Anda di halaman 1dari 4

Mini Notes Farmacology Uterotonik

1. Ergonovin
 Farmakodinamik
Semua alkaloid ergot alam meningkatkan kontraksi uterus
dengan nyata. Efeknya sebanding dengan besarnya dosis yang
diberikan. Dosis kecil menyebabkan peninggian amplitudo dan
frekuensi, kemudian diikuti relaksasi. Dosis besar
menimbulkan kontraksi tetanik, dan peninggian tonus otot
dalam keadaan istirahat. Dosis yang sangat besar dapat
menimbulkan kontraksi yang berlangsung lama (Syarif
dkk,2012).

 Farmakokinetik
Ergonovin dan turunannya menghasilkan asam lisergat dan
amin pada hidrolisis, maka disebut juga alkaloid amin.
Alkaloid amin diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada
pemberian oral. Kadar puncak plasma dicapai dalam 60-90
Produced By : menit. Kontraksi uterus sudah terlihat dalam 10 menit setelah
pemberian 0,2 mg ergonovin per oral pada wanita pasca
Sigit Nugroho Wicaksono N 101 12 001
persalinan. Metabolisme dan ekskresi ergonovin berlangsung
Anginna Putri Mangiri N 101 12 003 lebih cepat (Syarif,dkk,2012).

Nian Saraswati N 101 12 00  Indikasi


Mengontrol perdarahan pasca persalinan (Syarif dkk,2012).
Syavira Andina Anjar N 101 12 168
 Kontraindikasi
- Tidak boleh diberikan pada penyakit sepsis
- penyakit pembuluh darah
- arteriosklerosis
- Penyakit hati dan ginjal (Syarif dkk,2012).
2. Oksitosin 3. Prostaglandin
 Farmakodinamik  Farmakodinamik
Farmakodinamik oksitosin pada uterus merangsang frekuensi Prostaglandin dianggap sebagai hormon lokal, karena kerjanya
dan kekuatan kontraksi otot polos uterus. Efek ini tergantung terbatas pada organ penghasil dan segera diinaktifkan di tempat
pada konsentrasi estrogen. Pada konsentrasi estrogen yang yang sama. Prostaglandin yang terdapat pada uterus, cairan
rendah, efek oksitosin pada uterus juga berkurang. Efek lain menstrual dan cairan amnion PGE dan PGF. Semua PG
dari oksitosin pada hewan coba, oksitosin meninggikan merangsang kontraksi uterus baik hamil maupun tidak (Syarif
ekskresi Na walaupun efek ini tergantung adanya ADH dkk,2012).
disirkulasi. Pada manusia perubahan elektrolit ini tidak berarti.
Dosis besar oksitosin dapat menimbulkan efek antidiuretik
 Farmakokinetik
berupa intoksikasi air terutama pada pasien yang mendapat
Di dalam tubuh terdapat berbagai jenis prostaglandin (PG) dan
cairan infus dalam jumlah besar (Syarif dkk,2012).
tempat kerjanya berbeda-beda, serta saling mengadakan
interaksi dengan autakoid lain,neurotransmiter, hormon serta
 Farmakokinetik
obat-obatan. Prostaglandin ditemukan pada ovarium,
Oksitosin diabsorbsi dengan cepat melalui mukosa mulut dan
miometrium dan cairan menstrual dengan konsentrasi berbeda
bukal, sehingga memungkinkan oksitosin diberikan sebagai
selama siklus haid. Pada kehamilan aterm/sewaktu persalinan,
tablet isap. Oksitosin tidak dapat diberikan per oral karena akan
kadar prostaglandin meninggi dalam cairan amnion dan
dirusak di lambung dan di usus. Waktu paruh oksitosin sangat
pembuluh umbilikus serta dijumpai pula di dalam peredarah
singkat, antara 3-5 menit. Oksitosin tidak terikat oleh protein
darah ibu (Syarif dkk,2012).
plasma dan dieliminasi oleh ginjal dan hati (Syarif dkk,2012).

 Indikasi  Indikasi
 Induksi partus aterm dan mempercepat persalinan pada  Mengakhiri kehamilan dengan missed abortion.
kasus-kasus tertentu. Dalam hal ini oksitosin merupakan  Kematian intrauterin.
obat terpilih.  Ketuban pecah dini.
 Merangsang kontraksi uterus setelah operasi caesar maupun  Untung mematangkan serviks.
operasi uterus lainnya.  Kehamilan mola (Syarif dkk,2012).
 Uji oksitosin. Oksitosin digunakan untuk menentukan ada
tidaknya insufiensi uteroplasenta. Uji ini dilakukan terutama  Kontraindikasi
pada kehamilan dengan resiko tinggi misalnya diabetes  Penyakit radang pelvis akut.
melitus dan pre-eklampsia (Syarif dkk,2012).  Terdapatnya jaringan parut pada uterus.
 Kontraindikasi  Hipersensitivitas terhadap obat (Syarif dkk,2012).
 Multipara pada persalinan stadium 1 dan 2 (Syarif
dkk,2012).
OBAT UTERORELAKSAN 2.Terbutaline
 Farmakodinamik
1.Beta2 agonis selektif (Epineprin) Terbutaline merupakan golongan obat Agonis Selektif
 Farmakokinetik Reseptor β2. Melalui aktifitas reseptor β2, obat-obat ini
menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, uterus dan otot
Absorpsi,Pada pemberian oral, epi tidak mencapai dosis
rangka (Zunilda. 2012).
terapi karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan
MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada
 Farmakokinetik
penyuntikan SK, absorpsi lambat karena vasokontriksi lokal,
Gologan β2-agonis, selain efektif pada pemberian oral, juga
dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi
diabsorbsi dengan baik dan cepat padapemberian sebagai
lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian
aerosol. Terbutalin yang merupakan satu-satunya β2-agonis
lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran
yang mempunyai sediaan parenteral untuk pengobatan darurat
napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan
status asmatikus (Setiawati dkk. 2012).
dosis besar. (Setiawati dkk. 2012).
Biotransformasi dan ekskresi. Epinefrin stabil dalam darah.
Degradasi epi terutama terjadi dalam hati yang  Indikasi
Penundaan Kelahiran Prematur (Setiawatidkk. 2012).
banyakmengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan
lain juga dapat merusak ini. (Setiawati dkk. 2012).
 Kontraindikasi
 Farmakodinamik  Hipertensi
Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor alfa1 dan  Penyakit jantung koroner
beta2. Responsnya terhadap epi berbeda-beda, tergantung pada  Gagal jantung kongestif
fase kehamilan dan dosis yang diberikan. Selama kehamilan  Hipertiorid
bulan terakhir dan diwaktu partus, epi menghambat tonus dan  Diabetes (Setiawati dkk. 2012).
kontraksi uterus melalui reseptor beta2. Beta2 agonis selektif,
misalnya ritrodin atau terbutalin telah digunakan untuk
menunda kelahiran prematur, meskipun efikasinya terbatas.
(Setiawati dkk .2012).
 Indikasi
Perdarahan pasca-bedah persalinan (Dewoto,2012).
 Kontraindikasi
 Pasien yang mendapat β Bloker non selektif. Penderita
hipertireosis. Sklerosis koronar
 Hipertensi berat (Dewoto,2012).
3.Atosiban (Reseptor antagonis-oksitosin) DAFTAR PUSTAKA

 Farmakokinetik Briggs G & Nageotte M. 2009. Diseases, complications, and drug


Setelah administrasi IV, waktu paruh atosiban adalah 2,4 – therapy in obstectrics: a guidefor clinicians. Bethseda, Wisconsin:
16,2 menit dengan konsentrasi serum puncak 73 – 442 ug. American society of health-system pharmacists.
Konsentrasi puncak dicapai 2 – 8 menit setelah infuse. Dewoto. 2012. Antikoagulan,Antitombotik,trombolitik dan hemostatik.
Distribusi volume 6,8 – 18,3 L. Klirens plasma 8,2 – 41,8 L/h. Farmakologi dan terapi. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
Atosiban mempunyai 97% bioavailabilitas. Terdapat sedikit Katzung B & Chatterjee K. 2012. Obat yang digunakan pada gagal
bagian transplasental dari obat. (Briggs G & Nageotte M. jantung, Farmakologi dasar & klinik. EGC. Jakarta.
2009).
Setiawati A & Gan S.2012. Obat adrenergik, Farmakologi & terapi.
Balai penerbit FKUI. Jakarta
 Farmakodinamik
Atosiban adalah reseptor antagonis oksitosin peptide yang Syarif & Muchtar A. 2012. Oksitosik, Farmakologi dan terapi. Balai
berkompetisi dengan oksitosin untuk tempat pengikatan pada penerbit FKUI. Jakarta.
membran plasma miometrium. Ikatan atosiban menghambat
Zunilda. 2012. Farmakologi dan terapi. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
proses “second messenger”, keadaan dibawah normal,
menyebabkan peningkatan kalsium bebas dan kontraksi.Skema
cara kerja : Berkompetisi dengan oksitosin untuk berikatan
pada membrane miometrium > menghambat “second
messenger” > mengurangi kalsium intraselular > relaksasi otot
polos ( Briggs G & Nageotte M. 2009).

Anda mungkin juga menyukai