Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya
kerusakan atau penghacuran terhadap jaringan atau organ tubuh. Proses dari
kerusakan ini dapat disebabkan oleh penggunaan seiring dengan usia maupun
karena gaya hidup yang tidak sehat.Di dunia, angka kejadian penyakit
degeneratif semakin meningkat terutama di negara - negara maju. Hal tersebut
disebabkan oleh meningkatnya angka harapan hidup, gaya hidup tidak sehat,
dan tingkat kesembuhan terhadap penyakit - penyakit infeksi semakin tinggi.
Dulu, sebelum penemuan antibiotik angka kejadian dan angka kematian karena
penyakit - penyakit infeksi masih tinggi. Di Indonesia, penyakit - penyakit
degeneratif mulai menjadi perhatian karena meningkatnya angka kejadian dan
angka kematian. Sebagian penyakit berupa penyakit cardiovaskuler merupakan
penyakit yang banyak terjadi sehingga menjadi perhatian perawat dan tenaga
kesehatan lainnya.
Jantung koroner merupakan kasus yang cukup banyak terjadi, sehingga
mengundang perhatian yang cukup mendalam di kalangan masyarakat. Selain
jantung koroner, penyempitan pembuluh perifer termasuk DHF kasus yang
cukup banyak terjadi di masyarakat. sekitar 50 penyakit degeneratif,
diantaranya penyakit jantung, diabetes, stroke dan osteoporosis.Menurut Ahli
Teknologi Pangan A&M Texas University, Nur Mahmudi Ismail, penyakit
degeneratif justru menyedot biaya publik jauh lebih besar daripada penyakit
lain. Umumnya, kata beliau, masyarakat perkotaan, tidak memiliki kecukupan
sumber pangan dari produksi sendiri, namun pada waktu yang sama
mempunyai buying power cukup tinggi.
Begitu banyak dampak yang dirasakan masyarakat sehingga, perawat
harus benar-benar fokus dalam menangani penyakit-penyakit tersebut, sebagai
salah satu aspek yang paling banyak membuat stabilitas kesehatan pasien
menurun. Berdasar pada uraian tersebut, maka penulis menyusun sebuah
makalah yang berhubungan dengan beberapa jenis penyakit terkait sistem

1
kardiovaskuler, dan bagaiamana tindakan yang bisa di lakukan untuk
menanganinya secara sederhana, dan berproses.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Penyakit CAD?
2. Bagaimanakah penyakit Dekompensasi Kordis?
3. Bagaimanakah penyakit Hipertensi?
4. Bagaimana penyakit Anemia?
5. Bagaimana gangguan pembuluh darah Perifer?
6. Bagaimanakah penyakit DHF?
C. Tujuan
1. Memahami penyakit CAD
2. Memahami penyakit dekompensasi Kordis
3. Memahami Bagaimana penyakit hipertensi
4. Memahami penyakit Anemia
5. Memahami penyakit gangguan pembuluh darah perifer
6. Memahami penyakit DHF

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyakit Hipertensi
1. Pengertian
Imu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu
peningkatan kronis (yaitu meningkat secara berlahan-lahan, bersifat
menetap) dalam tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suau pola
yang khas. (Wolff.2006 : h 62)
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90
mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal
menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskular. (Anderson : 2006. h 582)
Darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan
tekanan darah seseorang berada pada tingkatan diatas normal. Konsekwensi
dan keadaan ini adalah timbulnya penyakit yang menggangu tubuh
penderita. Dalam penyakit hipertensi merupakan masalah kesehatan dan
memerlukan penanggulangan dengan baik. (Sudjaswandi : 2002. h 17)
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis
dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka lama)
penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah
yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai
keadaan darah tinggi. Tekanan darah tinggi adalah salah satu resiko untuk
stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan merupakan penyebab utama
gagal jantung kronis. (weblog, wikipedia indonesia)
2. Etiologi
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan
penanggulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
prevalensi hipertensi seperti umur, obesitas, asupan garam yang tinggi
adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.

3
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%
kasus banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan
hiperaktivitas susunan saraf simpatis. Dalam defekekstesi Na
peningkatan Na dan Ca intra selular dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus.
Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan esterogen,
penyakit ginjal. Hipertensi vascular renal dan hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain. (Arif Manjoer. 2001 : h
518)
Penyebab hipertensi lainnya adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kalenjar adrenal yang menghasilkan hormone edinefrin (adrenalim)
atau noredinefrin (noradrenalin) kegemukan (obesitas), gaya hidup
yang tidak aktif (malas), stress, alkohol, atau garam dalam makanan
bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang yang memiliki
kenaikan yang diturunkan stress cenderung menyebabkan kenaikan
tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress berlalu, maka
tekanan darah biasanya akan kembali normal. (Weblog, Wikipedia
indonesia)
3. Patofisiologi
Pada stadium permulaan hipertensi hipertrofi yang terjadi adalah difusi
(konsentik). Pada masa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri. Pada
stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak
teratur dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner menjadi
eksentrik, berkurangnya rasio antara masa dan volume jantung akibat
peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan
hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara
menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksieleksi) penigkatan tegangan

4
dinding ventrikel pada saat sistolik peningkatan konsumsi oksigen ke otot
jantung serta penurunan efek-efek mekanik pompa jantung. Diperburuk
lagi bila disertai dengAn penyakit dalam jantung koroner.
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner
yaitu :
a. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi otot polar
dalam resitensi seluruh badan. Kemudian terjadi valensi garam dan air
mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan
meningkatnya tahanan perifer.
b. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler
per unit otot jantung bila timbul hipertrofi menjadi faktor utama pada
stadium lanjut dan gambaran hemodinamik ini Jadi faktor koroner
pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit meskipun tampak
sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas
mekanik ventrikel kiri. (Arif Manjoer. 2001 : h 441)
4. Tanda dan Gejala
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi hipertensi karateristik
lama, untuk bertambah bila terjadi dibatasi ventrikel kiri iktusikordis
bergerak kiri bawah, pada kultasi Pasien dengan hipertensi konsentri dapat
ditemukan 5 bila sudah terjadi jantung didapatkan tanda-tanda rusiensi
mitra velature. (Arif Mansjoer. 2001 : h 442)
Pada stadium ini hipertensi, tampak tanda-tanda rangsangan sipatis yang
diakibatkan peningkatan aktivitas system neohormonal disertai hipertomia
pada stadium, selanjutnya mekanisme kopensasi pada otot jantung berupa
hiperpeuti. (Arir Mansjoer. 2001 : h 442)
Gambaran klinis seperti sakit kepala adalah serta gejala gangguan fungsi
distolik dan peningkatan tekanan pengsien ventrikel walaupun fungsi
distolik masih normal, bila berkembang terus terjadi hipertensi eksentri
dan akhirnya menjadi dilarasi ventrikel kemudian gejal banyak datang.
Stadium ini kadang kala disertai dengan sirkulasi ada cadangan aliran

5
darah ovoner dan makin membentuk kelaianan fungsi mekanik/pompa
jantung yang selektif. (Mansjor, 2001 : h 442)
5. Penatalaksanaan
Pengbobatan dirujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal,
pengobatan jantung karena hipertensi, mengurangi morbilitas dan
moralitas terhadap penyakit kardiovascular dan menurunkan faktor resiko
terhadap penyakit kardiovascular semaksimal mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah, dapat ditujukan 3 faktor fisiologis
yaitu : menurunkan isi cairan intravascular dan non darah dengan neolistik
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respon kardiovascular
terhadap rangsangan tahanan prifer dengan obat vasediator. (Arif Manjoer,
2001)
6. Pengobatan
Jenis-jenis pengobatan
a. Arti hipertensi non Farmokologis
Tindakan pengobatan supparat, sesuai anjuran dari natural cammitoe
dictation evalution treatmori of high blood preasure
1) Tumpukan berat badan obesitas
2) Konsumsi garam dapur
3) Kurangi alkohol
4) Menghentikan merokok
5) Olaraga teratur
6) Diet rendah lemak penuh
7) Pemberian kalium dalam bentuk makanan sayur dan buah
b. Obat anti hipertensi
1) Dioverika, pelancar kencing yang diterapkan kurangin volume
input
2) Penyakit beta (B.Blocker)
3) Antoganis kalsium
4) Lanbi ACE (Anti Canvertity Enzyine)
5) Obat anti hipertensi santral (simpatokolim)

6
6) Obat penyekar ben
7) Vasodilatov
7. Tindakan Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada pasien dengan hipertensi menurut dongoes
et al (2000) adalah :
a. Pantau TD
b. Catat keberadaan
c. Aukultasi tonus jantung dan bunyi nafas
d. Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang
aktivitas/keributan lingkungan
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat hipertensi
B. Penyakit CAD
1. Definisi
CAD adalah penyakit pada arteri koroner dimana terjadi
penyempitan atau sumbatan pada liang arteri koroner oleh karena proses
atherosklerosis. Pada proses artherosklerosis terjadi perlemakan pada
dinding arteri koroner yang sudah terjadi sejak usia muda sampai usia lanjut.
Proses ini umumnya normal pada setiap orang. Terjadinya infark dapat
disebabkan beberapa faktor resiko, hal ini tergantung dari individu.Sirkulasi
Koronaria Dua arteri koronaria yang melayani miocardium muncul dari
sinus katup aorta pada pangkal aorta. Sirkulasi koroner ini terdiri dari arteri
koronaria kanan dan arteri koronaria kiri. Arteri koronaria kiri mempunyai
dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa
kiri. Arteria-arteria ini berjalan melingkari jantung dalam dua celah anatomi
eksterna : suklus atrioventrikularis, yang melingkari jantung di antara atrium
dan ventrikel, dan suklus interventrikularis yang memisahkan kedua
ventrikel. Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan
oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliput seluruh permukaan
jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-
cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat-
akibat dari penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih

7
dahulu distribusi arteria koronaria ke otot jantung dan sistem
penghantar.Morbiditas dan dan mortalitas pada infark miokardia tergantung
pada derajat kesehatan. .

2. ETIOLOGI
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian
paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri
tampaknya bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup
seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko
terjadinya penyakit arteri koroner adalah :
a. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria).
Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena
penyakit jantung koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak
menderita serangan jantung ketimbang pria yang berusia jauh di bawah
45 tahun.
b. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai
akibat operasi (bagi wanita).
Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara
fisiologis ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap terkena
penyakit janting koroner apalagi ketika usia wanita itu telah menginjak
usila (usia lanjut).
c. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga.
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat
dari profil kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat
kebiasaan yang "buruk" dalam segi diet keluarga.
d. Diabetes.
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena
meningkatnya level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke
jantung mereka.
e. Merokok.
Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama

8
penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat
merusak dinding (endotel) pembuluh darah sehingga mendukung
terbentuknya timbunan lemak yang akhirnya terjadi sumbatan
pembuluh darah.
f. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang
merupakan penyebab penyakit arteri/jantung koroner.
g. Kegemukan (obesitas).
Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari
banyaknya lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang
obesitas lebih menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang
merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung koroner.
h. Gaya hidup buruk.
Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan
yang rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat
seseorang terkena pneyakit jantung koroner.
i. Stress.
Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi
situasi yang tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan
jiwa.

3. PATHOGENESIS
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara aliran darah arteri
koronaria dengan kebutuhan miokard. Pada CAD menunjukkan
ketidakseimbangan antar aliran darah arterial dan kebutuhan miokardium.
Keseimbangan ini dipengaruhi oleh :
a. Aliran darah koroner
b. Kepekaan miokardium terhadap iskhemik

9
c. Kadar oksigen dalam darah Aliran darah arterial yang berkurang hampir
selalu disebabkan oleh arteriosklerosis. Arteriosklerosis menyebabkan
penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria koronaria sehingga
secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen
menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan aliran darah mokardium. Bila penyakit ini semakin
lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahaan vaskuler yang
mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar.Dengan demikian
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen genting, mem
bahayakan myokardium distal dan daerah lesi. Lesi yang bermakna
secara klinis, yang dapat menyebabkan iskemi dandisfungsi
miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75 % lumen pembuluh
darah. Langkah akhir prose patologis yang menimbulkan gangguan
klinis dapat terjadi dengan cara berikut :
1) Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak.
2) Perdarahan pada plak ateroma
3) Pembentukan trombus yang diawali agregrasi trombosit
4) Embolisasi trombus / fragmen plak
5) Spsme arteria koronaria Lesi-lesi arteroskleosis biasanya
berkembang pada segmen epikardial proksimal dari arteria koronaria
yaitu pada temapat lengkungan yang tajam, percabangan atau
perlekatan. Pada tahap lebih lanjut lesi-lesi yang tersebar difus
menjadi menonjol
4. Ciri-ciri dan Gejala CAD Pasien yang sudah mengalami CAD bisa saja
tidak timbul gejala apapun. Semakin besar sumbatan yang ada di dalam
pembuluh darah, maka aliran darah yang dapat melewatinya semakin
sedikit, dan kemungkinan untuk timbulnya gejala semakin besar. Pasien
biasanya baru mengetahui adanya CAD setelah timbul gejala. Gejala-
gejala yang dapat timbul akibat CAD antara lain :
a. Nyeri dada Gejala yang paling sering terjadi akibat CAD adalah
adanya nyeri dada atau biasa disebut dengan angina pectoris. Nyeri

10
dada ini dirasakan sebagai rasa tidak nyaman atau tertekan di daerah
dada, sesuai dengan lokasi otot jantung yang tidak mendapat pasokan
oksigen.
b. Nyeri dapat menjalar ke daerah bahu, lengan, leher, rahang, atau
punggung. Keluhan akan dirasakan semakin memberat dengan adanya
aktivitas.
c. Sesak Keluhan sesak timbul sebagai tanda mulai adanya gagal jantung.
Pada gagal jantung, jantung sudah tidak mampu lagi memompa darah
ke seluruh tubuh termasuk ke paru-paru. Kemudian timbul
penumpukan cairan di dalam paru-paru. Gagal jantung Tanda-tanda
adanya gagal jantung antara lain : sesak dan nafas pendek-pendek,
lemas, dan bengkak pada kedua tungkai bawah.
d. Serangan jantung mendadak ini biasa terjadi karena adanya plak yang
terlepas kemudian terbawa aliran darah dan menyumbat pembuluh
darah arteri coroner secara tiba-tiba. Apabila sumbatan ini tidak segera
diatasi, maka otot jantung yang tidak mendapat pasokan darah tersebut
dapat mati dan terbentuk jaringan parut.
e. Kerusakan ini bersifat permanen. Tanda yang paling sering terjadi
pada serangan jantung adalah nyeri dada. Selain itu dapat disertai sesak,
mual muntah, keringat dingin, sensitif terhadap cahaya, gangguan tidur,
lemah, dan tidak bertenaga. Aritmia Aritmia terjadi ketika laju detak
jantung tidak teratur, terlalu cepat atau terlalu lambat.
5. Tindakan keperawatan
Pengobatan penyakit jantung koroner tergantung jangkauan penyakit dan
gejala yang dialami pasien.
a. Perubahan Gaya Hidup.
Pola makan sehat dan seimbang, dengan lebih banyak sayuran atau buah-
buahan, penting untuk melindungi arteri jantung kita. Makanan yang kaya
lemak, khususnya lemak jenuh, dapat mengakibatkan kadar kolesterol
tinggi, yang merupakan komponen utama kumpulan yang berkontribusi
terhadap penyempitan arteri jantung.Olah raga teratur berperan penting

11
untuk menjaga kesehatan jantung. Olah raga membantu kita untuk menjadi
fit dan membangun system sirkulasi yang kuat. Ini juga membantu kita
menurunkan berat badan. Obesitas biasanya tidak sehat, karena
mengakibatkan insiden hipertensi, diabetes mellitus, dan tingkat lemak
tinggi menjadi lebih tinggi, semua yang dapat merusak arteri jantung.
b. Pengendalian Faktor Resiko Utama Penyakit Jantung Koroner.
Diabetes melitus, merokok, tingkat kolesterol tinggi, dan tekanan darah
tinggi adalah empat faktor utama yang mengakibatkan resiko penyakit
jantung koroner lebih tinggi. Pengendalian keempat faktor resiko utama ini
dengan baik melalui perubahan gaya hidup dan/atau obat-obatan dapat
membantu menstabilkan progresi atherosklerosis, dan menurunkan resiko
komplikasi seperti serangan jantung.
c. Terapi Medis.
Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung.
Yang paling umum diantaranya:
1. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin.
Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan
gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri jantung menyempit, maka
dari itu mengurangi resiko serangan jantung.
2. Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol).
Obatan-obatan ini membantu untuk mengurangi detak jantung dan
tekanan darah, sehingga menurunkan gejala angina juga melindungi
jantung.
3. Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate).
Obatan-obatan ini bekerja membuka arteri jantung, dan kemudian
meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan mengurangi gejala nyeri
dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril Trinitrat, umumnya
diberikan berupa tablet atau semprot di bawah lidah, biasa digunakan
untuk penghilang nyeri dada secara cepat.
4. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril)
and Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan, Valsartan).

12
Obatan-obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih mudah,
dan juga membantu menurunkan tekanan darah.
5. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin,
Atorvastatin, Rosuvastatin)
Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein
Densitas-Rendah), yang merupakan salah satu penyebab umum untuk
penyakit jantung koroner dini atau lanjut. Obat-obatan tersebut
merupakan andalan terapi penyakit jantung koroner.
d. Intervensi Jantung Perkutan.
Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang
menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik
selangkang atau pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung yang
menyempit, dimana itu kemudian dikembangkan untuk membuka
penyempitan.
Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin) disebarkan untuk membantu
menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana) atau memiliki
selubung obat (berlapis obat).
Metode ini seringkali menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan
jantung akut. Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab nyeri dada,
ini dapat meringankan gejala angina dengan sangat efektif. Umumnya,
pasien dengan penyakit pembuluh darah single atau double mendapat
keuntungan dari metode ini. Dengan penyakit pembuluh darah triple, atau
keadaan fungsi jantung buruk, prosedur bedah dikenal dengan Bedah
Bypass Arteri Jantung sering merupakan alternatif yang baik atau pilihan
pengobatan yang lebih baik.
e. Operasi.
1. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG).
CABG melibatkan penanaman arteri atau vena lain dari dinding dada,
lengan, atau kaki untuk membangun rute baru untuk aliran darah
langsung ke otot jantung. Ini menyerupai membangun jalan tol parallel
ke jalan yang kecil dan sempit.

13
Ini adalah operasi yang aman, dengan rata-rata resiko kematian sekitar
2%. Pasien tanpa serangan jantung sebelumnya dan melakukan CABG
sebagai prosedur elektif, resiko dapat serendah 1 persen. Operasi
biasanya dilakukan melalui sayatan di tengah dada, ahli bedah memilih
untuk melakukan prosedur dengan jantung masih berdetk, menggunakan
alat khusus yang dapat menstabilkan porsi jantung yang dijahit.
2. Operasi Robotik.
Sebagai tambahan, NHCS juga mulai melakukan CABG melalui
program operasi robotic. Penggunaan instrument ini sekarang
membolehkan operasi untuk dilakukan menggunakan sayatan kecil
keyhole di dinding dada.
Metode ini menghasilkan pemulihan lebih cepat, mengurangi nyeri, dan
resiko infeksi luka lebih rendah. Namun, ini sesuai untuk bypass hanya
satu atau dua pembuluh darah.
3. Revaskularisasi Transmiokardia.
Untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk
melakukan CABG, prosedur disebut Revaskularisasi Transmiokardia
juga tersedia di NHCS. Pada prodesur ini, laser digunakan untuk
membakar banyak lubang kecil pada otot jantung. Beberapa lubang ini
berkembang ke pembuluh darah baru, dan ini membantu mengurangi
angina.
C. Penyakit Dekompensasi Kordis

1. Definisi

Decompensasi cordis adalah suatu keadaan jantung tidak mampu lagi


memompa darah yang cukup memenuhi kebutuhan metabolisme jarngan
akan oksigen dan nutrisi. (Brunner,2001).
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk
mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr.
Ahmad ramali.1994)Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana
terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada

14
penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and
Bayne, 1997 ).

Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan


suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas
fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan
intoleransi kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan
memendeknya umur hidup (reduced longevity). Termasuk di dalam kedua
batasan tersebut adalah suatu spektrum fisiologi-klinis yang luas, mulai
dari cepat menurunnya daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung
yang luas, takiaritmia atau bradikardia yang mendadak), sampai pada
keadaan-keadaan di mana proses terjadinya kelainan fungsi ini berjalan
secara bertahap tetapi progresif {misalnya pada pasien dengan kelainan
jantung yang berupa pressure atau. volume overload dan hal ini terjadi
akibat penyakit pada jantung itu sendiri, seperti hipertensi, kelainan katup
aorta atau mitral dll)

2. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban
akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard
atau kardiomyopati.
Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan
pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin

15
terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan
penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau
fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995)

a. Kelainan otot jantung (menurunnya kontraktilitas jantung)


b. Arterosklerosis koroner
·Hipertensi arterial
·Penyakit otot degenerative
c. Penyakit jantung lain
·Stenosis katub semiluner
·Tamponade pericardium
·Insufisien katup AV
·Hipertensi maligna
d. Faktor sistemik
·Hipoksia

3. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme
primer yang dapat di lihat :

a. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik.


b. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin
aldosteron, dan
c. Hipertrofi ventrikel.
d. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
e. Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung

16
maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya
curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic
jantung dan medulla adrenal. Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi
vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan
redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ
organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar
perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.Penurunan curah
jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :

a. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus


b. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus.
c. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I.
d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
e. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
f. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah
hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;
tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan
gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.
Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada
regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal
dinding.

4. Tanda dan Gejala

Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau
sistem pulmonal antara lain :

17
a. Lelah
b. Angina
c. Cemas
d. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
e. Kulit dingin dan pucat

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya
untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada
penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis
dapat dibagi menjadi :

a. Non medikamentosa.

Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah


istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus
dikurangi benar–benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat
konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan
istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah
garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi
kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan
diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500
ml/hari.

b. Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral
maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan
gagal jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik).
ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil
dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta
dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-

18
inhibitor tersebut diberikan.Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-
ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis
memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang
memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek
diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi
yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat
ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N
atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat
Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun
pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai
alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia
maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas
hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi
miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard
yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan
masih memerlukan penelitian lanjut.

D. Penyakit Anemia

1. Pengertian
Anemia adalah suatu penurunan dari normal terhadap eritrosit, jumlah
haemoglobin dan hematokrit yang disebabkan oleh perdarahan,
berkurangnya produksi eritrosit atau peningkatan penghancuran sel darah
merah. (Sharon Mantik Lewis, 2000, hal. 736)
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya jumlah sel darah
merah dan kadar Hb dan Ht di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin atau jumlah
eritrosit lebih rendah dari keadaan normal yaitu bila Hb berkurang dari 14
g/dl dan hematokrit kurang dari 41% pada pria atau Hb kurang dari 12 g/dl

19
dan hematokrit kurang dari 37% pada wanita. (Kapita Selekta Kedokteran,
2000, hal. 547).
Klasifikasi anemia :
a) Anemia mikrositik hipokrom
b) Adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun di bawah
tingkat normal (dewasa pria : 13,5-18 g/dl; wanita : 12-16 g/dl). Besi
diperlukan untuk sintesa hemoglobin).
c) Anemia makrositik
d) Anemia defisiensi Vit. B12 (pernisiosa)
e) Kekurangan vitamin B12 akibat gangguan absorpsi vitamin yang
merupakan penyakit herediter autoimun.
f) Anemia defisiensi asam folatPenurunan absorpsi asam folat jarang
ditemukan karena absorbsi terjadi di saluran cerna.
g) Anemia karena perdarahan. Anemia hemolitik Terjadi penurunan usia
sel darah merah (normal 120 hari) baik sementara maupun terus-
menerus).
h) d. Anemia aplastik.
i) Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel
darah.
2. Etiologi
a. Penurunan produksi eritrosit, yaitu terdiri dari:
b. Peningkatan sintesis hemoglobin seperti defisiensi zat besi dan
thalasemia.
c. Rusaknya sintesis DNA karena penurunan vitamin B12 (cobalamin) dan
defisiensi asam folat.
d. Pencetus terhadap penurunan jumlah eritrosit seperti anemia aplastik,
anemia dari leukemia, dan penyakit kronik.
e. Perdarahan
f. Akut, bisa disebabkan karena trauma dan rupturnya pembuluh darah.
g. Kronik, seperti gastritis, menstruasi dan hemoroid.
h. Peningkatan penghancuran eritrosit

20
i. Intrinsik : hemoglobin yang tidak normal, defisiensi enzim (G6PD)
j. Ekstrinsik : trauma fisik, antibodi, infeksi dan toksik (malaria).
3. Patofisiologi
Anemia adalah sebagian akibat produksi sel darah merah tidak
mencukupi dan sebagian lagi akibat sel darah merah yang prematur,
kehilangan darah, kurang nutrisi dan herediter. Semuanya ini
mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada sumsum tulang. Sel darah
merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi seperti pada berbagai
kelainan hemolitik. Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang,
maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang
mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan
simtomatologi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Tanda dan gejala
yang sering timbul adalah gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardia,
sesak nafas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok. Takikardia
dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah
yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua
dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium.
Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongestif sebab otot
jantung kekurangan oksigen dengan beban kerja jantung yang meningkat.
Dispnea, nafas pendek dan cepat, lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
kelemahan dan tinitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan
berkurangnya oksigenisasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang
berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan
dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare dan stomatitis. Penghancuran sel darah merah dalam
sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel
darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena
perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah.
Keadaan dimana sel darah merah itu terganggu, adalah :

21
a. Hemoglobinopati : hemoglobin abnormal yang diturunkan misalnya
anemia sel sabit.
b. Gangguan sintesis globin, misalnya thalasemia.
c. Gangguan membran sel darah merah, misalnya sterositosis herediter.
d. Defisiensi enzim, misalnya defisiensi G6PD (glucose 6-fosfat
dehidogenase).

4. Tanda dan gejala


a. Kulit (pucat, kuning, pruritus)
b. Mata (ikterik, konjungtiva dan sklera, penglihatan kabur)
c. Mulut (glositis, rasa tidak enak di mulut)
d. Kardiovaskuler (takikardia, peningkatan tekanan darah, murmur sistolik,
intermittent claudication, nyeri, CHF, MCI)
e. Paru-paru (tachypnea, orthopnea, dyspnea)
f. Saraf (sakit kepala, pusing, penurunan aktivitas)
g. Sistem pencernaan (anorexia, hepatomegali, splenomegali, gangguan
menelan)
h. Muskuloskeletal (nyeri pada tulang)]
i. Umum (sensitif terhadap dingin, penurunan berat badan dan mudah
mengantuk

5. Data Penunjang
a. Darah lengkap
1) Hemoglobin
2) Hematokrit
3) Retikulosit
4) Bilirubin
5) Eritrosit
6) Trombosit
7) Leukosit.
b. Pemeriksaan feses
c. Pemeriksaan urine

22
d. BMP hiperplasi pada sumsum tulang
e. Rontgen foto cholelithiasis
f. Scan liver splan
g. Serum vitamin B12

E. Gangguan pembuluh darah perifer

1. Definisi
Penyakit arteri perifer adalah sebuah kondisi penyempitan pembuluh darah
arteri yang menyebabkan aliran darah ke kaki menjadi tersumbat.
Penyempitan ini disebabkan oleh timbunan lemak pada dinding arteri yang
berasal dari kolesterol atau zat buangan lain (artheroma). Dalam kondisi
ini, kaki tidak menerima aliran darah yang memadai sehingga kaki terasa
sakit, terutama saat berjalan (klaudikasio). Penyakit ini bisa terjadi pada
kedua kaki secara bersamaan, meski biasanya nyeri terasa lebih parah pada
satu kaki. Rasa nyeri tersebut bisa bervariasi dari ringan hingga parah, dan
umumnya hilang setelah kaki diistirahatkan selama beberapa menit.
Terkadang, penyakit arteri perifer dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala
sehingga banyak yang salah mengira bahwa ini adalah kondisi yang wajar
seiring pertambahan usia. Kendati demikian, penyakit arteri perifer yang
paling ringan sekali pun mengindikasikan adanya masalah pada arteri di
bagian lain pada tubuh, khususnya jantung. Penyakit ini baru dapat
dipastikan setelah melalui pemeriksaan fisik dan tekanan darah guna
mendapatkan pengobatan yang tepat.
2. Ada banyak penelitian yang dilakukan yang berfokus pada terjadinya plak
menumpuk pada arteri seseorang. Dalam dunia medis, penumpukan plak
dalam arteri dikenal dengan islitalah"aterosklerosis". dalam bahasa Inggris
"athero" berarti arteri dan "sclerosis" berarti "pengerasan", sehingga secara
harfiah dapat diartikan pengerasan akibat penumpukan plak. Ada
kesepakatan umum bahwa plak yang terbentuk disebabkan oleh zat
tertentu dan beberapa faktor yang dapat melukai dinding arteri. Zat utama
dan faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk menyebabkan cedera

23
pada dinding arteri di antaranya adalah kebiasaan merokok, tingginya
jumlah kolesterol dalam darah, tekanan darah tinggi, kadar gula dara yang
tinggi sehingga menyebabkan dibaetes. Ketika dinding arteri terluka oleh
satu atau lebih faktor di atas, dinding arteri mengalami banyak perubahan,
yang menyebabkan terbentuknya plak pada dinding arteri, dan dari waktu
ke waktu dapat menyebabkan penumpukan plak lebih arteri sehingga
oksigen sedikit nutrisi mengalami hambatan untuk dapat mencapai kaki.
3. Gejala Penyakit Arteri Perifer
Gejala yang umumnya dialami penderita penyakit arteri perifer adalah:

a. Kram pada otot pinggang, paha, atau betis setelah melakukan aktivitas
tertentu (misalnya berjalan atau naik tangga).
b. Luka terbuka pada kaki yang tidak kunjung sembuh.
c. Otot kaki mengecil.
d. Pertumbuhan kuku kaki yang rapuh dan lambat.
e. Perubahan warna kulit kaki menjadi lebih pucat atau berwarna
biru, dan kulit kaki menjadi berkilau.
f. Kaki terasa kebas atau lemah.
g. Tungkai kaki bawah terasa dingin dibandingkan dengan kaki lain.
h. Bulu kaki rontok atau tumbuh lebih lambat.
i. Denyut nadi kaki tidak teraba atau terasa lemah.
j. Disfungsi ereksi pada pria.

4. Penyebab Penyakit Arteri Perifer


Umumnya, penyakit arteri perifer disebabkan oleh arterosklerosis. Pada
saat terjadi aterosklerosis, lemak akan menumpuk di dinding pembuluh
darah, sehingga aliran darah menjadi tersumbat. Aterosklerosis dapat
terjadi pada pembuluh darah lain di tubuh, khususnya jantung. Apabila
aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalirkan darah ke
kaki, kondisi ini disebut dengan penyakit arteri perifer. Meski langka
terjadi, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh peradangan pada saluran
darah, cedera anggota tubuh, dan anatomi ligamen atau otot yang tidak

24
normal . Di samping penyebab tersebut, ada beberapa faktor yang
meningkatan risiko perkembangan penyakit arteri perifer, antara lain:

 Diabetes tipe 1 dan 2.


 Tekanan darah tinggi.
 Kadar kolesterol tinggi.
 Kebiasaan merokok.
 Kadar homosistein tinggi.
 Pertambahan usia (setelah 50 tahun).
 Obesitas.
 Riwayat keluarga dengan penyakit arteri perifer, penyakit jantung, atau
stroke.

5. Diagnosis Penyakit Arteri Perifer


Diagnosis penyakit arteri perifer dapat diketahui melalui rangkaian
pemeriksaan dan tes. Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah
pemeriksaan fisik secara keseluruhan, termasuk pemeriksaan nadi dan
tekanan darah. Selain pemeriksaan fisik, ada beberapa tes yang dilakukan.
Tes pertama adalah perbandingan tekanan darah pada pergelangan kaki
dengan tekanan darah pada lengan (ankle-brachial index). Ukuran kedua
takanan darah tersebut seharusnya sama. Jika tekanan darah pada
pergelangan kaki jauh lebih rendah, maka pasien diduga menderita
penyakit arteri perifer. Selanjutnya, tes yang mungkin dilakukan adalah tes
darah guna mengukur kadar kolesterol, trigliserida, serta memeriksa
tanda-tanda diabetes. Jika kasus arteri perifer ini parah, dokter akan
menganjurkan pelaksanaan:
a. Angiogram yang bertujuan memberi gambaran detail dari arteri pada
CT scan atau MRI.
b. Ultrasonografi, yaitu pemeriksaan dengan gelombang suara untuk
menggambarkan arteri yang tersumbat atau menyempit pada kaki.

6. Pengobatan Penyakit Arteri Perifer

25
Pengobatan penyakit arteri perifer bertujuan untuk mengatasi gejala
sehingga penderita dapat beraktivitas kembali dan menghentikan
perkembangan ateroskleriosis di seluruh tubuh, guna mengurangi risiko
serangan jantung dan stroke. Pengobatan ini dapat dimulai secara mandiri
dengan perubahan gaya hidup penderita. Caranya adalah dengan
berolahraga secara teratur, mengendalikan kadar kolesterol dan tekanan
darah, menghentikan kebiasaan merokok, dan menerapkan pola makan
sehat.
Jika cara tersebut belum dapat mengatasi penyakit arteri perifer, maka
dokter akan memberi obat-obat sebagai berikut:

a. Obat untuk menurunkan kadar kolesterol. Obat ini terutama untuk


menurunkan kadar kolesterol buruk (LDL) guna mengurangi risiko
serangan jantung dan stroke. Untuk tujuan ini, obat yang biasa
diberikan adalah golongan statin.
b. Obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Obat ini diberikan
khususnya untuk penderita tekanan darah tinggi, dengan target tekanan
sistolik di bawah 140 mm Hg dan tekanan darah diastolik di bawah 90
mm Hg. Sementara untuk penderita diabetes, tekanan darah ditargetkan
hingga berada bawah 130/80 mm Hg.
c. Obat pengendali gula darah, terutama untuk penderita diabetes.
d. Obat pencegah pembekuan darah. Obat ini penting untuk menjaga
kelancaran aliran darah karena penyakit arteri perifer mengurangi aliran
darah ke kaki. Obat yang biasanya diberikan adalah aspirin dan
clopidogrel.
e. Obat untuk mengatasi gejala arteri perifer. Obat yang biasanya
diberikan adalah cilostazol. Obat ini bekerja dengan cara mengencerkan
darah sekaligus memperlebar pembuluh darah sehingga aliran darah
yang sempat tersumbat kembali menjadi lancar. Cilostazol dapat
membantu mengatasi gejala klaudikasio.Saat kondisi arteri perifer
semakin parah dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, dokter akan

26
menganjurkan prosedur revaskularisasi. Tindakan ini bertujuan untuk
memulihkan peredarah darah pada arteri di kaki, terutama setelah
pemberian obat tidak dapat mengatasinya. Jenis revaskularisasi yang
dapat dilakukan pada penyakit arteri perifer adalah:
f. Operasi pintasan arteri (artery bypass graft), yaitu mengambil pembuluh
darah yang dari bagian tubuh lain untuk menjadi pintasan aliran darah
arteri yang menyumbat atau menyempit.
g. Angioplasti adalah operasi pelebaran bagian arteri yang tersumbat atau
menyempit dengan mengembungkan balon kecil di dalam pembuluh
darah.

F. Penyakit DHF
1. Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo
virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam.
2. Etiologi
Sekurang-kurangnya ada empat tipe antigenik virus dengue yang berbeda.
Lagipula, tiga virus yang dibawa arthopoda (arbo) lain menyebabkan penykit
demam serupa atau identik ruam. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika

27
berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada
saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang,
bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium
diaksikolat, stabil pada suhu 70oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan
pula di Indonesia dengan serotif ke 3 sebagai serotif yang paling banyak.
3. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor
meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan
plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya
faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab
terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada
DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi ,
trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien
mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan,
acidosis metabolic dan kematian.
4. Tanda dan Gejala
a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
b.Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
d.Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.

28
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
5. Masalah keperawatan.
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit.
c. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
d. Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
g.Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Tindakan Keperawatan
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen.
g. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
h. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
i. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

29
j. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan
pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit
dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah
teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan
sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita
DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang
makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa
renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara
pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :Pasien terus menerus
muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi, Hematokrit yang cenderung mengikat.

30
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dekompensasi koerdis, CAD, Hipertensi, Anemia, gangguan pembuluh darah


perifer, DHF, merupakan beragam penyakit yang behubungan dengan
gangguan jantung dan kardiovaskuler. Hal ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan degeneratif, yang bisa menimbulkan permasalahan serius.
Berbagai penyebab, dari kebiasaan pola makan, aktivitas sampai pada
keturunannya menimbulkan permasalahan yang serius. Namun tetap
menimbulkan tanda dan gejala dari masing-masing penyakit, serta mendapat
penanganan yang berbeda-beda pula.

B. Saran

Setiap Mahasiswa hendaknya memahami setip materi, sehingga mudah


mengaplikasikan nmya kepada pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Catherine Parker (1976). Structure of Function of the Body. (Fifth


edition). USA. CV. Mosby Company.

Brunner and Suddarth’s (2000). Text book of Medical Surgical Nursing. (Ninth
edition). USA. Lippincott Williams and Wilkins.

Doengoes, M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi ketiga). Jakarta:


EGC.
Donna D, Marilyn. V, Medical Sugical Nursing, WB Sounders, Philadelpia 1991.

Lewis, S.M. et.al (2000). Medical Surgical Nursing : Assessment and


Management of Clinical Problems. (Fifth edition). USA. Mosby inc.

Mansjoer, A. et. al (1999). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi ketiga). Jakarta.


Media Aesculapius.
Marylin Doenges, Nursing Care Plans,F.A Davis Company, Philadelpia, 1984
Sylvia Anderson Price, Ph D. R.N. dan L.Mc.Carty Wilson, Ph D. R.N,
Pathofisiologi proses-proses penyakit, edisi I, Buku ke empat.
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1987.

http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/02/asuhan-
keperawatan-pada-anak-dengan.html(diakses tgl 14 September 2017)
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2008/01/16/epidemilogi-dbd-dan-
pelayanannya/ (diakses tgl 14 September 2017)

32

Anda mungkin juga menyukai