Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil
palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal

Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu


1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik.
a. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
b. Adenoid
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen
tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk
dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah
yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid
tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring.
Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan
posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba
eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada
umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun
kemudian akan mengalami regresi.
c. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat
foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata.
o Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Bila terjadi radang disebut pharyngitis. saluran faring rnemiliki panjang 12-14
cm dan memanjang dari dasar tengkorak hingga vertebra servikalis ke-6.
Faring berada di belakang hidung, mulut, dan laring serta lebih lebar di bagian
atasnya. Dari sini partikel halus akan ditelan atau di batukkan keluar. Udara
yang telah sampai ke faring telah diatur kelembapannya sehingga hampir
bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh. Lalu mengalir ke kotak suara
(Laring).
Beberapa fungsi faring:
a. Saluran nafas dan makanan, faring adalah organ yang terlibat dalam sistem
pencernaan dan pernapasan: udara masuk melalui bagian nasal dan oral,
sedangkan makanan melalui bagian oral dan laring.
b. Penghangat dan pelembab, dengan cara yang sama seperti hidung, udara
dihangatkan dan dilembapkan saat masuk ke faring.
c. Fungsi bahasa, fungsi faring dalam bahasa adalah dengan bekerja sebagai bilik
resonansi untuk suara yang naik dari laring, faring (bersama sinus) membantu
memberikan suara yang khas pada tiap individu
d. Fungsi Pengecap, terdapat ujung saraf olfaktorius dari indra pengecap di
epitelium oral dan bagian faringeal.
e. Fungsi Pendengaran, saluran auditori (pendengaran), memanjang dari
nasofaring pada tiap telinga tengah, memungkinkan udara masuk ke telinga
tengah. Pendengaran yang jelas bergantung pada adanya udara di tekanan
atmosfer pada tiap sisi membran timpani.
f. Fungsi Perlindungan, Jaringan limfatik faring dan tonsil laring menghasilkan
antibodi dalam berespon terhadap antigen, misal mikroba. Tonsil berukuran
lebih besar pada anak dan cenderung mengalami atrofi pada orang dewasa.
Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring.
a. Nasofaring
Bagian nasal faring terletak di belakang hidung dan di atas palatum molle.
Pada dinding lateral, terdapat dua saluran auditori, tiap saluran mengarah ke
masing-masing bagian tengah telinga. Pada dinding posterior, terdapat tonsil
faringeal (adenoid), yang terdiri atas jaringan limfoid. Gambar : 5 saluran pada
sistem pernafasan (faring) Tonsil paling menonjol pada masa kanak-kanak
hingga usia 7 tahun. Selanjutnya, tonsil mengalami atrofi.
b. Orofaring Bagian
oral faring terletak di belakang mulut, memanjang dari bagian bawah palatum
molle hingga bagian vertebra servikalis ke-3. Dinding lateral bersatu dengan
palatum molle untuk membentuk lipatan di tiap sisi. Antara tiap pasang
lipatan, terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsil palatin. Saat
menelan, bagian nasal dan oral dipisahkan oleh palaturn molle dan uvula.
Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur
kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum
terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
c. Laringofaring
Bagian laringeal faring memanjang dari atas orofaring dan berlanjut ke bawah
esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke-3 hingga 6. Mengelilingi mulut
esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk system respiratorik
selanjutnya.
1.1 Tonsilitis
A.Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring atau Gerlach’s tonsil).
B.Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh adanya infeksi virus atau bakteri. Penyebab Infeksi
virus yang paling sering adalah Epstein Barr Virus (EBV). Sedangkan bakteri
penyebab tonsillitis antara lain kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A,
Pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus,
Hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negati
C.Klasifikasi
1. Tonsilitis akut
Tonsilitis akut merupakan suatu infeksi pada tonsil yang
ditandai nyeri tenggorok, nyeri menelan, panas, dan malaise.
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan pembesaran tonsil, eritema dan
eksudat pada permukaan tonsil, kadang ditemukan adanya
limadenopati servikal. Korblut menjelaskan gejala tonsilitis akut
akan berkurang 4-6 hari. Penyakit ini biasanya akan sembuh
setelah 7-14 hari.
Tonsilitis akut berdasarkan penyebab infeksi, yaitu:

a. Tonsilitis viral
- Gejalanya: commond cold + rasa nyeri tenggorokan
- Penyebab paling sering : Virus Epstein Barr.
- Hemofilus influenzae  tonsilitis akut supuratif.
- Infeksi virus coxschakie  rongga mulut akan tampak luka-
luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien.
- Lebih sering pada anak prasekolah.
b. Tonsilitis bakterial
- Penyebab : bakteri grup A Streptokokus β hemolitikus yang
dikenal sebagai streptokokus throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.
- Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil reaksi
radang keluarnya leukosit polimorfonuklear  membentuk
detritus.
- Bentuk tonsilitis akut + detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri
- Penyebab : bakteri Coryne Bacterium Diphteriae.
- Sering pada anak-anak berusia <10 tahun ,frekuensi tertinggi
pada usia 2-5 tahun
b. Tonsilitis septik
- Penyebab: Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam
susu sapi
c. Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
- Penyebab: bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang
dan defisiensi vitamin C
d. Penyakit kelainan darah
- Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang
tertutup membran semu. Gejala pertama sering berupa
epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah
kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

3. Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk pengaruh
cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat.
Ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia parenkim atau
degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil, namun dapat
juga ditemukan tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan
sikatrik yang kronis.
Biasanya nyeri tenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih
dari 4 minggu dan kadang dapat menetap.
Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripta tonsil
mengakibatkan peningkatan stasis debris maupun antigen di
dalam kripta, juga terjadi penurunan integritas epitel kripta
sehingga memudahkan bakteri masuk ke parenkim tonsil. Bakteri
yang masuk ke dalam parenkim tonsil akan mengakibatkan
terjadinya infeksi tonsil. Pada tonsil yang normal jarang ditemukan
adanya bakteri pada kripta, namun pada tonsilitis kronis bisa
ditemukan bakteri yang berlipat ganda. Bakteri yang menetap di
dalam kripta tonsil menjadi sumber infeksi yang berulang terhadap
tonsil.
Disamping tonsilitis akut dan kronis Brodsky menjelaskan
adanya tonsiltis akut rekuren yang didefinisikan sebagai tonsilitis
akut yang berulang lebih dari 4 kali dalam satu tahun kalender,
atau lebih dari 7 kali dalam 1 tahun, 5 kali setiap tahun selama 2
tahun, atau 3 kali setiap tahun selama 3 tahun. Dalam catatan
kebanyakan anak tidak ditemukan adanya keluhan diantara
episode, dengan gambaran maupun ukuran tonsil yang kembali
normal. Namun demikian bagi dokter yang teliti dapat menemukan
eritema peritonsil, meningkatnya debris pada kripta tonsil, dilatasi
pembuluh darah tonsil, maupun ukuran tonsil yang sedikit
berubah.
D. Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang
terjadi pada anak-anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun.
Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya
terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih
sering terjadi pada anak-anak muda.

E. Patogenesis dan atau patofisiologi


Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa
tonsil yang terfiksasi oleh jaringn ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan
limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya
bermuara pada permukaan tonsil. Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang
yang disebut kripta.

Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk


eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta
yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus.
Detritus terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan
epitel tonsil yang terlepas. Tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut
Tonsilitis Folikularis. Tonsillitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk
kanal-kanal disebut Tonsilitis Lakunaris.

F. Manifestasi Klinis
Tonsillitis akut :
- Tenggorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)
- Nyeri saat menelan (menelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga
menjadi malas makan
- Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga
- Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, dan nyeri otot
- Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri
perut, pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher

G. Diagnosis Banding
Kasus Tonsilopharin Tonsillitis Rhinotonsilopharin
gitis difteri gitis
Disfagia + + +
Odinofagia + + +
Batuk + - +
Pilek - - +
Demam + subfebris +
Pem.kelenja + + +
r
Pharynx + - +
hiperemis
Detritus (+) + + +
Tonsil T3/T3 + + +
Konka - - +
Edema
AKUT KRONIS KRONIS
EKSASERBASI
AKUT
Tonsil + + -
hiperemis
Tonsil + + +/-
edema
Kriptus + + +
melebar
Destruitus + + +
Perlengketa - + +
n

H. Algoritma Diagnosis
1) Anamnesis
 Nyeri terus menerus di tenggorokan (Odinofagi)
 Nyeri saat menelan
 Rasa mengganjal di tenggorokan
 Terasa kering
 Pernafasan Bau
2) Pemeriksaan Fisik
Tonsilitis akut :
Tonsilitis tampak hiperemis, membengkak, detritus (+) berbentuk folikel atau
lacuna atau tertutup membrane semu, kelenjar submandibular membengkak dan
nyeri tekan .
Tonsilitis membranosa :
Tonsil membengkak ditutupi bercak putih, KGB membengkak (bull neck),
kelumpuhan otot palatum dan pernafasan, demam, nyeri kepala, badan lemah,
hipersaliva, gigi dan gusi mudah berdarah, nyeri tenggorok .
Tonsilitis kronik :
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis
yang mungkin tampak, yakni :
1.Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan
sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau
seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar
dan ditutupi eksudat yang purulen.

3) Pemeriksaan Penunjang: Bisa dengan kultur dari dalam tonsil


(gold standard)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikrobiologi (kultur dan uji resistensi bila perlu)
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk
mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan
infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen
disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau
penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al,2009).
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam
tonsil.

J. Tatalaksana famako dan non farmako


Pengobatan tonsilitis meliputi medikamentosa dan pembedahan.
1. Medikamentosa
a. Tonsilitis viral
Terapi meliputi istirahat, minum cukup, analgetika, dan
antivirus jika gejala yang dialami berat
b. Tonsilitis bakterial
Antibiotika spektrum luas penisilin, etitromisin. Antipiretik dan
obat kumur yang mengandung desinfektan

2. Tonsilektomi
The American Academy of Otolaryngology-Head and Surgery
(AAO-HNS) merilis indikasi klinis untuk melakukan
tonsilektomi adalah:
a) Indikasi Absolut
1) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi
saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan
komplikasi kardiopulmoner.
2) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan
pengobatan medis dan drainase
3) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
4) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan
patologi anatomi
b) Indikasi Relatif
1) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun
dengan terapi antibiotik yang adekuat
2) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik
dengan pemberian terapi medis
3) Tonsilitis kronik atau berulang pada kariera streptokokus
yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik β-
laktamase resisten

K.Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah
menyebar dari satu penderita ke orang lain. Resiko penularan
dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderita
tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan.
1. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak
dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air
panas yang bersabun sebelum digunakan kembali.
2. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah
infeksi berulang.
3. Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya
sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran
infeksi pada orang lain.

L. Komplikasi
1. Otitis media akut
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh periosteum telinga tengah.
2. Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai
jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah
antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi faringeal
bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan
serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang
bermakna, odinofagi yang berat dan trismus. Diagnosa
dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
3. Abses parafaring
Gejala utama adalahtrismus, indurasi atau pembengkakan di
sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan
dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial. Abses
dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
4. Toksemia
5. Septikemia
6. Bronkitis
7. Nefritis akut
8. Miokarditis
9. Artritis

M. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan
beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang
timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman.
Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika
tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan
dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat
menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas
lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan
sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi
sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

N. SKDI
Kompetensi 4A
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan
tuntas.
4 4A  Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
5 4B  Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai
internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
Dengan demikian didalam Daftar Penyakit ini level kompetensi
tertinggi adalah 4
1.2 Faringitis
1.2.1 Definisi
Faringitis adalah peradangan pada faring, saluran napas setelah dari
hidung menuju ke trakea. Sering disebut hanya sebagai “sakit tenggorokan.”
Faringitis juga bisa menyebabkan gatal dan luka di tenggorokan dan sakit
ketika menelan.
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan
tonsilitis, rhinitis dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15
th di daerah dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang
masih memiliki anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak.

1.2.2 Epidemiologi
Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya
mengalami 3−5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk
faringitis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital
Ambulatory Medical Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7
juta kunjungan anak-anak dengan faringitis ke klinik dan departemen gawat
darurat setiap tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per tahun
(Mary T. Caserta, 2009). Menurut National Ambulatory Medical Care Survey,
infeksi saluran pernafasan atas, termasuk faringitis akut, dijumpa 200
kunjungan ke dokter per 1000 penduduk per tahun di Amerika Serikat (Alan
L. Bisno, 2001). Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi
anak-anak. Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan
10% kasus faringitis pada orang dewasa terjadi pada musim sejuk adalah
akibat dari infeksi Group A Streptococcus. Faringitis jarang terjadi pada anak-
anak kurang dari 3 Tahun.

1.2.3 Klasifikasi
A. Klasifikasi Faringitis Akut
B. Faringitis kronis
 Faringitis kronis hiperflasi
 Faringitis kronis atrofi
C. Faringitis spesifik
 Faringitis Luetika
1. Stadium primer
2. Stadium sekunder
3. stadium tersier
 Faringitis tuberkulosa

1.2.4 Etiologi
Faringitis dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Banyak
mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis, antaranya virus (40-60%)
dan bakteri (5-40%) yang paling sering ( Rusmarjono dan Efiaty Arsyad
Soepardi, 2007).
Kebanyakan faringitis akut disebabkan oleh agen virus. Virus yang
menyebabkan faringitis termasuk Influenza virus, Parainfluenza virus,
Coronavirus, Coxsackie viruses A dan B, Cytomegalovirus, Adenovirus dan
Epstein Barr Virus (EBV). Selain itu, infeksi Human Immunodeficiency virus
(HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis (John L. Boone, 2003;
Anthony W Chow, 2013).
Faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri termasuk Group A Beta
Hemolytic Streptococcus (GABHS), Group C Beta Hemolytic Streptococcus,
Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diphtheria, Arcanobacterium
haemolyticum dan sebagainya. Infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus
(GABHS) merupakan penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa dan 20-
30% pada anak-anak (5-15 tahun) (Ferri, 2012; Rusmarjono dan Efiaty Arsyad
Soepardi, 2007). Neisseria gonorrhoeae sebagai penyebab faringitis bakterial
gram negative ditemukan pada pasien aktif secara seksual, terutama yang
melakukan kontak orogenital.

1.2.5 Manifestasi Klinis


 Virus
a. Jarang ditemukan tanda dan gejala yang spesifik. Faringitis yang
disebabkan oleh virus menyebabkan rhinorrhea, batuk, dan konjungtivitis.
b. Gejala lain dari faringitis penyebab virus yaitu demam yang tidak terlalu
tinggi dan sakit kepala ringan.
c. Pada penyebab rhinovirus atau coronavirus, jarang terjadi demam, dan
tidak terlihat adanya adenopati servikal dan eksudat faring.
d. Pada penyebab virus influenza, gejala klinis bisa tampak lebih parah dan
biasanya timbul demam, myalgia, sakit kepala, dan batuk.
e. Pada penyebab adenovirus, terdapat demam faringokonjungtival dan
eksudat faring. Selain itu, terdapat juga konjungtivitis.
f. Pada penyebab HSV, terdapat inflamasi dan eksudat pada faring, dan
dapat ditemukan vesikel dan ulkus dangkal pada palatum molle.
g. Pada penyebab coxsackievirus, terdapat vesikel-vesikel kecil pada palatum
molle dan uvula. Vesikel ini mudah ruptur dan membentuk ulkus dangkal
putih
h. Pada penyebab CMV, terdapat eksudat faring, demam, kelelahan,
limfadenopati generalisata, dan splenomegali.
i. Pada penyebab HIV, terdapat demam, myalgia, arthralgia, malaise, bercak
kemerahan makulopapular yang tidak menyebabkan pruritus,
limfadenopati, dan ulkus mukosa tanpa eksudat.

 Bakteri
A. Faringitis dengan penyebab bakteri umumnya menunjukkan tanda dan
gejala berupa lelah, nyeri/pegal tubuh, menggigil, dan demam yang lebih
dari 380C. Faringitis yang menunjukkan adanya mononukleosis memiliki
pembesaran nodus limfa di leher dan ketiak, tonsil yang membesar, sakit
kepala, hilangnya nafsu makan, pembesaran limpa, dan inflamasi hati.
B. Pada penyebab streptokokus grup A, C, dan G, terdapat nyeri faringeal,
demam, menggigil, dan nyeri abdomen. Dapat ditemukan hipertrofi tonsil,
membran faring yang hiperemik, eksudat faring, dan adenopati servikal.
Batuk tidak ditemukan karena merupakan tanda dari penyebab virus.
C. Pada penyebab S. Pyogenes, terdapat demam scarlet yang ditandai dengan
bercak kemerahan dan lidah berwarna stoberi.
Pada penyebab bakteri lainnya, ditemukan adanya eksudat faring dengan
atau tanpa tanda klinis lainnya.

1.2.6 Patogenesis dan patofisiologi


Penularan dapat terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi,
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang
meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan
yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.

1.2.7 Diagnosis
Kriteria Point
Temperatur >38°C 1
Tidak ada batuk 1
Pembesaran kelenjar leher anterior 1
Pembengkakan tonsil 1
Usia:
3-14 tahun 1
15-44 tahun 1
>= 45 tahun -1

Skor Resiko infeksi tatalaksana


streptokokus
≤0 1-2,5 % Kultur tidak dilakukan,
Antibiotik (-)
1 5-10% Kultur tidak dilakukan,
Antibiotik (-)
2 11-17% Kultur dilakukan,
Antibiotik jika kultur (+)
3 28-35% Kultur dilakukan,
Antibiotik jika kultur (+)
≥4 51-53% Kultur dilakukan,
Antibiotik empiris/ sesuai
kultur

1.2.8 Diagnosis Banding


 Epiglotitis kasus emergensi
 Difteri pediatric
 Mononucleosis dan infeksi EBV
 Infeksi mycoplasma pediatrik
 Dll

1.2.9 Pemeriksaan penunjang


 Gold standar : pemeriksaan kultur apusan tenggorok
Pemeriksaan kultur ulang setelah terapi tidak rutin direkomendasikan
 Rapid antigen detection test
Untuk mendeteksi antigen Streptokokus grup A. mempunyai spesifisitas
tinggi, sensitifitas rendah
 Tes antibodi terhadap streptococcus (ASTO)
Tidak mempunyai nilai dalam penegakan diagnosis maupun penanganan
faringitis streptokokus

1.2.10 Tata laksana


1.2.10.1 tata laksana umum
 Istirahat cukup
 Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup
 Pemberian obat kumur dan hisap pada anak yang lebih besar untuk
mengurangi nyeri tenggorok
 Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen
1.2.10.2 Terapi antibiotik
 Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis
streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection
test dan/atau kultur positif dari usap tenggorok.
 Tujuan : untuk menangani fase akut dan mencegah gejala sisa.
 Antibiotik empiris dapat diberikan pada anak dengan klinis mengarah
ke faringitis streptokokus, tampak toksik dan tidak ada fasilitas
pemeriksaan laboratorium
 Golongan penisilin (pilihan utk faringitis streptokokus)
 penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10
hari atau
 Amoksisilin 50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari
 Bila alergi penisilin dapat diberikan
1. Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau
2. Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3
atau 4 kali perhari selama 10 hari.
3. Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10
mg/kgBB/hari selama 3 hari
 Tidak dianjurkan: antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II
karena resiko resistensi lebih besar
 Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu
dievaluasi :
1. Kepatuhan yang kurang
2. Adanya infeksi ulang
3. Adanya komplikasi misal: abses peritonsilar
4. Adanya kuman beta laktamase.
 Penanganan faringitis streptokokus persisten :
 Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau
 Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama
10 hari atau
 Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal
600.000 IU (BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg)

1.2.11 Komplikasi
Infeksi traktus respiratori bagian atas oleh virus merupakan faktor
predisposisi munculnya infeksi pada telinga tengah. Kejadian komplikasi pada
faringitis atau tonsilitis akut virus sangat jarang, namun beberapa kasus dapat
berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri, dapat juga ditemukan
komplikasi ulkus kronis yang cukup luas pada faringitis bakteri dan virus.
Komplikasi faringitis atau tonsilitis bakteri terjadi akibat perluasan langsung
atau secara hematogen. Akibat perluasan langsung atau lokal supuratif,
faringitis atau tonsilitis dapat berlanjut menjadi rinosinusitis, otitis media,
mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal atau parafaringeal, atau
penumonia. Komplikasi dari bakteri streptococcus beta hemolitikus grup A
dapatb mengakibatkan meningitis, osteomielitis atau arthritis septik termasuk
juga dari komplikasi penyakit nonsupuratif seperti demam reumatik akut dan
acute postinfectious glomerulonephritis.

1.2.12 Prognosis
Sebagian besar faringitis atau tonsillitis yang diakibatkan oleh virus
memiliki prognosis yang lebih baik karena sangat jarang menimbulkan
komplikasi dan juga merupakan self limiting disease yang mana akan dapat
membaik apabila sistem imun membaik. Sedangkan pada faringitis atau
tonsillitis yang diakibatkan oleh bakteri memiliki prognosis yang lebih buruk
karena dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, oleh karena itu dibutuhkan
pemberian antibiotik yang tepat sesuai dengan jenis bakteri agar fase
penyembuhan dapat berlangsung tanpa mengakibatkan komplikasi.

1.2.13 SKDI
Faringitis termasuk dalam SKDI 4A

Anda mungkin juga menyukai