Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi meningkatkan resiko dari peyakit kardiovaskular, termasuk


penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, stroke iskemik dan
perdarahan, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer. Hipertensi sering
berhubungan dengan resiko penyakit kardiovaskular yang lain, dan resiko itu
akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya faktor resiko yang
lain. Meskipun terapi antihipertensi sudah terbukti dapat menurunkan resiko
dari penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal, namun masih sangat banyak
populasi dengan hipertensi yang tidak mendapatkan terapi atau mendapat
terapi yang tidak adekuat (Harri, 2019).
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut
sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian
kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).
Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat
tergantung dimana angka tersebut diteliti. Hampir semua hipertensi sekunder
didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan
fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi
jantung (yang disebutt sebagai penyakit jantung hipertensi). Selain itu
hipertensi juga dapat menyebabkan stroke, gagal ginjal, atau gangguan retina
mata (PAPDI, 2020).
Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang menunjukkan
akumulasi dari adaptasi fungsional dan struktural dari peningkatan tekanan
darah. Pembesaran ventrikel kiri, kekakuan vaskular & ventrikel, dan
disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan menyebabkan penyakit
jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal jantung bila tidak
ditangani dengan baik. Gejala penyakit jantung hipertensi dan gagal jantung
dapat diperbaiki dengan obat-obatan antihipertensi (Izzah, 2020).
Peningkatan tekanan darah (hipertensi) yang tidak terkontrol dalam
jangka waktu yang lama akan mengakibatkan berbagai perubahan pada
struktur myokardium, vaskularisasi koroner, dan sistem konduksi jantung.
Perubahan ini dapat mengakibatkan pembesaran ventrikel kiri, penyakit
jantung koroner, berbagai kelainan sistem konduksi, dan kelainan sistolik-
diastolik dari myokard, yang akan bermanifestasi klnik sebagai angina atau
myokard infark, aritmia (terutama fibrilasi atrium), dan penyakit jantung
kongestif. Penyakit jantung hipertensi (hypertensive heart disease) adalah
semua penyakit jantung; seperti hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung
koroner, aritmia, penyakit jantung kongestif; yang disebabkan oleh efek
langsung atau tidak langsung dari peningkatan tekanan darah. Meskipun
penyakit ini biasanya diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah yang
kronis, proses yang akut juga dapat membangkitkan predisposisi penyakit
yang berhubungan dengan hipertensi kronis (Riaz, 2019).

B. TUJUAN
Untuk Mengetahui apa itu HHD (hipertensi heart disease), serta
penyebab ,Tanda dan gejala, dan patofisiologi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Defenisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90
mmHg. (Somantri, 2018). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan
diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan
diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan
peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik. (Paula, 2019).
Hipertensi Heart Disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk
menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner,
dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan
darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. (Morton, 2019).
Hipertensi heart disease ditegakan bila dideteksi adanya hypertrophy
pada ventrikel kiri sebagai akibat peningkatan bertahap tahanan pembuluh
darah periver dan ventrikel kiri. Fungsi ventrikel selama hipertensi
berhubungan erat dengan penyebab hypertrophy dan terjadinya
arterosklerosis koroner. Yang mempengaruhi hypertrophy ventrikel kiri
adalah lamanya peningkatan diastolic dan adanya factor genetik.
2. Etiologi

Menurut Oman (2017), hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat


dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya. Meskipun hipertensi primer belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a) Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b) Ciri perseorangan, ciri perseorangan yang mempengaruhi
timbulnya hipertensi adalah :
- Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat.
- Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan).
c) Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
d) Kebiasaan hidup yaitu kebiasaan hidup yang sering menyebabkan
timbulnya hipertensi adalah:
- Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr).
- Kegemukan atau makan berlebihan.
- Stress.
- Merokok.
- Minum alcohol.
- Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain.
a) Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut,
Tumor.
b) Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma,
Emboli kolestrol, Vaskulitis.
c) Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme.
d) Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB.
e) Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid.
Menurut Mansjoer (2008), penyebab hipertensi pada orang dengan
lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
a) Elastisitas dinding aorta menurun.
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi
karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

3. Klarifikasi
Fronlich membagi kelainan jantung akibat hipertensi menjadi empat
tingkatan yaitu;
1. Tingkat I : Besarnya jantung masih normal, belum terlihat kelainan
jantung pada pemeriksaan EKG maupun radiology.
2. Tingkat II : Tampak kelainan atrium kiri pada pemeriksaan EKG
dan adanya suara jantung ke-4 (atrial gallop) sebagai tanda adanya
hypertrophy ventrikel kiri.
3. Tingkat III : Tampak adanya hypertrophy ventrikel kiri pada
pemeriksaan EKG dan radiology.
4. Tingkat IV : Adanya kegagalan jantung kiri.
Adapun gejala Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya,
kebanyakn pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik maka biasanya
disebabkan oleh:

 Peningkatan tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa


melayang (dizzy), dan impoten
 Penyakit jantung/vaskular hipertensi seperti cepat capek, sesak napas,
sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki
atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria,
pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic.
 Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsi, poliuria,dan
kelemahan otot pada aldosteronism primer; peningkatan BB dengan
emosi yang labi pada sindrom Cushing. Phaeocromositoma dapat
muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat,
dan rasa melayang saat berdiri (PAPDI, 2019).
4. Patofisiologi

Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi


ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan
bertahap tahanan pembuluh darah perifer dan beban akhir ventrikel kiri.
Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan
lamanya peningkatan diastole. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti
rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi
system renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin
sebagai penunjang saja. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi
berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis
primer.
Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus
(konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif
ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakir berlanjut terus,
hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya
aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik
menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh
karena meningkatnya volume diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai
penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi),
peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi
oksigen otot jantung. Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik
ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai dengan penyakit jantung
koroner.
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh
koroner juga meningkat. Jadi cadangan aliran darah koroner berkurang.
Perubahan-perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi
berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung. Ada 2 faktor
utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu :
a) Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot
polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels)
seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang
mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh-pembuluh ini dan
mengakibatkan tahanan perifer;
b) Hipertrofi yang meningkat mengakibatkan kurangnya kepadatan
kepiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik.
Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofik
menjadi factor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik
ini. Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat
penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama
dari gangguan aktifitas mekanik ventrikel kiri. (Chang, 2019).
5. Pemeriksaan penunjang

Menurut Somantri (2018), pemeriksaan penunjang untuk pasien


Hipertensi Heart Disease (HHD), yaitu :
a) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
b) Pemeriksaan retina.
c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung.
d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa.
f) Pemeriksaan; renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi.
g) Ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
h) Foto dada dan CT scan.
i) Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan hipertrofi ventrikel

kiri lebih dini dan lebih spesifik. Indikassi ekokardiografi pada pasien

hipertensi adalah:

- Konfirmasi gangguan jantung atau murmur

- Hipertensi dengan kelainan katup

- Hipertensi pada anak atau remaja

- Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat

- Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan

fungsi sistolik atau diastolik)


Ekokardiografi doopler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik

(gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudo-normal, atau tipe restriktif)

(PAPDI, 2006).
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data ini dari berbagai
sumber data untuk engevaluasi dan untuk mengindenfiklasi status kesehatan
klien. (Nursalam 2017 : 17). Wawancara, memberikan data yang perawat
dapatkan dari pasien dan orang terdekat lainnya melalui percakapan dan
pengamatan :
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, status marital, suku bangsa, diagnosa medis, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, no.rekam medis, ruang dan alamat.
Identitas penanggung jawab : Meliputi nama, umur, pendidikan, hubungan
dengan klien dan alamat.
b. Riwayat kesehatan :
1) Keluhan utama : apa yang paling dirasakan saat ini ditanyakan
meliputi paliative/propokativ, quality, region/radian, skala dan time
(PQRST).
2) Riwayat kesehatan sekarang : dikaji tentang proses penjalaran
penyakit sampai dengan timbulnyakeluhan 1 faktor yang memperberat
dan yang memperingan kualitas dari keluhan dan bagaimana klien
menggambarkan yang dirasakan.
3) Riwayat kesehatan dahulu : dikaji penyakit yang pernah dialami
klienyang berhubungan dengan penyakit sekarang/penyakit lain seperti
riwayat penyakit kandung kemih (gagal jantung), penyakit sistemik
(DM), dan hipertensi.
4) Riwayat kesehatan keluarga : dikaji kemungkinan pada keluarga ada
riwayat penyakit gangguan perkemihan, riwayat kesehatan yang
menular/keturunan.
c. Pemeriksaan fisik.
1) Dikaji keadaan umum dan tanda-tanda vital.
2) Sistem penglihatan : dikaji bentuk simetris, reflek pupil terhadap
cahaya positif, bisa membaca papan nama perawat dalam jarak 30 cm.
3) Sistem pernafasan : dikaji bentuk hidung simetris, mukosa hidung
lembab, septum letar ditengah, tidak terdapat pernafasan cupig hidung,
pada palpasi sinus frontalis dan sinus maksilaris tidak terdapat nyeri
tekan, trakea ditengah, tidak terdapat retraksi dinding dada, frekuensi
nafas 24 x/menit, paru-paru resonan.
4) Sistem pencernaan : dikaji bentuk bibir simetris, mukosa merah muda
lembab, jumlah gigi, tidak terdapat caries uvula ditengah, tidak ada
pembesaran, tonsil refleks menelan, bentuk abdomen, turgor, bising
usus 10 x/menit.
5) Sistem kardiovaskuler : dikaji konjungtiva, oedema, sianosis,
peningkatan JVC, bunyi jantung, tekanan darah.
6) Sistem perkemihan : dikaji vesika urinaria, pembesaran ginjal, ada
nyeri tekan.
7) Sistem persyarafan dikaji :
- sistem syaraf cranial, dikaji GCS dan 12 nervus saraf otak.
- Sistem motorik, dikaji gerakan tubuh dari ujung kepala sampai
kaki.
- Sistem sensorik, dikaji respon klien dengan menggunakan
rangsangan.
- Sistem endokrin : dikaji pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar
lemfe, dan menanyakan riwayat penyakit DM.
- Sistem integumen : dikaji suhu tubuh, turgor, lesi dan luka, warna
kulit, kepala.
- Sistem genetalia, dikaji genetalia jika klien mau.
- Data sosial, dikaji tingkat pendidikan, hubungan sosial, gaya
hidup, dan pola interaksi melalui wawancara / menanyakan kepada
orang terdekat (keluarga).
- Data psikologis, dikaji status emosi, gaya komunikasi, konsep diri,
immage, harga diri, ideal diri, peran diri, identitas diri.
- Data spiritual, dikaji ibadah yang dilakukan klien jika berada di
rumah sakit.
d. Pemeriksaan diagnostik
- Jadwal rutin pemantauan tekanan darah.
- Rontgen foto.
- Pemeriksaan hematologi.
- Pemeriksaan urinalisa.
- Elektrokardiografi (EJG).
- Pemeriksaan kimia darah

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan hipertensi
heart desease adalah;
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan adanya
keluhan nyeri pada dada, wajah meringis, gelisah sampai adanya
perubahan tingkat kesadaran, perubahan nadi, tensi.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard, perubahan irama dan frekuensi jantung, peubahan struktur
ventrikel kiri ditandai dengan takikardi, disritmia, perubahan tekanan
darah, bunyi jantung ekstra (S3, S4), nyeri dada, nadi perifer tak teraba,
ekstremitas dingin.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan umum ditandai
dengan adanya ungkapan verbal tentang kelemahan, respon tensi terhadap
aktivitas abnormal, adanya perasaan tidak nyaman saat beraktivitas,
dispnoe, adanya tanda-tanda iskemik yang dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan EKG.
3. RENCANA TINDAKAN

N
Diagnosa NOC NIC Rasional
o
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Pertahankan tirah 1. Meminimalkan stimulasi dan
berhubungan dengan tindakan perawatan baring pada fase akut meningkatkan relaksasi.
iskemik jaringan diharapkanpasien 2. Lakukan tindakan 2. Tindakan yang menurunkan
ditandai dengan mampu melaporkan distraksi dan relaksasi, tekanan vascular dan memblok
adanya keluhan nyeri adanya pengurangan ciptakan lingkungan respon simpatis efektif
pada dada, wajah rasa nyeri/nyeri yang tenang mengurangi rasa sakit dan
meringis, gelisah terkontrol, pasien 3. Minimalkan aktivitas komplikasinya.
sampai adanya mampu vasokonstriksi yang 3. Aktivitas vasokonstriksi akan
perubahan tingkat mengungkapkan dapat meningkatkan meningkatkan tekanan vascular
kesadaran, perubahan metode pengurangan nyeri seperti batuk jantung.
nadi,tensi. nyeri, pasien panjang, membungkuk 4. Untuk menurunkan/ mengontrol
mengikuti theraphy dll. nyeri dengan mengontrol
farmakologi yang 4. Kolaborasi pemberian rangsangan system saraf
diberikan untuk analgesic simpatis.
mengurangi nyeri.
2. Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi dan 1. Biasanya terjadi takikardi
jantung berhubungan tindakan perawatan irama jantung. sebagai kompensasi penurunan
dengan perubahan diharapkan pasien 2. Catat bunyi jantung. kontraktilitas ventrikel.
kontraktilitas menunjukan tanda 3. Kaji kulit terhadap 2. Irama gallop umum dihasilkan
miokard, perubahan vital dalam batas pucat dan sianosis. dari ventrikel yang distensi.
irama dan frekuensi yang dapat diterima, 4. Kaji perubahan pada 3. Pucat menunjukan penurunan
jantung, peubahan bebas dari gejala sensori seperti letargi, perfusi akibat penurunan curah
struktur ventrikel kiri gagal jantung bingung, cemas, jantung.
ditandai dengan depresi. 4. Untuk mengetahui adekuatnya
takikardi, disritmia, 5. Berikan istirahat perfusi serebral terhadap
perubahan tekanan dengan lingkungan penurunan curah jantung.
darah, bunyi jantung yang tenang, Bantu 5. stress menghasilkan vaso
ekstra (S3, S4), nyeri pasien menghindari konstriksi yang meningkatkan
dada, nadi perifer tak stress. tekanan darah dan meningkatkan
teraba, ekstremitas 6. Kolaborasi pemberian frekuensi kerja jantung.
dingin oksigen dengan 6. Untuk meningkatkan kesediaan
kanul/masker sesuai oksigen untuk kebutuhan
indikasi. miokard dan jaringan serta
7. Kolaborasi pemberian melawan efek hipoksia.
vasodilator 7. Vasodilator digunakan untuk
meningkatkan curah jantung.
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji respon pasien 1. Dengan mengetahui parameter
berhubungan dengan tindakan perawatan terhadap aktivitas, tersebut, akan membantu
kelelahan umum diharapkan pasien perhatikan adanya mengkaji respon fisiologis
ditandai dengan mampu perubahan tanda vital, terhadap stress aktivitas dan bila
adanya ungkapan berpartisipasi dalam dipsnoe, nyeri dada, muncul berarti terjadi kelebihan
verbal tentang aktivitas yang kelelahan yang tingkat aktivitas.
kelemahan, respon diinginkan, berlebihan. 2. Tehnik menghemat energi
tensi terhadap melaporkan 2. Intruksikan pasien mengurangi penggunaan energi
aktivitas abnormal, peningkatan tentang cara dan membantu keseimbangan
adanya perasaan toleransi terhadap penghematan energi antara suplai dan kebutuhan
tidak nyaman saat aktivitas yang dapat dan lakukan aktivitas oksigen.
beraktivitas, dispnoe, diukur. secara perlahan. 3. Aktivitas bertahap mencegah
adanya tanda-tanda 3. Dorong pasien untuk peningkatan kerja jantung secara
iskemik yang dapat melakukan aktivitas tiba-tiba, memberibantuan sesuai
dilihat dari hasil secara bertahap jika kebutuhan akan mendorong
pemeriksaan EKG dapat ditolerir, beri memandirikan pasien dalam
bantuan sesuai dengan beraktivitas.
kebutuhan.
4. Implementasi

Melakukan intervensi seperti rencana keperawatan yang telah dibuat


5. Evaluasi
Evaluasi perkembangan pasien :
a. Dx I, mampu melaporkan adanya pengurangan rasa nyeri/nyeri terkontrol
b. Dx II, menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima, bebas dari
gejala gagal jantung
c. Dx III Mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan, melaporkan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Hipertensi masih merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan


besar di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sering ditemukannya penyakit
hipertensi pada pelayanan kesehatan primer. Sesuai dengan data Riset kesehatan
dasar (Riskesdas) tahun 2013, hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan
pravalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8% atau sekitar 65.048.110 jiwa yang
menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan laporan 10 penyakit tertinggi oleh Dinas Kesehatan


menunjukkan bahwa hipertensi menduduki peringkat kedua teratas setelah Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan penyakit tidak menular (PTM) paling tinggi
yaitu hipertensi di Kota Bitung pada tahun 2016 berjumlah 10.982 kasus sedangkan
pada tahun 2017 berjumlah 17.368 kasus yang mana terjadi peningkatan dengan
sebaran kasus paling banyak terdapat di Puskesmas Paceda pada tahun 2017 yaitu
3.650 kasus sedangkan tertinggi kedua terdapat di Puskesmas Bitung Barat berjumlah
2.361 kasus dan yang paling sedikit di Puskesmas Papusungan yaitu 630 kasus
(Dinkes, 2017).

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei


Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk
menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok
Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi
hipertensi sebesar 17,6%,10,11 dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan
prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural
(Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%.10 Hasil SKRT 1995, 2001
dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu
penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut
disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi
berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.
Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan
tantangan kita di masa yang akan dating.

Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan


berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar
terkena hipertensi. Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan pola hidup (life
style) yang tidak sehat. Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan
sosial budaya masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan dengan
terjadinya hipertensi di Indonesia kemungkinan berbeda(Eko, 2019)
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90
mmHg. (Somantri, 2018). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan
diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan
diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan
tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik.
(Paula, 2019).
Fronlich membagi kelainan jantung akibat hipertensi menjadi empat
tingkatan yaitu;
1. Tingkat I : Besarnya jantung masih normal, belum terlihat kelainan
jantung pada pemeriksaan EKG maupun radiology.
2. Tingkat II : Tampak kelainan atrium kiri pada pemeriksaan EKG
dan adanya suara jantung ke-4 (atrial gallop) sebagai tanda adanya
hypertrophy ventrikel kiri.
3. Tingkat III : Tampak adanya hypertrophy ventrikel kiri pada
4. Tingkat IV : Adanya kegagalan jantung kiri.

B. saran
meningkatkan penulisan serta teori dengan harapan lebih baik dimasa yang
akan dating.
DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2019. EGC, Jakarta.


Doegoes, L.M. (2019). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan.
Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2019. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi
keperawatan.
Nanda NIC- NOC .2018 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.
Suzanne C. Smeltzer. Brenda. E. bare. 2020. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC.
Eko, Yulia A. Pengaruh hazard psikososial terhadap kejadian hipertensi di kantor
pusat Departemen Kelautan dan Perikanan RI [Tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana
FKM-UI; 2019.

Anda mungkin juga menyukai