kekuatan bantalan
pada kepala femoral, yang berpotensi menyebabkan penyakit tulang
rawan yang dipercepat. Fragmen fraktur Pipkin 2 juga
mempertahankan keterikatannya pada ligamentum teres, yang
diperkirakan dapat mempengaruhi fragmen flipping, sehingga
mempersulit pengurangan tertutup karena interposisi fraktur
fragmen.Dengan beberapa pengecualian, pengobatan awal dislokasi
pinggul pasca operasi terdiri dari pengurangan mendesak, terlepas
dari adanya atau jenis fraktur kepala femoralis, karena pengurangan
dalam beberapa jam pertama cedera akan mengurangi risiko
komplikasi seperti AVN. Pengurangan tertutup awal disukai pada
sebagian besar kasus, termasuk dislokasi sederhana dan dislokasi
fraktur yang melibatkan kepala femur dan acetabulum femal, namun
dikontraindikasikan dalam pengaturan fraktur leher femur yang ada
bersamaan, seperti yang terlihat pada lesi Pipkin 3. Ketika dislokasi
sendi pinggul berdampingan dengan fraktur leher femoralis, proses
pengurangan dapat menyebabkan perpindahan fraktur leher femoralis
tambahan, yang secara tidak sengaja meningkatkan risiko AVN.
Pembukaan terbuka yang mendesak diindikasikan untuk luka di
Pipkin 3, dan juga untuk kasus dislokasi dengan pengurangan tertutup
yang gagal.6
b) Femoral Head Impaction Fractures
Pengobatan bisa menjadi tantangan pada pasien yang lebih
muda dan kontroversial. Pada pasien lansia, impaksi kepala femoral
sering menyarankan pengobatan yang terdiri dari rekonstruksi dengan
artroplasti pinggul total (THA) untuk menggantikan tulang yang
rusak.6
c) Femoral Neck Fractures
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan mobilitas dan
meminimalkan kebutuhan akan intervensi bedah berulang. Metode
pengobatan ditentukan berdasarkan lokasi fraktur, tingkat
perpindahan, dan faktor pasien termasuk usia dan tuntutan
fungsional.Fraktur leher femur nondisplaced atau impacted paling
sering diobati dengan fiksasi internal dengan hasil yang umumnya
menguntungkan pada pasien muda dan lanjut usia, dengan
pendekatan fiksasi spesifik tergantung pada pola fraktur dan
preferensi ahli bedah. Baik cedera akibat valgus maupun varus, serta
fraktur Garden 2 klasik, paling sering diobati dengan fiksasi internal
dengan tiga sekrup lag yang dapat terisi. Fraktur Pauwels derajat 1
dan 2 juga paling sering diobati dengan penggunaan tiga sekrup lag
yang dapat diimunisasi atau, secara bergantian, dengan sekrup
pinggang geser. Fraktur Pauwels degree 3 lebih bermasalah karena
resistansi instabilitasnya yang lebih tinggi, dan metode seperti sekrup
pinggul geser atau fiksasi pelat pengunci telah dianjurkan karena
mereka menyediakan konstruksi sudut tetap yang dapat secara lebih
memadai menahan gaya geser (Gambar 14). Fiksasi internal awal
sangat penting untuk mencegah pengembangan perpindahan fraktur,
karena 10% -30% fraktur pada akhirnya akan menjadi pengungsi jika
tidak diobati. Pengobatan nonsurgical dari fraktur nondis ditempatkan
biasanya disediakan untuk kandidat bedah yang buruk, termasuk
pasien nonambulatory dengan status fungsional dasar yang buruk dan
/ atau komorbiditas medis yang signifikan secara klinis.6
Gambar 14. Pauwels derajat 3 fraktur leher femur pada pria berusia
58 tahun. (a) Radiografi anteroposterior pinggul kiri menunjukkan
garis patah (panah) yang diorientasikan kira-kira 70 ° ke bidang
horisontal. Pasien mengalami fiksasi sekrup dinamis. (b) Radiografi
anoportior menunjukkan tempat perangkat keras. Meskipun
mengalami fiksasi sekrup, bagaimanapun, pasien mengembangkan
AVN dan kemudian membutuhkan THA.

2) Extracapsular Fractures
a) Intertrochanteric Fractures
Tujuan pengobatan untuk patah tulang panggul intertrochanter
adalah untuk mengembalikan mobilitas dan memungkinkan bantalan
berat awal. Sebagian besar fraktur hiper intertrochanter terjadi pada
orang tua, dan ada bukti bagus bahwa intervensi bedah dini dan
peningkatan berat badan memperbaiki hasil pasien dan menurunkan
angka kematian. Standar praktiknya adalah melakukan fiksasi bedah
hampir semua fraktur interteklinik pada pasien tanpa
mendiskualifikasi komorbiditas medis atau imobilitas awal. Metode
fiksasi kontroversial, dengan dua pilihan pengobatan utama adalah (a)
plat lateral dan fiksasi sekrup dan (b) kerusakan kuku intramedulla.
Tidak ada konsensus yang jelas mengenai implan mana yang optimal
untuk mengobati pola patah tulang sederhana, walaupun luka ini pada
umumnya menunjukkan respons yang sangat baik dan tingkat
komunikasi yang rendah dengan fiksasi plat dan fiksasi dan teknik
fiksasi intramedulla. Pilihan implan untuk pola fraktur yang lebih
kompleks kontroversial (Gambar 15). Fraktur intertrochanterik
nondisplaced atau parsial sering kali distabilkan dengan operasi untuk
mencegah penyebaran dan penyelesaian, perpindahan berikutnya,
atau cedera lainnya yang mungkin memerlukan pendekatan alternatif
yang lebih invasif.6

Gambar 15. Gambar yang dihasilkan komputer dari pinggul kiri


menunjukkan fraktur yang tidak stabil dan tertipis dengan
comminution posteromedial, menyebabkan aliran varus-bending
(panah) pada bantalan beban normal. Alat plat dan sekrup lateral
memiliki sumbu bantalan beban lateral (garis kuning) daripada
perangkat kuku intramedulla (garis biru), menghasilkan momen
lengkung varus yang lebih besar dan kemungkinan meningkatkan
risiko pelonggaran atau kegagalan perangkat keras.

Akhirnya, fraktur terisolasi dari kelompok yang lebih rendah pada


orang dewasa harus dianggap pathognomonic untuk infiltrasi tumor,
karena jarangnya avulsi traumatis pada populasi ini dibandingkan
dengan anak-anak. Cedera ini biasanya dapat dideteksi pada grafik
radio anteroposterior dan lateral (Gambar 16), walaupun adanya
fraktur terisolasi harus mendorong pencitraan pencitraan untuk
penyakit metastasis, termasuk pencitraan MR hip dan pencitraan
seluruh tubuh untuk stadium.6

Gambar 16. Fraktur terisolasi dari trokanter mayor pada pria


berusia 73 tahun dengan kanker prostat metastatik sklerotik-skrining
yang mengelupas nyeri paha akut. Anteroposterior ra- diograph dari
pinggul kanan menunjukkan adanya fraktur terisolasi dari trokanter
mayor yang lebih kecil (panah).
b) Subtrochanteric Fractures
Seperti fraktur panggul lainnya, tujuan pengobatan adalah
mengembalikan mobilitas dan memungkinkan menahan beban awal.
Pengobatan fraktur subtrochanteric dibuat jauh lebih sulit oleh
tuntutan mekanis tinggi pada femur proksimal dan tarikan kelompok
otot utama yang masuk ke dalam fragmen proksimal. Perpindahan
tipikal meliputi fleksi (dari tarikan otot iliopsoas), penculikan (dari
tarikan otot gluteus medius dan minimus), dan transmisi eksternal
(dari tarikan piriformis dan otot rotator eksternal yang pendek).
Untuk mencapai stabilitas yang memadai, kuku intramedulla paling
sering digunakan. Pengurangan bisa jadi sulit, dan pendekatan
terbuka dengan pengurangan langsung sering dibutuhkan.6

Jenis Fitur Morfologis Protokol Pencitraan Surgical


Fraktur Management

Kepala Berhubungan - Prereduction: Pipkin 1:


Femoral dengan dislokasi radiografi atau CT pengurangan
Lengkap pinggul posterior dilakukan dalam tertutup,
Pipkin 1: dibawah waktu 1 jam setelah pengobatan
fovea centralis presentasi untuk konservatif
Pipkin 2: diatas mengevaluasi atau ORIF
fovea centralis Karakteristik Pipkin 2:
(bantalan berat morfologi fraktur dan pengurangan
badan) meyingkirkan fraktur tertutup, ORIF
Pipkin 3: dengan leher femoralis. Pipkin
fraktur leher femur - Postreduction 3:pengurangan
Pipkin 4: dengan radiografi atau CT terbuka yang
fraktur asetabular digunakan untuk mendesak
mengevaluasi dengan ORIF
peyesuaia atau Pipkin 4:
pengurangan gagal. pengurangan
dan daya tarik
tertutup, fiksasi
fraktur bedah
Impaksi Berhubungan Jika dislokasi terkait, THA pada
Osteocho dengan dislokasi radiografi prereduction pasien lanjut
ndral / pinggul, garis atau CT yang muncul usia, ifollow up
subchon fraktur (lihat sel di atas); klinis dan
dral subchondral Pencitraan MR atau CT pencitraan
dengan edema digunakan untuk konservatif
sumsum terlihat mengevaluasi fraktur untuk
pada pencitraan okultisme pada pasien menyingkirkan
MR dengan risiko tinggi / AVN
kecurigaan tinggi
Leher Valgus terkena Radiografi dengan ORIF pada
femur dampak / pengamatan traksi dan pasien muda,
Subcapit nondisplaced internal rotasi artroplasti
al dan Varus yang tambahan yang cukup pada pasien
transcerv terkena dampak memadai untuk lanjut usia
ical (mushroom cap) / menandai lokasi garis
pengungsi refraktori, pencitraan
membawa risiko MR berikutnya atau CT
tinggi untuk AVN untuk radiografi yang
tidak pasti di tempat
tinggi. Pasien-pasien
untuk menyingkirkan
fraktur okultisme secara
klinis
Leher Nondisplaced atau Radiografi dengan ORIF
femur displaced: risiko pengamatan traksi dan
Basicervi relatif rendah internal rotasi
cal untuk AVN tambahan yang cukup
memadai untuk
menandai lokasi garis
refraktori, pencitraan
MR berikutnya atau CT
untuk radiografi yang
tidak pasti di tempat
tinggi. Pasien-pasien
untuk menyingkirkan
fraktur okultisme secara
klinis
Fraktur Fraktur kelelahan, Sering tersembunyi Batalan berat
stres edema sumsum pada radiografi awal, terlindungi
leher luas dengan MR rutin yang sedang
femoral penebalan kortikal membayangkan/ curiga
Korteks dan garis patah pasien berisiko tinggi
inferome yang tidak lengkap
dial
Fraktur Fraktur Sering tersembunyi ORIF
stres ketidakcukupan pada radiografi awal,
leher (pasien lanjut MR rutin yang sedang
femoral usia) atau fraktur membayangkan/ curiga
Korteks kelelahan yang pasien berisiko tinggi
superolat melibatkan sisi
eral "ketegangan",
prevalensi
perpindahan yang
tinggi
Fraktur Pasien yang lebih Radiografi awal ORIF
intertroch tua; umumnya seringkali cukup untuk
anteric energi rendah; diagnosis, pencitraan
garis patah yang CT atau MR dilakukan
meluas dari untuk fraktur yang tidak
trokanter mayor lengkap
yang lebih kecil ke
yang lebih kecil;
perpindahan,
kominusi,
keterlibatan
femurale calcar,
ekstensi subtropis,
dan kebalikan
terbalik adalah
fitur kritis; Fraktur
trokanik terisolasi
yang kurang
diketahui
berkaitan dengan
fraktur patologis
Fraktur Pasien muda: Radiografi awal ORIF
subtroch morfologi energi seringkali cukup untuk
anterik - tinggi, kominuted diagnosis, pencitraan
Trauma atau spiral; fraktur CT atau MR dilakukan
ketidakcukupan: untuk penentuan fraktur
energi rendah, definitif untuk
kurang kominatif; perencanaan pra
piriformis fossa operasi
dan keterlibatan
trofik yang lebih
rendah adalah fitur
kritis
Fraktur FTransverse atau Radiografi awal ORIF,
subtroch oblique, tidak ada seringkali cukup, pertimbangan
anterik - kominusi, namun ambang batas fiksasi
Atypical penumpukan / yang rendah untuk profilaksis
penebalan kortik pencitraan MR pada fraktur tidak
lateral, sering pasien dengan risiko lengkap atau
dikaitkan dengan tinggi / tingginya lesi
terapi bifosfonat kecurigaan; anggota ekstremitas
jangka panjang badan kontralateral kontralateral
dicitrakan secara rutin

VIII. Prognosis
1) Intracapsular Fractures
a) Complete Femoral Head Fractures
Fragmen fraktur Pipkin 1 yang besar dan tidak dipreparasi, dan juga
sebagian fragmen fraktur Pipkin 2, paling baik ditangani dengan
pengurangan anatomi dan fiksasi internal fragmen untuk
mengembalikan kontur kepala femur (Gambar 17). Lesi Pipkin 3 dan
4 mewakili kombinasi fraktur kepala femoral tipe 1 atau 2 dengan
fraktur leher femur (tipe 3) atau fraktur asetilular (tipe 4) (Gambar 5).
Kehadiran luka-luka lain ini secara substansial mempersulit
manajemen dan menunjukkan prognosis yang buruk.6

Gambar 17. Gambar reseptor anteroposterior postreduction (a) dan


gambar tomografi terkorelasi koroner (CT) (b) diperoleh pada pria
berusia 28 tahun yang mengalami patah tulang Pipkin tipe 2 setelah
dislokasi pinggul posterior menunjukkan besar, mengungsi fragmen
fraktur intraartikular (panah) yang mempertahankan peninggalannya
ke ligamentum teres dan kemudian dibalik, menghasilkan
pengurangan tertutup yang tidak memadai. Fragmen fraktur
intraartikular sekunder okular radiografi tampak nyata pada citra CT.
(c) Radiografi anteroposterior yang diperoleh setelah pengurangan
dan fiksasi terbuka definitif menunjukkan fiksasi sekrup dari fragmen
yang membalik (panah) serta perbaikan sekrup dari fragmen
osteotomy trochanteric yang diinduksi selama pengurangan terbuka.

b) Femoral Head Impaction Fractures


Adanya impaksi kepala femoral mengikuti dislokasi pinggul atau
fraktur acetabular menandakan prognosis yang lebih buruk.6
c) Femoral Neck Fractures
penanganan yang optimal dari fraktur leher femur yang terlantar
jauh lebih bergantung pada usia pasien dan status fungsional baseline.
Tujuan utama pengobatan untuk patah tulang femur proksimal adalah
pemulihan mobilitas normal pasien. Pada pasien yang lebih muda,
pelestarian kepala femoralis asli memungkinkan kembalinya aktivitas
normal dan risiko komplikasi di masa depan jika penyembuhan patah
tulang. Dibandingkan dengan hasil pada pasien yang lebih tua, THA
pada pasien yang lebih muda dikaitkan dengan kemungkinan
komplikasi prostetik yang lebih tinggi yang mungkin memerlukan
revisi pada beberapa titik selama masa pasien. Untuk alasan ini, pada
pasien muda dengan fraktur pengungsi, konsensus tersebut
mendukung pelestarian kepala femoralis dengan fiksasi internal.
Meskipun waktu operasi kontroversial, kebanyakan ahli bedah lebih
memilih untuk merawat luka-luka ini secara mendesak atau semi-
urgen. Mencapai pengurangan anatomi leher femoralis adalah
prediktor yang paling penting dari hasil yang baik. Resiko AVN dan
nonunion pada orang dewasa muda paling tinggi dengan fraktur
pengungsi yang lumayan dan mungkin lebih sering terjadi pada
cedera di tingkat 2.6
2) Extracapsular Fractures
a) Intertrochanteric Fractures
Fraktur intertrochanterik bersifat ekstrasapsular dan memiliki
kandungan darah osseus yang jauh lebih kuat, dan oleh karena itu
cenderung menyebabkan komplikasi kronis seperti AVN atau
nonunion. Dengan demikian, kekhawatiran utama dari penanganan
fraktur trokania yang tidak adekuat terkait dengan risiko
ketidakstabilan akut dan kemungkinan malunion kronis dengan
deformitas postinjury.6
b) Subtrochanteric Fractures
Meskipun pengobatan awal serupa dengan fraktur
subtrochanteric lainnya, prognosis dan manajemen jangka panjang
bervariasi. Sebagian besar fraktur khas subtrochanteric sembuh,
sedangkan tingkat kegagalan pada fraktur atipikal kemungkinan jauh
lebih tinggi. Dalam satu seri terakhir, 46% pasien dengan fraktur
atipikal menunjukkan penyembuhan fraktur yang buruk yang
memerlukan prosedur berulang, dibandingkan dengan kurang dari
1% pada populasi tradisional.6
IX. Daftar pustaka
1. Fadli. Pengaruh Distraksi Pendengaran Terhadap Intensitas Nyeri pada
Klien Fraktur di Rumah Sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidenreng
Rappan. 2017.
2. Sylfia A. Price, Lorraie M. Wilson. Patofisiologi. Edisi 6. 2013.
3. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke V. 2009.
4. Ezra A. W. Wattie, Alwin Monoarfa, Hilman P. Limpeleh. Profil fraktur
diafisis femur periode Januari 2013 – Desember 2014 di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado. 2016.
5. Makmuri, Handoyo, Ridlwan Kamaludin. The Correlation Between
Education Levels Toward Anxiety Level of Fracture Femur Pre-Operated
Patient at Prof Dr. Margono Soekarjo Hospital of Purwokerto. 2007.
6. Scott E. Sheehan, MD., Jeffrey Y. Shyu, MD., Michael J. Weaver, MD.
Proximal Femoral Fractures: What the Orthopedic Surgeon Wants to
Know. 2015.
7. H. Hadi Martono, Kris Pranarka, Geriatri. Edisis ke 4.2011.
8. Suhartini Nurdin, Maykel Kiling, Julia Rottie. Pengaruh Teknik Relaksasi
Terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur di Ruang
Irnina A Blu Rsup Prof Dr. R.D Kandou Manado. 2013.
9. Andriandi, Chairiandi Siregar. Karakteristik dari Penderita Fraktur Femur
di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember 2010.
2014.
10. Mike Indra Fitryana. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Fraktur
Femur 1/3 Proximal Dextra di Puskesmas Kartasura. 2013.
11. Judith Haschka, Friederike Kühne, Christian Muschitz, et al. The 5- Year
Follow Up Of A Cortical Stress Fracture Resulting in A Spontaneous
Atypical Subtrochanteric Femoral Fracture in A Female Patient with
Severe Osteoporosis and Bisphosphonate Therapy Over 15 Years. 2011.
12. R. Sjamsuhidajat, Warko Karnadihardja, Theddeus O.H. Prasetyono, et al.
Buku Ajar ilmu Bedah. 2007.
13. Yosalfa Adhista Kurniawan, Muhammad Hasan, Rena Normasari. Efek
Perbedaan Panjang Kaki terhadap Fungsi Sendi Panggul pada Pasien Pasca
Operasi Hemiartroplasti Sendi Panggul di Jember. 2017.

Anda mungkin juga menyukai