Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

FRAKTUR BATANG HUMERUS

oleh :
Longmai Bunga Persik
1210311016

Preseptor:
dr. Erinaldi, Sp.OT, M.Kes

BAGIAN ILMU BEDAH RS ACHMAD MOCHTAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur batang humerus adalah fraktur yang banyak terjadi, dengan insiden sekitar 3
% dari semua cedera ortopedi atau 13% per 100000 orang per tahun dan menyebabkan beban
yang signifikan bagi masyarakat. Insiden fraktur humerus tergantung pada usia dan gender. 1-3
Fraktur diafisis humerus terjadi sedikit lebih banyak pada populasi muda, dengan usia ratarata adalah 54,8 tahun.1
Fraktur umumnya terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan akibat trauma.
Trauma tersebut dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulag dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Sementara itu, pada
trauma yang tidak langsung trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur
dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.3,4 Meskipun hampir sebagian besar fraktur disebabkan
kombinasi beberapa gaya (memutar, membengkok, kompresi, atau tegangan), pola garis
fraktur pada hasil pemeriksaan sinar X akan menunjukkan mekanisme yang dominan.3
Fraktur batang humerus dapat ditatalaksana secara konservatif maupun operatif. Pada
tatalaksana secara operaif, fiksasi dapat dilakukan dengan menggunakan kompresi plate and
screw, interlocking intramedullary nail atau semiflexibel pin, atau fiksator eksternal.3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Humerus
Humerus adalah tulang tunggal pada regio lengan atas dengan ujung proksimalnya
disebut kaput humerus.5 Kaput tersebut berbentuk sepertiga bundaran yang menghadap ke
medial, atas, dan belakang. Kaput ini membentuk persendian dengan kavitas glenoid dari
skapula untuk membentuk sendi glenohumeral. Kaput ini dipisahkan dari tuberkulum mayor
dan minor oleh leher anatomi. Sementara itu, tuberkulum dipisahkan oleh bicipital grove
yang merupakan tempat munculnya kaput panjang dari muskulus bisep dari sendi bahu.6
Batang femur adalah bagian yang femur yang berada di antara insersi proksimal
muskulus pektoralis mayor dan distal pelebaran metafisis humerus. Batang humerus
berbentuk silidris sehingga memberikan kekuatan dan resistensi terhadap gaya torsional
maupun bending. Pada bagian distal, tulang humerus berubah bentuk menjadi segitiga.7
Terdapat penanda tulang yang penting pada batang humerus, yaitu tuberositas deltoid
pada bagian mid-anterolateral yang berfungsi sebagai tempat insersi muskulus deltoid dan
alur sipral di bagian posterior yang merupakan tempat bagi arteri barkialis profunda dan
nervus radialis ketika mereka melintas dari proksimal ke distal dalam arah posterolateral. 7
Ketika ujung atas dan batang humerus bertemu terdapat leher surgikal sempit yang mana di
sana terdapat nervus aksilaris dan pembuluh darah humerus sirkumfleksa.5,6
Ujung bawah dari humerus mengandung kapitulum yang berbentuk bulat di laeral
yang akan membentuk sendi dengan kaput radial. Selain itu terdapat trokhlea yang berbentuk
kumparan di medial yang akan memebtnuk persendian dengan takik troklear dari ulnar. Di
ujung bawah humerus juga terdsapat epikondilus lateral dan medial yang terletak
ekstrakapsular. Epikondilus medial lebih besar daripada yang lateral dan terletak lebih distal
dan mengandung alur pada bagian posteriornya untuk nervus ulnaris.6

Terdapat beberapa arteri yang mendarahi humerus. Bagian proksimal humerus


didarahi oleh arteri sirkumfleksa anterior atau posterior. Bagian tengah diperdarahi oleh
nutrient artery, dan bagian distal diperdarahi oleh percabangan dari anastomosis. 7 Selain itu,
terdapat tiga nervus penting yang berkontak erat dengan humerus, yaitu nervus aksilaris,
radialis, dan ulnaris. yang dapat mengalami kerusakan secara berurutan, pada fraktur leher
humerus, pertengahan batang humerus, dan ujung bawah humerus.6
Bagian bawah humerus melengkung ke depan sebesar 45 derajat. Hal ini dapat terlihat
melalaui pemeriksaan rontgen posisi lateral. Adanya penurunan kelengkungan ini
mengindikasika adanya pergeseran bagian ujuang distal humerus.6

Gambar 2.1 Tulang humerus: a. Tampak dari anterior; b. Tampak dari posterior. c. Tiga nervus
utama yang berisiko cedera pada fraktur humerus.6

2.2 Fraktur Humerus


2.2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh trauma.8 Diskontinuitas dapat berupa suatu retakan bahkan sampai
4

suatu patahan yang komplit dan terjadi pergeseran tulang. Apabila tidak ada luka yang
menghubungkan fraktur dengan udara luar atau kulit diatasnya masih utuh disebut fraktur
tertutup, sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan
udara luar atau kulit tidak intak disebut fraktur terbuka.3
2.2.2 Epidemiologi
Fraktur batang humerus adalah fraktur yang banyak terjadi, dengan insiden sekitar 3
% dari semua cedera ortopedi atau 13% per 100000 orang per tahun dan menyebabkan beban
yang signifikan bagi masyarakat. Insiden fraktur humerus tergantung pada usia dan gender.2
Fraktur diafisis humerus terjadi sedikit lebih banyak pada populasi muda, dengan usia ratarata adalah 54,8 tahun.9
Pola fraktur humerus mirip di antara semua kelompok umur, meskipun kejadian
fraktur pada orang tua lebih sering karena osteoporosis. Pasien muda yag datang dengan
fraktur humerus setelah trauma energi tinggi sering mengalami cedera multipel. Hampir 5%
dari pasien dengan frkatur diafisis humerus juga mengalami fraktur spinal atau fraktur
komplet pada kaki, dan sekitar 4% juga mengalami fraktur pelviks atau tibia proksimal.
Pasien tua cenderung mengalami fraktur lainnya pada lengan ipsilateral, biasanya fraktur
radius distal.9
2.2.3

Klasifikasi
Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang

dengan dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan terbuka. Patah tulang terbuka kemudian
dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya
patah tulang.8
Tabel 2.1 Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo-Anderson10

Pada fraktur tertutup, Tserne telah membuat klasifikasi sebagai berikut.3

Derajat 0: fraktur sederhana dengan cedera jaringan kecil atau tanpa cedera

jaringan.
Derajat 1: fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada kulit dan jaringan

subkutan.
Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusi jaringan lunak yang dalam

dan pembengkakan.
Derajat 3: sebuah cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan sindrom kompartemen yang mengancam.

Patah tulang juga dapat dibagi menurut garis frakturnya, misalnya fisura, patah tulang
segmental, patah tulang sederhana, patah tulang kominutif, patah tulang segmental, patah
tulang kompresi, impresi, dan patologis.3,8

Gambar 2.2 Jenis patah tulang: A. Fisura, B. Oblik, C. Tranversal (lintang), D. Kominutif,
E. Segmental.8

Pada fraktur juga dapat terjadi dislokasi ujung tulang patah yang disebabkan oleh
berbagai kekuatan, seperti cedera, tonus atau kontraksi otot.8

Gambar 2.3 Dislokasi patah tulang: A. Ad latitudinem, B. Ad longitudinem, C. Kum kontraktionem,


D. Contoh ad longitudinem cum distractionem, E. Ad aksim, F. Ad peripheriam.8

Saat ini terdapat kalsifikasi alfanumerik Mueller yang digunakan secara universal.
Pada sistem ini angka pertama menunjukkan tulang (1= humerus, 2= radius/ulna, 3= femur,
4= tibia/fibul) dan angka kedua menunjukkan segmen (1= proksimal, 2= diafisis, 3=distal, 4=
malleolar. Sebuah huruf menunjukkan pola frakturnya (untuk diafisis, A= simple, B= wedge,
C= complex; dan untuk metafisis: A= ekstraarikular, B= artikular parsial, C. Artikular
komplit).2

Gambar 2.4 Kasifikasi Muller (a) Setiap tulang panjang memiliki tiga segmen: proksimal, diafisis,
dan distal. (b,c,d) Fraktur diafisis dapat berupa fraktur sederhana, baji, atau kompleks. Fraktur
proksimal dan distal dapat berupa ekatra-artikular, artikular parsial, atau artikular komplit. 3

2.2.3

Etiologi dan Patofisiologi


Fraktur umumnya terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan akibat trauma.

Trauma tersebut dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulag dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak juga mengalami kerusakan. Sementara itu,
pada trauma yang tidak langsung trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.3,4
Meskipun hampir sebagian besar fraktur disebabkan kombinasi beberapa gaya
(memutar, membengkok, kompreso, atau tegangan), pola garis fraktur pada hasil pemeriksaan
sinar X akan menunjukkan mekanisme yang dominan.3
Tekanan pada tulang dapat berupa:3
1. Berputar (twisting) yang menyebabkan fraktur bersifat spiral
2. Kompresi yang menyebabkan fraktur oblik pendek
3. Membengkok (bending) yang menyebabkan fraktur dengan fragmen segitiga
butterfly
4. Regangan (tension) cenderung menyebabkan patah tulang transversal; di beberapa
situasi dapat menyebabkan avulsi sebuah fragmen kecil pada titik insersi ligamen
atau tendon.

Gambar 2.5 Mekanisme cedera: (a) spiral (twisting); (b) oblik pendek (kompresi); (c) pola butterfly segitga (bending); (d) transversal (tension). Pola spiral dan oblik panjang biasanya disebabkan
trauma indirek energi rendah; pola bending dan transversal disebabkan oleh trauma direk energi tinggi. 3

Pada fraktur humerus, jatuh pada tangan dapat memuntir humerus dan menyebabkan
fraktur spiral. Jatuh pada siku dengan lengan dalam keadaan abduksi akan menimbulkan gaya
bending yang menghasilkan fraktur oblik atau transversal. Trauma langsung pada lengan
menyebakan fraktur baik transversal atau kominutif. Fraktur pada batang humerus pada orang
tua bisa jadi karena metastasis.3
2.2.4

Anatomi yang Berhubungan dan Pertimbangan Biomekanik


Batang humerus merupakan tempat insersi dan asal dari beberapa otot besar pada

ekstremitas atas. Hal ini memiliki peranan yang penting terhadap konsekuensi biomekanik
dari berbagai pola fraktur yang berbeda. Otot-otot tersebut yang berinsersi pada batang
humerus adalah deltoid, pektoralis mayor, teres mayor, latissimus dosi, dan korakobrakialis.
Sementara itu oto yang berasal dari batang humerus adalah brakialis, brakioradialis, dan
kaput lateral dan medial triseps brakii.2
Fraktur yang terjadi di antara proksimal insersi pektoralis dan distal insersi deltoid
akan menyebabkan fragmen proksimal adduksi oleh karena dorongan muskulus pektoralis
dan fragmen distal akan terdorong keatas dan lateral oleh muskulus deltoid.Sementara itu,
fraktur yang terjadi pada bagian distal dari tempat insersi kedua otot tersebut akan
menyebabkan abduksi fragmen proksimal karena gaya oleh muskulus deltoid, sedangkan
bagian distal akan ditarik ke proksimal karena dorongan bisep brakii, korakobrakialis, dan
triseps.2,3
Perdarahan pada batang humerus terutama disediakan oleh arteri nutrisi yang
merupakan cabang dari arteri brakialis yang masuk di sepertiga proksimal humerus pada sisi
tengah. Jadi kerusakan pada arteri ini akan menimbulkan kerugian bagi proses penyembuhan
tulang sehingga arteri ini harus dilindungi dan dijaga saat diseksi pada saat operasi.2
9

Pada batang humerus juga terdapat struktur saraf yang penting, yaitu nervus
medianus, ulnaris, dan radialis.2 Pada fraktur humerus sering terjadi cedera nervus radialis.3
2.2.5

Manifestasi Klinis
Biasanya lengan nyeri, memar, bengkak, serta deformitas pada daerah humerus.

Temuan ini dapat disertai dengan kelumpuhan saraf radial, namun biasanya kelumpuhan saraf
ini bersifat reversibel. Kelumpuhan saraf radial dapat diketahui dengan melakukan ektensi
aktif dari sendi metakarpopalang.3,4,9 Juga dapat ditemui krepitasi.10
2.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma
ringan yang diikuti ketidak mampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus
dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selalu terjadi di daerah trauma. Trauma dapat
terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada
orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada kerja., atau trauma olahraga.
Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota
gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi, atau gejala lainnya.4
b. Pemeriksaan Fisik
1. Look (inspeksi)
Pasien dapat terlihat kesakitan, mencoba melndungi anggota badannya yang patah,
terdapat pembengkakan, deformitas berupa bengkok, terputar, pemendekan dan juga
gerakan yang tidak normal.4,8
2. Feel (Palpasi)
Palpasi dilakukan hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 4,8

Temperatur setempat yang meningkat

10

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak dan yang bersifat dalam akibat fraktur tulang.
Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis
Pengukuran tungkai
3. Move (Pergerakan Sendi)
Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif untuk menilai apakah terdapat nyeri
dan krepitasi ketika sendi digerakkan. Selain itu dilakukan juga penilaian Range of
Movement (ROM). Pada penderita fraktur setiap gerakan akan menimbulkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, selain itu gerakan dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.4

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sinar X
Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui konfigurasi garis frakur dan pergeseran
fragmen tulang.3 Dalam menggunakan sinar X harus mengingat rule of two4:

Two views: Pemeiksaan sinar X dilakukan dalam proyeksi anteroposterior dan

lateral
Two joint: Pemeriksaan sinar X melibatkan sendi di atas dan dibawah dari

fraktur.
Two limbs : Pada anak-anak sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar X pada

kedua anggota gerak terutama fraktur epifisis.


Two injuries: pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus dan femur makan perlu

dilakukan pemeriksaan sinar X pada panggul dan tulang belakang.


Two occasion : beberapa fraktur tertentu sulit untuk dideteksi segera setelah
cedera, oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan sinar X 1 minggu sesudah
11

pemeriksaan pertama kali. Contohnya fraktur pada tulang skapoid, distal


2.2.6

klavikula, femoral neck dan lateral maleolus.


Tatalaksana
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka diperlukan

tatalaksana kondisi umum pasien. Berdasarkan protokol ATLS, pri


~
nsip penanganan trauma dibagi menjadi tiga, yaitu:3
1. Survei primer dan resusitasi: penilaian cepat dan tatalaksana cedera yang
mengancam nyawa.

Tahap ini terdiri dari Airway dengan proteksi vertebra

servikal, Breathing, Circulation dengan kontrol perdarahan, Disability dan status


neurologis, serta Exposure (paparan) dan Environment (lingkungan).
2. Survei sekunder: evaluasi detail dari kepala hingga ke jari kaki untuk
mengidentifikasi cedera lainnya. Tahap ini terdiri dari: anamnesis, pemeriksaan
fisik, selang dan jari pada setiap lubang, pemeriksaan neurologis, uji diagnostik
lebih jauh, dan evaluasi ulang.
3. Tatalaksana definitf: tatalaksana khusus dari cedera yang telah diidentifikasi
Pada fraktur, tujuan utama terapi adalah mempertahankan fungsi dengan komplikasi
minimal. Prinsip penanganan fraktur ada empat, yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.4
1. Rekognisi, yaitu mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan radiologis. Perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, menentukan teknik pengobatan yang sesuai, komplikasi yang mungkin
terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2. Reduksi, yaitu tindakan mengembalikan posisi fraktur seoptimal mungkin ke
keadaan semula, dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal, mencegah
komplikasi seperti kekakuan dan deformitas.
3. Retensi, yaitu imobilisasi fraktur sehingga mempertahankan kondisi reduksi
selama penyembuhan.
12

4. Rehabilitasi, untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.


Reduksi dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. Terdapat dua komponen pada
reduksi, yaitu memindahkan fragmen dan menilai apakah posisi yang diinginkan telah
tercapai.
Seringkali setelah fraktur direduksi perlu distabilisasi selama masa penyembuhan
berlangsung. Terdapat beberapa metode untuk stabilisasi, yaitu penggunaan gips, spalk,
traksi, plates and screws, intramedullary nailing, atau fiksator eksternal.

2.2.6.1 Fraktur Tertutup


Metode tatalaksana fraktur tertutup umumnya dibagi menjadi:4,8
a. Terapi konservatif:
Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Imobilisasi dengan bidai eksterna tanpa reduksi
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna menggunakan gips
Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti idengan traksi kontinu atau
counter traksi.
b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna
c. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau eksterna
d. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan prostesis
2.2.6.2 Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka harus diobati sebagai suatu kegawatan oleh karena itu adakan evaluasi
awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian. Tahap
pengobatan fraktur terbuka adalah:4
a. Pembersihan luka, dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis untuk
mengeluarkan benda asing yang melekat.
b. Eksisi jaringan yang mati (debridemen)
c. Pengobatan fraktur itu sendiri. Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu
traksi skletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan
III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
d. Penutupan kulit. Apabila fraktur terbuka diobati dalam periode emas (6-7 jam), maka
sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit
sangat tegang.
13

e. Pemberian antibiotik
f. Pencegahan tetatnus. Semua fraktur terbuka harus diberikan pencegahan tetanus.
2.2.6.3 Tatalaksana Fraktur Batang Humerus
a. Tatalaksana Non-operatif
Kebanyakan fraktur batang humerus dapat ditatalaksana secara non-operatif. Standar
terapi non-operatif pada fraktur batang humerus adalah penggunaan functional bracing. Salah
satu keuntungan penggunaan bracing adalah sendi di atas dan di bawah fraktur yang tidak
ikut terimobilisasi sehingga mengurangi kekauan sendi.11
Selain itu, juga dapat digunakan hanging cast. Berat lengan dan gips biasanya cukup
untuk menarik fragmen patahan. Gips di pasang mulai dari bahu ke pergelangan tangan
dengan siku dalam posisi fleksi 90 derajat, dan bagian lengan bawah digantung dengan sling
di sekitar leher pasien. Gips ini bisa diganti setetlah 2-3 minggu dengan gips pendek atau
brace polipropilen yang digunakan selama 6 minggu selanjutnya. Pergelangan tangan dan jari
dilatih dari segera. Sementara latihan pendulum pada bahu dimulai dalam semingu, namun
abduksi aktif ditunda hingga terjadinya union fraktur. Setelah terjadinya union, hanya
dibutuhkan sling hingga terjadi konsolidasi.3

Gambar 2.6 Sarmiento (functional) brace (kiri) dan hanging cast (kanan)1

Pada fraktur humerus berbagai hasil studi menunjukkan angka union yang tinggi dan
komplikasi minimal pada terapi non-operatif. Alignment yang dapat diterima pada fraktur ini

14

adalah bengkok ke anterior sebesar 200, angulasi varus 300, malrotasi 150, dan pemendekan 3
cm.11
b. Tatalaksana Operatif
Pada fraktur batang humerus perlu diingat bahwa (a) angka komplikasi setelah fiksasi
internal dari humerus tinggi, (b) sebagian besar fraktur humerus akan mengalami union
dengan tatalaksana non-operatif, (c) tidak ditemukan bukti bahwa angka union pada
penggunaan fiksasi internal lebih tinggi.3 Meskipun demikian, indikasi untuk operasi adalah
adanya fraktur terbuka, adanya trauma lain seperti cedera kepala, cedera multipel, fraktur
patologis, fraktur lengan ipsilateral dan gagalnya manajemen non-operatif. Pada operasi,
fiksasi dan stabilitas dapat dicapai dengan mengggunakan plat atau intramedullary nailing,
Karena tingginya angka non-union pada penggunaan intamedullary nailing, maka
penggunaan plate merupakan metode pilihan pada fraktur batang humerus.3,10
Fiksasi

dapat

dilakukan

dengan

kompresi

plate

and

screw,

interlocking

intramedullary nail atau semiflexibel pin, atau fiksator eksternal. Pada penggunaan plat, alat
ini menghasilkan reduksi dan fiksasi yang sangat baik dan tidak mengganggu fungsi siku.
Namun, dibutuhkan sayatan luas dan nervus radialis harus dilindungi.3
Pada plates and screws, metode ini dapat menggabungkan 2 fragmen tulang (disebut
lag screw) atau plat ke tulang. Open reduction internal fixation (ORIF) adalah istilah yang
sering berhubungan dengan penggunaan metode ini.10 Fiksasi eksternal dapat merupakan
pilihan terbaik bagi fraktur segmental energi tinggi dan fraktur terbuka. 3

15

Gambar 2.7 (a,b) Plates and screws (c,d,e) Fiksasi eksterna.3

Gambar 2.8 Fraktur pada sepertiga atas batang femur lebih baik ditatalaksana menggunakan
intramedullary nailing.3

Antegrade nailing dilakukan dengan menyisipkan interlocking nail yang rigid pada
rotator cuff di bawah kontrol fluoroskopi. Prosedur ini hanya membutuhkan diseksi minimal.
Namun nailing dapat menggangu fraktur yang akan menghambat union. Selain itu, dapat
dilakukan retrograde nailing dengan sebuah interlocking nail pada fraktur sepertiga tengah
humerus.

16

2.2.7 Komplikasi:
Komplikasi fraktur dapat terjadi secara spontan, karena iatrogenik atau oleh karena
tindakan pengobatan. Komplikasi umumnya terjadi akibat tiga faktor utama, yaitu penekanan
lokal, traksi yang berlebihan, dan infeksi.4
Komplikasi frakktur terhadap organ:4
a. Kulit
Lesi akibat penekanan
Ulserasi akibat dekubitus
Ulserasi akibat pemasangan gips
b. Pembuluh darah
Ulserasi akibat pemasangan gips
Lesi akibat traksi dan penekanan
Iskemik Volkman
Gangren
c. Saraf
Lesi akibat traksi dan penekanan
d. Sendi
Infeksi (artritis septik) akibat operasi terbuka pada trauma tertutup
e. Tulang
Infeksi akibat operasi terbuka pada trauma tertutup

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 dentitas Pasien


Nama

: Nn. HH

Umur

: 22 tahun
17

Jenis kelamin : Perempuan


Alamat

: Payakumbuh, Tanah Datar

Pekerjaan

: Ex-Mahasiswa

Agama

: Islam

Tanggal masuk: 29 Oktober 2016


3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri pada lengan atas kiri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang

Nyeri pada lengan atas kiri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya os
mengendarai sepeda motor lalu menabrak monyet. Os terjatuh dengan lengan atas kiri
membentur jalan. Setelah kecelakaan tersebut os merasakan nyeri pada lengan
atasnya. Akibat nyeri tersebut os tidak dapat menggerakkan lengan kiri atasnya..

Pasien tetap sadar setelah kejadian.

Muntah (-), mual (-), kejang (-).

Trauma di tempat lain tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat patah tulang saat anak-anak (-)

18

Riwayat borok mengalami borok yang hilang timbul di tungkai (-)

Riwayat bengkak atau pembesaran di sekitar tungkai (-)

Riwayat hipertensi, sakit jantung, dan diabetes melitus (-)

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak pernah mengalami keadaan ini seperti ini.
Pemeriksaan fisik
Survey primer
A : Paten
B : Spontan, Nafas 20x/menit
C: Tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi 88x/menit
D : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, refleks cahaya +/+
Survey sekunder
Pemeriksaan umum

Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Baik

Tekanan darah

: 120/90

Nadi

: 88x/menit

Nafas

: 20x/menit
19

Suhu

: 36,6 C

Status generalis

Kulit

: tidak ada kelainan

Kepala

: tidak ada kelainan

Mata

: tidak ada kelainan

Telinga

Hidung

: tidak ada kelainan

Tenggorokkan

: tidak ada kelainan

Leher

: tidak ada kelainan

Gigi dan mulut

: tidak ada kelainan

Jantung

: Irama jantung regular, frekuensi 88x/menit, murmur (-),

: tidak ada kelainan

bising (-)

Paru

: Dinding dada simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis.

Tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal. Suara napas regular, ronki -/-,
wheezing -/-.

Abdomen

: distensi (-), nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas

: status lokalis
20

Status lokalis
Regio humerus sinistra:

Look : deformitas (+), edema (+), dan luka (-).

Feel : nyeri tekan (+), NVD (sensorik dan motorik baik, refilling kapiler < 2)

Movement: ROM terbatas

Diagnosis kerja : Fraktur batang humerus tertutup


Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan laboratorium :

Hb

: 13,2 gr/dl

Leukosit

: 16.400 mm

Hematokrit

: 39,1 %

Trombosit

: 281.000 mm

PT/APTT

: 4/20 unit/L

Glukosa

: 92 mg/dL

Na/K/Cl

: 139,6/ 3,98/107,2 mEq/L

Kesan: Leukositosis.

21

Foto rontgen :

22

Kesan: Fraktur batang humerus sinistra 1/3 tengah dengan garis fraktur transversal ad axim
cum contraxionum
Diagnosis:
Fraktur tertutup 1/3 batang humerus sinistra tanpa defisit neurologis.
Rencana:
- Konservatif
IVFD RL 20 gtt/menit
Ketorolac 2x1 amp iv
Ranitidin 2x1 amp iv
Parasetamol
Imobilisasi: arm sling
- ORIF
Prognosis :
- Quo ad Vitam : dubia at bonam
- Quo ad fungsionam : dubia at bonam

23

BAB 3
DISKUSI
Seorang wanita usia 22 tahun, masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan
nyeri pada lengan atas kiri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya os
mengendarai sepeda motor lalu menabrak monyet. Os terjatuh dengan lengan atas kiri
membentur jalan. Setelah kecelakaan tersebut os merasakan nyeri dan tidak dapat
menggerakkan lengan kiri atasnya.
Nyeri yang muncul setelah trauma sehingga pasien tidak bisa menggerakkan
lengannya dapat menunjukan telah terjadinya fraktur. Pada fraktur, biasanya penderita datang
dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma ringan yang diikuti ketidak mampuan
untuk menggunakan anggota gerak, nyeri, pembengkakan, deformitas, kelainan gerak,
krepitasi, atau gejala lainnya.
Pada pasien trauma, sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka
diperlukan tatalaksana kondisi umum pasien: tatalaksana pasien, bukan hanya frakturnya.
Berdasarkan protokol ATLS, prinsip penanganan trauma dibagi menjadi tiga, yaitu survei
primer, survei sekunder, dan tatalaksana definitif.
Pada survei primer, saluran napas paten, pasien bisa bernapas spontan, sirkulasi
normal, pasien sadar, sehingga pasien tidak perlu dilakukan tatalaksana khusus untuk keadaan
umumnya. Pada survei sekunder dilakukan pemeriksaan fisik. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan adanya deformitas, edema, dan nyeri tekan pada regio brakii sinistra. Selain itu
ditemukan pergerakan sendi bahu yang terbatas.

24

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas maka diagnosis kerja pasien ini
ialah fraktur humerus sinistra tertutup. Untuk mendukung diagnosis dibutuh pemeriksaan
penunjang berupa foto rontgen. Pada rontgen lengan kiri tampak fraktur humerus sinistra 1/3
tengah dengan garis fraktur berbentuk transversal ad axim cum contractionum. Tidak terdapat
fragmen disekitar fraktur.
Pasien ditatalaksana secara konservatif dengan pemberian cairan ringer laktat 20
tetes/menit, ketorolac 2x1 amp iv, ranitidin 2x1 amp iv, parasetamol, imobilisasi dengan
menggunakan arm sling, dan direncanakan ORIF pada hari senin tanggal 31 Oktober 2016.
Pada fraktur, tujuan utama terapi adalah mempertahankan fungsi dengan komplikasi
minimal. Prinsip penanganan fraktur ada empat, yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
Kebanyakan fraktur batang humerus dapat ditatalaksana secara non-operatif. Standar
terapi non-operatif pada fraktur batang humerus adalah penggunaan functional bracing. Salah
satu keuntungan penggunaan bracing adalah sendi di atas dan di bawah fraktur yang tidak
ikut terimobilisasi sehingga mengurangi kekauan sendi. Selain itu, juga dapat digunakan
hanging cast.
Pada fraktur humerus berbagai hasil studi menunjukkan angka union yang tinggi dan
komplikasi minimal pada terapi non-operatif. Meskipun begitu, indikasi untuk operasi adalah
adanya fraktur terbuka, adanya trauma lain seperti cedera kepala, cedera multipel, fraktur
patologis, fraktur lengan ipsilateral dan gagalnya manajemen non-operatif.
Pada pasien ini dilaksanakan tindakan reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF).
ORIF diindikasikan pada pasien yang mana reduksi tertutup tidak dapat memberikan reduksi
yang memuaskan. Hal ini bisa terjadi pada orang yang obesitas atau pada wanita dengan
payudara yang besar. Selain itu, indikasi pemakaian ORIF ialah fraktur dengan pergeseran,
cedera pada lengan yang sama, cedera nervus radialis yang berhubungan, atau pertimbangan

25

dari dokter bedah. Kebutuhan untuk sembuh lebih awal juga dapat menjadi indikasi
pemasangan ORIF karena ORIF dapat menghasilkan stabilitas dengan segera dan lebih
akurat.
Daftar Pustaka

1. Walker M, Palumbo B, Badman B, Brooks J, Gelderen JV, et al. Humeral shaft


fractures: a review. J Shoulder Elbow Surg. 2011.3, 1-12.
2. Clement, ND. Management of humeral shaft fractures; non-operative versus
operative. Arch Trauma Res. 2015. June, 4(2): e28013.
3. Cole A, Pavicu P, Warwick D. Injuries of the shoulder, upper arm and elbow. (In
Solomon L, Warwick D, Nayagam S, ed) Appleys: System of Orthopedics and
Fractures, 9th ed.2010. Page: 732-66
4. Rasjad C. Trauma. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Hal.: 321-483. Makassar:
Bintang Lamumpatue.
5. Openstax College. Bones of the upper limb. Diakses dari cnx.org/exports/1d8b188e49a6-445b/bones-of-the-upper-limb-5.pdf
6. Ellis H. Upper limb anatomy. Clinical anatomy. 2006. 158-203.
7. Thompson JC. Netters Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 2002. Elsevier
8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Sistem muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 2.
2003. Hal: 829-949. Jakarta: EGC
9. Lawless M. Midshaft humerus fractures. Tersedia dari: http://emedicine.medscape.
com/article/1239985-overview. Diunduh 30 Oktober 2015.
10. Willian NS, Bulstrode CJK, OConnel PR. Extremity trauma.Bailey and Love: Short
Practice Surgery 25 th ed. 2008. Page: 354-77. London: Edward Arnold.
11. Attum B. Treatment of humeral shaft fracture: a critical analysis review. Journal of
Bone and Joint Surgery. 2015; 3(9):e5

26

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2
2.1 Anatomi Humerus ....................................................................2
2.2 Fraktur Humerus.......................................................................4
2.2.1 Definisi............................................................................4
2.2.2 Epidemiologi...................................................................4
2.2.3 Klasifikasi........................................................................5
2.2.4 Etiologi dan Patofisiologi...............................................8
2.2.5 Anatomi yang Berhubungan dan Pertimbangan
Biomekanik.......................................................................9
2.2.6 Manifestasi klinis............................................................10
2.2.7 Diagnosis.........................................................................10
2.2.8 Tatalaksana......................................................................13
2.2.9. Komplikasi.....................................................................16
BAB 3 LAPORAN KASUS..........................................................................20
BAB 4 DISKUSI............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................29

27

Anda mungkin juga menyukai