Anda di halaman 1dari 18

PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS

SEORANG LAKI-LAKI 66 TAHUN DENGAN PARAPLEGIA INFERIOR


KARENA FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAX X

oleh:
Bernadeta Erika Priharyuni
G9911112032

Pembimbing
DR.Dr.Noer Rachma, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR.MOEWARDI
2012

1
STATUS PASIEN

I.ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Karangkidul 01/06 Kerjolor, Ngadirojo, Wonogiri
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 19 Maret 2012
Tanggal Periksa : 2 April 2012
No CM : 01.11.85.11

B. Keluhan Utama
Kaki tidak bisa digerakkan

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Dua minggu SMRS pasien mengeluhkan kedua kaki tidak bisa
digerakkan dan tidak merasakan apa-apa. Keluhan ini timbul perlahan
dan semakin memburuk hingga tidak dapat digerakkan sama sekali.
Keluhan tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan dari dokter.
Pasien tidak dapat merasakan BAB dan BAK yang keluar sendiri dan
tidak dapat ditahan. Riwayat batuk (+) jarang dengan dahak (-), BB
turun (+), keringat malam (+), demam malam (-).
BAK dengan selang sehari 1,2 – 1,5 liter, warna kuning jernih.
BAK nyeri (-), BAK darah (-). BAB keluar sendiri, lembek, warna
normal.
Sejak 2 bulan ini merasakan punggung terasa tebal, nyeri / panas.
Masih bisa bekerja tapi mengurangi aktivitas kerja.

2
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat trauma : (+)  1 tahun yang lalu terjatuh
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : disangkal
Riwayat minum jamu : (+)  jarang

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang laki-laki dengan satu orang istri dan tujuh orang
anak. Saat ini pasien mondok di RSUD DR. Moewardi dengan
menggunakan fasilitas JAMKESMAS.

II.PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum lemah, compos mentis E4V5M6, gizi kesan kurang.

3
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 82x / menit
Respirasi : 18x / menit
Suhu : 36,5º C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-)
D. Kepala
Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
(+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP (R+2) ,limfonodi tidak membesar, nyeri
tekan (-), benjolan (-)
J. Thorax
1. Retraksi (-)
2. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
3. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

4
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok costovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut lebih rendah daripada dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
M. Ektremitas
Kedua kaki tidak dapat digerakkan
Oedem Akral dingin
- - - -
- - - -
N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : Laki-laki, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
4. Pembicaraan : Normal
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
Afek dan Mood
Afek : Appropiate
Mood : Normal
Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)

5
Proses Pikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)
Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
Daya konsentrasi : baik
Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
Daya Ingat : Jangka panjang : baik
Jangka pendek : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : baik
O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : normal
Fungsi Vegetatif : normal
Fungsi Sensorik : + +
- -
Fungsi Motorik dan Reflek
Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis
5 5 N N +2 +2 - -
0 0 N N - - - -
Range of Motion (ROM)

ROM
ROM
Aktif Pasif

Flexi 0 – 700 0 – 700


Extensi 0 – 400 0 – 400
Lateral bend 0 – 600 0 – 600
Rotasi 0 – 900 0 – 900

6
EKSTREMITAS ROM AKTIF ROM PASIF
SUPERIOR Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Shoulder Fleksi 0-1800 0-1800 0-1800 0-1800


Ekstensi 0-300 0-300 0-300 0-300
Abduksi 0-1500 0-1500 0-1500 0-1500
Adduksi 0-750 0-750 0-750 0-750
External Rotasi 0-900 0-900 0-900 0-900
Internal Rotasi 0-900 0-900 0-900 0-900

Elbow Fleksi 0-1350 0-1350 0-1350 0-1350


Ekstensi 135-1800 135-1800 135-1800 135-1800
Pronasi 0-900 0-900 0-900 0-900
Supinasi 0-900 0-900 0-900 0-900

Wrist Fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900


Ekstensi 0-700 0-700 0-700 0-700
Ulnar deviasi 0-300 0-300 0-300 0-300
Radius deviasi 0-300 0-300 0-300 0-300

Finger MCP I fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900


MCP II-IV 0-900 0-900 0-900 0-900
fleksi
DIP II-V fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900
PIP II-V fleksi 0-1000 0-1000 0-1000 0-1000
MCP I ekstensi 0-300 0-300 0-300 0-300

EKSTREMITAS ROM AKTIF ROM PASIF


INFERIOR Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Hip Fleksi 0 0 0-1400 0-1400


Ekstensi 0 0 0-300 0-300
Abduksi 0 0 0-450 0-450
Adduksi 0 0 0-450 0-450
Eksorotasi 0 0 0-800 0-800

7
Endorotasi 0 0 0-800 0-800
Knee Fleksi 0 0 0-1200 0-1200
Ekstensi 0 0 120-1800 120-1800
Ankle Dorsofleksi 0 0 0-400 0-400
Plantarfleksi 0 0 0-400 0-400

Manual Muscle Testing (MMT)

NECK
 Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5
 Ekstensor : 5

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra


Shoulde Fleksor M Deltoideus anterior 5 5
r M Biseps 5 5
Ekstensor M Deltoideus anterior 5 5
M Teres mayor 5 5
Abduktor M Deltoideus 5 5
M Biceps 5 5
Adduktor M Lattissimus dorsi 5 5
M Pectoralis mayor 5 5
Internal M Lattissimus dorsi 5 5
Rotasi M Pectoralis mayor 5 5
Eksternal M Teres mayor 5 5
Rotasi M Infra supinatus 5 5
Elbow Fleksor M Biceps 5 5
M Brachialis 5 5
Ekstensor M Triceps 5 5
Supinator M Supinator 5 5
Pronator M Pronator teres 5 5

8
Wrist Fleksor M Fleksor carpi 5 5
radialis
Ekstensor M Ekstensor 5 5
digitorum
Abduktor M Ekstensor carpi 5 5
radialis
Adduktor M ekstensor carpi 5 5
ulnaris
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 5
Ekstensor M Ekstensor 5 5
digitorum

Ekstremitas inferior Dextra Sinistra


Hip Fleksor M Psoas mayor 1 1
Ekstensor M Gluteus maksimus 1 1
Abduktor M Gluteus medius 1 1
Adduktor M Adduktor longus 1 1
Knee Fleksor Harmstring muscle 1 1
Ekstensor Quadriceps femoris 1 1
Ankle Fleksor M Tibialis 1 1
Ekstensor M Soleus 1 1

Status Ambulasi
Dependen

9
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah
Tanggal 31 Maret 2012
Hb : 10,1 g/dL
Hct : 33 %
RBC : 3,72. 106 / UL
WBC : 11,1. 103 /UL
PLT : 357. 103 /UL
Ureum : 50 mg/dL
Kreatinin : 0,7 mg/dL
Natrium : 133 mmol/L
Kalium : 4,9 mmol/L
Calsium : 1,12 mmol/L
Albumin : 2,3 g/dL
B. Rontgen Thoracolumbal
Kesan : Fraktur Kompresi Vertebra Thorax X

IV.ASSESMENT
Klinis : Paraplegia inferior, hipestesia setinggi Th X-XI
Topis : Vertebra Thorax X-XII
Etiologi : Fraktur kompresi VTh X
Suspek malignansi di Vertebra Thorax X-XI

V.DAFTAR MASALAH
Masalah Medis :
1. Paraplegia inferior
2. Hipestesia setinggi Th X-XI
3. Fraktur kompresi VTh X

10
Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Pasien tidak dapat menggerakkan anggota gerak
bawah
2. Terapi Wicara : tidak ada
3. Okupasi Terapi : keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari
karena paraplegia
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktifitas
sehari-hari
5. Ortesa-protesa : keterbatasan mobilisasi
6. Psikologi : pasien merasa tertekan dan depresi karena
penyakit yang diderita

VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Nonmedikamentosa
1. Rawat inap
2. Bedrest total
B. Terapi Medikamentosa
1. Infus NaCl 0,9%
C. Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : PROM exercise lower extremity
Strengthtening exercise upper extremity  untuk
melatih kekuatan otot dan mencegah atrofi otot
2. Terapi Wicara : Tidak dilakukan
3. Okupasi Terapi : Latihan ADL  melatih kemampuan pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : Edukasi keluarga mangenai penyakit yang diderita
pasien serta motivasi untuk membantu dan merawat
pasien dan selalu berusaha menjalankan program di
RS dan home program.
5. Ortesa-protesa : Memfasilitasi ambulasi dengan kursi roda
6. Psikologi : Konseling psikologi

11
VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP
A. Impairment : paraplegia inferior
B. Disabilitas : penurunan fungsi anggota gerak bawah
C. Handicap : keterbatasan aktivitas sehari-hari

VIII. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat waktu perawatan
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise

IX.PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam

TINJAUAN PUSTAKA
I. FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi
kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari
ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala,
osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra
kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya
mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan
menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.
A. Kasifikasi Fraktur Vertebra:
1. Fraktur Stabil
a. Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)

12
b. Burst fraktur
c. Extension
2. Fraktur tak stabil
a. Dislokasi
b. Fraktur dislokasi
c. Shearing fraktur  Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma
kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak.
B. Perawatan
Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja
penderita akan sembuh.. Yang menjadi masalah bila disertai dengan
kelainan neorologis.
1. Fase Akut (0-6 minggu)
a. Live saving dan kontrol vital sign
b. Perawatan trauma penyerta
- Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.
-Perawatan trauma lainnya.
c. Fraktur/Lesi pada vertebra
- Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)
Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah
dekubitus, terutama simple kompressi.
- Operatif
Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan
operatif. Kalau dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam
pertama dengan cara:
1) laminektomi
2) fiksasi interna dengan kawat atau plate
3) anterior fusion atau post spinal fusion
- Perawatan status urologi
Pada status urologis dinilai ripe kerusakan sarafnya apakah supra
nuldear (reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau
campuran.

13
Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya
dilakukan bladder training dengan cara penderita disuruh minum
segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400
cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan
reflek detrusor dapat kembali.
1) Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:
2) Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)
3) Manuver crede
4) Ransangan sensorik dan bagian dalam paha
5) Gravitasi/ mengubah posisi
- Perawatan dekubitus
Dalam perawatan komplikasi ini sening ditemui yang terjadi karena
berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.
2. Fase Sub Akut (6-12 minggu)
Fraktur perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi
karena berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.
3. Fase berdikari (3-6 bulan)
Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:
a. mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.
b. Mengadakan alat-alat pembantu
c. Mempersiapkan pekerjaan tangannya.
Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:
Mengembalikan spinal augment
Stabilitas dan tulang belakang
Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal
Mencegah komplikasi.
C. Fisioterapi
1. Stadium Akut
a. Breathing exercise yang adequate
b. Mencegah kontraktur
c. Melatih otot yang lemah

14
2. Stadium Sub Akut
Penderita boleh duduk pada kursi roda
3. Berdikari
4. Follow up
5. Occupational therapy

II. LESI MEDULLA SPINALIS


Segala sesuatu yang mengganggu fungsi atau merusak kawasan
susunan saraf pusat disebut lesi. Suatu lesi dapat berupa kerusakan pada
jaringan fungsional akibat perdarahan, thrombosis, atu embolisasi. Dapat juga
karena peradangan, degenerasi, dan penekanan oleh proses desak ruang dan
sebagainya. Tergantung pada jumlah motor neuron yang rusak, otot lumpuh
ringan (paresis) atau lumpuh mutlak (paralisis). Gambar kelumpuhan akibat
lesi medulla spinalis dapat berupa kelumpuhan UMN akibat lesi paralitik di
susunan pyramidal dari komponen UMN susunan neuromuscular serta
kelumpuhan LMN yang merupakan akibat lesi paralitik di “final common
path”, motot end plate dan otot. Kelumpuhan UMN dicirikan oleh tanda-tanda
kelumpuhan UMN, yaitu:
1. Tonus otot meninggi atau hipertonia
Gejala tersebut terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks
motorik tambahan terhadap inti-inti intrinsic medulla spinalis.
Hipertonia tidak akan bangkit, bahkan tonus otot menurun, bilamana
lesi paralitik merusak hanya korteks motorik primernya saja.
Hipertonia kan menjadi jelas bila korteks motorik tambahan ikut
terlibat dalam lesi paralitik.
2. Hiperrefleksia
Refleks adalah gerak otot skeletal yang bangkit sebagai jawaban atas
suatu rangsangan. Gerak otot reflektorik yang timbul atas jawaban
stimulasi terhadap tendon dinamakan refleks tendon. Pada kerusakan
pada susunan UMN, refleks tendon lebih pekayang disebut sebagai
hiperrefleksia. Hiperrefleksia merupakan keadaan setelah impuls

15
inhibisi dari susunan pyramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat
disampaikan kepada motorneuron.
3. Klonus
Hiperreflekasia sering diringi klonus. Tanda ini adalah gerak otot
reflektorik, yang bangkit secaraberulang-ulang selama perangsangan
masih berlangsung.
4. Reflek patologik
Pada kerusakan UMN dapat ditemukan adanya refleks-refleks yang
tidak dapat dibangkitkan pada orang-orang yang sehat, maka refleks
ini disebut sebagai refleks patologik. Pada tangan dikenal sebagai
refleks Hoffmann Tromner, pada kaki refleks patologik antara lain
Babinski, Chaddock, Oppenheim, Gordon, dan Achilles.
5. Tidak ada atropi pada otot-otot yang lumpuh
Atrofi terjadi bila terjadi kerusakan motor neuron disusul musnahnya
serabut-serabut otot dalam kesatuan motoriknya, sehingga otot menjadi
kecil. Pada kerusakan yang mengenai serabut-serabut penghantar
impuls motorik UMN, motor neuron tidak silibatkan, maka otot-otot
yang lumpuh karena lesi UMN tidak akan memperlihatkan atropi.
Namun demikian otot yang lumpuh masih dapat mengecil bukan
karena serabut otot yang musnah, melaunkan otot menjadi kecil karena
otot tidak bergerak atau tidak digunakan, pengecilan otot ini disebut
sebagai “disuse atrophy”.
6. Reflek automatisme spinal
Gerakan yang bangkit akibat perangsangan yang datang dari bagian
susunan saraf pusat di bawah tingkat lesi dinamakan refleks
automatisme spinal. Contohnya lengan yang lumpuh bergerak pada
waktu penderita menguap dan sebagainya.
Tanda-tanda kelumpuhan UMN yang tersebut di atas dapat seluruhnya
atau sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah terjadinya lesi
UMN. Pada tahap pertamanya kurang lebih 1-2 minggu tanda-tanda
kelumpuhan UMN ini belum dapat disaksikan. Jangka waktu tahap pertama

16
berbeda-beda terggantung letak lesi. Tanda-tanda kelumpuhan LMN
berbalikan dengan tanda kelumpuhan UMN.
Tiap lesi di medulla spinalis yang merusak jaras kortikospinal lateral
menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di
bawah tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang (tranversal) medulla
spinalis di tingkat servikal, misalnya pada C5 mengakibatkan kelumpuhan
UMN pada otot-otot tubuh yang berada di bawah C5, yaitu otot-otot kedua
lengan, thoraks, abdomen dan kedua tungkai. Kelumpuhan itu disebut
tetrapleghi atau tetraparesis (tergantung tingkat kelemahan yang terjadi).
Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat torakal atau
tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada tingkat lesi terjadi
kelumpuhan LMN dan di bawah tingkat lesi terjadi kelumpuhan UMN.
Kelumpuhan LMN di tingkat lesi melanda kelompok otot yang merupakan
sebagian kecil dari muskulatur toraks atau abdomen. Maka kelumpuhan LMN
di tingkat lesi, jika melibatkan sebagian dari muskulatur toraks atau abdomen,
tidak begitu jelas seperti halnya jika kelumpuhan LMN di tingkat lesi itu
melanda sebagian muskulatur anggota gerak. Tingkat lesi transversal di
medula spinalis mudah terungkap oleh batas defisit sensorik. Di bawah batas
tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara
lengkap, namun pada toraks tanda-anda UMN tidak dapat diungkapkan. Tanda
UMN satu-satunya yang dapat dibangkitkan pada otot abdomen adalah
hipertonia. Oleh karena tonus otot abdominal meningkat maka refleks otot
dinding perut meninggi sedangkan refleks kulit dinding perut menghilang.
Kelumpuhan yang melanda bagian bawah tubuh tersebut dinamakan
paraplegia. Jika kelumpuhan yang terjadi bersifat parsial dan defisit sensorik
yang tidak masif, dinamakan paraparesis.

III. REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG


BELAKANG
Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang
sangat luas mulai dan penyakit kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan

17
vertebra disertai dengan adanya defisit neorologi. Deformitas tulang belakang
ini bervariasi pula yang mulai dan tanpa gejala sampai ada gejala yang sangat
berat berupa kelumpuhan.
Hubungan sumsum tulang belakang dengan vertebra adalah:
1. Kelainan neorologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya:
scollosis paralitik.
2. Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis,
misalnya: spinal stenosis, diastematomella, kyphoscollosis yar berat.
3. Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang
belakang dengan kelainan syarafmisalnya: Pott paraplegia, Metastase
tumor dengan kompresi fraktur
4. Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf
misalnya instrumentalia harington.
Sifat Deformitas
1. Scoliosis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
2. Kyposis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.
3. Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.
4. Kelainan setempat yang bervariasi
Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:
1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasms, metabolik, dll.)
2. Deformitas sendiri
3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:
a. Defisit neorologis : paraplegia dan tetraplegia
b. Ganguan fungsi paru-paru pada skoliosis
c. Gangguan traktus urinarius.
Karena itu terapi diarahkan pada:
1. pengobatan terhadap penyabab deformitas.
2. koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)
3. rehabilitasi.

18

Anda mungkin juga menyukai