Pendahuluan
Gagal jantung (heart failure/HF) merupakan penyakit yang progresif dan
proporsi epidemiologiknya semakin meningkat, mempengaruhi baik negara maju
maupun negara berkembang.1,2 Gagal jantung dikaitkan dengan harapan hidup
yang lebih pendek, peningkatan frekuensi rawat inap dan kualitas hidup (QoL)
yang buruk, dan merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang utama
termasuk di Indonesia.2,3 Namun, tidak ada penelitian besar yang mengeksplorasi
beban dan dampak HF di Indonesia. Faktor risiko HF yang sering ditemukan yaitu
hipertensi, penyakit jantung iskemik (IHD), obesitas, diabetes mellitus (DM), dan
penyakit jantung rematik (RHD).2,4
Anamnesis sangat penting dalam mendiagnosis penyakit kardiovaskuler.
Banyak gejala dapat bersumber dari kelainan kardiovaskuler tetapi gejala yang
umumnya berkaitan dengan kardiovaskuler adalah nyeri dada, sesak nafas yang
dipicu oleh aktivitas fisik, ortopnu, paroxysmal nocturnal dyspneu, kaki bengkak,
palpitasi, sinkop, klaudikasio intermiten dan fatique.4
Gagal jantung akut (AHF) adalah kondisi yang mengancam jiwa yang
membutuhkan penatalaksanaan segera, sehingga kunci penting adalah diagnostik
yang segera dan metode pengobatan yang benar sangat dibutuhkan.5,6 Terapi awal
harus mempertimbangkan presentasi klinis, patofisiologi yang berperan, faktor
pencetus dan kelainan jantung yang mendasari. Perhatian khusus harus diberikan
untuk polimorbiditas dan menghindari potensi bahaya iatrogenik.5 Namun,
beberapa metode pengobatan berbasis bukti sebagian besar bersifat simptomatis.
Landasan manajemen AHF adalah mengidentifikasi faktor pencetus dan fenotipe
spesifik. Pendekatan multidisiplin penting dalam AHF, yang dapat disebabkan
atau diperburuk oleh penyebab jantung dan non-jantung. Mekanisme patofisiologi
utama dalam AHF adalah kongesti, baik sistemik maupun di dalam organ (paru-
1
paru, ginjal, atau hati).6 Makalah ini mengulas patofisologi, diagnosis dan
manajemen HF kronis.
Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas
(misalnya sesak napas, pembengkakan pergelangan kaki dan kelelahan) yang
dapat disertai dengan tanda-tanda (misalnya meningkatnya tekanan vena jugularis,
ronki paru dan edema perifer) yang disebabkan oleh kelainan jantung struktural
dan fungsional yang mengakibatkan berkurangnya curah jantung dan / atau
peningkatan tekanan intrakardiak saat istirahat atau selama stres.4
Klasifikasi
Tidak ada sistem klasifikasi tunggal yang telah disepakati untuk HF.
Gambar. 1 merangkum sistem klasifikasi yang umum diikuti dalam manajemen
HF.3,4,7,8
2
b) Dekompensasi HF: Ketika kondisi "kronis" sebelumnya "stabil" pasien HF
tiba-tiba atau perlahan-lahan memburuk, itu disebut sebagai
"dikompensasi" HF.
c) HF onset baru / de novo: Pasien dengan gagal jantung onset baru / de novo
dapat muncul dengan gejala secara akut atau subakut (bertahap).
d) HF lanjut: Ini merujuk pada pasien dengan disfungsi jantung berat,
dekompensasi berulang dan gejala berat meskipun terapi medis standar
yang optimal telah dilakukan.
3
Studi memperkirakan bahwa pada pasien dengan klinis HF, prevalensi HF
dengan HFpEF adalah 50% (kisaran: 22-73%) pada populasi Barat.10 Perbedaan
utama profil pasien gagal jantung HFrEF dan HFpEF disebutkan pada Tabel 1.3,10
Tabel 1. Perbedaan yang menonjol pada pasien dengan HFrEF vs. HfpEF
HFrEF HFpEF
Patofisiologi dasar — penurunan fungsi sistolik Perubahan pengisian LV
LV
Vasodilator meningkatkan kinerja sistolik LV Vasodilator memiliki dampak kecil pada kinerja
sistolik LV
Stres / cedera miokard lebih jelas Inflamasi dan fibrosis miokard lebih menonjol.
HFrEF = heart failure with reduced ejection fraction; HFpEF = heart failure with preserved ejection fraction;
LV = left ventricular; MI = myocardial infarction; DCM = dilated cardiomyopathy; AF = atrial fibrillation;
VHD = valvular heart disease; LVH = left ventricular hypertrophy
Patofisiologi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan struktural
atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan pompa jantung. Manifestasi
kardinal dari gagal jantung adalah dispnea dan kelelahan yang dapat membatasi
aktivitas. Patofisiologi HF terkait dengan aktivasi progresif dari sistem
neuroendokrin untuk mengkompensasi volume sirkulasi efektif yang efektif, yang
menyebabkan total volume tubuh yang berlebihan dan insufisiensi sirkulasi.
4
Peristiwa ini berujung pada perkembangan kongesti pulmonal serta edema
perifer.11
5
Jika aktivasi SNS dan RAAS menghasilkan konsekuensi yang tidak
menguntungkan dan dampak prognostik negatif, aktivasi sistem kinin dan NP
mungkin memainkan peran yang menguntungkan.
Diagnosis
6
1) Gejala dan tanda kongesti vena paru dan / atau sistemik
2) Kelainan struktural atrium dan / atau ventrikel atau katup jantung
3) Bukti adanya gangguan pengisian ventrikel saat istirahat atau effort
4) Mengeksklusi diagnosis lain dari gejala yang tumpang tindih
5) Dokumentasi objektif penurunan exercise capacity
6) Peningkatan peptida natriuretik
a. Evaluasi klinis
Evaluasi klinis melibatkan anamnesis terinci (individu dan keluarga) dan
pemeriksaan fisik menyeluruh. Pengamatan berbagai tanda dan gejala selama
evaluasi klinis dapat membantu dalam penegakan diagnosis.3,4,11
Box 1. Poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi klinis HF
7
sebagai dasar untuk melabeli seseorang sebagai pasien HF. Selain itu, gejala
dan tanda gagal jantung (terutama bukti kongesti) harus dinilai pada setiap
kunjungan karena penting dalam memantau respons pasien terhadap
pengobatan.
b. Uji diagnostik
Penggunaan tes diagnostik bertujuan untuk membantu evaluasi klinis dan
mengkonfirmasi diagnosis HF dan adanya komorbiditas.
Investigasi awal yang penting harus mencakup hal-hal berikut:3,4,11
8
Gambar 4. Pendekatan diagnosis HF4
9
Penatalaksanaan
Manajemen HF yang berhasil melibatkan edukasi pasien, manajemen
nonfarmakologis, manajemen farmakologis dan dalam situasi tertentu diperlukan
implantasi alat dan / atau opsi revaskularisasi.4,9,10
a) Non Farmakologis
Manajemen HF non-farmakologis sama pentingnya dengan terapi obat-
obatan maupun implantasi alat yang digunakan untuk mengelola HF.
b) Manajemen farmakologis
Terapi farmakologis adalah fondasi manajemen HF. Meskipun tidak ada
banyak perbedaan antara pasien dengan HFrEF dan HFpEF sejauh menyangkut
prognosis, mereka berbeda dalam hal respons terhadap terapi. Khususnya,
pasien dengan HFrEF bahwa terapi farmakologis telah terbukti mengurangi
morbiditas dan mortalitas.3,4,9
b.1. Pasien dengan HfrEF3,4,13
Aktivasi neurohormonal memainkan peran utama dalam perkembangan HF.
Modulasi neurohormonal tidak hanya penting dalam meredakan gejala tetapi
juga dalam meningkatkan prognosis jangka panjang. Berbagai randomized
controlled trials telah menunjukkan manfaatnya untuk mortalitas dari
modulator neurohormonal seperti angiotensin converting enzyme (ACE)
inhibitors, angiotensin receptor blockers (ARBs), mineralocorticoid receptor
antagonists (MRAs), betablockers dan yang baru saja disetujui angiotensin
receptor neprilysin inhibitors (ARNIs) pada pasien dengan HFrEF. Diuretik
terutama digunakan untuk mengelola tanda dan gejala kongesti dan dapat
meningkatkan hasil klinis. 3,4,9
10
Tabel 2. Dosis yang dianjurkan4
11
Strategi pengobatan harus fokus pada penatalaksanaan komorbiditas
yang tepat seperti hipertensi, DM, dll., Pengurangan gejala dan
peningkatan kesejahteraan secara keseluruhan.
Diuretik direkomendasikan untuk meringankan gejala dan tanda pada
pasien yang kongesti.
Ada kurangnya bukti manfaat dengan ACE inhibitor dan ARB. Ada
beberapa bukti bahwa beta-blocker dan MRA mungkin memiliki efek
menguntungkan pada kelangsungan hidup pada kelompok pasien ini.
Untuk pasien dengan irama sinus, ada beberapa bukti bahwa nebivolol,
spironolacton dan candesartan dapat mengurangi rawat inap HF.
Kombinasi pelatihan ketahanan/resistensi tampaknya aman pada pasien
ini dan terbukti meningkatkan kapasitas exercise, skor fungsi fisik, dan
fungsi diastolik.
12
Secara ringkas penatalksanaan pasien HF digambarkan sebagai berikut
c) Perawatan lanjutan3,4
c.1. Device therapy
Banyak pasien dengan HFrEF akan membutuhkan terapi device untuk
mengelola HF, baik karena keparahan kondisinya atau karena adanya
kondisi komorbid.
d) Revaskularisasi4
Karena IHD adalah faktor risiko yang paling sering mendasari untuk
terjadinya HF, diagnosis IHD sangat penting untuk pengelolaan HF yang tepat.
Telah diamati bahwa CAD biasanya terlewatkan pada pasien dengan DM,
sehingga tes diagnostik yang tepat harus dipertimbangkan pada pasien dengan
DM. Semua pasien HF dengan CAD signifikan dan iskemia reversibel
(terdeteksi dengan PET scan, atau dobutamine stress thallium) harus
13
dipertimbangkan untuk revaskularisasi. Bahkan pada pasien dengan CAD
signifikan (meskipun terapi medis optimal) dan dengan iskemia reversibel yang
tidak diketahui, revaskularisasi ternyata bermanfaat dan harus
dipertimbangkan. Keputusan antara percutaneous coronary intervention (PCI)
dan coronary artery bypass graft (CABG) harus didasarkan pada hal-hal
sebagai berikut: 1) komorbiditas, 2) anatomi koroner 3) kesempurnaan yang
diharapkan dari revaskularisasi, dan 4) status klinis pasien. Strategi
revaskularisasi yang tepat memainkan peran penting dalam memperpanjang
hidup, mengurangi rawat inap, dan meningkatkan kualitas hidup.
e) Penatalaksanaan komorbiditas.3
HF adalah kondisi multimorbid. Kondisi komorbid dapat mengganggu
perawatan HF yang optimal dan, sebagai alternatif, pengobatan farmakologis
untuk HF dapat mempengaruhi komorbiditas. Selain itu, adanya komorbiditas
pada gagal jantung dikaitkan dengan prognosis yang buruk.
Ringkasan
Gagal jantung merupakan kelainan struktur atau fungsi jantung yang
menyebabkan kegagalan jantung untuk mengirimkan oksigen yang
dibutuhkan metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal.
Terdapat banyak penyebab gagal jantung yang mengakibatkan remodeling
ventrikel, pengurangan fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan ketidakseimbangan
neurohumoral.
Banyak gejala gagal jantung tidak spesifik. Keparahan HF dapat
diklasifikasikan berdasarkan struktur dan kerusakan jantung (ACC/AHA)
atau berdasarkan gejala atau aktivitas fisik (NYHA).
HF memiliki dampak besar pada kualitas hidup, termasuk aktivitas fisik
dan tekanan psikologis. Komorbid berdampak pada prognosis pasien HF.
Diagnosis HF yang adekuat meliputi skrining disfungsi jantung pada
pasien yang berisiko, mengkonfirmasi kecurigaan klinis dengan tindakan
14
diagnostik obyektif, dan mengidentifikasi fenotipe dan etiologi yang
mendasarinya.
ACE-inhibitor, beta-blocker dan MRA merupakan fondasi terapi HF,
mengingat manfaatnya terhadap penekanan mortalitas.
Respon terapi HFrEF dan HFpEF berbeda, terapi pada HFpEF bertujuan
untuk memperbaiki tanda dan gejala, karena belum ada pengobatan yang
terbukti meningkatkan prognosis pada HFpEF.
Pustaka
1. Savarese G and Lund LH. Global Public Health Burden of Heart Failure.
Card Fail Rev. 2017 Apr; 3(1): 7–11.
2. Ziaeian B and Fonarow GC. Epidemiology and aetiology of heart
failure.Nat Rev Cardiol. 2016 Jun;13(6):368-78.
3. Mishra S, Mohan JC, Nair T, Chopra VK, Harikrishnan S, Guha S, et al.
Management protocols for chronic heart failure in India. Indian Heart J.
2018 Jan-Feb; 70(1): 105–127.
4. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS,
et al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure: The Task Force for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure of the European Society of Cardiology
(ESC)Developed with the special contribution of the Heart Failure
Association (HFA) of the ESC.Eur Heart J. 2016 Jul 14;37(27):2129-2200.
5. Arrigo M, Nijst P, Rudiger A. Optimising Heart Failure Therapies in the
Acute Setting. Card Fail Rev. 2018. 4(1): 38–42.
6. Cerlinskaite K, Javanainen T, Cinotti R, Mebazaa A; Global Research on
Acute Conditions Team (GREAT) Network. Acute Heart Failure
Management. Korean Circ J. 2018. 48(6):463-480.
7. Yancy CW, et al. ACCF/AHA guideline for the management of heart
failure: a report of the american college of cardiology
Foundation/American heart association task force on practice guidelines.
Circulation. 2013;2013(128): e240–232.
8. Andronic AA, et al. Heart failure with mid-Range ejection fraction _a
new category of heart failure or still a gray zone. Maedica (Buchar).
2016;11:320– 324.
9. Mazurek JA and Jessup M.Understanding Heart Failure. Heart Fail Clin.
2017 Jan;13(1):1-19.
10. Dunlay SM, Roger VL, Redfield MM. Epidemiology of heart failure with
preserved ejection fraction. Nature Reviews Cardiology.2017. 14:591–
602.
11. Rao M and Kokkirala AR. Heart Failure.In: Ferri FF(Ed). Ferri's Clinical
Advisor 2019. Elsevier. Philadelphia. 2018.609-625.e1.
15
12. Volpe M, Carnovali M, Mastromarino V. The natriuretic peptides system
in the pathophysiology of heart failure: from molecular basis to treatment.
Clinical Science. 2015. 130 (2) 57-77.
13. Bloom MW, Greenberg B, Jaarsma T, Januzzi JL, Lam CSP, Maggioni
AP, et al. Heart failure with reduced ejection fraction. Nature Reviews
Disease Primers. 2017. 3: 17058.
16