Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN HIPERTENSI

Tugas Komunitas

Disusun Oleh:
Ani Fitryani
Dinda
Raisha
Demi Helnasisa
Ridwan Kusuma
Rieska
Robi

Kelas A
Ekstensi Keperawatan
STIKES UMMI

Jl. Karadenan No.6, Pasir Jambu, Kec. Sukaraja


Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16913

1
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg.Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmhgdan tekanan diastolic 90 mmHg. (Suzanne C. Smeltzer,
2001)Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana
terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah
yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan
darah tinggi.Secara sederhana, seseorang dikatakan menderita Tekanan Darah
Tinggi jika tekanan Sistolik lebih besar daripada 140 mmHg atau tekanan
Diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Tekanan darah ideal adalah 120 mmHg
untuk sistolik dan 80mmHg untuk Diastolik.Pada pemeriksaan tekanan darah
akan didapat dua angka. Angka yang lebihtinggi diperoleh pada saat jantung
berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendahdiperoleh pada saat jantung
berelaksasi (diastolik ). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg
didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi
kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada
tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga
kalidalam jangka beberapa minggu.

B. Epidemilogi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di
Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah pendududk dewasa menderita
hipertensi, dan insidennya lebih tinggi dikalangan Afro-Amerika setelah usia
remaja. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi essensial dan
sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu

2
C. Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90%
diantaramereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat
ditentukan penyebab medisnya.Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebabtertentu (hipertensi sekunder).Hipertensi berdasarkan
penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin)
atau norepinefrin (noradrenalin). Beberapa penyebab terjadinya hipertensi
sekunder:
1. Penyakit Ginjal
 Stenosis arteri renalis
 Pielonefritis
 Glomerulonefritis
 Tumor-tumor ginjal
 Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
 Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
 Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

3
2. Kelainan Hormonal
 Hiperaldosteronism
 Sindroma Cushing
 Feokromositoma
3. Obat-obatan
 Pil KB
 Kortikosteroid
 Siklosporin
 Eritropoietin
 Kokain
 Penyalahgunaan alcohol
 Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
 Koartasio aorta
 Preeklamsi pada kehamilan
 Porfiria intermiten akut
 Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
 Peningkatan kecepatan denyut jantung
 Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
 Peningkatan TPR yang berlangsung lama

D. Faktor Predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa
halseperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak
dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya
menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress,
kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor

4
lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial.
Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf
simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas,
saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan
pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari
populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang
erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat
dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi
penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan
penderita yang mempunyai berat badan normal.

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan

5
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal,mengakibatkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin Iyang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi

F. Manifestasi Klinik
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Mual
 Muntah
 Sesak nafas

6
 Gelisah
 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak,mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
Ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

G. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 - 139 80 - 89
Hipertensi Stage I 140 - 150 90 - 99
Hipertensi Stage II >150 >100
(Arif Muttaqin, 2009).

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat I (Hipertensi Ringan) 140 - 159 90 - 99
Sub Group : Perbatasan 140 - 149 90 - 94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160 - 179 100 - 109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 > 110
Hipertensi Sistol Terisolasi >140 < 90
Sub Group : Perbatasan 140 -149 < 90
(Andy Sofyan, 2012).

Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia :


Klasifikasi Sistolik (mmHg) Dan / Atau Diastolik (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 - 139 Atau 80 - 89
Hipertensi Stage I 140 - 150 Atau 90 - 99

7
Hipertensi Stage II >150 Atau >100
Hipertensi Sistol >140 Dan < 90
Terisolasi
(Andy Sofyan, 2012).

The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of HighBlood


Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah Untuk usia 18 Tahun atau lebih *
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130 - 139 85 - 89
Hipertensi
Tingkat 1 (Ringan) 140 - 159 90 - 99
Tingkat 2 (Sedang) 160 - 179 100 - 109
Tingkat 3 (Berat) >180 > 110

Tidak minum obat anti hipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan
sistolik dan diastolic turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih
adalah kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali
pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau
lebih setelah skrining awal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang
lebih rendahdiperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah
kurang dari120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah
tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi
biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di
kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan
diastolic masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada
usia lanjut.Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami

8
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun
dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-
induced hypertension, PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena
hipertensinyareversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari
kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal
volume darahmeningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan
volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap
hormone-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan
TPR berkurang padakehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita
dengan PIH, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-
vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah secara
langsung meningkatkan curah jantung dantekanan darah. PIH dapat timbul
sebagai akibat dari gangguan imunologik yang mengganggu perkembangan
plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapatmenyebabkan
kejang,koma, dan kematian.

H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIMPOKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya:
 Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak,
transientischemic attack (TIA).
 Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard
acut(IMA).
 Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
 Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

I. Pemeriksaan Penunjang

9
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi:
 Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah
perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah
puasa,kolesterol total, HDL, LDL.
 Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi),
IVP(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan
pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan
ekordiografi.
 Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal),
glucose(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi:
kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan
disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi)
 Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan

J. Penatalaksanaan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karenaolah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur
dapatmemperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Olahraga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas
dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan
mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)

10
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan
atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti
hipertensidiperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai
pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Nasehat pengurangan garam,
harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan
garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini
hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik
digunakan sebagai pelengkap pada pengobatanfarmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga
atau hipnosis dapatmengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat
menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol

Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)


Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi
yang beredarsaat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan
menghubungi dokter.
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik

11
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah :
Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang
telahdiketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada
penderitadiabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi
sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang
tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan)
sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasiotot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan
ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan
terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan
lemas.
6. Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II

12
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan dan kontrol yang
teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka
kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

13
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS LANSIA
DENGAN HIPERTENSI

A. Pengkajian
Pengkajian menggunakan pendekatan community as partner meliputi : data
inti dan data sub sistem.
1) Data Inti komunitas meliputi :
a. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
 Lokasi
 Batas wilayah/wilayah
b. Data demografi
 Jumlah penderita hipertensi
 Berdasarkan jenis kelamin
 Berdasarkan kelompok penderita Hipertensi
Anak-anak, Remaja, Dewasa, Lansia, Ibu hamil.
Pada umumnya usia > 60 tahun lebih banyak yang menderita
hipertensi.
2) Data sub system
a. Data lingkungan fisik
1. Fasilitas umum dan kesehatan
a) Fasilitas umum
Sarana kegiatan kelompok, meliputi : Karang taruna,
Pengajian, Ceramah agama, PKK.
b) Tempat perkumpulan umum
Balai desa, RW, RT, Masjid/Mushola.

14
c) Fasilitas kesehatan
Pemanfaatan fasilitas kesehatan, presentasi pemakaian
sarana atau fasilitas kesehatan. Puskesmas, Rumah
sakit, Para dokter swasta, Praktek kesehatan lain.
d) Kebiasaan check up kesehatan

b. Ekonomi
1) Karekteristik pekerjaan
2) Penghasilan rata-rata perbulan
c. Keamanan dan Transportasi
1) Diet makan
Kebiasaan makan makanan asin, Kebiasaan makan
makanan berlemak , Lain-lain.
2) Kepatuhan terhadap diet
3) Kebiasaan berolahraga
4) Struktur organisasi : ada / tidak ada
5) Terdapat kepala desa dan perangkatnya
6) Ada organisasi karang taruna
7) Kelompok layanan kepada masyarakat (pkk, karang taruna, panti,
posyandu)
8) Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan : tidak ada / ada
( Sebutkan )
9) Kebijakan pemerintah khusus untuk penyakit Hipertensi : ada /
belum ada
10) Peran serta partai dalam pelayanan kesehatan : ada / belum ada
d. Sistem Komunikasi
e. Penyuluhan oleh kader dari masyarakat dan oleh petugas kesehatan
dari Puskesmas Pendidikan
Distribusi pendudukan berdasarkan tingkat pendidikan formal :
SD, SLTP, SLTA, Perguruan tinggi.
f. Rekreasi

15
Tempat wisata yang biasanya dikunjungi untuk rekreasi.

B. Prioritas Masalah & Diagnosa Keperawatan


a) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan lansia menggunakan pelayanan kesehatan
berhubungan dengan pengetahuan masyarakat yang kurang.
2. Kurangnya kesadaran lansia tentang masalah Hipertensi
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan
perubahan-perubahan pada lansia.
3. Ketidakpatuhan lansia untuk memeriksakan kesehatan berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan lansia tentang kesehatan hipertensi.
4. Kurang pengetahuan lansia tentang diet hipertensi berhubungan
dengan ketidakmampuan mengambil keputusan tentang pemilihan ,
pengolahan serta pengaturan diet hipertensi.
b) Menentukan prioritas masalah dengan mengguanakan tabel prioritas
Masalah. Ada berbagai cara menentukan prioritas masalah, diantaranya :
1. Metode Paper and Pencil Tool ( Ervin, 2002 )
Masalahnya Pentingnya Kemungkinan Peningkatan Total
masalah untuk perubahan positif terhadap
dipecahkan : jika diatasi : kualitas
2. Rendah 0. Tidak ada hidup bila
3. Sedang 1. Rendah diatasi :
4. Tinggi 2. Sedang 0. Tidak ada
3. Tinggi 1. Rendah
2. Sedang

2. Metode penepisan OMAHA


No Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total

Keterangan :

16
1) Sesuai dengan peran perawat komunitas
2) Jumlah yang beresiko
3) Besarnya resiko
4) Kemunkinan untuk penkes
5) Minat masyarakat
6) Kemungkinan untuk di atasi
7) Sesuai dengan program pemerintah
8) Sumber daya tempat
9) Sumber daya waktu
10) Sumber daya dana
11) Sumber daya peralatan
12) Sumber daya orang

Score :
0 : Sangat rendah
1 – 2 : Rendah
3 – 4 : Sedang
5 : Tinggi

3. Skoring diagnosis keperawatan komunitas ( Depkes, 2003 )


Masalah 1 2 3 4 5 6 Total

Keterangan :
1) Perhatian masyarakat
2) Prevalensi kejadian
3) Berat ringannya masalah
4) Kemungkinan masalah untuk diatasi
5) Tersedianya sumber daya masyarakat
6) Aspek politis

17
Score :
0 : Sangat rendah
1 – 2 : Rendah
3 – 4 : Sedang
5 : Tinggi
c) Rencana Keperawatan/Intervensi
1. Diagnosa : Ketidakmampuan masyarakat menggunakan pelayanan
kesehatan berhubungan dengan pengetahuan masyarakat yang kurang.
Tujuan
1) Tujuan jangka panjang : Kelompok Lansia mampu memanfaatkan
pelayanan fasilitas kesehatan yang disediakan secara efektif.
2) Tujuan jangka pendek
Kelompok Lansia mampu:
o Mengetahui manfaat berobat ke fasilitas kesehatan yang ada.
o Mampu meningkatkan kesadaran untuk mengikuti kegiatan
posyandu lansia.
Kriteria Hasil
1) Kegiatan pelayanan posyandu lansia dapat berjalan
secara efektif.
2) a) Meningkatkan derajat kesehatan lansia
b) Lansia menyatakan kesediannya untuk mau mengikuti kegiatan
posyandu lansia secara rutin.
Intervensi
1. Motivasi lansia untuk menggunakan sarana
2. Kesehatan yang disediakan atau pergi ke posyandu
3. Lansia secara rutin.
4. Beri penyuluhan tentang Hipertensi serta dampak
5. jika tidak periksa atau ditindaklanjuti.
6. Kerjasama dengan lintas sektor : Kader dan Tokoh
7. Masyarakat untuk rutin menghadiri Posyandu
8. Lansia agar jadi contoh kepada Lansia setempat.

18
Penanggung Jawab
 Ketua Kader Lansia
 Bidan setempat
 Mahasiswa praktek
Waktu Pelaksanaan :
Tempat Pelaksanaan :
Metode : Ceramah dan Tanya Jawab
Media yang digunakan : Leaflet dan SAP

2. Diagnosa 2 : Kurangnya kesadaran lansia tentang masalah kesehatan


lansia berhubungan dengan kurangnya pengetahuan kesehatan dan
perubahan-perubahan pada lansia.
Tujuan
1) Tujuan jangka panjang : Kelompok Lansia mengerti tentang
perubahan – perubahan yang terjadi pada usia lanjut usia.
2) Tujuan jangka pendek
Kelompok Lansia mampu:
o Mengerti penyebab perubahan – perubahan yang terjadi pada
usila.
o Mampu menjaga kesehatan diri sendiri.
Kriteria Hasil
1) Lansia mampu menyebutkan perubahan apa yang terjadi pada
dirinya.
2) a) Mampu menjelaskan penyebab perubahan yang terjadi pada
usila
b) Derajat kesehatan lansia meningkat
Intervensi
1. Beri penyuluhan tentang kesehatan lansia serta perubahan –
perubahan yang terjadi pada usila.
2. Beri leaflet tentang kesehatan lansia untuk membantu pemahaman
para lansia.

19
3. Kerjasama dengan lintas program dan sektor : kader lansia
setempat untuk melanjutkan memberi pendidikan kesehatan
tentang kesehatan lansia.
Penanggung Jawab
 Ketua Kader Lansia
 Bidan setempat
 Mahasiswa prakterk
Waktu Pelaksanaan :
Tempat Pelaksanaan :
Metode : Ceramah dan Tanya Jawab
Media yang digunakan : Leaflet dan SAP

3. Diagnosa 3 : Ketidakpatuhan lansia untuk memeriksakan kesehatan


berhubungan dengan kurangnya pengetahuan lansia tentang kesehatan
hipertensi.
Tujuan
1) Tujuan jangka panjang : Kelompok Lansia rutin untuk
memeriksakan kesehatannya pada Puskesmas, Posyandu Lansia
atau Pustu setempat.
2) Tujuan jangka pendek
Kelompok Lansia mampu:
o Mengetahui tentang manfaat, jadwal dan kegiatan posyandu
lansia.
o Mampu meningkatkan kesadaran untuk mengikuti kegiatan
posyandu lansia.
Kriteria Hasil
1) Kegiatan pelayanan posyandu lansia dapat berjalan secara efektif
serta kunjungan posyandu meningkat sampai dengan 100 % dalam
kurun waktu 1 tahun.
2) a) Lansia mampu menyebutkan manfaat posyandu lansia dengan
benar, jadwal posyandu lansia dan kegiatan posyandu lansia.

20
b) Lansia menyatakan kesediannya untuk mau mengikuti kegiatan
posyandu lansia secara rutin.
Intervensi
1. Motivasi lansia untuk menggunakan sarana kesehatan yang
disediakan atau pergi ke posyandu lansia secara rutin.
2. Beri penyuluhan tentang Hipertensi serta dampak jika tidak periksa
atau ditindak lanjuti.
3. Kerjasama dengan lintas sektor : Petugas Puskesmas dan Kader
dalam pelaksanaan posyandu lansia.
Penanggung Jawab
 Ketua Kader Lansia
 Bidan setempat
 Mahasiswa praktek
Waktu Pelaksanaan :
Tempat Pelaksanaan :
Metode : Ceramah dan Tanya Jawab
Media yang digunakan : Leaflet dan SAP

4. Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan lansia tentang diet hipertensi


berhubungan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan tentang
pemilihan , pengolahan serta pengaturan diet hipertensi.
Tujuan
1) Tujuan jangka panjang : Kelompok lansia mengerti tentang diet
hipertensi dan menerapkan dalam kehidupan sehari - hari.
2) Tujuan jangka pendek
Kelompok Lansia mampu:
o Mengetahui komposisi menu untuk hipertensi.
o Mampu menyebutkan apa saja pantangan makanan untuk
penderita hipertensi.
Kriteria Hasil

21
1) Lansia mengerti dan menerapkan diet hipertensi dalam kehidupan
sehari - hari.
2) a) Mampu memperagakan mengkonsumsi sesuai komposisi menu
yang diajarkan.
b) Mampu menyebutkan dengan benar makanan pantangan untuk
penderita hipertensi.
Intervensi
1. Beri penyuluhan tentang Hipertensi komposisi menu diet untuk
penderita hipertensi.
2. Beri contoh menu diet hipertensi.
3. Kerjasama dengan lintas program sektor : Kader untuk meneruskan
pendidikan kesehatan komposisi menu diet penderita hipertensi
setiap kegiatan posyandu lansia.
Penanggung Jawab
 Ketua Kader Lansia
 Bidan setempat
 Mahasiswa Praktek
Waktu Pelaksanaan :
Tempat Pelaksanaan :
Metode : Diskusi dan Tanya Jawab
Media yang digunakan : Leaflet dan SAP

d) Pelaksanaan
Adalah pelaksanaan kegiatan – kegiatan yang telah direncanakan
dengan melibatkan secara aktif masyarakat melalui kelompok –
kelompok yang ada di masyarakat, tokoh – tokoh masyarakat dan
bekerjasama dengan pimpinan formal di masyarakat, Puskesmas/Dinas
Kesehatan atau sektor terkait lainnya, yang meliputi kegiatan :
1. Promotif :
a. Penyuluhan kesehatan/pendidikan kesehatan
b. Standarisasi nutrisi yang baik

22
c. Pemeriksaan kesehatan secara periodik
2. Preventif :
a. Pencegahan penyakit dan masalah kesehatan
b. Pemberian nutrisi khusus
c. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
d. Imunisasi khusus pada kelompok khusus
3. Pelayanan kesehatan lansung :
a. Pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia
b. Rujukan

e) Tahap Evaluasi
1. Perkembangan masalah kesehatan yang telah ditemukan
2. Pencapaian tujuan keperawatan (Terutama Tujuan Jangka Pendek)
3. Efektifitas dan efisien tindakan/kegiatan yang telah dilakukan
4. Rencana tindak lanjut

23
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi  
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdfdiaks
library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312017/bab2.pdf diakses

24

Anda mungkin juga menyukai