Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DOSEN PENGAJAR:

Ns.Marnila Yesni,S.Kep

KELOMPOK II:

1. Syamsul bahri
2. Apriyatin
3. Rosmita
4. Rokhmah Y
5. Eci meirina
6. Elsi W
7. Tri H
8. Sigit BD
9. Ade irmawati
10. Andriyani
11. Inahariani H
12. Faridah
13. Riri N
14. H.Ridwan
15. Ahmad Z
16. Siptya W
17. Ismi N
18. Dodi Z
19. Asmiati S
20. Dewi N

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERKUMPULAN BAITURRAHIM


JAMBI
TAHUN 2022
1. Penyakit Chronic Heart Failure

Gagal jantung (heart failure) adalah sekumpulan gejala yang kompleks dengan
manifestasi klinis berupa gejala gagal jantung, adanya tanda retensi cairan dan
bukti obyektif terjadinya gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia [PERKI], 2015).
Menurut Yancy et al. (2013) HF merupakan sindrom klinis kompleks yang terjadi
karena gangguan fungsional atau struktural jantung dimana terjadi kegagalan
ventrikel untuk mengisi ruangnya dengan atau memompa darah. Manifestasi
utama dari HF adalah dispnea dan kelelahan yang dapat membatasi toleransi
aktivitas pasien dan terjadi retensi cairan yang menyebabkan kongesti paru atau
splanchnic dan atau edema perifer. Pada beberapa kasus HF, pasien dapat
ditemukan dengan keluhan gejala intoleransi aktivitas tetapi tidak disertai dengan
tanda-tanda retensi cairan sementara dalam kasus berbeda, keluhan utama pasien
dapat berupa edema, dispnea atau fatigue. Oleh karena tidak semua pasien
menunjukan tanda kelebihan cairan maka istilah HF lebih disukai daripada CHF.
Namun, berdasarkan analisis kelompok terhadap kasus yang diberikan maka
pasien telah menunjukkan tanda-tanda kelebihan cairan sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai CHF (Yancy et al., 2013; Figueroa & Peters, 2006).

Istilah HF seringkali diklasifikasi sebagai HF dengan penurunan fungsi sistolik


(penurunan fraksi ejeksi yang selanjutnya disebut dengan Heart failure with
Reduced Ejection Fraction (HFrEF) EF ≤ 40%) dan gangguan fungsi diastolik (fungsi
sistolik atau fraksi ejeksi normal). Gangguan diastolik ini disebut sebagai Heart
Failure with Preserved Ejection Fraction (HFpEF) dengan EF ≥ 50% (Yancy et al.,
2013; PERKI, 2015). Di lain pihak, tipe HF juga dapat diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu 1) Left-sided HF atau Left Ventricular Heart Failure (LVHF) terjadi ketika
jantung harus bekerja keras untuk memompa darah dalam jumlah adekuat ke
sistemik; 2) Right-sided HF atau Right Ventricular
Heart Failure (RVHF) terjadi sebagai akibat dari LVHF; 3) CHF (American Heart
Association [AHA], 2015).
Berbagai kondisi atau komorbiditi dapat berhubungan dengan peningkatan
kecenderungan HF. Berikut ini beberapa faktor risiko HF, meliputi:
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting dalam mencetuskan
HF. Hal ini berkaitan dengan peningkatan level diastolik dan tekanan darah
sistolik yang terjadi pada pasien dengan hipertensi. Insiden HF meningkat
pada pasien dengan tekanan darah yang tinggi, usia yang lebih tua dan durasi
menderita hipertensi yang lebih lama. Pengobatan jangka panjang pada
hipertensi dapat mengurangi risiko HF mencapai sekitar 50% (Yancy et al.
2013). Pada kasus pemicu dikatakan bahwa pasien mengalami hipertensi sejak
tahun 2013 dan pasien juga tidak teratur minum obat. Oleh karena itu, faktor
risiko terjadinya CHF pada pasien adalah hipertensi dan perkembangan
pathogenesisnya berkaitan dengan lama menderita hipertensi (±dua tahun) dan
hipertensi tidak terkontrol dengan pengobatan yang adekuat.
2. Diabetes Mellitus (DM)
Obesitas dan resistensi insulin merupakan faktor risiko penting lainnya dalam
pengembangan HF. DM dapat meningkatkan perkembangan HF pada pasien
tanpa penyakit struktur jantung dan menimbulkan efek yang buruk pada
outcomes pasien dengan HF (Yancy et al., 2013). Pada kasus, anamnesa telah
dilakukan dengan menanyakan riwayat DM atau riwayat penyakit yang sama
di keluarga. Kehadiran DM pada pasien dengan HF perlu mendapat perhatian
serius karena dapat mempercepat perburukan prognosis pasien.
3. Sindrom Metabolik
Pasien dengan sindrom metabolik minimal memiliki tiga hal dari kondisi
berikut seperti abdominal adiposity, hypertriglyceridemia, low-high density
lipoprotein, hypertension dan fasting hyperglycemia. Pengobatan yang
memadai untuk hipertensi, DM dan dislipidemia dapat secara signifikan
menurunkan perkembangan HF. Tingginya kadar kolesterol atau dislipidemia
dapat berkaitan dengan gaya hidup kurang aktivitas atau olahraga dan pola
diet yang tidak sehat (Yancy et al., 2013).
4. Penyakit Aterosklerotik
Penyakit aterosklerotik yang telah terdiagnosis (pada pembuluh darah koroner,
serebral atau perifer) memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi HF.
Oleh karena itu, pengendalian faktor risiko dan manajemen penyakit
aterosklerosis sangat diperlukan (Yancy et al., 2013).

Sindrom CHF muncul sebagai akibat dari kelainan pada struktur, irama, fungsi
atau konduksi jantung. Manifestasi klinis yang paling sering pada CHF adalah
disfungsi ventrikel yang dapat disebabkan oleh infark miokard (pada banyak
kasus disfungsi sistolik), hipertensi (disfungsi sistolik dan diastolik) atau
keduanya. Beberapa penyebab lainnya dari CHF meliputi, penyakit katup
degeneratif, kardiomiopati idiopatik dan kardiomiopati alkoholik (McMurray &
Pfeffer, 2005).

CHF tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung untuk


mempertahankan keadekuatan pengantaran oksigen tetapi juga menunjukkan
respon sistemik dalam mengkompensasi kekurangan tersebut. Curah jantung
adalah mekanisme jantung dalam mempertahankan sirkulasi yang optimal. Faktor
penentu curah jantung terdiri dari Heart Rate (HR) dan Stroke Volume (SV). SV
ini juga ditentukan oleh beberapa hal seperti beban preload (volume darah yang
masuk ke ventrikel kiri), kontraktilitas dan afterload (impedansi aliran dari
ventrikel kiri). Ketiga variabel tersebut berperan penting untuk memahami
konsekuensi patofisiologi HF dan pengobatan potensial yang perlu dilakukan
(Figueroa & Peters, 2006).

Preload dapat didefinisikan sebagai peregangan awal serabut otot jantung sebelum
terjadinya kontraksi. Preload sering dinyatakan sebagai tekanan akhir diastolik
yang secara klinis dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Perubahan
preload pada ventrikel dapat berdampak pada ventricular stroke volume. Hal ini
dapat terjadi karena adanya mekanisme Frank-Starling. Peningkatan preload akan
meningkatkan SV sedangkan penurunan preload akan menurunkan SV melalui
perubahan kekuatan kontraksi otot jantung. Preload tidak hanya tergantung pada
volume intravaskuler tetapi juga dipengaruhi oleh pembatasan pengisian ventrikel
misalnya akibat peningkatan tekanan positif pleura. Peningkatan ini dapat
mengurangi tekanan pada atrium kanan sehingga mengurangi pengisian ventrikel.
Afterload mengindikasikan upaya jantung dalam memompa darah untuk
mempertahankan kecukupan sirkulasi darah sistemik. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi afetrload seperti tonus arteriol sistemik, elastisitas aorta dan arteri
besar, ukuran dan ketebalan dari ventrikel, adanya stenosis aorta dan viskositas
darah. Tingginya resistensi vaskuler perifer dan tingginya tekanan darah
menyebabkan ventrikel harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Tekanan
darah yang tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan kegagalan fungsi
ventrikel (Figueroa & Peters, 2006; Black & Hawks, 2009).

Gangguan pada preload, afterload dan kontraktilitas dapat menyebabkan


terjadinya penurunan curah jantung. Ketika terjadi penurunan curah jantung,
jantung juga akan melakukan kompensasi baik dengan meningkatkan HR dan SV
untuk mempertahankan perfusi jaringan (Figueroa & Peters, 2006). Mekanisme
kompensasi jantung untuk mempertahankan curah jantung, meliputi:
1. Dilatasi dan Hipertrofi ventrikel
Dilatasi ventrikel menunjukkan terjadinya pemanjangan serabut otot jantung
untuk meningkatkan volume ruang jantung. Dilatasi berperan dalam
meningkatkan preload dan kemudian meningkatkan curah jantung. Hal ini
dikarenakan otot yang teregang akan menghasilkan kontraksi yang lebih kuat
(hukum Starling) (Black & Hawks, 2009). Selain dilatasi, remodeling jantung
lainnya adalah hipertrofi. Hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter
setiap serat otot jantung. Hipertrofi ini menunjukkan peningkatan beban kerja
jantung dalam memompa darah.
2. Peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis
Stimulusi adrenergik simpatetik menyebabkan terjadinya konstriksi alveolar,
takikardia dan peningkatan kontraktilitas miokard. Faktor penting yang
berperan dalam stimulasi ini adalah baroreseptor arterial (Black & Hawks,
2009). Pelepasan epinefrin dan norepinefrin bersama dengan substansi
vasoaktif Endotelin-1 (ET-1) dan vasopressin menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi, meningkatkan kalsium afterload dan meningkatkan masukan
kalsium sitosol melalui cyclic Adenosine Monophospate (cAMP). Peningkatan
masukan kalsium ke dalam miosit menyebabkan peningkatan kontraktilitas
miokard (inotropik) dan kegagalan relaksasi miokard (lusitropik). Di lain
pihak, vasokontriksi menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi vaskuler
perifer (dapat meningkatkan afterload). Peningkatan afterload dan
kontraktilitas miokard dengan disertai penurunan relaksasi jantung
mengakibatkan peningkatan pengeluaran energi miokard, dalam waktu
selanjutnya terjadi kematian sel miokard, pengembangan HF dan pengurangan
lebih lanjut dari curah jantung (Dumitru & Baker, 2015).
3. Stimulasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA).
Ketika terjadi penurunan aliran darah ke arteri renalis maka refleks
baroresptor akan terstimulasi dan terjadi pelepasan renin ke dalam sirkulasi
darah. Renin berinteraksi dengan angiotensinogen untuk memproduksi
angiotensin I. Angiotensin I akan berubah menjadi Angiotensin II melalui
perantara ACE. Angiotensin II ini merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat.
Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi arteri, mencetuskan pelepasan
norepinefrin dari sympathetic nerve endings dan menstimulasi medulla adrenal
untuk mensekresikan aldosteron. Aldosteron ini berperan dalam peningkatan
retensi air dan sodium. Oleh karena itu, stimulasi RAA berperan penting
dalam peningkatan volume plasma dan preload (Black & Hawks, 2009;
Dumitru & Baker, 2015).

Kompensasi jantung terjadi ketika mekanisme di atas berhasil dalam


mempertahankan keadekuatan curah jantung dan perfusi jaringan ketika terjadi
kondisi patologis. Jika mekanisme tersebut berhasil maka tubuh akan
menghasilkan substansi counter-regulatory untuk mengembalikan hemostatis
jantung. Akan tetapi, jika kondisi patologis tidak dikoreksi maka aktivasi
mekanisme kompensasi jantung dalam jangka lama akan menyebabkan perubahan
fungsi sel miokard dan produksi berlebihan neurohormon. Kondisi ini
menyebabkan transisi dari compensated heart failure menjadi decompensated
heart failure (Black & Hawks, 2009).

Kegagalan kompensasi jantung akan menyebabkan peningkatan jumlah darah


yang tersisa di ventrikel kiri pada akhir fase sistolik. Peningkatan residual darah di
ventrikel kiri menyebabkan penurunan kapasistas untuk menerima darah dari
atrium kiri. Tekanan di atrium kiri mengalami peningkatan sehingga atrium kiri
tidak mampu menerima darah dari sirkulasi pulmonal. Kondisi ini mengakibatkan
penumpukan darah di dalam vena pulmonaris sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah pada vena ini. Akibatnya terjadi transudasi cairan menuju ruang
ekstravaskuler dan mencetuskan edema paru. Peningkatkan tekanan pada sistem
vaskuler pulmonal menyebabkan peningkatan beban kerja ventrikel kanan dalam
memompa darah ke pulmonal sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi ventrikel.
Oleh karena itu, kegagalan ventrikel kanan seringkali mengikuti kegagalan
ventrikel kiri (Black & Hwaks, 2009).

Kegagalan ventrikel kanan akan menyebabkan banyaknya residual darah di


ventrikel dan atrium kanan tidak mampu menerima aliran balik darah dari vena
cava. Akibatnya, terjadi penumpukkan darah di pembuluh vena yang kemudian
mencetuskan terjadinya edema di perifer, pembesaran hati, asites dan sebagainya
(AHA, 2015).
Tabel berikut ini menjelaskan mengenai manifestasi klinis pada CHF, meliputi:
Tabel 1. Manifestasi Klinis CHF
Gejala Tanda

Tipikal Spesifik

a. Sesak nafas a. Peningkatan JVP


b. Ortopneu b. Refluks hepatojugular
c. Paroxysmal nocturnal dyspnoe c. Suara jantung S3 (gallop)
d. Toleransi aktifitas yang berkurang d. Apex jantung bergeser ke lateral
e. Cepat lelah e. Bising jantung
f. Begkak di pergelangan kaki
Kurang Tipikal Kurang Spesifik

a. Batuk di malam / dini hari a. Edema perifer

b. Mengi b. Krepitasi pulmonal


c. Berat badan bertambah >2 kg/minggu c. Sura pekak di basal paru pada perkusi
d. Berat badan turun (gagal jantung d. Takikardia
stadium lanjut) e. Nadi ireguler
e. Perasaan kembung/ begah f. Nafas cepat
f. Nafsu makan menurun g. Hepatomegali
g. Perasaan bingung (terutama pasien usia h. Asites
lanjut) i. Kaheksia
h. Depresi
i. Berdebar
j. Pingsan
Sumber: PERKI (2015)

Dalam mendiagnosis CHF, maka kriteria diagnosis yang digunakan adalah


Framingham criteria yang ditampilkan dalam tabel 2. Diagnosis ditegakkan jika
ditemukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor.
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Framingham
Kriteria Tampilan Tanda dan Gejala

Mayor a. Distensi vena leher


b. Orthopnea atau paroxysmal nocturnal dyspnea
c. Crackles (>10 cm diatas basis paru)
d. Cardiomegaly pada rontgen dada
e. S3 gallop
f. Central venous pressure > 12 mm Hg
g. Left ventricular dysfunction pada
echocardiogram
h. Weight loss > 4.5 kg dalam respon pengobatan
CHF
i. Acute pulmonary edema

Minor a. Bilateral ankle edema


b. Nocturnal cough
c. Dyspnea on exertion
d. Hepatomegaly
e. Pleural effusion
f. Tachycardia (> 120 beats/min)
Sumber: Figueroa & Peters (2006)

Berdasarkan kriteria di atas maka kasus tersebut memenuhi diagnosis CHF


dimana ditemukan tanda mayor seperti orthopnea, ronkhi basah halus pada kedua
basal paru dan cardiomegaly pada foto thoraks serta tanda minor misalnya edema
pada kedua tungkai dan takikardia.

Selain itu, gejala yang muncul pada pasien dalam kasus pemicu juga dapat
dikelompokkan sebagai akibat kegagalan fungsi ventrikel kanan dan kiri.
Tabel 3. Tanda dan Gejala Pasien pada Kasus Pemicu
Letak Kegagalan Tanda dan Gejala secara Tanda dan Gejala pada Pasien

Fungsi Teoritis

Left-side Heart Exertional dispnea, orthopnea, a. Exertional dispnea: sesak


Failure paroxysmal nocturnal dypnea, terjadi saat pasien
dyspnea saat istirahat, edema melakukan aktivitas ringan
pulmonal akut yang dapat seperti berjalan ke toilet.
disertai dengan wheezing dan

dispnea serta exercise

Letak Kegagalan Tanda dan Gejala secara Tanda dan Gejala pada Pasien

Fungsi Teoritis

Intolerance b. Orthopnea: pasien


mengatakan sesak
bertambah berat dan lebih
nyaman dengan posisi
setengah duduk. Sebelumnya
pasien dapat tidur dengan
nyaman jika menggunakan
tiga bantal.
c. Paroxysmal nocturnal
dypnea Pasien mengeluh
sering terbangun di malam
hari karena sesak.
d. Tanda edema paru:
takikardia, RR = 40 x/menit,
ada ronchi basah halus pada
kedua basal paru, batuk
disertai dahak.

Right-side Heart Edema (dependent edema: Edema pretibia, pembesaran


Failure terjadi berkaitan dengan gaya hepar
gravitasi misalnya pada posisi
terendah tubuh; edema pada

kulit dan soft tissues


menyebabkan bengkak pada
kaki dan tungkai),
hepatomegali, ascites,
peningkatan berkemih di
malam hari (nucturia).

Sumber: Gehlbach & Geppert (2004), Dumitru & Baker (2015), AHA (2015).

Klasifikasi HF dapat dilakukan berdasarkan kelainan struktur jantung maupun


berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
Tabel 4. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.

Sumber: PERKI (2015).


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan CHF meliputi:
1. EKG
Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) harus dikerjakan pada semua pasien yang
dicurigai mengalami gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil dalam mendiagnosis gagal jantung. Jika EKG normal, diagnosis gagal jantung
khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%) (PERKI, 2015).
Berikut ini contoh pembacaan EKG didapatkan sinus rythm, axis normal, HR 106 x/m,
gelombang P normal, PR interval 0,06 detik, R/S di V1 < 1, S di V1
+ R di V5/V6 > 35, ST-Tchange (-). Analisis hasil EKG tersebut sebagai
berikut:
a. Sinus rhythm dengan HR 106 x/menit (sinus takikardia) dapat disebabkan
karena pasien mengalami decompensate heart failure atau karena demam
(PERKI, 2015).
b. Aksis normal
Aksis normal menunjukkan arus listrik jantung lebih dominan ke arah
ventrikel kiri karena otot ventrikel kiri lebih tebal.
c. PR interval 0,06 detik
PR interval normal adalah 0,12-0,20 detik. Pada kasus PR interval kurang
dari 0,12 detik. Hal ini kemungkinan mengindikasikan Wolff-Parkinson-
White Syndrom (WPWS). Kondisi lainnya yang terjadi pada WPWS
seperti ditemukan gelombang delta, gelombang QRS yang sedikit melebar
akibat gelombang delta dan adanya abnormalitas gelombang ST/T.

d. R/S di V1 < 1
Menunjukkan normal. Jika R/S di V1 > 1 menunjukkan Right Ventricular
Hyperthrophy (RVH).

e. S di V1 + R di V5/V6 > 35
Menunjukkan terjadinya Left Ventricular Hyperthrophy (LVH).

Selain itu, kelompok juga menganalisis kecurigaan adanya Right Bundle


Branch Block (RBBB). Hal ini dikarenakan adanya gelombang R sekunder
pada lead prekordial kanan (V1-2) atau kita kenal sebagai gelombang rSR atau
"M" Shaped QRS complex.
2. Foto Toraks
Foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.
Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura
dan penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak
nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan
kronik. Pasien dapat ditemukan mengalami kardiomegali. Penyebabnya dapat
terkait dengan dilatasi ventrikel kiri (PERKI, 2015).
3. Ekokardiogram
Istilah ekokardiogram digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan
Tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya
pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel yang digunakan
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien yang memiliki sistolik
normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%) (PERKI, 2015).

4. Data Laboratorium
secara teoritis, pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal
jantung adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit),
elektrolit, kreatinin, Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati
dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan
klinis. Pada pasien CHF dapat ditemukan hasil anemia, hiponatremi,
hiper/hipokalemia (efek pengobatan), BNP > 400 pg/ml dan NT proBNP
>2000pg/ml (disebabkan oleh peningkatan tekanan dinding ventrikel),
peningkatan transaminase dan peningkatan troponin. Pemeriksaan troponin
dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai
dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak
sering terjadi pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi
gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard (PERKI, 2015).

2. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Chronic Heart Failure


Berikut ini contoh asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien
dengan CHF yang menggunakan pendekatan teori adaptasi Roy.

Adaptasi Komponen Hasil Pengkajian


Model

Model Oksigenasi a. Patient claim: pasien mengeluh


Fisik- mengalami sesak napas yang
Fisiologis semakin berat, sesak dikatakan saat
melakukan aktivitas ringan seperti
berjalan ke toilet, sesak dikatakan
hilang saat istirahat, sesak tidak
dipengaruhi cuaca dan emosi.
Pasien juga mengeluh sering
terbangun pada malam hari karena
sesak dan lebih nyaman dengan
posisi ½ duduk. Pasien mengeluh
batuk dan disertai dahak. Pasien
mengatakan berdebar-debar. Pasien
mengatakan memiliki riwayat
hipertensi dengan pengobatan yang
tidak teratur.
b. Physical assessment:
frekuensi pernapasan
40x/menit,
ronkhi basah halus pada kedua basal
pa ru, ditemukan papitasi (+),
tekanan darah 140/90 mmHg, HR =
92x/menit regular dengan isi dan
tegangan cukup dan pada perkusi
batas jantung ditemukan adanya
perbesaran jantung (batas jantung
atas ICS II linea sternalis sinistra,
batas jantung kanan ICS V linea
parasternalis dextra, batas jantung
kiri ICS VI lineaaxillaris anterior
sinistra)

c. Diagnostics test: foto toraks


menunjukkan kardiomegali, EKG
menunjukkan sinus takikardia
dengan pembesaran ventrikel kiri.
d. Assessment of stimuli: stimulus
fokal adalah CHF , stimulus
kontekstual adalah hipertensi
tidak terkontrol, edema paru
Nutrisi a. Patient claim: pasien mengeluh
mual, muntah (-)
b. Physical assessment: pada palpasi
ditemukan nyeri tekan
epigastrium, hepar teraba 2 jbac

c. Diagnostics test: tidak ada dalam


kasus. Dapat dilakukan
pemeriksaan lipid profil, darah
lengkap dan albumin
d. Assessment of stimuli: stimulus
fokal: proses penyakit CHF,
stimulus konstekstual kongesti
hepar
Eliminasi BAB dan BAK tidak ada keluhan

Aktivitas a. Patient claim: pasien mengeluh


dan sering terbangun pada malam hari
Istirahat karena sesak. Pasien mengatakan
merasa sesak setelah aktivitas
ringan seperti ke kamar mandi.
b. Physical assessment: - (dapat
kaji perubahan TTV selama
melakukan aktivitas ringan,
dapat ditemukan adanya
perubahan nadi dan tekanan
darah selama aktivitas).
c. Diagnostics test: hasil
EKG menunjukkan LVH
d. Assessment of stimuli: stimulus fokal:
proses penyakit CHF,
stimulus kontekstual: sesak
napas
Proteksi a. Patient claim: pasien mengeluh
demam hilang timbul
b. Physical assessment: suhu 36.7ºC
c. Diagnostics test: -
d. Assessment of stimuli: stimulus
fokal: proses penyakit CHF

Sense Tidak ada data (pengkajian mencakup fungsi


penglihatan, fungsi pendengaran, sensasi,
nyeri, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
diperlukan. Pengkajian stimulus baik fokal,

kontekstual dan residual).

Cairan, Elektrolit a. Patient claim: pasien mengeluh


dan bengkak pada kedua tungkainya
Keseimbangan (permasalahan cairan disini berkaitan
Asam Basa dengan fungsi sirkulasi pada pasien
dengan CHF). Pengkajian tambahan
yang perlu dilakukan seperti
pemeriksaan balance cairan, produksi
urine, intake cairan pasien, tanda

ketidakseimbangan elektrolit misalnya

fatigue, sakit kepala, pusing dan


sebagainya serta tanda
ketidakseimbangan asam basa.

b. Physical assessment: edema


pretibia, hepar teraba 2 jbac.
Pengkajian tambahan yang dapat
dilakukan seperti kondisi kulit
padaarea yang bengkak, sensasi
perifer misalnya kesemutan yang
dapat terjadi karena kekurangan
kalsium.
c. Diagnostics test: -
Pemeriksaan yang dapat
dilakukan seperti pemeriksaan
elektrolit, pemeriksaan darah
lengkap.

d. Assessment of stimuli: stimulus fokal:


proses penyakit CHF, stimulus
kontekstual: edema perifer

Fungsi Neurologis Tidak ada data (pengkajian yang dilakukan


mencakup pengkajian kognitif termasuk
memori dan bahasa, pengkajian kesadaran
seperti tingkat kesadaran, respon motorik,
respon nyeri, orientasi pasien, pemeriksaaan
fisik yang perlu dilakukan seperti
pemeriksaan nervus kranialis, GCS, vital
sign dan pemeriksaan penunjang seperti CT-
scan, EEG, pemeriksaan darah dan

sebagainya)

Fungsi Endokrin Pasien menyangkal riwayat kencing manis.


Pengkajian lainnya yang dapat dilakukan
mencakup kondisi oksigenasi, nutrisi,
aktivitas istirahat, cairan elektrolit,
eliminasi, proteksi, sense dan fungsi
neurologis yang berhubungan dengan
sistem endokrin. Pemeriksaan fisik
mencakup perubahan-perubahan yang
terjadi berkaitan dengan gangguan fungsi
endokrin dan pemeriksan penunjang seperti
gula darah, level PTH, pemeriksaan darah
lengkap

ataupun foto toraks dan sebagainya.

Model Konsep Diri Tidak ada data.

Pengkajian yang perlu dilakukan


mencakup citra diri, sensasi tubuh, ideal
diri, konsistensi diri, keyakinan spiritual
dan bagaimana keyakinan spiritual, moral
dan etika dapat mempengaruhi diri
individu.

Pengkajian lainnya adalah menentukan

stimulus fokal, kontekstual dan residual.

Model Peran Tidak ada data

Pengkajian mencakup fungsi peran primer,


sekunder dan tersier pasien, pemenuhan
peran dan hubungan pasien, permasalahan
dalam melaksanakan peran dan respon
pasien terhadap perubahan peran yang
dialami. Pengkajian lainnya adalah
menentukan stimulus fokal, kontekstual
dan

residual.

Model Interdependen Tidak ada data

Pengkajian yang perlu dilakukan


mencakup orang terdekat pasien, bentuk
sistem dukungan untuk pasien dan proses
member dan menerima dengan orang lain.

Pengkajian lainnya adalah menentukan

stimulus fokal, kontekstual dan residual.


Penerapan NANDA, NOC dan NIC dalam Asuhan Keperawatan Pasien
dengan Gangguan Kardiovaskuler

Diagnosa NOC NIC

Penurunan curah NOC : NIC :


jantung
Setelah dilakukan asuhan Cardiac Care
berhubungan dengan
selama……penurunan
perubahan preload,  Catat adanya
curah jantung teratasi disritmia jantung
afterload dan
dengan kriteria  Monitor tanda-tanda
kontraktilitas jantung
vital
hasil:  Monitor status
ditandai dengan palpitasi,
edema pretibia, tekanan kardiovaskuler,
Cardiopulmonal status:
perhatikan tanda
darah 140/90 mmHg,
 Tekanan darah penurunan curah
dispnea, orthopnea, jantung
sistolik dalam batas
paroxysmal nocturnal normal sesuai  Monitor status
dyspnea, suara ronchi di toleransi klien pernapasan (irama,
basal paru, batuk disertai  Tekanan darah kedalaman,
dahak. diastolik dalam batas penggunaan otot
normal sesuai bantu, suara napas
toleransi klien tambahan,
 HR dalam batas orthopnea)
normal (HR = 60-  Monitor serial EKG
100x/menit, irama  Kolaborasi
teratur, isi dan pemeriksaan
tegangan normal) ekokardiogram
 RR 16-20 x/menit,  Kolaborasi
teratur, tidak
ditemukan suara
napas tambahan pemberian diuretic,
vasodilator, obat-
 Indeks jantung dalam
batasan normal obatan antihipertensi.
 Saturasi oksigen
Regulasi hemodinamik
>95%
 Auskutasi bunyi
 Edema tidak ada jantung
 Distensi vena  Monitor sirkulasi
jugularis tidak ada perifer, CRT, warna
 Dispnea, orthopnea dan suhu ekstremitas
tidak ada Manajemen Cairan
 Output urine dalam
batasan normal  Monitor tanda
kecuali menggunakan kelebihan dan
diuretic kekurangan cairan
 Monitor balance
cairan
 Restriksi intake
cairan jika
diindikasikan
 Berikan terapi NaCl
sesuai indikasi,
perhatikan
hipokloremia
 Manajemen edema
seperti tinggikan
posisi tungkai bawah
untuk meningkatkan
aliran balik
Manajemen Elektrolit

 Monitor hasil
laboratorium
 Perhatikan tanda
hiper/hipokalemia
 Kolaborasi
pemberian diuretic
sesuai indikasi misal
hemat kalium
Pola nafas tidak NOC: NIC:
efektif berhubungan
Setelah dilakukan Respiratori Monitoring
dengan penumpukan
tindakan
cairan di paru ditandai  Monitor frekuensi,
keperawatan selama kedalaman, irama,
dengan pasien
mengeluh sesak napas, dan ekspansi dada
………..pasien
 Auskutasi bunyi
RR 40x/menit, menunjukkan napas, amati
orthopnea, sesak keefektifan pola nafas, adanya suara napas
diperberat saat aktivitas tambahan
misalnya ke kamar dibuktikan dengan kriteria  Berikan posisi
mandi, sesak muncul hasil: semifowler

pada malam hari dan Status respirasi:


ventrilasi

mengganggu tidur  Irama napas teratur,  Ajarkan teknik batuk


pasien. kedalaman normal efektif
 RR 16-20 x/menit  Monitor saturasi
 Tidak ada oksigen
dypnea, Terapi Oksigen
orthopnea
 Tidak ada  Berikan oksigen
penggunaan otot sesuai indikasi
bantu pernapasan  Pantau keefektifan
 Tidak ada suara napas pemberian oksigen
tambahan Peningkatan tidur
 Saturasi oksigen
 Ciptakan lingkungan
>95%
yang nyaman untuk
pasien
Status respirasi:
 Batasi jumlah
kepatenan jalan napas pengujung
 Rancang aktivitas,
 Pasien melaporkan
tindakan perawatan
mampu batuk efektif
dan waktu istirahat
pasien
 Berikan posisi yang
nyaman untuk tidur
dengan mengurangi
sesak yang
dirasakan.
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan
Setelah dilakukan Terapi aktivitas
ketidakseimbangan
tindakan
antara suplai dan  Bantu pasien
kebutuhan oksigen keperawatan selama …. memilih aktivitas
ditandai dengan sesak yang sesuai dan
pasien bertoleransi
dianjurkan sesuai
napas saat melakukan terhadap kondisi CHF nya
aktivitas ringan seperti  Bantu pasien
berjalan ke toilet, sesak aktivitas dengan kriteria
menyusun jadwal
berkurang dengan hasil: aktivitas yang
istirahat, hasil EKG dilakukan
Toleransi aktivitas
menunjukkan LVH.  Perhatikan
 Pasien melaporkan kecukupan
mampu terlibat kebutuhan istirahat
dalam aktivitas dan aktivitas pasien
ringan tanpa disertai Manajemen energy
dengan perubahan
 Kaji adanya faktor
tekanan darah, RR
dan HR yang menyebabkan
Level keletihan kelelahan
 Berikan nutrisi dan
 Pasien melaporkan intake makanan yang
tidak mengalami adekuat sesuai
penurunan motivasi kebutuhan kalori
dalam melakukan
aktivitas
 Adanya keseimbangan
antara aktivitas dan
istirahat pasien
Status perawatan diri  Monitor pasien akan
adanya kelelahan
 Pasien melaporkan fisik dan emosi
mampu melakukan secara berlebihan
ADL secara mandiri  Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
(takikardi, disritmia,
sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
 Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang
tepat.
Self care assistance
 Kaji kemampuan
pasien dalam
melakukan
perawatan diri
 Kaji kebutuhan
pasien dalam
perawatan diri
 Ajarkan keluarga
membantu pasien
dalam memeuhi
kebutuhan diri pasien
 Libatkan pasien
secara bertahap
dalam pemenuhan
kebutuhan perawatan
dirinya
DAFTAR PUSTAKA

american heart association. (2015). heart failure. diperoleh dari


http://www.heart.org/
barreras & turner. (2013). angiotensin ii receptor blockers. diperoleh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc1200815/
black, joyce m. dan hawks, jane h. (2009). medical surgical nursing: clinical
management for positive outcomes (8th ed.). st. louis: elsevier saunders

bulechek, g.m., butcher, h.k., & dochterman, j.m. (eds). (2013). nursing
interventions classification (nic) (6th ed.). st. louis: elsevier

centers for disease control and prevention. (2015). heart disease facts and
statistics. diperoleh dari http://www.cdc.gov/heartdisease/statistics.htm
chavey et al. (2006). heart failure: systolic dysfunction. diperoleh dari
http://www.med.umich.edu/1info/fhp/practiceguides/heart/hf06.pdf
dias, andrade, santos, oliveira & rodrigues. (2015). care for the elderly with two
primary neoplasms and metastases reasoned in the theory of callista roy. j
nurs ufpe on line 9(6):8285-94, june 2015. doi: 10.5205/r euol.7585-66362-
1-ed.0906201518
dokken, b.b. (2008). the pathophysiology of cardiovascular disease and diabetes:
beyond blood pressure and lipids. diabetes spectrum july 2008 vol. 21 no.
3 160-165 doi: 10.2337/diaspect.21.3.160
dumitru & baker. (2015). heart failure. diperoleh dari
http://emedicine.medscape.com
figueroa & peters. (2006). congestive heart failure: diagnosis, pathophysiology,
therapy, and implications for respiratory care. diperoleh dari
http://www.rcjournal.com/contents/04.06/04.06.0403.pdf
francis & tang. (2003). pathophysiology of congestive heart failure. diperoleh dari
http://sjhgcontent.s3.amazonaws.com/wp-
content/uploads/2014/10/pathphys.pdf
gehlbach & geppert. (2004). the pulmonary manifestations of left heart failure.
diperoleh dari
http://ether.stanford.edu/library/cardiac_anesthesia/drugs/pulmonary%20ma
nifestations%20of%20left%20heart%20failure.pdf
greyson. (2008). pathophysiology of right ventricular failure. crit care med 2008
vol. 36, no. 1 (suppl.) doi: 10.1097/01.ccm.0000296265.52518.70
P- ISSN: 2086-3071 | E-ISSN: 2443-0900 Jurnal Keperawatan
130 Vol. 10, No.2, Juli 2019, pp. 130-138
Please cite this article as: Malara, R. T., Syahrul, S., (2019). Effect of Nurse-led Educational
Interventions on Self-care of Adult
Patients with Heart Failure: A Systematic Review. Jurnal Keperawatan, 10(2), pp. 130-138.
http://dx.doi.org/10.22219/jk.v10i2.6509

LITERATURE REVIEW
Effect of Nurse-led Educational Interventions on Self-care of Adult Patients with
Heart Failure: A Systematic Review
Reginus Tertius Malara*a | Syahrul Syahrulb
aProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi Manado
bFakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10, Tamalanrea Indah, Kota Makassar 085256742698
*Email: malarareginus@gmail.com

1. Pendahuluan
Gagal jantung merupakan penyakit kronis dengan metode pengobatan yang kompleks dan
dalam jangka panjang (Yancy et al., 2013; Radhakrishnan & Jacelon, 2012). Sekitar 26 juta
orang
di dunia mengalami gagal jantung (Ambrosy et al., 2014). Prevalensi terjadinya gagal jantung
semakin meningkat seiring dengan proses penuaan penduduk, diperkirakan 6,5 juta orang
dewasa (≥ 20 tahun) di negara Amerika mengalami gagal jantung antara tahun 2011-2014
(Benjamin et al., 2018). Pada tahun 2030, diproyeksikan 46% dari populasi berusia 18 tahun
akan mengalami gagal jantung (Mozaffarian et al., 2015).
Berdasarkan konsep teori menunjukkan bahwa program manajemen penyakit gagal
jantung di masa depan yang berbasis di rumah sakit, rumah atau komunitas harus dapat
memanfaatkan program - program yang benar-benar untuk meningkatkan perawatan diri dan
hasilnya (Clark et al., 2016). Perawatan diri merupakan elemen penting dalam manajemen
komprehensif pasien dengan gagal jantung (Sedlar et al., 2017; Harkness, Spaling, Currie,
Strachan, & Clark, 2015). Tiga proses perawatan diri antara lain: pemeliharaan, persepsi gejala,
Introduction: Individual approaches, health education, and
professional care influence health conditions in heart failure patients.
Self-care of patients with heart failure is influenced by increased
knowledge. Objective: This study aimed to identify the effect of
individual patient education sessions led by nurses on self-care for
adults with heart failure (HF) both in hospitals, outpatient clinics and
at home or in the community. Methods: This research method uses a
systematic review. Data search uses the terms nurse, education, heart
failure, self-care taken from the Pubmed, Sciencedirect, Willey, and
ProQuest databases. The articles included are related to educational
interventions by nurses individually to patients related to heart failure
management. Results: This study’s results indicate that education
sessions led by nurses to patients with heart failure have been shown
to improve self-care abilities. These results suggest that nurse-led
patient education for adult patients with heart failure improves self-
care. Conclusion: Nurse-led training delivered in hospitals, outpatient
clinics, and at home using various methods has an impact on
enhancing self-care.
Keywords
Education, nurses, self-care, heart

Oleh karena
itu tujuan dilakukannya systematic review ini untuk mengevaluasi intervensi program
pendidikan pada pasien gagal jantung yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit kemudian
ditindak lanjuti.
Pendidikan merupakan bagian integral dari peran perawat, telah terbukti dapat
meningkatkan perilaku perawatan diri. Program pendidikan dalam keperawatan lewat
pertemuan pendidikan, kunjungan rumah, telenursing dan buku cetak efektif meningkatkan
peningkatan perawatan diri (Rodríguez-Gázquez, Arredondo-Holguín, & Herrera-Cortés, 2012).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bukti tentang pengaruh intervensi
pendidikan oleh perawat dan di tindak lanjuti baik di rumah sakit dan komunitas berkaitan
dengan perawatan diri.
2. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah systemetic review. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah: Orang dewasa dengan usia ≥ 18 tahun; di diagnosis gagal jantung tanpa
melihat lama menderita, tingkat keparahan, komorbid, pendidikan yang diberikan perawat yang
dilakukan di rumah sakit dan komunitas serta ditindaklanjuti. Selain itu berdasarkan pada tahun
publikasi (2011-2018) dan berbahasa Inggris. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
anak-anak, pendidikan dengan pendekatan multidisipliner ilmu, pendidikan ditujukan pada
pasien dan keluarga. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan database PubMed,
ScienceDirect, Willey, ProQuest dan daftar referensi lainnya yang relevan.
Pencarian awal dilakukan untuk mengidentifikasi bahasa dan daftar istilah, yang
kemudian digunakan dalam pencarian luas. Selain itu, penelusuran lebih lanjut dilakukan untuk
menemukan artikel yang sesuai. Hanya penelitian yang diterbitkan dalam bahasa Inggris yang
digunakan. Artikel yang dipilih kemudian disaring oleh penulis untuk menentukan kelayakan.
Kata kunci awal yang digunakan adalah: gagal jantung, pendidikan, perawat, perawatan diri,
pemeliharaan diri, manajemen diri. Daftar lengkap kata kunci yang digunakan: Heart
failure,chronic heart failure, acute heart failure, congestive heart failure, heart disease,
educational program, patient education, educational intervention, nursing, nurse-led education,
nurse-based education, self-care, self-management, self-care management, self-care behaviours,
self-care maintenance. Setelah melakukan pencarian dan beberapa tahapan kemudian dilakukan
seleksi studi yang berupa: 1)Tipe partisipan--Penelitian ini mempertimbangkan semua pasien
dewasa yang berusia ≥ 18 tahun dan terdiagnosis gagal jantung, tanpa mempertimbangkan
tingkat keparahan, lama menderita, dan komorbid; 2) Tipe intervensi -- Studi-studi yang
mengevaluasi intervensi pendidikan yang dilakukan di rumah sakit dan komunitas serta ditindak
lanjuti,intervensi pendidikan yang dipimpin oleh perawat terkait dengan gagal jantung, yang
berpengaruh dalam perawatan diri,pemeliharaan diri, dan manajemen diri di pilih, dalam ulasan
ini, pendidikan yang dipimpin perawat di artikan sebagai intervensi yang di rancang terhadap
pasien secara personal dan disampaikan oleh perawat. Hal yang dipertimbangkan

antara lain semua jenis pendidikan yang dipimpin oleh perawat, tanpa memperhatikan durasi
atau format, disampaikan saat pasien di ruang perawatan atau klinik rawat jalan dan di
tindaklanjuti serta berfokus pada pencegahan sekunder. Intervensi pendidikan yang dipimpin
perawat dipilih, untuk memudahkan dalam mengevaluasi komponen intervensi yang
berpengaruh untuk hasil dalam penelitian dibandingkan dengan pendekatan multidisiplin.
Untuk mengevaluasi pengaruh pendidikan yang dipimpin perawat, hanya studi dengan
intervensi oleh perawat yang di pilih. Studi yang menggunakan profesional lain tidak digunakan.
Studi-studi yang telah didapatkan dari database disaring berdasarkan informasi yang
terkandung dalam judul dan abstrak. Studi-studi yang menyertakan pembanding seperti
perawatan biasa atau perawatan standart.
1. Penilaian Kualitas Metodologi
Studi yang digunakan sebelumnya dinilai kualitas metodologinya. Pendoman penilaian
yang digunakan adalah the Clinical Appraisal Skills Programme (CASP) tool for RCTs (“CASP,
Clinical Appraisal Skills Programme,” 2013) dan Critical Appraisal Checklist for Quasi-
Experimental Studies (The Joanna Briggs Institute, 2017). Pedoman CASP memberikan
pendekatan berbasis bukti untuk menilai kualitas, kuantitas dan konsistensi desain studi khusus
3. Hasil Dan Pembahasan
Pendidikan Kesehatan dapat meningkatkan perawatan diri pasien
Tinjauan sistematik ini mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang dipimpin oleh
perawat dengan dampak yang positif terhadap Proses perawatan diri. Tiga penelitian
menunjukan bahwa pendidikan yang dipimpin oleh perawat meningkatkan perawatan diri klien
gagal jantung (Domingues, Clausell, Aliti, Dominguez, & Rabelo, 2011; Liou et al., 2015;
Sezgin,Mert, Özpelit, & Akdeniz, 2017). Tiga penelitian lainnya menunjukan bahwa pendidikan
yang dipimpin oleh perawat meningkatkan perilaku perawatan diri (Baptiste et al., 2016; Dracup
etal., 2014; Köberich, Lohrmann, Mittag, & Dassen, 2015). Dua penelitian menunjukan bahwa
pendidikan yang dipimpin oleh perawat meningkatkan manajemen perawatan diri (Baptiste etal.,
2016; Liou et al., 2015). Satu studi menunjukan pendidikan yang dipimpin oleh perawat
meningkatkan pemeliharaan perawatan diri (Masterson Creber et al., 2016). Secara keseluruhan
berbagai jenis intervensi pendidikan yang dilakukan perawat di rumah sakit dan dikomunitas
pada pasien dewasa dengan gagal jantung terbukti bermanfaat. Setting Penelitian Berdasarkan
delapan studi yang diidentifikasi. Sebanyak 1534 pasien yang terlibat dalam penelitian. Studi
dilakukan di Amerika (3) (Baptiste et al., 2016; Dracup et al., 2014;
al., 2015).
Karaktersitik intervensi
Pengukuran efek intervensi pendidikan yang dipimpin oleh perawat dan hasil penelitian
melalui proses tindak lanjut yang dilakukan selama 30 hari (Baptiste et al., 2016; Janssen-Boyne
Intervensi yang dipimpin oleh perawat. Dalam studi intervensi pendidikan perawat yang
terlibat antar lain: perawat (Baptiste et al., 2016; Domingues et al., 2011; Dracup et al., 2014;
Intervensi yang diberikan bervariasi
dari pendidikan verbal hingga tertulis. Instruksi verbal digunakan pada 3 studi penelitian
(
Pengetahuan yang tidak adekuat dan kesalahpahaman oleh pasien gagal jantung dapat
berpengaruh pada penggunaan keterampilan perawatan mandiri yang tidak tepat, seperti
kurangnya kepercayaan pada keterampilan perawatan diri (Liou et al., 2015). Secara
keseluruhan, materi pendidikan yang diberikan antara lain: Pengenalan gagal jantung, tanda dan
gejala, pengaturan berat badan, kepatuhan diet, aktifitas fisik, hambatan perawatan diri, dan
kepatuhan pengobatan (Baptiste et al., 2016; Domingues et al., 2011; Dracup et al., 2014;
Janssen-Boyne et al., 2014; Köberich et al., 2015; Liou et al., 2015; Masterson Creber et al.,
2016;
Sezgin et al., 2017).
Pasien yang dimasukan dalam studi ini diklasifikasikan berdasarkan kelas I-IV, the New
York Heart Association (NYHA) untuk menilai keparahan gagal jantung. Kelas I dimana
aktivitas
fisik yang tidak menyebabkan kelelahan, dyspnea, atau palpitasi; Kelas II ditetapkan sebagai
"gagal jantung ringan", dengan sedikit gejala yang dihasilkan dari aktivitas fisik, seperti
kelelahan, palpitasi, dyspnea atau angina pektoris; Kelas III ditetapkan sebagai “gagal jantung
sedang” dengan aktivitas fisik yang kurang dari normal yang mengarah ke gejala dan Kelas IV
“gagal jantung berat” mengacu pada pasien gagal jantung yang mengalami gejala bahkan saat
istirahat (Rogers & Bush, 2015; Tanai & Frantz, 2016). Usia Pasien yang dimasukan dalam
penelitian ini ≥ 18 tahun. Hanya Satu studi yang menentukan umur pasien lebih dari 30 tahun
(Liou et al., 2015). Proses perekrutan pasien dilakukan di rumah sakit sebanyak lima penelitian
(Baptiste et al., 2016;Domingues et al., 2011; Dracup et al., 2014; Liou et al., 2015; Masterson
Creber et al., 2016). Sebanyak tiga penelitian melakukan perekrutan di klinik rawat jalan
(Janssen-Boyne et al., 2014; Köberich et al., 2015; Sezgin et al., 2017).
Intervensi pembanding atau perawatan biasa/standart, didefinisikan sebagai perawatan
yang dilakukan dokter dua penelitian (Köberich et al., 2015), dokter dan perawat satu penelitian
(Dracup et al., 2014), perawat kardiovaskular satu penelitian (Janssen-Boyne et al., 2014) dan
empat studi hanya menyebutkan perawatan biasa (Domingues et al., 2011; Liou et al., 2015;
Masterson Creber et al., 2016; Sezgin et al., 2017). Satu penelitian tidak menggunakan intervensi
pembanding (Baptiste et al., 2016). Untuk mengukur perawatan diri klien gagal jantung empat
studi penelitian menggunakan Self-Care of Heart Failure Index (SCHFI V6.2) (Baptiste et al.,
2016; Liou et al., 2015; Masterson Creber et al., 2016; Sezgin et al., 2017), tiga penelitian
menggunakan the nine-item European Heart Failure Self-care Behaviour Scale (G9-EHFScBS)
(Dracup et al., 2014; Janssen-Boyne et al., 2014; Köberich et al., 2015) dan satu studi
menggunakan Instrumen perawatan diri berdasarkan the Council on Cardiovascular Nursing
Department of the American Heart Association (Domingues et al., 2011). Hasil dalam tinjauan
sistematis ini di kategorikan dalam tiga proses perawatan diri: pemeliharaan diri, persepsi
gejala, dan manajemen perawatan diri.
Tinjauan sistematik ini mengidentifikasi komponen perawatan diri klien dewasa dengan
gagal jantung. Secara keseluruhan, hasil setiap studi menunjukan peningkatan secara signifikan
terhadap komponen perawatan diri (Domingues et al., 2011; Janssen-Boyne et al., 2014; Liou et
al., 2015; Sezgin et al., 2017), manajemen diri (Baptiste et al., 2016; Liou et al., 2015), perilaku
perawatan diri (Dracup et al., 2014; Köberich et al., 2015), Pemeliharaan perawatan diri
(Baptiste et al., 2016; Masterson Creber et al., 2016). Tinjauan sistemik ini mengidentifikasi
delapan artikel yang menguji pengaruh intervensi pendidikan perawat dan pasien secara
individual yang dilakukan di rumah sakit, klinik rawat jalan dan dirumah atau komunitas
terhadap perawatan diri pasien dewasa dengan gagal jantung. Hasil tinjauan ini menunjukan
bahwa pendidikan yang dipimpin oleh perawatan dapat meningkat perawatan diri dan
komponennya.
Perawatan diri merupakan dasar untuk hidup pada pasien dengan kondisi kronis seperti
gagal jantung (HF) (Harkness et al., 2015). Pengambilan keputusan yang benar tentang
perawatan diri dapat membantu pasien dalam meningkatkan hasil secara klinis (Tsai, Wang,
Lee, Tsai, & Chen, 2015). Pengambilan keputusan mengandung 2 dimensi: perawatan diri dan
manajemen diri, dalam tinjauan sistematik ini perawatan diri dan manajemen diri dinilai
menggunakan instrumen Self-Care of Heart Failure Index (SCHFI) (Barbaranelli, Lee, Vellone,
&

Jurnal Keperawatan P- ISSN: 2086-3071 | E-ISSN: 2443-0900


Vol. 10, No.2, Juli 2019, pp. 130-138 135
Please cite this article as: Malara, R. T., Syahrul, S., (2019). Effect of Nurse-led Educational
Interventions on Self-care of Adult
Patients with Heart Failure: A Systematic Review. Jurnal Keperawatan, 10(2), pp. 130-138.
http://dx.doi.org/10.22219/jk.v10i2.6509
Riegel, 2014; Riegel, Lee, & Dickson, 2017) dan European Heart Failure Self-care Behaviour
Scale
(EHFScBS) (Köberich, Glattacker, Jaarsma, Lohrmann, & Dassen, 2013). Kedua instrumen telah
terbukti nilai validitas dan reabilitasnya dapat digunakan sebagai alat ukur perawatan diri
(Barbaranelli et al., 2014; Köberich et al., 2013). Beberapa penelitian RCT telah membuktikan
bahwa intervensi pendidikan yang diberikan oleh perawat berhubungan dengan peningkatan
perawatan diri (Otsu & Moriyama, 2012; Rodríguez-Gázquez et al., 2012).
Pendidikan dianggap sebagai salah satu intervensi kesehatan yang baik terutama pada
pasien gagal jantung (Riegel et al., 2017). Pendidikan menstimulasi pembangunan pengetahuan
baru yang memungkinkan pasien untuk belajar perilaku pencegahan atau promosi kesehatan,
tindakan pengendalian penyakit, strategi rehabilitasi dan pengambilan keputusan untuk
mendukung kehidupan yang sehat (Fernandes, Reis, & Torres, 2016). Program Pendidikan yang
berpusat pada pasien dapat meningkatkan perawatan perawatan diri, manajemen, dan
kepercayaan diri (Gonzaga, 2018; Siabani, Driscoll, Davidson, & Leeder, 2016), sebaiknya
ditunjang oleh pengguanaan telepon sebagai tindaklanjut untuk memperkuat tujuan belajar dan
perilaku perawatan diri meningkatkan pengetahuan, perilaku kesehatan (Baker et al., 2011).
Pedoman saat ini di AS, Eropa, dan Australia merekomendasikan keterlibatan keluarga
dalam pendidikan HF (Krum, Jelinek, Stewart, Sindone, & Atherton, 2011; Lefler, Hadley,
Tackett,
& Thomason, 2016). Beberapa uji coba yang dilakukan beberapa tahun terakhir dengan
memasukkan keluarga dalam intervensi pendidikan untuk anggota keluarga (Srisuk, Cameron,
Ski, & Thompson, 2017). Namun sejauh mana keterlibatan keluarga umumnya belum dapat
dijelaskan, karena sulit untuk memperkirakan apakah intervesi tersebut bagian dari dukungan
sosial. Mengingat dukungan sosial sangat penting terhadap hasil yang ingin dicapai pasien
dengan gagal jantung. Ini juga akan membantu dalam mengklarifikasi jenis dukungan apa yang
dibutuhkan individu yang tidak memiliki keluaga. Untuk keperluan tinjauan ini, hanya intervensi
yang ditujukan pada individu yang dimasukan. Agar dapat menyimpulkan dengan benar
pengaruh pendidikan yang di pimpin perawat pada mereka yang mungkin tidak memiliki
dukungan keluarga.
Tinjauan sistematik ini memiliki beberapa keterbatasan. Dalam pencarian artikel hanya
dilakukan seorang diri sehingga tidak dapat saling mengvalidasi artikel yang di dapatkan.
Sulitnya mendapatkan jenis artikel dengan design RCT menjadi hambatan, sehingga beberapa
artikel diambil dengan studi quasi-ekperimen non-blind.
4. Kesimpulan
Tinjauan sistematik ini menunjukan bahwa intervensi pendidikan yang dipimpin oleh
perawat memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan perawatan diri. Terlepas
dimana intervensi pendidikan diberikan baik di rumah sakit, klinik rawat jalan dan dirumah
atau komunitas. Meskipun dalam penyampaian pendidikan digunakan beberapa metode yang
berbeda. Namun memiliki kesamaan dalam komponen seperti materi dan penggunaan buku
harian/buku panduan dan video. Metode intervensi lanjutan (tindak lanjut telepon dan
kunjungan rumah) dipilih untuk memperkuat tujuan belajar, perilaku perawatan diri
meningkatkan pengetahuan, perilaku kesehatan.
Perawat memiliki peran penting dalam manajemen HF yang komprehensif. Selain
memberikan dukungan, perawat berada dalam posisi utama dalam menilai pengetahuan pasien,
kebutuhan belajar dan mengatasi pembelajaran hambatan dengan memperkuat penyampaian
pendidikan yang sesuai. Pendidikan yang dipimpin perawat mendukung pasien dalam
memperoleh pengetahuan, memberdayakan pasien untuk menjadi aktif dalam menanggapi
masalah kesehatan mereka. Ulasan ini menegaskan intervensi pendidikan dan
menindaklanjutinya, apakah melalui telepon atau tatap muka, dapat menyebabkan peningkatan
perawatan diri. Idealnya, perawat bekerja bersama profesional kesehatan lainnya, seperti
dokter umum, spesialis jantung, ahli diet, dan fisioterapis untuk mencapai hasil yang paling baik.

PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)


TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART
FAILURE (CHF)

Abstract
Kecemasan merupakan suatu masalah yang sering dialami oleh pasien Congestive Heart Failure
(CHF). Masalah ini dikaitkan dengan adanya tekanan psikologis dan masalah fisik yang dihadapi
oleh pasien Congestive Heart Failure (CHF) yang akan berdampak pada penurunan Health-
Related Quality of Live (HRQoL). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian
terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF). Desain
yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan melibatkan 40 orang responden yang dipilih
dengan menggunakan teknik consecutive sampling yang dibagi menjadi dua kelompok. Hasil uji
bivariat dengan menggunakan uji parametrik yakni independent t test menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan penurunan kecemasan yang bermakna antara kedua kelompok (p value
=0,0001). Disimpulkan bahwa terapi SEFT berpengaruh terhadap penurunan kecemasan pada
pasien Congestive Heart Failure (CHF). Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan untuk
diterapkan sebagai upaya mengatasi kecemasan pada pasien Congestive Heart Failure (CHF).

Downloads

References

AHA. (2012). Types of heart failure. Februari 10,


2017.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Classes-of-
Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp.

Anda mungkin juga menyukai