PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut
gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler
yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat
gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan
yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu,
gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan
perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat
jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada
orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat
penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-
penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan
lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara
tiba-tiba pada miokard infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit
(Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada
umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan
terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow
et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis
CHF
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat
dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam.
Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi fisiologis dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Gagal
jantung terjadi karena perubahan fungsi sistolik dan diastolic ventrikel kiri
karna defek structural atau penyakit intrinsik ( Black & hawks, 2014).
B. Etiologi
Gagal jantung disebabkan oleh kondisi yang melemahkan atau merusak
miokardium. Gagal jantung dapat disebabkan oleh factor yang berasal dari
jantung (misalnya penyakit atau factor patologis intrinsic) atau dari factor
ekstrenal yang menyebabkan kebutuhan berlebih dari jantung (Balck & Hawks,
2014).
1. Faktor intrinsik
Penyebab paling sering gagal jantung adalah penyakit arteri koroner (PAK).
PAK mengurangi aliran arah melalui arteri coroner sehingga mengurangi
penghantaran oksigen kemiokardium. Penyebab lain adalah miokardium,
selama infark miokard, miokardium kekurangan darah dan jaringan
mengalami kematian sehingga tidakdapat berkontraksi. Penyebab intrinsic
lainnya meliputi penyakit katup, kardiomiopati dan distrimia.
2. Faktor ekstrinsik
Faktor eksternal jantung meliputi peningkatan afterload (hipertensi),
peningkatan volume sekuncup jantung dari hipovelimia atau peningkatan
preload, dan peningkatan kebutuhan tubuh (kegagalan keluaran yang tinggi,
misalnya tirotoksikosis, kematian). Miokardium yang emnjadi lemah tidak
dapat menoleransi perubahan volume darah yang memasuki ventrikel kiri
(yang disebut load/beban), otot yang abnormal pada ventrikel karena
pembentukan jaringan parut setelah cedara dan masalah yang mengurangi
kontraktilitis otot jantung. Beban jantung yang abnormal terjadi ketika
tekanan atau volume darah diventrikel meningkat, terjadilah perenggangan
berlebih dan penurunan kontraksi. Dengan demikian beban jantung
meningkat sebagai usaha untuk menggerakan darah. Beban jantung yang
sudah preload dan ofterload terjadi dalam kondisi normal dan abnormal.
C. PATHOFISIOLOGI
Jantung yang sehat akan mencukupi kebutuhan oksigen melalui cadangan
jantung. Cadangan jantung adalah kemampuan jantung untuk meningkatkan
curah jantung sebagai respon terhadap stress. Jantung yang normal dapat
meningkatkan keluarannya hingga lima kali lipat tingkat istirahat. Jantung yang
mengalami kegagalan pada waktu istirahatpun memompa semaksimal mungkin
sehingga kehilangan cadangan jantung. Jantung yang lemah memiliki
kemampuan terbatas untuk merespon kebutuhan tubuh terhapat peningkatan
keluaran dalam keadaan stress.
Jika curah jantung tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolic tubuh ,
mekanisme kompensasi diaktifkan, termasuk respon neurohormonal.
Mekanisme ini membantu meningkatkan kontraksi dan mempertahankan
integritas sirkulasi tetapi, jika terus berlangsung akan menyebabkan
pertumbuhan otot yang abnormal dan rekonfigurasi (remodeling) jantung.
Respon kompensatorik terhadap penurunan curah jantung merupakan dilatasi
ventikel, peningkatan stimulasi system saraf simpastis dan aktivitas system
renin-angiotensin. Kompensasi jantung terjadi ketika mekanisme kompensasi
awal seperti dilatasi ventrikel, peningkatan stimulasi system saraf simpatis dan
stimulasi renin-angiotensin berhasil memepertahankan curah jantung yang
adekuat. Jika perubhan patologis yang mendasari tidak dikoreksi, aktivasi
mekanisme kompensasi jangka panjang akhirnya akan menyebabkan
perubahan fungsi sel miokardium dan produk neurohormon berlebih. Jika
mekanisme kompensasi gagal, jumlah darah yang tersisa pada ventrikel kiri
pada akhir diastolic meningkat. Peningkatan darah residual ini menurrunkan
kapasitas ventrikel untuk menerima darah dari atrium kiri. Atrium kiri harus
bekerja lebih keras untuk mengejeksi darah, berdilatasi dan hipertropi. Atrium
tidak dapat menerima jumlah penuh darah yang masuk dari vena pulmonal dan
terjadi peningkatan tekanan atrium kiri, hal ini akan mengakibatkan edema
paru, akibatkan akan terjadi kegagalan ventrikel kiri. Ventrikel kanan, karena
peningkatan tekanan pada system vaskularpulmonal, sekarang harus berdilatasi
dan hipertropi untuk memenuhi beban kerja yang meningkat. Akhirnya
ventrikel kananpun akan mengalami kegagalan. Pembengkakan system vena
akan berlanjut kebelakang sehingga menyebabkan kongesti pada saluran
gastrointestinal, hati, visera, ginjal, tungkai, dan sacrum. Edema merupakan
manisfestasi paling utama pada gagal jantung(Black & Hawks, 2014).
D. PATHOFLOW
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan
dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).
Gambaran klinis jantung sering dipisahkan menjadi efek ke depan (forward)
atau efek kebelakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri jantung sebagai
titik awal serangan. Efek ke depan dianggap “hilir” dari miokardium yang
melemah. Efek ke belakang dianggap “hulu” dari miokardium yang melemah.
1. Efek ke depan gagal jantung kiri
a. Penurunan tekanan darah sistemik
b. Kelelahan
c. Peningkatan kecepatan denyut jantung
d. Penurunan pengeluaran urin
e. Ekspansi volume plasma
2. Efek ke belakang gagl jantung kiri
a. Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring.
b. Dispnea (sesak napas)
c. Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan
3. Efek ke depan gagal jantung kanan
a. Penurunan aliran darah paru
b. Penurunan oksigenasi darah
c. Kelelahan
d. Penurunan tekanan darah sistemik (akibat penurunan pengisian jantung
kiri) dan semua tanda gagal jantung kiri
4. Efek ke belakang gagal jantung kanan
a. Peningkatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan kaki dan
tangan
b. Distensi vena jugularis
c. Hepatomegali dan splenomegali
d. Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat
mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan
F. KOMPLIKASI
1. Stroke
2. Penyakit katup jantung
3. Infark Miokard
4. Emboli pulmonal
5. Hipertensi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia
vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung,
hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)
H. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi
oksigen dengan pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
Penatalaksanaan Medis :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
b. Digitalisasi
- dosis digitalis
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
c. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
d. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
e. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
- Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
- Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan
dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal
jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas,
tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur.
Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-
80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 (2-3 liter/menit) dan menurunkan
konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.
8. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
a. Dosis digitalis
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien
usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat:
1) Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan
2) Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan
9. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
10. Hentikan rokok dan alkohol.
11. Revaskularisasi koroner.
12. Transplantasi jantung.
13. Kardoimioplasti
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan Utama
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas
saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari
dua buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
b. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
c. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
d. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung,
steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
e. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
f. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
g. Postur, kegelisahan, kecemasan
h. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat
perkembangan CHF.
Diagnosa
N Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi
o Hasil
AcidBase Managemen
- Monitro IV line
- Pertahankanjalan nafas paten
- Monitor AGD, tingkat elektrolit
- Monitor status
hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
- Monitor adanya tanda tanda gagal
nafas
- Monitor pola respirasi
- Lakukan terapi oksigen
- Monitor status neurologi
- Tingkatkan oral hygiene
5 Kelebihan volume NOC : Fluid management
cairan b/d Electrolit and acid base - Pertahankan catatan intake dan
berkurangnya curah balance output yang akurat
jantung, retensi cairan Fluid balance - Pasang urin kateter jika
dan natrium oleh diperlukan
ginjal, hipoperfusi ke Kriteria Hasil: - Monitor hasil lAb yang sesuai
jaringan perifer dan - Terbebas dari edema, dengan retensi cairan
hipertensi pulmonal efusi, anaskara (BUN ,Hmt ,osmolalitas urin)
- Bunyi nafas bersih, - Monitor status hemodinamik
tidak ada termasuk CVP, MAP, PAP, dan
dyspneu/ortopneu PCWP
- Terbebas dari distensi - Monitor vital sign
vena jugularis, reflek - Monitor indikasi retensi /
hepatojugular (+) kelebihan cairan (cracles, CVP ,
- Memelihara tekanan edema, distensi vena leher, asites)
vena sentral, tekanan - Kaji lokasi dan luas edema
kapiler paru, output - Monitor masukan makanan /
jantung dan vital sign cairan dan hitung intake kalori
dalam batas normal harian
- Terbebas dari - Monitor status nutrisi
kelelahan, kecemasan - Berikan diuretik sesuai interuksi
atau kebingungan - Batasi masukan cairan pada
- Menjelaskanindikator keadaan hiponatrermi dilusi
kelebihan cairan dengan serum Na < 130 mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk
Fluid Monitoring
-Tentukan riwayat jumlah dan tipe
intake cairan dan eliminasi
-Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi hati,
dll)
-Monitor serum dan elektrolit urine
-Monitor serum dan osmilalitas urine
-Monitor BP, HR, dan RR
-Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung
-Monitor parameter hemodinamik
infasif
-Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
-Monitor tanda dan gejala dari
odema
6 Cemas b/d penyakit NOC : NIC :
kritis, takut kematian Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
atau kecacatan, Coping kecemasan)
perubahan peran Impulse control -Gunakan pendekatan yang
dalam lingkungan Kriteria Hasil : menenangkan
social atau -Klien mampu -Nyatakan dengan jelas harapan
ketidakmampuan yang mengidentifikasi dan terhadap pelaku pasien
permanen. mengungkapkan gejala -Jelaskan semua prosedur dan apa
cemas yang dirasakan selama prosedur
-Mengidentifikasi, -Pahami prespektif pasien terhdap
mengungkapkan dan situasi stres
menunjukkan tehnik -Temani pasien untuk memberikan
untuk mengontol keamanan dan mengurangi takut
cemas -Berikan informasi faktual mengenai
-Vital sign dalam batas diagnosis, tindakan prognosis
normal -Dorong keluarga untuk menemani
-Postur tubuh, ekspresi anak
wajah, bahasa tubuh -Lakukan back / neck rub
dan tingkat aktivitas -Dengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan -Identifikasi tingkat kecemasan
berkurangnya -Bantu pasien mengenal situasi yang
kecemasan menimbulkan kecemasan
-Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
-Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
-Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
7 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
b/d keterbatasan Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
pengetahuan process -Berikan penilaian tentang tingkat
penyakitnya, tindakan Kowledge : health pengetahuan pasien tentang proses
yang dilakukan, obat Behavior penyakit yang spesifik
obatan yang diberikan, Kriteria Hasil : -Jelaskan patofisiologi dari penyakit
komplikasi yang -Pasien dan keluarga dan bagaimana hal ini
mungkin muncul dan menyatakan berhubungan dengan anatomi dan
perubahan gaya hidup pemahaman tentang fisiologi, dengan cara yang tepat.
penyakit, kondisi, -Gambarkan tanda dan gejala yang
prognosis dan program biasa muncul pada penyakit,
pengobatan dengan cara yang tepat
-Pasien dan keluarga -Gambarkan proses penyakit, dengan
mampu melaksanakan cara yang tepat
prosedur yang -Identifikasi kemungkinan penyebab,
dijelaskan secara benar dengna cara yang tepat
-Pasien dan keluarga -Sediakan informasi pada pasien
mampu menjelaskan tentang kondisi, dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim -Hindari harapan yang kosong
kesehatan lainnya. -Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
-Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
-Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
-Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
-Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
-Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
-Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M., 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC) 6th Edition.USA : Elsevier Mosby.
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
NANDA. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. The North
American Nursing Diagnosis Association. Philadelphia. USA
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
3. ANALISA DATA
Hari/ Tgl/
No Symtom Etiologi Problem TTd
Jam
1. Selasa Ds : Pasien mengatkan Keletihan Ketidak
25/10/2016 dadanya sesak sekali. otot efektifan
J 10.50 Do : Ku: Lemah & CM, GCS pernafasan pola nafas
WIB 15 pasien tampak sesak,
TD:161/ 89 MmHg, N:
143x/ mnt, S:39,6°C,
RR:40 x/mnt, SpO2:
80%. Terapi dokter O2 8
Lpm (NRM), inj
furosemid 2 Amp, Inf RL
10 tpm.
2. Selasa DS: Pasien mengatkan Penyakit Hipertermi
25/10/2016 badannya panas.
J 10.55 DO: S: 39,6°C, L: 18,1
WIB
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidak efektifan pola nafas b/d keletihan otot-otot pernafasan.
b. Hipertermi b/d proses penyakit.
5. INTERVENSI
No Tgl Dx NOC NIC
1. 25/10/2016 I -Respiratory status: Ventilation Airway Management
J 10.50 -Vital Sign status 1. Posisikan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi.
keperawatan 1X45 mnt 2. Auskultasi suara nafas,
diharapkan gangguan pola catat adanya suara
nafas teratasi. tambahan.
-Kriteria hasil 3. Monitor respirasi dan
- TTV dalam rentang normal. status O2.
4. Monitor aliran O2.
5. Monitor TTv.
6. Monitor sianosis perifer.
7. Kolab pemberian O2.
II -Hidration Temperatur Regulation
-Immune status 1. Monitor Suhu
-Adherence behavror 2. Monitor Td, N, RR
-Risk control 3. Monitor tanda-tanda
-Risk detection hipertermi
Setelah dilakukan tindakan 4. Tingkatkan cairan &
keperawatan 1X60 mnt nutrisi
diharapkan hipertermi teratasi. 5. Kolaborasi anti piretik
Kriteria Hasil:
- GDS stabil
Temperatur stabil 36,5-37 °C.
6. IMPLEMENTASI
No
Tgl/Jam Implementasi Respon
Dx
I 25/10/2016 - Mengkaji kel pasien DS : Pasien mengatakan sesak nafas
I,II J 10.50 - Monitor TTV sudah 3 hari dan badan terasa
- Memberikan posisi yang panas.
nyaman DO: Pasien sesak, gelisah GCS: E4
V5 M6, TD:161/ 89 MmHg, N:
143x/ mnt, S: 39,6°C, RR: 40
x/mnt, SpO2: 80%, L: 18,1.
I,II 25/10/2016 - Kolaborasi pemberian O2 DS: Pasien mengatakan sedikit
J 11.00 NRM 8 Lpm. nyaman setelah dipasang O2.
- Memasang inf Rl 10 tpm. DO: Pasien dipasang O2 NRM 8 Lpm,
- Melakukan EKG. EKG, inj Furosemid 2 apl, Urin
- Kolaborasi pemberian Inj 300 cc, pasien tampak nyaman,
furosemid 2 apl. Spo2: 90%.
- Memasang F.C no 16.
Menganjurkan untuk
memakai pakaian yang
tipis.
II 25/10/2016 - Memberikan posisi yang DS: -
nyaman. DO: Pasien tampak nyaman.
- Menganjurkan pasien
untuk membatasi gerak.
- Kolaborasi dengan
keluraga untuk
membantu pasien.
7. EVALUASI
No
Tgl/jam Evaluasi
Dx
I 25/10/2016 S: Pasien mengatakan masih sesak
J 12.30 O: - Ku: sadar lemah, GCS 15, Gelisah (-),
- TD: 10/80 MmHg S: 39°C
N : 10 x/mnt Spo2: 90%
RR: 35 x/mnt
- Terpasang O2 8 Lpm dengan NRM
- Inj Furosemid 2 Apl (+) IV
- Terpasang Inf RL 10 tpm
- Terpasang Dc dengan urin 300 cc
A: Ketidak efektifan pola nafas belum teratasi
P: - Perhatika Intervensi 1-7
- Serah terima dengan perawat ICU
II 25/10/2016 S: Pasien mengatakan badannya masih panas
J 12.30 O: Ku: sadar, inf (+), Inj (+), S: 39°C.
A: Hipertermi belum teratasi
P: - Lanjutkan Intervensi 1-5
- Kolaborasi & serah terima dengan perawat ruang ICU
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang study kasus tentang “Asuhan
Keperawatab pada Ny”J” dengan CHF di ruang IGD RSUD Dr R Soetijono
Blora”.
Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang hasil study kasus
“Asuhan Keperawatab pada Ny”J” dengan CHF di ruang IGD RSUD Dr R
Soetijono Blora”. Kondisi pasien yang di laporkan oleh penulis mengenai proses
keperawatan yaitu mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi
kendala dan upaya yang di lakukan dan pertimbangan faktor pendukung yang ada.
Pembahasan ini juga memuat tentang pembenaran data yang kurang sempurna
dan masalah keperawatan yang seharusnya di angkat oleh penulis.
A. Pengkajian
Pengkajian data yang dilakukan oleh penulis yaitu pengkajian yang
dikhususkan pada data – data yang menunjang pada diagnosa yang ditemukan
yang mendukung proses keperawatan pada pasien dengan gastroenteritis, baik itu
data yang sesuai dengan teori dan kasus, data yang terdapat di teori namun tidak
ditemukan di kasus, serta data yang ada dalam kasus namun tidak ada dalam teori
yang menunjang diagnosa.
Pengkajian ini dilakukan pada hari Selasa, 25 Oktober 2016 pukul 11.00 WIB
di ruang IGD RSUD Dr. Soetijono Blora dengan metode autoanamnesa,
alloanamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan rekam medis.
Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yang penulis dapatkan pada data
pengkajian.
1. Data yang ada dalam teori dan muncul dalam kasus, yaitu : Pada saat
melakukan anamnesa, penulis menemukan data pasien Pasien kiriman dari
PKM Kunduran dengan sesak nafas dan sudah dirawat 3 hari yang lalu. Pasien
terjatuh dikamarmandi PKM Kunduran, keadaan umum pasien sesak,
kesadaran CM dengan tanda vital TD: 161/ 89 MmHg, N: 143 x/ mnt, S:
39,5°C, RR: 40 x/mnt, SpO2: 80%, GDS: 115, GCS: E4M6V5. Pasien
gelisah, resiko jatuh tinggi, BB 120 kg. Hasil laborat: Hb : 12,6, L: 18,1,Tr:
350, Hr : 25,4. Terapi dokter jaga UGD : O2 NRM 8 Lpm, Furosemid 2 ampl,
Infus RL 10 tpm, pasang F.C. Riwayat aleri : tidak tau dan belum pernah
alergi apapun.
2. Diagnosa Keperawatan
Pembahasan ini terdiri dari masing-masing diagnosa keperawatan
dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam proses
keperawatan. Adapun diagnosa yang muncul adalah sebagai berikut :
Diagnosa yang ada dalam teori dan muncul pada kasus:
a. Ketidak efektifan pola nafas b/d keletihan otot-otot pernafasan.
b. Hipertermi b/d proses penyakit.
3. Intervensi
Menurut NANDA NIC NIC menyatakan intervensi meliputi :
a. Ketidak efektifan pola nafas b/d keletihan otot-otot pernafasan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X45 mnt diharapkan
gangguan pola nafas teratasi.
NOC:
Kriteria hasil
- TTV dalam rentang normal.
- Respiratory status: Ventilation
- Vital Sign status
NIC:
- Airway Management
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
- Monitor respirasi dan status O2.
- Monitor aliran O2.
- Monitor TTv.
- Monitor sianosis perifer.
- Kolab pemberian O2.
b. Hipertermi b/d proses penyakit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X60 mnt diharapkan
hipertermi teratasi.
NOC:
Kriteria Hasil:
- Hidration
- Immune status
- Adherence behavror
- Risk control
- Risk detection
- GDS stabil
- Temperatur stabil 36,5-37 °C.
NIC:
Temperatur Regulation
- Monitor Suhu
- Monitor Td, N, RR
- Monitor tanda-tanda hipertermi
- Tingkatkan cairan & nutrisi
- Kolaborasi anti piretik
4. Iplementasi
Sesuai dengan teoritis implementasi keperawatan di ambil berdasarkan
acuan NIC-NOC sesuai dengan intervensi yang sudah di tegakkan
berdasarkan diagnosa yang ada. Implementasi di lakukan selama 1 hari
dengan harapan masalah keperawatan dapat teratasi sesuai dengan kriteria
hasil yang sudah di tetapkan.
5. Evaluasi
Pada tindakan evaluasi, penulis menggunakan metode SOAP yang
meliputi: Ketidak efektifan pola nafas b/d keletihan otot-otot pernafasan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X45 mnt diharapkan gangguan
pola nafas teratasi. S: Pasien mengatakan masih sesak. O: - Ku: sadar
lemah, GCS 15, Gelisah (-), TD: 10/80 MmHg, S: 39°C, N : 10 x/mnt
Spo2: 90%, RR: 35 x/mnt, Terpasang O2 8 Lpm dengan NRM, Inj
Furosemid 2 Apl (+) IV, Terpasang Inf RL 10 tpm, Terpasang Dc dengan
urin 300 cc. A: Ketidak efektifan pola nafas belum teratasi. P: Perhatika
Intervensi 1-7 serah terima dengan perawat ICU.
Hipertermi b/d proses penyakit. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1X60 mnt diharapkan hipertermi teratasi. S: Pasien
mengatakan badannya masih panas. O: Ku: sadar, inf (+), Inj (+), S: 39°C.
A: Hipertermi belum teratasi. P: - Lanjutkan Intervensi 1-5 Kolaborasi &
serah terima dengan perawat ruang ICU
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen
secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering
merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
b. Saran
Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami CHF ini diharapkan
mahasiswa untuk lebih bisa memahami, mengetahui dan mengerti tentang cara pembuatan
asuhan keperawatan pada klien yang mengalami CHF
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006.
Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses
pada 6 Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika