Anda di halaman 1dari 24

Presentasi Kasus

SEORANG PEREMPUAN 51 TAHUN DENGAN POST ORIF


HUMERUS DEKSTRA ET CAUSA CF PATOLOGIS HUMERUS
DEKSTRA SUSPEK MBD CA MAMMAE

Oleh :
Tamyana Amalia Chariski
G991905053

Pembimbing :
dr. Yunita Fatmawati, Sp KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjahit
Alamat : Klaten
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 14 November 2019
Tanggal Periksa : 19 Desember 2019
No. RM : 0142xxxx

B. Keluhan Utama
Nyeri lengan kanan

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan konsulan dari bagian bedah orthopedi dengan
keluhan utama nyeri lengan kanan sejak sembilan jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien meraskan nyeri dan cekot-cekot pada lengan kanan
setelah pasien terjatuh ketika pasien sedang berjalan ke toilet. Sebelum
terjatuh pasien merasa lemas dan kepala terasa ringan. Pasien terpeleset
dan jatuh dengan posisi siku kanan terbentur lebih dulu. Setelah itu pasien
pingsan sekitar 15 menit dan ketika sadar mengeluhkan nyeri pada lengan
kanan. Nyeri dirasakan hilang timbul, dan bertambah bila digerakkan.
Keluhan nyeri kepala, mual, muntah, dan kejang disangkal. Pasien masih
bisa menelan makanan, BAK melalui kateter, BAB baru 1x selama di
rumah sakit. Pasien merupakan pasien poli bedah onkologi RSUD Dr.
Moewardi dengan kanker payudara kiri post mastektomi radikal dan
kemoterapi. Pasien kontrol 3 bulan sekali.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

2
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat operasi : (+) MRM 1,5 tahun yang lalu

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat ca mammae : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Pasien makan tiga kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk pauk berupa
tahu, telur, dan sayur.
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : jarang

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang penjahit. Pasien tinggal bersama suami
dan anaknya. Pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi dengan fasilitas
kesehatan BPJS.

3
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Status Kesadaran : GCS E4V5M6.
Gizi : kesan cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit, irama teratur
Respirasi : 20 kali/ menit, irama teratur
Suhu : 36,2oC per aksiler
VAS :9
C. Kepala
Bentuk mesocephal, simetris, luka (-), rambut hitam dengan uban, tidak
mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot(-)
D. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-),
lagoftalmus (-/-)
E. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)
F. Mulut
Sianosis (-), mukosa basah
G. Leher
Simetris, JVP tidak meningkat, pembasaran limfonodi (-), atrofi otot leher
(-), kaku (-), benjolan (-)
H. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
I. Thorax
1. Bentuk dada normochest, retraksi (-), pengembangan dada simetris.
2. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba pada SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising
(-)
3. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : simetris, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler normal, ronkhi basah kasar (-/-)
J. Toraks

4
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
K. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) 15 x/menit
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, bruit (-)
L. Ekstremitas
Oedem Akral dingin

- -
- -
Atrofi

- -
- -

M. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Otonom : BAK dan BAB dalam batas normal
Fungsi Koordinasi : sulit dievaluasi
Tanda Meningeal : (-)
Reflek Primitif : (-)
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus RF RP
2/2/4 5/5/5 N N +2/+2 +2/+2 - -
5/5/5 5/5/5 N N +2/+2+2/+2 - -

Nervus Cranialis
Nervus I : tidak dilakukan
Nervus II, III : pupil isokor (3 mm/3 mm), refleks cahaya
langsung dan tak langsung (+/+)
Nervus III,IV,VI : gerak bola mata dalam batas normal
Nervus VII, XII : dalam batas normal
Nervus V : reflek kornea (+/+)
Nervus VIII : dalam batas normal

5
Nervus IX, X : dalam batas normal
Nervus XI : otot sternokleidomastoideus dan trapezius dalam
batas normal

6
N. Range of Motion (ROM)

NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0-700 0-700
Ekstensi 0-400 0-400
Lateral bending kanan 0-600 0-600
Lateral bending kiri 0-600 0-600
Rotasi kanan 0-900 0-900
Rotasi kiri 0-900 0-900

Ekstremitas Superior ROM aktif ROM pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi terbatas 0-165o terbatas 0-165o
Ekstensi terbatas 0-60o terbatas 0-60o
Abduksi terbatas 0-170o terbatas 0-170o
Adduksi terbatas 0-50o terbatas 0-50o
External Rotasi terbatas 0-100o terbatas 0-100o
Internal Rotasi terbatas 0-70o terbatas 0-70o
Elbow Fleksi terbatas 0-140o terbatas 0-140o
Ekstensi terbatas 0-0o terbatas 0-0o
Pronasi terbatas 0-75o terbatas 0-75o
Supinasi terbatas 0-80o terbatas 0-80o
Wrist Fleksi 0-800 0-800 0-800 0-800
0
Ekstensi 0-70 0-70º 0-70º 0-70º
0
Ulnar deviasi 0-35 0-350 0-35 0
0-350
0
Radius deviasi 0-20 0-20º 0-20º 0-20º
Finger MCP I fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
MCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
PIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Ekstremitas Inferior ROM aktif ROM Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0-1350 0-1350 0-1350 0-1350
0
Ekstensi 0-30 0-300 0-300 0-300
Abduksi 0-450 0-450 0-450 0-450
0
Adduksi 0-30 0-300 0-300 0-300
Eksorotasi 0-450 0-450 0-450 0-450
Endorotasi 0-350 0-350 0-350 0-350
0
Knee Fleksi 0-135 0-1350 0-1350 0-1350
Ekstensi 0-00 0-00 0-00 0-00
0
Ankle Dorsofleksi 0-15 0-150 0-150 0-150

7
Plantarfleksi 0-450 0-450 0-450 0-450
Eversi 0-50 0-50 0-50 0-50
Inversi 0-50 0-50 0-50 0-50

O. Manual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideus 5
Ekstensor 5

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra


Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior 2 5
M Biseps 2 5
Ekstensor M Deltoideus anterior 2 5
M Teres mayor 2 5
Abduktor M Deltoideus 2 5
M Biceps 2 5
Adduktor M Lattissimus dorsi 2 5
M Pectoralis mayor 2 5
Internal M Lattissimus dorsi 2 5
M Pectoralis mayor 2 5
Rotasi
Eksternal M Teres mayor 2 5
M Infra supinatus 2 5
Rotasi
Elbow Fleksor M Biceps 2 5
M Brachialis 2 5
Ekstensor M Triceps 2 5
Supinator M Supinator 2 5
Pronator M Pronator teres 2 5
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 5
Abduktor M Ekstensor carpi radialis 5 5
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris 5 5
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 5
Ekstensor M Ekstensor digitorum 5 5

Ekstremitas inferior Dextra Sinistra


Hip Fleksor M Psoas mayor 5 5
Ekstensor M Gluteus maksimus 5 5
Abduktor M Gluteus medius 5 5
Adduktor M Adduktor longus 5 5
Knee Fleksor Harmstring muscle 5 5
Ekstensor Quadriceps femoris 5 5
Ankle Fleksor M Tibialis 5 5

8
Ekstensor M Soleus 5 5

P. Status Ambulasi
Skor ADL dengan Barthel Index
Activity Score
Feeding
0 = unable 5
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen 0
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri 5
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
Dressing
0 = dependen 5
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan
sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita,
dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema) 0
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani 0
sendiri
5 = occasional accident

9
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen 5
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal
sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk 5
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard 10
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun,
tongkat) > 50 yard
Stairs
0 = unable 5
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100) 35

Interpretasi hasil:
0-20 : ketergantungan total
21-60 : ketergantungan berat
61-90 : ketergantungan sedang
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri
Status Ambulasi: ketergantungan berat

10
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (18 Desember 2019)

Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI
Hb 11.9 g/dl 13.5 – 17.5
HCT 36  33-45
Eritrosit 3.78 106/l 4.50 – 5.90
Leukosit 4.0 103/l 4.5-11.0
Trombosit 179 103/l 150-450
HEMOSTASIS
PT 12.2 detik 10.0–15.0
APTT 29.1 detik 20.0-40.0
INR 0.940
KIMIA KLINIK
GDS 135 mg/dl 60-140
LDH 594 u/l 140-300
hs-CRP 2.03 mg/dl <0.85
Kreatinin 0.6 mg/dl 0.9-1.3
Ureum 16 mg/dl <50
ELEKTROLIT
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 3.7 mmol/L 3.3-5.1
Klorida 96 mmol/L 98-106

HbsAg reaktif nonreaktif Nonreaktif

Pemeriksaan Foto Humerus Kanan AP dan lateral (14 Desember 2019)

11
Kesimpulan :
Fraktur komplit pada 1/3 tengah os humerus kanan, dengan fragmen fraktur
distal contracted angulated kea rah medial disertai soft tissue swelling di
sekitarnya.

Pemeriksaan Thorak PA (14 Desember 2019)

Kesimpulan :
Tak tampak fraktur maupun dislokasi
Pulmo tak tampak kelainan
Cardiomegaly
Pemeriksaan Bone Survey tanpa Kontras (17 Desember 2019)

12
Kesimpulan:
Fraktur pada 1/3 tengah os humerus kanan, dengan terpasang fiksasi eksternal,
dapat merupakan fraktur patologis et causa metastasis bone disease

Pemeriksaan Foto Humerus Kanan AP dan lateral (18 Desember 2019)

Kesimpulan:
1. Terpasang fiksasi internal (plate and screw) pada 1/3 tengah os humerus kanan,
dengan garis fraktur (+) disertai soft tissue swelling di sekitarnya
2. Terpasang dain dengan tip terproyeksi pada regio 1/3 tengah humerus kanan

IV. ASSESSMENT
Post ORIF humerus dekstra ec CF Patologis ec suspek MBD Ca mammae

13
V. DAFTAR MASALAH
 Masalah medis :
1. Fraktur patologis humerus dekstra et causa suspek MBD Ca
mammae
2. Post ORIF humerus dekstra
 Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : nyeri dan keterbatasan gerak lengan kanan
2. Speech Terapi : tidak ada
3. Okupasi Terapi : status ambulasi
ketergantungan berat
4. Sosiomedik : tidak ada
5. Ortesa-protesa : arm sling
6. Psikologi : tidak ada

VI. PENATALAKSANAAN
a) Terapi Medikamentosa :
- Diet TKTP 2100 kkal ekstra telur + susu
- Posisi setengah duduk
- Infus RL:tutofusin 2:1 20 tpm
- Injeksi cefazolin 1gr/ 8 jam (1 hari)
- Injeksi ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Injeksi omeprazole 40 mg/ 12 jam
- Arm sling pertahankan 2 minggu
- Latihan mobilisasi duduk

b) Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi :
- General ROM exercise aktif dan pasif pada seluruh ekstremitas
- Electrical Stimulation
- Evaluasi fungsional hand
2. Speech terapi :
Tidak ada
3. Okupasi terapi :
- Latihan motorik halus pada tangan kanan seperti memegang,
menulis.

14
- Melatih pasien agar dapat menjalankan ADL sesuai fungsi awalnya
seperti mandi, makan.
- Menjelaskan untuk sementara tidak melakukan aktivitas berat
terlebih dahulu sampai keadaan umum dan motorik sudah
membaik.
- Modifikasi lingkungan pasien (memberi pegangan tangan di kamar
mandi, memberi karpet anti selip pada lokasi rumah yang
cenderung miring/licin, dsb).
4. Sosiomedik :
Edukasi terhadap keluarga pasien mengenai bagaimana perawatan
pasien dan pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan
membantu pasien untuk melakukan latihan rehabilitasi di rumah.
Memotivasi pasien untuk selalu berlatih sehingga dapat kembali
bekerja seperti semula.
5. Ortesa dan protesa :
Ortesa dan protesa berupa arm sling.
6. Psikologis :
Evaluasi status mental pasien dan merencanakan terapi psikologis
berdasarkan hasil pemeriksaan status mental pasien tersebut,
memberikan terapi supportif pada keluarga pasien. Mengawasi
adanya gejala-gejala depresi pada pasien.

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, HANDICAP


A. Impairment
Fraktur patologis humerus dekstra et causa suspek MBD Ca mammae,
post ORIF humerus dekstra.
B. Disabilitas
Gangguan berat Activity of Daily Living (perubahan sikap dari
berbaring, duduk dan berjalan), membutuhkan bantuan orang lain.
C. Handicap
Penurunan aktivitas sosial untuk sementara waktu.

VIII. PLANNING
Planning Diagnostik : -

15
Planning Terapi : - Fisioterapi:
Mobilisasi segera untuk mencegah terjadinya
komplikasi akibat tirah baring yang lama,
mencegah disabilitas, penderita dapat kembali
ke tingkat fungsional sebelum terjadinya
fraktur
- Okupasi terapi:
Target untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Planning Edukasi : - Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa
terjadi.
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan
yang dilakukan.
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan
untuk melakukan terapi.
Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi, ROM dan MMT.

16
IX. TUJUAN
A. Jangka pendek
1. Minimalisasi disabilitas pada pasien
2. Mempersingkat waktu perawatan
B. Jangka panjang
1. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan
aktivitas harian dan dapat kembali bekerja.
2. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot.
3. Memelihara ROM.
4. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit
yang diderita pasien.

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia

17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan
maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer
(2005) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang diabsorpsinya.

b. Penyebab Fraktur
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi
jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan keotot
dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah.
(Brunner & Suddarth,2005).
Long (2006) menjelaskan, penyebab fraktur adalah peristiwa trauma,
kecelakaan, dan hal-hal patologis. Smeltzer & Bare (2006) menyebutkan
bahwa fraktur terjadi akibat trauma langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan kontraksi otot yang ekstrim.

c. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad (2007):
1) Berdasarkan etiologi:
a) fraktur traumatik
b) fraktur patologis,
c) fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di
suatu tempat
2) Berdasarkan klinis:
a) Fraktur terbuka
b) Fraktur tertutup

18
c) Fraktur dengan komplikasi
3) Berdasarkan radiologi:
a) Lokalisasi
b) Konfigurasi
c) Ekstensi
d) fragmen

Ada beberapa subtipe fraktur secara klinis antara lain:


1) Fragility fracture
Merupakan fraktur yang diakibatkan oleh karena trauma minor.
Misalnya, fraktur yang terjadi pada seseorang yang mengalami
osteoporosis, dimana kondisi tulang mengalami kerapuhan. Kecelakaan
ataupun tekanan yang kecil bisa mengakibatkan fraktur.
2) Pathological fracture
Fraktur yang diakibatkan oleh struktur tulang yang abnormal. Tipe
fraktur patologis misalnya terjadi pada individu yang memiliki penyakit
tulang yang mengakibatkan tulang mereka rentan terjadi fraktur. Fraktur
pada seseorang yang diakibatkan oleh patologi bisa menyebabkan trauma
spontan ataupun trauma sekunder.
Tulang merupakan organ dan lokasi paling umum yang rentan
terhadap metastase kanker dan menyebabkan morbiditas yang cukup
serius. Selain itu, metastase kanker metastatic pada tulang akan membatasi
fungsi tulang sehingga menurunkan kualitas hidup dan bahkan
menyebabkan kematian yang sebagian besar disebabkan oleh
komplikasinya.
3) High-energy fraktur
High-energy fraktur adalah fraktur yang diakibatkan oleh adanya
trauma yang serius, misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan jatuh
dari atap sehingga tulangnya patah. Stress fracture adalah tipe lain dari
high-energy fracture, misalnya pada seorang atlet yang mengalami trauma

19
minor yang berulang kali. Kedua tipe fraktur ini terjadi pada orang yang
memiliki struktur tulang yang normal (Garner, 2008)
Beberapa ahli yang lain (Mansjoer, 2010) membagi jenis fraktur
berdasarkan pada ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan
paparan luar sebagai fraktur tertutup (closed fracture) dan fraktur terbuka
(open fracture).
Derajat fraktur tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
1) Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan adanya pembengkakan.
4) Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman terjadinya sindroma kompartement.
Derajat fraktur terbuka berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
Derajat 1: laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
1) Derajat 2: laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
2) Derajat 3: luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Price & Wilson (2006) juga membagi derajat kerusakan tulang


menjadi dua, yaitu patah tulang lengkap (complete fracture) apabila
seluruh tulang patah; dan patah tulang tidak lengkap (incomplete fracture)
bila tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Hal ini ditentukan oleh
kekuatan penyebab fraktur dan kondisi kerusakan tulang yang terjadi
trauma.
Smeltzer & Bare (2006) membagi jenis fraktur sebagai berikut:
1) Greenstick: fraktur sepanjang garis tengah tulang.

20
2) Oblique: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
3) Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.
4) Comminutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen/bagian.
5) Depressed: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam, sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah.
6) Compression: fraktur dimana tulang mengalami kompresi, biasanya
sering terjadi pada tulang belakang.
7) Patologik: fraktur pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget,
metastasis tulang, dan tumor).
8) Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
9) Epificial: fraktur melalui epifisis.
10) Impaction: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.

d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur secara tipikal adalah munculnya nyeri
yang diikuti oleh adanya pembengkakan. Pada banyak kasus, diagnosa
yang dibuat oleh dokter berbeda-beda, apakah benar-benar mengalami
patah tulang ataukah terjadi cedera jaringan lunak. Fraktur relatif mudah
untuk didiagnosa. Tanda-tanda yang umum terjadi meliputi, nyeri terus
menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
deformitas ekstremitas akibat pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai, fungsiolesa pada area fraktur, pemendekan tulang akibat kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur, krepitasi,
pembengkakan, dan perubahan warna lokal. Gejala yang muncul berbeda-
beda tergantung pada area dimana letak tulang yang patah. (Garner, 2008;
Smeltzer & Bare, 2006).

21
e. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan
tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama
masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi
yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula
karena tulang mempunyai kemampuan remodeling.
Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri,
Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar
terjadi penyatuan tulang kembali, Untuk mengembalikan fungsi seperti
semula. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi,
(tidak menggerakkan daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang
nyeri. Teknik imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips.
Bidai dan gips tidak dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama.
Untuk itu diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi
eksteral, atau fiksasi internal.
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
pada fraktur yaitu dilakukan bedah Open Reduction Internal Fixation
(ORIF). ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya
mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang
diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada
fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi
penyembuhan (Brunner&Suddart, 2003).

f. Fase penyembuhan tulang


Kriteria penyembuhan fraktur menurut Rasjad (2007):
1) Klinis : ada tidaknya pergerakan antar fragmen, tidak adanya rasa sakit,
adanya konduksi yaitu adanya kontinuitas tulang
2) Radiologi : trabekula tampak melewati garis patahan dan terbentuk
kalus.

22
Perkiraan penyembuhan tulang pada orang dewasa membutuhkan waktu 6-
16 minggu.

g. Komplikasi
Komplikasi awal fraktur meliputi syok, emboli lemak, sindrom
kompartemen, infeksi dan tromboemboli, serta koagulopati intravaskular
diseminata. Komplikasi lanjutan meliputi mal-union/ non union, delayed
union, nekrosis avaskular tulang, dan reaksi terhadap alat fiksasi interna
(Suratun, 2008).

23
DAFTAR PUSTAKA

Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures in
Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331

Helmi ZN. Buku Ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta: Salemba


Medika. 2011. p411-55

Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System Third
Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417-498

Sjamsuhidayat, de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH EDISI 3. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran ECG. 2011. p959-1083

24

Anda mungkin juga menyukai