OSTEOARTHRITIS GENU
Oleh:
Pembimbing:
Dr. Ernie, Sp.KFR
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Osteoarthritis Genu
Oleh:
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Rehabilitasi Medik di RSMH Palembang. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ernie,
Sp.KFR atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
DAFTAR PUSTAKA 45
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Tuti
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Sekip, Palembang
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah menikah
Tanggal Periksa : 3 februari 2021
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri pada lutut kanan
3
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat operasi tumor : disangkal
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS: 15
Tanda Vital : TD 140/90 mmHg; N 92x/menit; RR 20x/menit; T 36,7oC
Tinggi Badan : 167 cm
Berat Badan : 75 Kg
IMT : 26.9 kg/m2(Obesitas)
VAS score :
4
Cara berjalan/Gait
Antalgic gait : Ada
Hemiparese gait : Tidak ada
Steppage gait : Tidak ada
Parkinson gait : Tidak ada
Tredelenburg gait : Tidak ada
Waddle gait : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Bahasa/Bicara
Komunikasi verbal : normal
Komunikasi nonverbal: normal
Kulit : normal
Status Psikis :
- Sikap : kooperatif - Orientasi : normal
- Ekspresi wajah : menahan nyeri - Perhatian : normal
5
III N. Occulomotorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Kepala
Bentuk : normal
Ukuran : normocephali
Mata : normal
Hidung : normal, simetris
Telinga : normal, simetris
Mulut : simetris
Wajah : simetris
Gerakan abnormal : tidak ada
D. Leher
Inspeksi: statis, simetris, struma (-), trakea di tengah
Palpasi: tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-), tumor (-), JVP 5-2
cmH2O
Luas Gerak Sendi
Ante /retrofleksi (n 65/50) : tidak dilakukan
Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : tidak dilakukan
Rotasi (D/S) (n 45/45) : tidak dilakukan
6
Tes Provokasi
Lhermitte test/ Spurling : tidak dilakukan
Test Valsava : tidak dilakukan
Distraksi test : tidak dilakukan
E. Thorax
Bentuk : simetris
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Ekspirasi dan Inspirasi Maksimum (tidak
dilakukan)
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra 2 cm
medial
Perkusi : batas-batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I > bunyi jantung II reguler, murmur (-),
gallop (-)
F. Abdomen
Inspeksi : Datar, Tidak tampak kelainan
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
G. Trunkus
Inspeksi
Simetris : simetris
Deformitas : tidak ada
7
Lordosis : tidak ada
Scoliosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Hairy spot : tidak ada
Pelvic tilt : tidak ada
Palpasi
Spasme otot-otot para vertebrae : tidak ada
Nyeri tekan (lokasi) : tidak ada
Luas gerak sendi lumbosakral
Ante/retro fleksi (95/35) : 95/35
Laterofleksi (D/S) (40/40) : 40/40
Rotasi (D/S) (35/35) : 35/35
Test provokasi
Valsava test : Tidak dilakukan - Tes Laseque : -/-
Baragard dan Sicard : -/- - Niffziger test : tidak dilakukan
Test SLR : tidak dilakukan - Test: O’Connell: tidak dilakukan
- FNST : tidak dilakukan - Test Patrick : -/-
- Test Kontra Patrick : -/- - Tes gaernslen: tidak dilakukan
- Test Thomas : tidak dilakukan - Test Ober’s : tidak dilakukan
- Nachalasknee flexion test : tidak dilakukan
-Yeoman’s hyprextension : tidak dilakukan
- Mc.Bride sitting test : tidak dilakukan
- Mc. Bridge toe to mouth sitting test : tidak dilakukan
- Test schober : tidak dilakukan
8
Nodus herbenden tidak ada tidak ada
Palpasi: Nyeri tekan (-)
Neurologi
Kekuatan
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
9
Penilaian Fungsi Tangan Kiri Kanan
● Anatomical Normal Normal
● Grips Normal Normal
● Spread Normal Normal
● Palmar abduct Normal Normal
● Pinch Normal Normal
● Lumbrical Normal Normal
Ekstensi pergelangan
tangan 0º-70º 0º-70º 0º-70º 0º-70º
10
Supinasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
11
Ekstensi paha 0-30 0-30 0-30 0-30
Ekstensi lutut 0 0 0 0
kaki
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologis : Rontgen
Kesan : Osteoarthritis genu dextra grade II
E. EVALUASI
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1 Struktur dan Posisi dan kedudukan Mengurangi rasa nyeri pada lutut
fungsi tubuh tulang tulang baik, tidak sebelah kanan dan mengembalikan
tampak fraktur-dislokasi
gerakan normal lutut kanan
Tampak spur di eminentia
intercondyloidea,
condyles dan epicondylus
medialis serta retro
patellar
12
jaringan lunak
F. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis klinis: Osteoarthritis genu dextra grade II (Skala KL)
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Rheumatoid Arthritis
2. Gout Arthritis
13
2. Ultrasound
Pada kondisi akut dapat diberikan setiap hari. Sedangkan pada kondisi
kronis 2- 3x/minggu selama 5-10 menit.
Okupasi Terapi
1. Quadricep exercises (Non Weight Bearing)
Pasien diminta untuk mengencangkan otot-otot atas pahanya dengan
menekan bagian belakang lutut rata ke lantai, tahan selama 6 detik lalu
istirahat 10 detik. Jika pasien merasa tidak nyaman di daerah lutut bisa
meletakkan gulungan handuk atau bantalan lain di bawah lutut.
2. Latihan Aerobik
Ortotik Prostetik
Ortotik : tidak ada
Prostetik : tidak ada
Alat bantu ambulansi : tidak ada
Terapi Wicara
Afasia : tidak dilakukan
Disartria : tidak dilakukan
Disfagia : tidak dilakukan
Edukasi :
1. Mendorong pasien untuk melakukan latihan fisik di rumah
14
2. Mengingatkan pasien bahwa setiap orang memiliki kemajuan
penyembuhan dengan kecepatan berbeda
3. Komplikasi dapat terjadi
I. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada
sendi
d. Modifikasi aktivitas Program penatalaksanaan mandiri (self-
management programs)
e. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), melakukan program penurunan
berat badan, minimal penurunan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan
otot, dan menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu
Medikamentosa
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dimulai dengan dosis rendah dan
dapat dinaikkan dosis maksimal hanya bila dosis rendah kurang efektif.
pemberian OAINS lepas bertahap (Na-Diklofenak SR75 atau SR100)
dipertimbangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan terapi
(jangka pendek 1-3 minggu). Dosis : 50 mg 2-3 kali sehari atau 75 mg oral 2
kali /hari.
J. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
15
Quo ad functionam : dubia ad bonam
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tulang
Tulang yang membentuk sendi lutut yaitu femur, tibia, fibula dan patella.3
a. Tulang femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas
17
dan bawah dari columna femoris terdapat laju yang disebut throcanter
mayor dan throcanter minor, di bagian ujung membentuk persendian
lutut. Terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan
condylus lateralis, diantara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat
letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fossa
condylus. 3
b. Tulang tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada
os fibula. Pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os malleolus medialis.3
c. Tulang fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya.
Terdapat tonjolan yang disebut os malleolus lateralis atau mata kaki
luar.3
d. Tulang patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan
yang berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di
samping sebagai perekat otot-otot atau tendon adalah sebagai
pengungkit sendi lutut. Pada posisi fleksi lutut 90 derajat kedudukan
patella diantara kedua condylus femur dan saat ekstensi maka patella
terletak pada permukaan anterior femur.3
2. Ligamentum
Tulang diikat bersamaan bukan oleh tulang tetapi oleh ligamen dan otot.
Ligamentum dapat dibagi dalam ligamentum yang terletak di luar capsula
dan di dalam capsula.4
Ligamenta Extracapsularia
18
1) Ligamentum patellae di atas melekat pada pinggir bawah patella dan di
bawah pada tuberositas tibia. Sebenarnya ligamentum ini merupakan
lanjutan dari bagian utama tendo bersama musculus quadriceps femoris.
2) Ligamentum collaterale laterale berbentuk seperti tali dan melekat di atas
pada condylus lateralis femoris dan di bawah pada caput fibulae. Tendo
musculus popliteus berjalan di antara ligamentum dan meniscus lateralis.
3) Ligamentum collaterale mediale berbentuk pita pipih dan di atas melekat
pada condylus medialis femoris dan di bawah pada facies medialis
corpus tibiae. Ligamentum ini melekat dengan erat pada meniscus
medialis.
4) Ligamentum popliteum obliquum adalah peluasan tendo yang berasal
dari musculus semimembranosus. Ligamentum ini memperkuat aspek
posierior dari capsula.4
Ligamenta lntracapsularia
Ligamenta cruciatum adalah dua ligamentum intracapsular yang kuat, yang
saling bersilangan satu dengan yang lain di dalam rongga sendi.
19
Otot-otot berikut ini mempunyai fungsi pada pergerakan sendi lutut:4
4. Bursa
Bursa adalah suatu kantung tertutup dari jaringan areolar. Dindingnya
lembek saling terpisah oleh suatu lapisan cairan licin yang menyerupai
putih telur. Sebagi suatu pelumas dan untuk mengurangi gesekan antara
tulang, otot, tendon serta memungkinkan gerakan bebas.3
a.Bursa anterior
1)Bursa suprapatellaris.
20
Terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan erat dengan
rongga sendi.
2)Bursa prepatellaris.
Terletak pada jaringan subkutan diantara kulit dan bagian depan
belahan bawah patella dan bagian atas ligamentum patella.
3)Bursa infrapatellaris superficialis.
Terletak pada jaringan subkutan diantara kulit dan bagian depan
belahan bawah ligamentum patella.
4) Bursa infapatellaris profunda.
Terletak diantara permukaan posterior dari ligamentum patella dan
permukaan anterior tibia. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui
jaringan lemak dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.
b.Bursa Superior
1) Bursa popliteus.
Ditemukan dalam hubungan dengan tendon m. popliteus dan
berhubungan dengan rongga sendi.
2) Bursa semimembranosus
Ditemukan sehubungan dengan insersio m. semimembranosus dan
sering berhubungan dengan rongga sendi.3
5. Meniskus
Meniskus adalah lempeng berbentuk sabit fibrocartilago pada permukaan
artikular tibia. Batas perifernya tebal dan cembung. Melekat pada bursa.
Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas. Permukaan
atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris.
Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies artikularis condylus
tibialis untuk menerima condylus femoris yang cekung.3
a. Meniscus medialis
Berbentuk huruf C. lebih lebar di posterior daripada anterior, kurang
mobile daripada meniscus medialis.
b. Meniscus lateralis
21
Hampir berbentuk sirkuler, lebih kecil, lebih dapat digerakkan secara
bebas.3
22
nilai ROM normal 130o -140o dengan soft end feel, oleh penekanan
jaringan lunak. Pada hiperekstensi ROM berkisar antara 5o – 10o dengan
hard end feel, oleh pembatasan tulang. Pembatasan tulang dalam gerakan
putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi
antara 30o –35o, sedangkan untuk eksorotasi antara 40o – 45o dari posisi
awal mid-position. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 o.
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan
sliding berlawanan arah, di mana saat terjadi gerak fleksi femur rolling ke
arah belakang maka sliding-nya ke depan, dan saat gerakan ekstensi femur
rolling kearah depan maka sliding-nya ke belakang. Jika tibia bergerak
fleksi ataupun ekstensi maka rolling maupun sliding terjadi searah, saat
fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi menuju ventral.5
23
genu.6 OA biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight
bearing) misalnya pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga
mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan, dan pergelangan kaki.7
3.3 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO, 40% penduduk dunia yang berusia lebih dari 70
tahun mengalami Osteoartritis Genu.7 Penyakit ini memiliki prevalensi
tinggi pada orang usia tua, di Amerika Serikat prevalensi OA pada
populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80% dan diperkirakan
akan meningkat pada tahun 2020.8 Prevalensi OA lutut radiologis di
Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada
wanita. pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan
aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat
yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus-menerus sehingga sangat
mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan
sifatnya yang kronik-prograsif, OA mempunyai dampak sosio-ekonomik
yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Diperkirakan 1-2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat
karena OA, pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA akan
9
lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.
Prevalensi OA lutut pada laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan
perempuan, hal ini ditunjukkan pada meta analisis laki-laki dan perempuan
dimana kejadian OA lutut pada laki-laki umur <55 tahun lebih rendah
dibandingkan pada perempuan. Wanita, terutama yang berusia ≥55 tahun,
cenderung mengalami OA lutut yang lebih parah tetapi tidak di tempat
lain. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan jenis kelamin kejadian
OA lutut terutama setelah usia menopause. 2
24
3.4 Faktor Risiko
Faktor risiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. 9 10
Faktor Intrinsik :
- Usia
Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya
usia. OA hampir tak pernah ada pada anak-anak, jarang pada umur
dibawah 40 tahun dan sering terjadi pada usia diatas 60 tahun. Akan
tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat penuaan saja. Perubahan
tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan perubahan pada OA.
Proses penuaan akan menurunkan jumlah kondrosit di kartilago sendi
dan akan berkorelasi langsung dengan derajat kerusakan kartilago.
Prevalensi pada wanita lebih besar daripada pria; tingkat keparahan
OA juga lebih besar pada wanita. Penelitian menunjukkan bahwa
hormon berperan dalam mekanisme terjadinya OA.
- Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan lelaki lebih sering terkena
OA paha, pergelangan tangan, dan leher. secara keseluruhan dibawah
45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki maupun
wanita. Tetapi diatas usia 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA
lebih banyak pada wanita daripada pria diakibatkan peran hormonal
pada patogenesis OA.
- Suku Bangsa
OA lebih sering ditemui pada orang-orang Amerika asli (Indian)
daripada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan cara
hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
- Gangguan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan pada paha (misalnya penyakit
Perthes dan dislokasi kongenital paha) talah dikaitkan dengan
timbulnya OA paha pada usia muda.
25
- Herediter (Genetik)
Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain
untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII,
protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA
yang mengenai banyak sendi).
Faktor Ekstrinsik :
6
overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena OA. Obesitas
meningkatkan risiko OA dengan beberapa mekanisme, di antaranya
meningkatkan beban sendi terutama pada weight- bearing joint,
mengubah faktor perilaku seperti menurunnya aktivitas fisik yang
akhirnya menghilangkan kemampuan dan kekuatan protektif otot
sekitar sendi. Pada OA lutut, obesitas menyebabkan kelemahan otot–
otot disekitar sendi lutut dan meningkatkan kasus artroplasti.
Pada pasien obesitas, jaringan lemak dapat juga ditemukan di belakang
patella di area sendi lutut, biasa disebut infrapatellar fat pad, jaringan
lemak ini dapat menghasilkan adipokin, yaitu sitokin yang dihasilkan
sel lemak, seperti leptin, adiponektin, resistin, dan visfatin. Adipokin
ini dapat mengalami disregulasi yang dapat mensekresikan faktor–
faktor proinflamasi.
26
- Jejas yang timbul di sendi (fraktur, nekrosis avascular, robekan
ligament, kerusakan fibrokartilago)
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko
timbulnya OA. Hal ini timbul karena tulang yang lebih padat tak
mampu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan
sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
- Faktor pekerjaan, aktivitas fisik, dan olahraga yang sering dilakukan
Pekerjaan berat maupun pemakaian satu sendir secara terus-menerus
dapat meningkatkan risiko OA. Demikian juga cedera sendi dan
olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan
risiko OA yang lebih tinggi. Peran beban benturan yang berulang dapat
menjadi suatu faktor penentu lokasi predisposisi OA dan berkaitan
dengan perkembangan dan beratnya OA. Gerakan sendi berulang dapat
menjadi predisposisi OA; namun gerakan sendi lutut dan otot di sekitar
lutut yang tepat dapat memperkuat dan menstabilkan sendi, sehingga
mengurangi risiko OA. OA lutut bisa juga berkaitan dengan riwayat
cedera. Cedera yang meningkatkan risiko OA lutut adalah robeknya
meniskus atau cedera ligament cruciate anterior.
3.5 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui pasti, namun faktor biomekanik
dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
27
terjadinya OA. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif
antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan
tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifactorial akibat terganggunya
faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat
komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya. 8
3.6 Patofisiologi
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan
dan kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan
antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi
perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi
kehilangan sifat kompresibilitasnya. Selain kondrosit, sinoviosit juga
berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis, yang
menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang
mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases
(MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi
dan merusak matriksrawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas
akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik. 12
28
Sinovial juga mengalami gangguan seperti halnya kartilago;
ditandai dengan penebalan dan efusi pada sinovium pada fase awal OA
lutut. Pada artroskopi ditemukan kelainan sinovia pada lebih dari 50%
penderita OA lutut, sebagian besar tidak disertai manifestasi klinis
sinovitis. Peradangan sinovial biasanya ditemukan di sekitar kerusakan
tulang dan kartilago.
29
sinovitis dan efusi sendi dapat terjadi. Menariknya, nyeri sendi mungkin
lebih berhubungan dengan inflamasi sinovial dibandingkan dengan
kerusakan tulang rawan atau ekstensi dari gambaran artitis secara
radiologis. Kapsul sendi akan menebal dan terkadang menempel pada
tulang yang telah mengalami deformitas, yang berkontribusi pada
terbatasnya lingkup gerak sendi.
Tulang rawan sendi menjadi rusak melalui jalur kaskade sinyal,
sitokin dan jalur anabolic growth factor. Proses enzimatik (termasuk
metaloproteinase matriks) membantu pemecahan makromolekul
proteoglikan, glikosaminoglikan,dan kolagen menjadi fragmen-fragmen
besar yang dapat berdifusi. Fragmen-fragmen ini kemudian akan
diambil oleh sel-sel tulang rawan (kondrosit) dan dicerna oleh enzim
lisosomal sel tersebut. (proses ambilan seluler dan pencernaan
lisosomal). Hilangnya proteoglikan dari tulang rawan sendi merupakan
ciri khas proses osteoartritis.14
30
mungkin mengindikasikan derajat aktivitas penyakit. MicroRNA, asam
nukleat kecil yang tidak mengkode protein (namun sepertinya berperan
meregulasi RNA yang mengkode protein), mungkin memiliki efek
langsung dalam berkembangnya OA dengan menarget gen spesifik
yang terlibat dalam perkembangan dan homeostasis tulang rawan.
Gangguan dalam jalur sinyal seluler, terutama superfamili transforming
growth factor-beta (TGF-B), memainkan peran penting dalam
perkembangan OA. Studi lain menunjukkan bahwa sitokin, seperti
interleukin-1 dan TNF, memainkan peran besar dalam degradasi tulang
rawan sebagai hasil dari aktivasi dan pelepasan enzim proteolitik dan
kolagenolitik yang dihubungkan dengan ketidakseimbangan respons sel
terhadap aktivitas faktor pertumbuhan.13 14
3.7 Klasifikasi
Menurut Kellgren-Lawrence, berdasarkan gambaran radiologi, OA lutut
dapat dibagi menjadi 5 grade yaitu :13
- Grade 0 : tidak ditemukan penyempitan ruang sendi atau perubahan
reaktif
- Grade 1 : penyempitan ruang sendi meragukan dengan kemungkinan
bentukan osteofit
- Grade 2 : osteofit jelas, kemungkinan penyempitan ruang sendi
- Grade 3 : osteofit sedang, penyempitan ruang sendi jelas, nampak
sclerosis, kemungkinan deformitas pada ujung tulang
- Grade 4 : osteofit besar, penyempitan ruang sendi jelas, sclerosis berat,
nampak deformitas ujung tulang.
31
Gambar 5. Klasifikasi OA lutut13
32
Gambar 6. Manifestasi Osteoarthritis Genu
33
o Krepitasi (rasa gemeretak kadang dapat terdengar pada sendi
yang sakit)
o Nyeri sendi saat beraktivitas
o Nyeri saat malam hari (night pain)
o Pembesaran sendi (deformitas)
o Kaku pagi (timbul setelah imobilitas selama tidur)
o Gangguan pada aktivitas sehari-hari (semakin bertambah berat
dengan bertambahnya rasa nyeri)
o Perubahan gaya berjalan (menjadi pincang, dan menjadi
ancaman besar untuk kemandirian pasien OA dengan usia tua).
o Lain-lain: risiko jatuh, isolasi sosial, depresi
o Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan
pasien)
ii) Pemeriksaan Fisik
o Tentukan BMI
o Perhatikan gaya berjalan/pincang? (hampir selalu berhubungan
dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan, terutama
dijumpai pada OA lutut)
o Adakah kelemahan/atrofi otot
o Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi? (tanda peradangan seperti
nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan
warna kemerahan dijumpai karena synovitis. Tanda ini
biasanya muncul belakangan)
o Lingkup gerak sendi (ROM)
o Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
o Krepitus (bermakna klinis pada OA lutut. Gejala ini timbul
karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi
digerakan atau secara pasif dimanipulasi)
o Deformitas/bentuk sendi berubah (terjadi akibat kontraktur
sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai
34
kecacatan dan gaya berdiri, serta perubahan pada tulang dan
permukaan sendi)
o Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi (bertambah berat
dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa
digoyangkan bahkan kontraktur. Hambatan gerakan dapat
konsentris/ seluruh arah gerakan maupun eksentris/ salah satu
arah gerakan)
o Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
o Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
o Pembengkakan jaringan lunak (menyebabkan pembengkakakn
sendi biasanya akibat efusi < 100 cc. sebab lain akibat osteofit
yang dapat mengubah permukaan sendi)
o Instabilitas sendi
iii) Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis banding
o Adanya infeksi
o Adanya fraktur
o Kemungkinan keganasan
o Kemungkian Artritis Reumatoid
iv) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi yang menyokong diagnosis OA adalah :
▪ Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris
(lebih berat pada bagian yang menanggung beban).
▪ Peningkatan densitas/ sclerosis tulang subkondral
▪ Kista tulang
▪ Osteofit pada pinggir sendi
▪ Perubahan struktur anatomi sendi
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah tepi (Hb, leukosit, LED) dalam
batasnormal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan
35
dengan artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA,
faktor rheumatoid, dan komplemen) juga normal. Pada OA
dengan peradangan didapatkan penurunan viskositas,
pelositosis ringan-sedang, peningkatan sel radang (<8000/m),
dan peningkatan protein. Pemeriksaan darah membantu
menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
36
Tabel 2. Kriteria Diagnosis menurut ACR11
37
kemungkinan OA. Jika semua tanda dan gejala terpenuhi, kemungkinan
menemukan OA pada radiografi adalah 99%. 18
Klinis ditambah radiografi: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan
sebelumnya, ditambah bukti radiografi adanya osteofit pada tepi sendi
ditambah 1 gejala berikut ini: krepitasi pada gerakan aktif, kaku di pagi
hari dengan durasi kurang dari 30 menit, dan usia > 50 tahun.
Klinis ditambah laboratorium: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan
sebelumnya, ditambah minimal 5 hal berikut ini: krepitasi pada gerakan
aktif, kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30 menit, usia >50
tahun, nyeri tekan tulang saat pemeriksaan, pembesaran tulang, tidak
teraba hangat, LED <40 mm/jam, Rheumatoid factor < 1:40, dan cairan
sinovial sesuai tanda OA. 18
38
- Misalignment tungkai bawah: harus disingkirkan (menyebabkan OA
lutut kompartemental misalnya, bentuk kelainan varus/kerusakan
medial tibiofemoral, atau valgus/kerusakan lateral tibiofemoral).
- Genu valgum misalignment: melibatkan kompartemen lateral
tibiofemoral. Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi lingkup
gerak sendi (range of motion) dan percepatan penyempitan celah sendi
= disebut instabiliti pada sendi lutut (ligamentum laxity).
- Inflammatory arthropaties
- Artritis Kristal (gout atau pseudogout)
- Bursitis (a.r. trochanteric, Pes anserine)
- Sindroma nyeri pada soft tissue
- Nyeri penjalaran dari organ lain (referred pain)
- Penyakit lain dengan manifestasi artropati (penyakit neurologi,
metabolik dll.)
3.11 Penatalaksanaan
1. Tahap Pertama
Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs):
modifikasi gaya hidup. (Level of evidence: II)
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat
badan, minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI
18,5-25. (Level of evidence: I).
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
(Level of Evidence: I)
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi,
penguatan otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak
sendi (assistive devices for ambulation): pakai tongkat pada sisi yang
sehat. (Level of evidence: II)
39
1) Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Bertujuan untuk mengurangi nyeri. Pasien dalam posisi terlentang lalu
ke empat pet diletakkan di lutut pasien bagian lateral, medial, superior
dan inferior. Frekuensi 6 x seminggu, intensitas 65 mA selama 10
menit.
40
Gambar 8. Str aight Leg Exercise17
2. Tahap kedua
41
Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi
nonfarmakologi diatas)
• Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan
salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian
obat tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II)
3. Tahap Ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
42
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya arthritis inflamasi:
bursitis, efusi sendi: memerlukan fungsi atau aspirasi diagnostik dan
teurapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan
kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di
Rumah Sakit)
43
sendi lutut dengan penebalan sinovial yang dikonfirmasi dengan
magnetic resonance imaging (MRI) secara signifikan mengurangi
volume jaringan sinovial, yang berkorelasi dengan pengurangan
nyeri.18
h. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial
unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral unicompartmental)
pada pasien dengan:
a. Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
b. Kekakuan sendi yang berat
c. Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
44
acak. Tingkat respons klinis terhadap NSAID serta proporsi pasien
yang lebih memilih menggunakan NSAID jauh lebih besar daripada
asetaminofen. Namun, NSAID dikaitkan dengan lebih banyak efek
samping daripada asetaminofen.
NSAID topikal memberikan kemanjuran yang mirip dengan NSAID
oral, tetapi dengan efek samping sistemik yang jauh lebih sedikit. Efek
samping kardiovaskular, ginjal, dan efek samping serius lainnya belum
dilaporkan oleh OAINS topikal. Data uji klinis untuk produk ini telah
menunjukkan kemanjuran yang lebih unggul daripada plasebo atau
serupa dengan diklofenak oral. Krim kapsaisin yang berasal dari
tanaman cabai efektif dalam mengatasi rasa sakit dan dapat
memberikan manfaat lebih lanjut sebagai tambahan dan alternatif
untuk agen analgesik / anti-inflamasi oral. Itu harus diterapkan secara
teratur setiap hari.10
3.10 Prognosis
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang memiliki
peran utama yang dapat menyebabkan gangguan fungsional dan
mengurangi kebebasan bergerak pada orang yang lebih tua. Ini adalah
kondisi kronis dengan gejala tak terduga yang sering menyebabkan
perubahan rasa sakit dan fungsi. Kesulitan mobilisasi, yang didefinisikan
sebagai yang membutuhkan bantuan berjalan atau naik tangga yang umum
bagi para penderita Osteoarthritis Genu. Meskipun belum ditemukan pasti
obat untuk Osteoarthritis, dengan mengikuti pedoman untuk perubahan
gaya hidup, manajemen rasa sakit, dan manajemen diri yang menyatukan
olahraga dan penurunan berat badan, individu yang terkena secara
substansial dapat mengurangi rasa sakit dan disfungsi terkait dengan
Osteoarthritis.
BAB IV
ANALISIS KASUS
45
Ny Tuti, wanita, 60 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri
pada lutut kanan sejak ± 1 tahun yang lalu dan semakin memberat 1 bulan
ini. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri
biasanya timbul pada saat naik turun tangga, saat perpindahan posisi dari
duduk lalu berdiri ataupun sebaliknya, dan saat beraktivitas. Nyeri hilang
jika istirahat beberapa saat. Selain nyeri pasien mengeluh kaku pada lutut
kanan yang dirasakan sehabis bangun tidur. Nyeri dirasakan tidak menjalar
dan terasa panas pada lutut kanannya. Keluhan nyeri pada sendi lain
disangkal oleh pasien. Riwayat trauma disangkal. Riwayat penyakit
keluarga juga disangkal. Pasien merupakan seorang pensiunan PNS yang
sudah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak. Kesan ekonomi keluarga
pasien menengah ke atas. Pasien tidak merokok dan minum alkohol.
Olahraga jarang dilakukan.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan status generalis: KU tampak sakit
sedang, kesadaran CM, GCS 15, TD 140/90 mmHg, N 92x/menit, RR
20x/menit, T 36.7 C, TB 167 cm, BB 75 kg, IMT 26.9 kg/m2. Intensitas
nyeri pasien diukur dengan VAS score dan didapatkan intensitas nyeri 6
(sedang). ketika pasien berjalan tampak cara berjalan khas yaitu antalgic
gait. Pemeriksaan fisik kepala, leher, toraks, abdomen, anggota gerak atas
didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan spesifik anggota gerak
bawah didapatkan lutut kanan yang terlihat kemerahan dan bengkak. Daerah
yang bengkak ketika diraba terasa nyeri dan lebih hangat dibanding daerah
yang tidak bengkak. Pada pemeriksaan muscle manual test didapatkan
kekuatan otot 4. ROM pasien terbatas pada gerakan fleksi lutut kanan aktif
maupun pasif (0-120), yang lainnya dalam batas normal.
Karena terdapat kecurigaan osteoarthritis, dilakukan tes krepitasi
dengan hasil terdapat bunyi gemeretak pada sendi lutut pasien, terdapat
tanda inflamasi (lutut terlihat kemerahan dan bengkak) dan terdapat nyeri
tekan pada lutut kanan. Pasien sudah dilakukan rontgen sebagai
pemeriksaan penunjang. Didapatkan kesan osteoarthritis genu dextra grade
46
II. Mekanisme Osteoartritis pada pasien ini berhubungan dengan obesitas
yang dialami serta proses penuaan. Beban berat yang menumpu pada sendi
serta peningkatan degradasi matriks tulang rawan sehingga tidak
memproteksi tulang subkondral dibawahnya. Akibatnya terjadi proses
inflamasi yang menyebabkan nyeri pada osteoartritis. Tatalaksana awal
pasien ini untuk mengurangi nyeri dan meredakan bengkak yaitu
modifikasi pola hidup, edukasi, istirahat teratur yang bertujuan mengurangi
penggunaan beban pada sendi, modifikasi aktivitas Program
penatalaksanaan mandiri (self-management programs), B ila berat badan
berlebih (BMI > 25), melakukan program penurunan berat badan, minimal
penurunan, rehabilitasi medik/ fisioterapi meliputi latihan statis dan
memperkuat otot-otot, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan
otot, dan menambah luas pergerakan sendi. Pemberian obat anti inflamasi
non steroid (OAINS) dimulai dengan dosis rendah dan dapat dinaikkan
dosis maksimal hanya bila dosis rendah kurang efektif. pemberian OAINS
lepas bertahap (Na-Diklofenak SR 75 atau SR100) dipertimbangkan untuk
meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan terapi (jangka pendek 1-3
minggu). Dosis : 50 mg 2-3 kali sehari atau 75 mg oral 2 kali /hari.
Usia pasien tergolong telah memasuki proses penuaan. Oleh karena
itu, peran anggota keluarga dalam proses terapi pasien sangat diperlukan.
Pasien perlu diedukasi untuk tetap melakukan latihan fisik di rumah setelah
gejala membaik. Karena jangka waktu proses penyembuhan setiap orang
berbeda-beda, maka pasien harus sabar dengan proses penyembuhannya.
Tujuan pemberian terapi dan medikamentosa adalah untuk mengurangi
nyeri dan memaksimalkan kemampuan ADL nyonya Tuti dengan ruang
lingkup sendi, kekuatan dan fungsi sensorimotor yang mungkin berkurang
akibat osteoarthritis.
DAFTAR PUSTAKA
47
1. Newberry SJ, FitzGerald J, SooHoo NF, Booth M, Marks J, Motala A,
Apaydin E, Chen C, Raaen L, Shanman R SP. Treatment of Osteoarthritis
of the Knee: An Update Review. Comp Eff Rev [Internet]. 2017;(190):1–
1196. Available from:
http://www.aaos.org/research/guidelines/TreatmentofOsteoarthritisoftheKn
eeGuideline.pdf
2. Heidari B. Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and
features: Part I. Casp J Intern Med. 2011;2(2):205–12.
3. Risberg, M.A., et al. Rehabilitation After Anterior Cruciate Ligament
Injury Influence Joint Loading During Walking But Not Hopping. Br J
Sports Med. 2009. 43(6): 423–428.
4. Wiratna, A. Y. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post
Operasi Ruptur Anterior Cuciate Ligament (ACL) di RS. AL. Dr Ramelan
Surabaya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
5. Strouth, B. D. (2014). Post Operative Exercises for The Knee for Weeks 4-
6. Alexandria, Minnesota, Heartland Orthopedics Specialist.
6. Pratama AD. Intervensi Fisioterapi pada Kasus Osteoarthritis Genu di
RSPAD Gatot Soebroto. J Sos Hum Terap. 2019;1(2):21–34.
7. Carlos, LJ. 2013. Training Program. ClinicalMedicine.Department of
Medicine, Division of Rheumatology and Immunology. University of
Miami. Terjemahan Leonard M Miller. Editors Herbert S Diamond. 2013
School of Medicine. USA.
8. Felson DT. Disorder of The Joints and Adjacent Tissues. In: Longo DL,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, editors.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-
Hill Education; 2017. p. 2828–36.
9. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K MS, Setiyonadi B, Syam AF, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
p. 3197–209.
10. Rosani S, Isbagio H. Osteoartritis. In: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. 4th ed. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014. p. 837–9.
11. Dewi S, Kalim H, Alwi I. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.
48
Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM.
Jakarta: Ikatan Reumatologi Indonesia (IRA); 2014. 1–42 p.
12. Pratiwi AI. Diagnosis and Treatment Osteoarthritis. J Major. 2015;4(4):10–
7.
13. Wijaya S. Osteoartritis Lutut. Cdk. 2018;45(6):424–429.
14. Huether SE, McCance KL, Brashers VL, Rote NS. Buku Ajar Patofisiologi.
6th ed. Soeatmadji DW, Ratnawati R, Sujuti H, editors. Jakarta: Elsevier
Singapore Pte Ltd.; 2019. 440–442 p.
15. Jordan JM, Chaudhary S. Osteoarthritis. In: Runge MS, Greganti MA,
editors. Netter’s Internal Medicine. 2nd ed. Canada: McGraw-Hill
Education; 2010. p. 1009–17.
16. Heidari B. Knee osteoarthritis diagnosis, treatment and associated factors
of progression: Part II. Casp J Intern Med. 2011;2(3):249–55.
17. Blahd WH, Husney A, Romito K. Meniscus Tear: Rehabilitation Exercises
[Internet]. Healthwise. 2019 [cited 2020 Jun 22]. Available from:
https://www.cigna.com/individuals-families/health-wellness/hw/medical-
topics/meniscus-tear-uh2071
18. Primorac D, Molnar V, Matiši V, Hudetz D, Jeleˇ Ž, Rod E, et al.
Comprehensive Review of Knee Osteoarthritis Pharmacological Treatment
and the Latest Professional Societies ’ Guidelines. 2021;1–20.
49