Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK ALERGI DENGAN


INFEKSI SEKUNDER
Oleh:
Firda Mareta Triwandani (201410401011022)

Dokter pembimbing:
dr. Sri Aldila Nurainiwati, Sp.KK
dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, spKK

SMF/LAB ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT SITI KHODIJAH SEPANJANG
2016
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
• DKA  reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
atau tipe IV, dimediasi terutama oleh
limfosit yang sebelumnya tersensitisasi.
• ACD muncul melalui dua fase. Sensitisasi
muncul pada saat paparan pertama bahan
kimia yang menghasilkan imunitas terhadap
allergen yang diikuti dengan elisitasi pada
paparan berikutnya.
Epidemiologi
• Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak
iritan (DKI), jumlah penderita dermatitis
kontak alergi (DKA) lebih sedikit, karena hanya
mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat
peka (hipersensitif).
Etiologi
• Penyebab DKA adalah hapten, yaitu:
– bahan kimia sederhana dengan berat molekul
rendah (<1000 dalton)
– allergen yang belum diproses
– bersifat lipofilik
– sangat reaktif
– dapat menembus stratum korneum  mencapai
sel epidermis dibawahnya.
Patofisiologi
Alergen kecil dan larut dalam Sel langerhans IL-1, ICAM-1, LFA-3,B-
lemak disebut hapten keluarkan sitokin 7, MHC I dan II

Menembus lapisan corneum Sitokin akan


memproliferasi sel T dan
menjadi lebih banyak dan
Difagosit oleh sel Langerhans memiliki sel T memori
dengan pinositosis

Sitokin akan keluar


Hapten + HLA-DR dari getah bening

Membentuk antigen Beredar ke seluruh


tubuh
Dikenalkan ke limfosit T
melalui CD4 Individu tersensitisasi
Fase Sensitisasi Fase Sensitisasi (I)
2-3 minggu
Fase Elitisasi (II) Molekul larut (komplemen Faktor kemotaktik, PGE2
24-48 jam dan klinin) → ke epidermis dan OGD2, dan leukotrien
dan dermis B4 (LTB4) dan eiksanoid
menarik → neutrofil,
Pajanan ulang monosit ke dermis
Dilatasi vaskuler dan
peningkatan permeabilitas
Sel T memori vaskuler Respons klinis DKA

Aktivasi sitokin
Eikosanoid (dari sel mast
inflamasi lebih
dan keratinosit
kompleks

IFN – γ → keratinosit →
Proliferasi dan ekspansi LFA -1, IL-1, TNF-α
sel T di kulit Fase Elisitasi
Penegakkan diagnosis
Anamnesis
• Keluhan utama umumnya gatal
Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pekerjaan pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam Faktor genetik, predisposisi


keluarga
Riwayat penyakit Alergi obat, penyakit yang sedang diderita,
sebelumnya obat-obat yang digunakan, tindakan bedah
Riwayat dermatitis yang Onset, lokasi, pengobatan
spesifik
Lokasi Kemungkinan Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’) misalnya memasak makanan (getah
sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian.
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen),
nikel (tangkai kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata.
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata, obat topikal, gagang
telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen,
bahan pelembut atau pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, alergen yang
berada di tangan, parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu/sandal.
• Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum
dapat diamati beberapa wujud kelainan kulit antara lain
edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Pemeriksaan penunjang
1. Uji tempel
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di
punggung. Bahan alergen ditempelkan di kulit dengan
memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya
48 jam.
• Pembacaan pertama  48 jam setelah
menempel
• Pembacaan kedua  biasanya 72 atau 96
jam, sampai satu minggu setelah aplikasi.
• Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas
antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal
dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe
crescendo), sedangkan respon iritan
cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo)
2. Histopatologi
• Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah
tersensitisasi, menginvasi dermis dan
epidermis serta menyebabkan edema dermis
atau spongiosis epidermis.
• Perubahan-perubahan ini secara histologi
tidak spesifik
Diagnosis banding
Terapi
Sistemik
• Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu
yang singkat.
– Prednison 5-10 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam (dewasa), 1mg/kgBB/hari (anak)
– Dexametasone 0,5-1mg/dosis, 2-3kali/24jam(dewasa), 0,1 mg/kgBB/hari (anak)
– Triamsinolon 4-8 mg/dosis,2-3kali/24 jam (dewasa), 1 mg/kgBB/hari (anak)
• Antihistamin
– Chlorpheniramin meleat 3-4 mg/dosis,2-3kali/24jam (dewasa), 1mg/kgBB/dosis,3
kali/24 jam (anak)
– Diphenhidramin HCL 10-20 mg/dosis i.m,1-2 kali/24 jam (dewasa), 0,5mg/kgBB/dosis, 1-
2 kali/24 jam (anak)
– Loratadine 1 tab/hari ( dewasa)
• Antibiotika bila ditemukan tanda – tanda infeksi sekunder
– Amoksisilin 3 X 500 mg/hari atau Klindamisin 2 x 300 mg/hari selama 5-10 hari
Topikal
• Untuk lesi yang akut dan basah diberi kompres NaCl 0,9%, jika kering
gunakan krim kortikosteroid hidrokortison 1% atau diflukoltoron valerat
0,1% atau betametason valerat 0,005% - 1%.
Edukasi
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
2. Menghindari substansi alergen
3. Mengganti semua pakaian yang terkena alergen
4. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak
ada sabun bilas dengan air
5. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen
6. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian
lain
7. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen
8. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
berisiko terhadap paparan alergen
Prognosis dan Komplikasi
• Prognosis  umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan.
• Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi
kulit sekunder oleh bakteri terutama
Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus
misalnya herpes simpleks.
BAB 2

LAPORAN KASUS
Identitas
• Nama : An. AV
• Umur : 8 tahun
• Alamat : Ngelom Rolak RT 5 RW 4 Sepanjang
• Pendidikan : SD
• Suku : Jawa
• Bangsa : Indonesia
• Pekerjaan : Pelajar
• Agama : Islam
• Tanggal periksa : 1 Februari 2016
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada jari-jari kedua kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS Siti Khodijah Sepanjang
dengan keluhan nyeri pada jari-jari kedua kaki sejak 5 hari
sebelumnya. Keluhan lebih dominan pada kaki kanan. Selain nyeri,
pasien juga mengatakan gatal pada luka. Awalnya hanya berupa
seperti kulit terkepulas saja, namun setelah sekitar 2 hari sebelum
ke poli kulit, ibu pasien mengoleskan minyak gosok dan gentamisin
salep diatas luka, dan lukanya mejadi semakin meluas dan menjadi
basah. Pasien sehari-hari bermain bersama teman-temannya di
dekat rumah. Ibu pasien mengatakan anaknya saat bermain selalu
menggunakan sepatu sandal yang terbuat dari karet. Setelah jari
kakinya luka, setiap hari pasien pergi ke sekolah dengan
menggunakan sepatu dan kaos kaki yang diganti dan dicuci setiap
hari, namun keluhan tidak membaik, malah semakin basah. Pasien
tidak pernah mengeluh kulitnya gatal maupun lecet saat
menggunakan perhiasan.
• Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
– Tidak pernah seperti ini sebelumnya
– Riwayat alergi makanan disangkal
• Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
– Tidak ada yang sakit seperti ini
– Riwayat alergi pada tidak diketahui secara pasti
• Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari duduk dibangku kelas 1 SD. Saat sekolah
menggunakan sepatu dan kaos kaki, kaos kaki tersebut di ganti
dan dicuci setiap hari. Saat bermain bersama teman-temannya,
atau dalam kegiatan sehari-hari selalu menggunakan sepatu
sandal yang terbuat dari karet.
• Status generalis
– Keadaan umum : Baik
– Kesadaraan : Compos Mentis
– Berat badan : 20 kilogram
– Kepala : Dalam Batas Normal
– Leher : Dalam Batas Normal
– Thorax : Dalam Batas Normal
– Abdomen : Dalam Batas Normal
– Ekstermitas : Lihat Status Dermatologis
Status Dermatologis
• Pada regio digitalis pedis dextra :
Tampak makula papula eritematosa, vesikel, eksudat kekuningan,
erosi dengan krusta kekuningan dan merah kehitaman diatasnya.
Diagnosis Diagnosis Banding
• Berdasarkan anamnesis • Tinea interdigitalis
dan pemeriksaan fisik, • Dermatitis kontak iritan
pasien ini dapat • Dermatitis atopi
didiagnosis sebagai
dermatitis kontak alergi
dengan infeksi sekunder
Planning pemeriksaan penunjang
• Uji tempel setelah dermatitis sembuh
Penatalaksanaan
Medikamentosa:
• Oral:
– Amoksisilin 250 mg 3x1 selama 5 hari
– Chlorpheniramine Maleat (CTM) 2 mg 3x1
• Topikal:
– Kompres dengan normal saline dua kali sehari
selama satu jam.
Edukasi:
1. Menghindari kontak dengan penyebab alergi.
2. Mengkomunikasikan kegiatan apa saja yang
berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi.
3. Tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian
atau sandal yang merupakan penyebab alergi.
4. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin
dengan sabun, jika tidak ada sabun bilas
dengan air
Monitoring:
• Kontrol lagi 3 hari untuk melihat perbaikan luka. Pasien
datang 4 hari kemudian dan telah nampak perbaikan yang
berarti.
Prognosis
• Baik, bila sumber alergi dapat ditemukan dan
dihindari untuk kontak langsung
BAB 3

PEMBAHASAN
• Pasien ini dapat didiagnosis sebagai deratitis kontak alergi
dengan infeksi sekunder.
• Pada anamnesis: Awalnya hanya berupa seperti kulit
terkepulas saja, namun setelah sekitar 2 hari sebelum ke
poli kulit, ibu pasien mengoleskan minyak gosok dan
gentamisin salep diatas luka, dan lukanya mejadi semakin
meluas dan menjadi basah.
• Bahan kimia yang mencetuskan alergi pada pasien ini
diduga adalah minyak gosok dan salep gentamisin, karena
setelah dioles kedua bahan tersebut, luka semakin meluas
dan menjadi basah. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa kemungkinan penyebab alergi pada
tungkai bawah adalah tekstil, kaos kaki nilon, obat topikal,
sepatu/sandal.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
– Pada regio digitalis pedis dextra : Tampak makula
papula eritematosa, vesikel, eksudat kekuningan,
erosi dengan krusta kekuningan dan merah
kehitaman diatasnya.
– Pada regio digitalis pedis sinistra: Tampak skuama
tipis.
– Gambaran ini sesuai dengan dermatitis kontak
alergi yaitu edema, papulovesikel, vesikel atau
bula (polimorfik).
• Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada
pasien ini yaitu uji tempel/patch test.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui sumber
pasti dari dermatitis kontak alergi.
• Diagnosis banding dari kasus ini adalah tinea
interdigitalis, dermatitis kontak iritan, dan
dermatitis atopik.
• Diagnosis banding yang paling mendekati pada
pasien ini adalah tinea interdigitalis. Hal ini
dikarenakan predileksi pada jari-jari kaki dimana
merupakan lokasi dengan kelembaban tinggi dan
sering terlupakan hyginenya.
• Diagnosis ini dapat disingkirkan dengan
anamnesis pada tinea yaitu adanya gatal dan
keluhan gatal memberat saat kaki berkeringat dan
pasien sering bermain ditempat yang tergenang
air. Pada pasien ini tidak ada.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan makula
eritematosa, berbatas tegas, tepi aktif dan sentral
healing. Pada pasin ini tidak terdapat bentukan tepi
aktif dan sentral healing.
• Pada pemeriksaan penunjang, pada tinea dilakukan
pemeriksaan lampu wood dan kerokan lesi. Pada
lampu wood didapatkan warna kehijauan dan pada
kerokan lesi+KOH 10% didapatkan gambaran hifa
bersepta. Pada DKA tidak dilakukan pemeriksaan
tersebut. Pemeriksaan penunjang yang merupakan
gold standart DKA adalah uji tempel.
• Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah
Amoksisilin 250 mg 3x1 selama 5 hari
Chlorpheniramine Maleat (CTM) 2 mg 3x1dan
kompres dengan normal saline dua kali sehari
selama satu jam.
• Terapi ini sudah sesuai dengan teori.
• CTM  antihistamin  mengurangi keluhan gatal 
pasien tidak menggaruk lesi dan memperberat infeksi pada
luka
• Amoksisilin  antibiotik terhadap infeksi sekunder. Infeksi
sekunder merupakan komplikasi pada DKA.
• Kompres normal saline  membersihkan luka dari eksudat
dan krusta.
• Kortikosteroid tidak diberikan pada pasien ini dengan
pertimbangan adanya infeksi sekunder. Pemberian
kortikosteroid yang merupakan imunosupresor dapat
menyebabkan infeksi sekunder menjadi lebih hebat.
• Edukasi perlu disampaikan agar tidak terulang kejadian
serupa.
• Pasien datang untuk kontrol 4 hari setelah
pengobatan pertama. Pada status dermatologi
didapatkan skuama halus dan kering. Keluhan
nyeri dan gatal sudah tidak dirasakan lagi.
Kondisi ini sudah membaik secara signifikan
dibandingkan dengan kondisi saat pertama
kali datang ke poli.
BAB 4

KESIMPULAN
• An. AV, 8 tahun, berat badan 20 kg, datang
dengan keluhan nyeri pada jari-jari kedua kaki
sejak 5 hari sebelumnya. Keluhan lebih dominan
pada kaki kanan. Selain nyeri, pasien juga
mengatakan gatal pada luka. Awalnya hanya
berupa seperti kulit terkepulas saja, namun
setelah sekitar 2 hari sebelum ke poli kulit, ibu
pasien mengoleskan minyak gosok dan
gentamisin salep diatas luka, dan lukanya mejadi
semakin meluas dan menjadi basah.
Status dermatologi:
• Pada regio digitalis pedis dextra : tampak
makula papula eritematosa, vesikel, eksudat
kekuningan, erosi dengan krusta kekuningan
dan merah kehitaman diatasnya.
• Pada regio digitalis pedis sinistra: tampak
skuama tipis.
• Diagnosis pada pasien ini adalah dermatitis kontak alergi
dengan infeksi sekunder.
• Terapi yang diberikan adalah Amoksisilin 250 mg 3x1 selama 5
hari, Chlorpheniramine Maleat (CTM) 2 mg 3x1 dan kompres
dengan normal saline dua kali sehari selama satu jam.
• Pasien juga dianjurkan kontrol tiga hari kemudian untuk
mengetahui respon terhadap terapi.
• Empat hari kemudian, saat pasien kontrol, didapatkan
perbaikan signifikan secara klinis. Hal ini semakin menguatkan
diagnosis dan terapi yang diberikan pada pasien ini.
• Prognosis pasien ini baik. Penyakit ini dapat sembuh tetapi
perlu adanya edukasi bahwa penyakit ini dapat kambuh
kembali jika sumber alergi tetap kontak dengan kulit penderita

Anda mungkin juga menyukai