3 Definisi
Fraktur kompresi adalah fraktur yang disebabkan oleh keadaan fleksi murni pada
tulang belakang, tanpa gaya rotasi atau shear. Fraktur ini melibatkan bagian anterior
korpus vertebra. Umumnya, tidak terjadi kerusakan struktur ligamen posterior dan tinggi
dinding posterior korpus vertebra tetap. Tidak terjadi retropulsi diskus atau fragmen
tulang ke kanallis vertebra. Namun, pada fraktur kompresi berat dengan hilangnya tinggi
corpus vertebra lebih dari 50% dapat disertai dengan cedera ligamen posterior (buku
merah)
Gambar 17. Empat subtipe fraktur kompresi berdasarkan pada keterlibatan “endplate”
Fraktur kompresi dapat dibagi menjadi kedalam empat klasifikasi besar berdasarkan
mekanisme trauma dan dibagi kedalam sistem kolumna (kolumna anterior, media, dan
posterior) :
Fraktur fleksi dan kompresi adalah hasil kekuatan yang berlebihan dari fleksi dan
kompresi. Terdapat kegagalan aspek anterior badan vertebra. Ini adalah tipe klasik fraktur
kompresi. Karena kehancuran yang terjadi pada daerah anterior dan kegagalan kolumna
anterior selama kolumna media dan posterior tetap utuh, vertebra membentuk tampilan
terjepit. Fraktur tipe ini dapt dikenal sebagai fraktur terjepit.
Fraktur kompresi axial adalah hasil pemuatan kompresi dari tulang belakang, seperti
yang terjadi pada jatuh, dan terdapat kegagalan kolumna anterior dan media vertebra.
Kegagalan ini hasil dari hilangnya semua tinggi badan vertebra dan dapat juga disebut
sebagai burst fraktur. Kegagalan dapat terjadi pada endplate superior dan inferior tapi
paling umum terjadi pada endplate superior
Fraktur fleksi dan distraksi, tidak seperti klasifikasi yang lainnya, diperlukan
kegagalan dari kolumna spinal posterior. Jika kekuatan ini diterapkan pada fleksi dan
kekuatan berda di depan ligamentum longitudinal anterior, fraktur horizontal terjadi
melaui kolumna anterior dan posterior. Ligamen supraspinosus juga hancur. Tipe fraktur
ini disebut fraktur chance atau fraktur seatbelt. Fraktur ini biasanya stabil karena
kebanyakan elemen posterior masih utuh. Jika arah kekuatan dibelakang ligamen
longitudinal anterior, kerusakan di elemen posterior, seperti pars interartikularis, dapat
terjadi. Ini menyebabkan fraktur tidak stabil karena tiga kolumna semua umumnya
terkena.
Fraktur rotasional dan fraktur dislokasi melibatkan rotasi dan fleksi lateral. Fleksi dan
ekstensi dapat terlibat atau tidak. Karena mekanisme utamanya adalah rotasi, rotasi
vertebra spinal atas dan mengambil bagian superior melibatkan vertebra sepanjang bagian
itu. Kegagalan terjadi pada kolumna posterior dan media. Kolumna anterior dapat terlibat
atau tidak. Mekanisme trauma ini membetuk tipe irisan pada gambaran radiografi.
Karena pars interartikularis terlibat, tidak stabil dan didapatkan defisit neurologis.
(orthopaedic)
2.7 Patomekanisme
Trauma tidak langsung biasanya terjadi apabila tulang belakang kolaps pada sumbu
vertical.keadaan ini khas terlihat pada penderita jatuh dari ketinggian.Arah gaya pada
tulang belakang ditentukan oleh posisi kolumna vertebralis saat mengalami cedera
Beberapa tipe penting pergerakan tulang belakang saat mengalami cedera:
(1)hiperekstensi,(2)fleksi,(3)kompresi aksial,(4)fleksi dan kompresi kombinasi dengan
dikstrasi posterior,(5)fleksi-rotasi;(6)translasi horizontal.
Hiperekstensi
Jarang didaerah thorakolumbal,tapi sering di daerah cervical ligamen anterior dan diskus
bisa mengalami kerusakan atau fraktur pada arcus neuralis.Cedera ini cukup stabil.
Fleksi
Apabila ligament posterior masih utuh,gaya fleksi akan menyebabkan kompresi korpus
vertebrae .ini merupakan tipe fraktur paling umum.cedera ini cukup stabil.
Kompresi Aksial
Gaya gerak lurus yang bekerja pada vertebra akan menghasilkan kompresi aksial.Nukleus
pulposus akan memecah end plate,dan terjadi fraktur vertical.gaya lebih besar
menyebabkan nucleus pulposus menekan korpus lebih kuat sehingga terjadi fraktur
burst.karena elemen posterior masih utuh fraktur ini tergolong stabil.apabila fragmen
tulang terdorong kebelakang kearah canalis spinalis,ini dapat memberi tekanan dan
mendula spinalis
Fleksi –Kompresi dan Distraksi Posterior
Kombinasi ini menimbulkan kerusakan struktur bagian tengah dan belakang dari
kolumna vertebralis.fragmen tulang dan diskus akan bergeser kearah kanalis spinalis.
Cedera ini menyebabkan keadaan tidak stabil, dan risiko tinggi terjadinya kerusakan
berlanjut.
Fleksi Rotasi
Memberikan cedera paling serius ligament dan kapsul sendi facet akan meregang atau
robek,sendi facet mungkin fraktur .akan terjadi dislokasi dengan atau tanpa fraktur
korpus vertebrae.semua fraktur dislokasi adalah tidak stabil,dan risiko tinggi terjadinya
kerusakan saraf
Translasi horizontal
Gaya translasi horizontal menyebabkan terjadinya dislokasi kolumna vertebralis kearah
anteroposterior atau ke leteral.Cedera ini tidak stabil dan menimbulkan kerusakan saraf
2.8 Gambaran Klinis
Fraktur kompresi vertebra thorakal diperburuk oleh insipirasi dalam, batuk dan
beberapa gerakan dari tulang belakang dorsal. Palpasi pada vertebra yang terpengaruh
dapat menimbulkan rasa nyeri dan spasme refleks dari otot-otot paraspinosus tulang
belakang dorsal. Jika trauma terjadi, hematoma dan ekimosis dapat terjadi diatas tempat
fraktur, dan klinisi harus waspada terhadap kemungkinan kerusakan tulang thoraks dan
intraabdominal dan intrathorakal. Kerusakan saraf tulang belakang dapat menyebabkan
ileus abdominal dan nyeri hebat, menghasilkan belitan otot-otot paraspinosus dan
kompromi lanjut terhadap status pulmonal pasien dan kemampuan terhadap ambulasi.
Kegagalan untuk mengobati nyeri belitan yang agresif dapat menghasilkan siklus negatif
hipoventilasi, atelektasis, dan akhirnya pneumonia.(atlas)
Asimptomatik : Kebanyakan fraktur kompresi vertebra simptomatik, kecuali kifosis
(dowager’s hump), yang sering merupakan tanda dari fraktur kompresi vertebra multiple
Simptomatik : Banyak fraktur kompresi vertebra sering muncul sebagai nyeri punggung
setelah beraktivitas (seperti mengangkat dengan posisi bungkuk) atau batuk; ketegangan
leher dan nyeri tulang rusuk dapat juga terjadi. (ferris 2014)
2.9 Diagnosis
Anamnesis
Mekanisme trauma sangat menentukan berat ringannya cedera yang dialami.trauma
yang sering terjadi adalah karena kecelakaan lalulintas (45%)kecelakaan kerja atau jatuh
dari ketinggian (20%),kecelakaan olahraga (15%),lain-lain (20%) spectrum beratnya
trauma akibat kecelakaan lalu lintas bervariasi ,mulai dari cedera minor jaringan lunak
sampai paraplegia dan kematian.beberapa variable seperti tipe kendaraan,pemakaian alat
pengaman ,memberi pengaruh yang kuat terhadap frekwensi dan beratnya cedera spinal
yang terjadi
Pemeriksaan fisik
Setiap penderita yang mengalami cedera berat harus selalu dilakukan pemeriksaan
lengkap terhadap trauma tulang belakang perlu perhatian lebih dalam terhadap penderita
dalam keadaan tidak sadar.pada posisi terlentang ,periksa bagian dada dan perut,untuk
melihat cedera di tempat itu untuk memeriksa daerah punggung posisi penderita di
miringkan kesatu sisi secara simultan dengan tehnik “log roing”palpasi processus
spinosus,kadang-kadang teraba gap,menandakan adanya ligament yang putus.
Manipulasi dengan menggerakan tulang belakang bisa berbahaya,perlu di cegah sampai
diagnosis tercegakkan
Fraktur pada daerah “thoracolumbar junction”apabila disertai dengan defisit
neurologis dapat memberikan gejala campuran antara lesi mendula spinalis dan akar saraf
karena lesi pada conus medularis dan akar saraf lumbal.kerusakan total pada conus
medularis di tandai dengan tidak adanya fungsi motoric atau sensorik dibawah L-1.
Fraktur di daerah lumbal bawah dapat menyebabkan defisit neurologis satu atau
beberapa akar saraf.pada keadaan terjadinya herniasi diskus masif ,fraktur dislokasi dan
fraktur burst daerah lumbal,dapat menyebabkan terjadinya ‘cauda equine syndrome,yaitu
adanya paraparesis,saddle anesthesia asimetris,’radiating pain’,dan gangguan fungsi
sfinter ani
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan fraktur lumbosakral,biasanya terbatas
karena rasa nyeri.perhatikan adanya aberasi atau kontusi kulit,deviasi kurvatura
mendatar,sedangkan fraktur menyebabkan deformitas kifotik atau skoliotik
Pemeriksaan neurologis lengkap perlu dikerjakan terhadap semua kasus,dan perlu
diulang beberapa kali pada hari-hari pertama.pada awalnya pada fase shock spinal
mungkin terjadi paralysis total dan hilangnya sensasi dibawah level trauma.keadaan ini
akan berlangsung selama 48 jam atau lebih lama ,dan selama periode waktu ini sulit
menentukan apakah lesi saraf total atau parsial.penting dilakukan pemerikasaan
‘primitive anal skin reflex’ timbul kembali,shock spinal telah berakhir;ajika fungsi
motoric dan sensorik tidak ada,ini menunjukkan lesi saraf total.sensibitas perianal masih
utuh,menunjukkan bahwa lesi saraf total.sensibitas perianal masih utuh,menunjukkan
bahwa lesi saraf parsial,dan proses pemulihan akan terjadi
Pada trauma multiple,spinal shock ,atau penderita dalam efek sedative,pemeriksaan
neurologic mengalami kesulitan pemeriksaan kekuatan otot yang berhubungan dengan
adanya defisit neurologis,menggunakan “American Spinal Injury Association (ASIA)
Motor index”,dimana kekuatan otot
-grade 0: tidak ada kontraksi
-grade-1:pergerakan penuh tanpa gravitasi
-grade-3:pergerakan penuh melawan gravitasi
-grade-4:pergerakan penuh melawan tahanan
-grade-5:kekuatan otot normal
Drajat kelainan neurologist memakai “ASIA Impraiment Scale”,adalah:
ASIA-A : tidak terdapat fungsi motoric dan sensorik di bawah level trauma
B : tidak terdapat fungsi motorik,tapi fungsi sensorik ada
C : fungsi motorik,kekuatan < 3
D : fungsi motoric,kekuatan >3
E : fungsi motoric dan sensorik normal
Pemeriksaan neurologis yang lengkap, selain pemeriksaan motorik, sensorik, juga
perlu pemeriksaan refkles fisiologis dan patologis, tonus sfinter ani, refleks kutaneus
abdominal, refleks bulbocavernosus, anal wink
Pemeriksaan penunjang
Foto polos
Pemeriksaan foto polos terpenting adalah AP, Lateral dan oblik view. Posisi lateral
dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat instabilitas ligamen.
Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan pada AP dan lateral, dengan
identifikasi tepi koepus vertebra, garis spinolamnia, artikulasi sendi facet, jarak
interspinosus. Posisi oblik berguna untuk menilai fraktur interartikularis, dan subluksasi
facet.
2.11 Penanganan
Penanganan penderita dengan cedera tulang belakang, dimulai saat kejadian. Hasil
akhir penanganan ditentukan oeh : 1) Diagnosa dini adanya cedera, 2) Resusitasi medis
yang adekuat, dan keberhasilan stabilisasi tulang belakang.
Pengelolaan umum
Imobilisasi
Pada fase pra RS dilakukan tindakan imobilisasi sebelum ditransfer ke UGD. Setiap
penderita yang dicurigai mengalami cedera tulang belakang harus dilakukan imobilsasi
dibagian atas dan bawah bagian yang dicurigai mengalami cedera, sampai fraktur dapat
disingkirkan melalui pemeriksaan rontgen. Harus diingat, proteksi vertebra harus
dipertahankan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan. Imobilisasi yang tepat
dilakukan pada penderita dengan posisi netral, seperti berbaring terlentang tanpa rotasi
atau membengkokkan tulang belakang. Apabila ditemukan deformitas yang jelas,
terutama pada anak-anak, jangan lakukan reduksi, melainkan cukup dengan
mempertahankan penderita dalam posisi netral. Perlu digunakan bantalan yang tepat
untuk mencegah terbentuknya decubitus. Bila terdapat defisist neurologis, perlu
secepatnya melepas penderita dari spineboard untuk mencegah risiko terjadinya
dekubitus.
Cairan intravena
Pemberian cairan intravena dibatasi hanya untuk maintenance saja, kecuali disertai
shock hipovolemik. Bila tekanan darah tidak membaik setelah pemberian cairan, indikasi
penggunaan vasopressor dapat dipertimbangkan.
Kateter urin dipasang untk monitor hasil urin, dan mencegah terjadinya distensi
kandung kemih. Kateter ini dicabut beberapa hari kemudian dan dilakukan dengan
kateterisasi intermiten.
Obat-obatan
Agen farmakologis, meliputi analgesik oral, relaksan otot, dan obat anti-inflmasi,
sesuai untuk pasien, sangat membantu. Ini termasuk agen seperti tramadol, 50 mg (satu
sampai dua setiap 4 sampai 6 jam, tidak lebih dari delapan perhari) propoxyphene
napsylate, 100mg ; acetaminophen, 650mg (satu setiap 4 sampai 6 jam); dan
acetaminophen, 300mg, dan codein 30mg (satu atau dua setiap 4 sampai 6 jam, tidak
lebih 4 gram perhari). Jika nyeri lebih parah atau persisten, penghambat
sikolooksigenase 2 (COX 2 inhibitor), dapat disarankan, tergantung pada pasien.
Kalsitoni ( satu semprot perhari pada lubang hidung bolakbalik, sedian 200IU/0,09mL
per semprot) telah digunakan juga untuk fraktur osteoporosis yang sangat nyeri. Laksatif
mungkin diperlukan untuk mengurangi ketegangan gerakan usus dan konstipasi, terutama
dengan analgesic narkotika.
Transfer
Penderita dengan fraktur yang tidak stabil, atau dengan defisit neurologis, harus
ditransfer ke fasilitas perawatan definitif. Hindari keterlambatan yang tidak perlu. Harus
dilakukan stabilisasi keadaan penderita, dan dilakukan fiksasi menggunakan bidai, back
board.
Penanganan spesifik
Umumnya tidak memerlukan tindakan pembedahan. Terapi non operatif, dapat dilakukan
dengan memodifikasi aktifitas, penggunaan brace (TLSO) posisi ekstensi, dan control
nyeri. TLSO dipakai selama 3 bulan, dilepas jika deformitas tidak menglami
progresifitas, dan tidak menglami instabilitas. Apbila terjadi pergerakan abnormal
didaerah cedera, nyeri yang menetap, dan deformitas progresif; perlu tindakan
pembedahan (stabilisasi posterior). Vertebroplasty dan kyphoplasty adalah dua teknik
“minimally invasive” yang menjanjikan untuk mengatasi nyeri pasca trauma. Tetapi
pembedahan, meskipun jarang diperlukan, diindikasikan terhadap fraktur kompresi
dengan hilangnya ketinggian korpus >50%, atau kifosis >20o—30o.