Anda di halaman 1dari 18

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT : RSUD CENGKARENG

Nama : Nur Ayuni Syahira Tanda Tangan


Nim : 112017273

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Iskandar, Sp. A ........................

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An. N. A. P. Jenis kelamin : Perempuan


Tempat / tanggaI lahir :
Umur: 12 Tahun
Jakarta, 27-06-2006
Suku bangsa: Betawi Agama : Islam
Pendidikan : SMP 1 Alamat : Kapuk Gang Langgar 2, RT
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung 012/RW 012

Orang tua / Wali


Ayah
Namalengkap : Tn. S Agama : Islam
Tanggal lahir (umur) : 56 tahun Pendidikan : SD
Suku Bangsa : Betawi Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Kapuk Gang Langgar 2 Penghasilan :-
Ibu
Namalengkap : Ny. A Agama : Islam
Tanggallahir (umur) : 54 tahun Pendidikan :-
SukuBangsa : Betawi Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kapuk Gang Langgar 2 Penghasilan : -

1
Wali
Namalengkap : - Agama : -
Tanggallahir (umur) : - Pendidikan : -
SukuBangsa : - Pekerjaan : -
Alamat : - Penghasilan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung / angkat/ tiri/ asuh

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dengan ibu pasien, Tanggal 23 September 2018.

Keluhan utama:
Demam sejak 2 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Ibu pasien mengeluh anaknya demam sejak 2 minggu SMRS. Demam yang dialami
sering naik turun dan tidak menentu kapan demam baik pagi, sore ataupun malam. Pasien telah
dibawa ke klinik sebanyak 1 sekali dan puskesmas sebanyak 2 kali serta telah diberikan obat
penurun panas namun demam kambuh sebentar kemudian panas lagi. Pada waktu malam pasien
kadang menggigil disertai keringat dingin.
Pasien juga mengeluh nyeri perut bagian kanan dan kiri bawah sejak 5 hari SMRS.
Keluhan mual dan muntah tidak ada. BAB dan BAK dalam batas normal. Nafsu makan dan
minum baik. Keluhan lain seperti mimisan, gusi berdarah disangkal. Tidak ada bercak ruam di
tubuh. Riwayat keluarga pasien tidak ada yang sakit atau mengalami keluhan yang sama. Pasien
tidak mempunyai riwayat alergi dan pasien pertama kali dirawat di rumah sakit.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan Ibu rutin memeriksakan kandungan sebulan sekali
Perawatan Antenatal dari usia kehamilan 2 bulan di Puskesmas dekat
rumah.

Penyakit Antenatal Tidak ada penyakit selama kehamilan.

Tempat Kelahiran Klinik Bersalin

2
Kelahiran

Penolong Persalinan Bidan

Cara Persalinan Spontan tidak ada penyulit

Masa Gestasi Cukup Bulan (37 minggu)

Berat badan lahir : 3,1 Kg


Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : - cm (tidak ingat)
Keadaan Bayi Langsung menangis
Pucat (-); Biru (-); Kuning (-); Kejang (-)
Nilai APGAR : 8/9
Kelainan bawaan : tidak ada

Riwayat Perkembangan
 Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan
 Psikomotor
 Tengkurap : 5 bulan  Rambut pubis :-
 Duduk : 8 bulan  Payudara :-
 Berdiri : 9 bulan  Menars : 12
 Berjalan : 1 tahun tahun
 Membaca dan menulis : 6 tahun  Gangguan perkembangan mental/emosi :
 Perkembangan pubertas tidak ada

3
Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR ULANGAN
(umur) (umur)
BCG 1 bln
DPT/DT 2 bln 4 bln 6 bln 18 bln
Polio 0 bln 2 bln 4 bln 6 bln 18 bln
Campak 9 bln 24 bln
Hepatitis B 0 bln 1 bln 6 bln
MMR 15 bln
TIPA -

Riwayat Keluarga

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi - ü -
Asma - ü -
Tuberkulosis - ü -
Hipertensi - ü -
Diabetes - ü -
Kejang Demam - ü -
Epilepsy - ü -

Pemeriksaan Fisik
Tanggal: 23 September 2018 Jam: 8.53 pagi
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Tanda-tanda vital
Frekuensi nadi : 110x/menit
Tekanan darah :-
Frekuensi napas : 22x/menit
Suhu tubuh : 36,5oC
Data Antropometri
Berat badan : 35 kg
Tinggi badan : 134 cm
Lingkar kepala : - cm
Lingkar dada : -cm
Lingkar lengan atas : - cm
ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul - judul yang bersangkutan
Harap diisi: Bila ya (+), bila tidak (-).
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Merah (-) Nyeri
(-) Sekret (-) Kuning/ikterus
(-) Trauma (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran (berdengung) (-) Sekret
Hidung
(-) Rhinnorhea (-) Sekret pada lubang hidung kanan
(-) Nyeri pada lubang hidung kanan (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Epistaksis
(-)Trauma (-) Benda asing/foreign body
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Mukosa
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Thorax (Jantung/Paru-Paru)
(-) Sesak napas (-) Mengi
(-) Batuk (-) Batuk darah
(-) Nyeri dada (-) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Mual (-) Muntah
(-) Diare (-) Konstipasi
(-) Nyeri tekan bagian kuadran kanan dan kiri bawah (-) Nyeri kolik
(-) Tinja berdarah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Benjolan
Saluran kemih/Alat kelamin
(-) Disuria (-) Hematuria
(-) Eneuresis (mengompol)
Saraf dan otot
(-) Riwayat trauma (-) Nyeri (-) Bengkak
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis

BERAT BADAN
Berat badan rata – rata : Tidak Diketahui
Berat tertinggi kapan : Tidak Diketahui
Berat badan sekarang : 35 kg
(+) Tetap (-) Turun (-)Naik
Kepala
Bentuk dan ukuran : Bentuk dan ukuran normocephali
Rambut dan kulit kepala : Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, lurus.
Mata : Bentuk simetris, palpebral cekung (-), konjungtiva
anemis (-), sclera ikterik (-).
Telinga : Bentuk normotia, otitis externa auricula dalam batas normal,
membran timpani hiperemis -/-, bulging -/-.
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-), perdarahan (-), nafas
cuping (-), mukosa hiperemis -/-.
Gigi-geligi : Perdarahan gusi (-), caries dentis (-)
Mulut : Mukosa kering (-), pucat (-), lesi (-)
Lidah : Kotor (-), kering (-)
Tenggorok : Pembesaran (-), tonsil T1-T1.
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran tiroid (-)
Toraks
Dinding toraks : Simetris, retraksi sela iga (-)
Paru : Nyeri (-), massa (-)
Sonor pada seluruh lapang paru
Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, wheezing
(-), ronki (-)
Jantung : Tidak tampak pulsasi iktus kordis
Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak ada bekas luka operasi
Auskultasi : Bising usus normoperistaltik
Palpasi : Hati dan limpa tidak teraba membesar, nyeri (-), turgor
kulit baik.
Perkusi : timpani
Anus dan rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Tulang belakang : kelainan bentuk tulang belakang (-)
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-),
effloresens (-), turgor kulit kembali cepat.
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Ekstremitas (lengan & tungkai)


Tonus: normotonus
Massa: normal
Sendi:
Kekuatan : +5 +5 Sensori : + +
+5 +5 + +

Edema : - - Sianosis : - -

- - - -
Lain-lain : Akral hangat.
Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran : GCS 15 (E 4 M 6 V 5 )
Delirium :-
Orientsi tempat, waktu, orang : Dapat mengenali tempat pasien berada, waktu dan
orang sekeliling.
Adanya tremor, korea, ataksia, dll : Tidak ada
Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)
Refleks
Kanan Kiri
Refleks Tendon Positif Positif
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patella Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks Patologis Negatif Negatif
Refleks Primitif Negatif Negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi
Darah rutin
Hb 9.6 11.5-14.5 g/ Dl
Leukosit 5600 4.00- 12.0 / µL
Hematokrit 28 33-43 %
Trombosit 256,000 182.000-369.000 /µL

Pemeriksaan laboratorium di ambil pada tanggal 13 September 2018


Pemeriksaan USG Abdomen di ambil pada tanggal 14 September 2018
Kesan : Tak tampak kelainan di organ intrabdomen

Pemeriksaan Foto thorax diambil pada tanggal 15 September 2018


Kesan : Infiltrat di kedua lapang paru sugestif ec non spesifik proses

Pemeriksaan laboratorium di ambil pada tanggal 17 September 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin 10.0 11.8-15.0 g/ dL
Leukosit 3.000 4.500- 13.500 / µL

Hematokrit 31.0 33-45 %


Trombosit 241.000 154.000-442.000 /µL
Eritrosit 4.00 3.8-5.8 103/µL
MCV 77 69-93 fL
MCH 25 22-34 Pg
MCHC 33 32-36 g/dL
LED 51 0-20 mm/jam
Hitung jenis
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 2-4 %
Batang 2 3-5 %
Segmen 60 50-70 %
Limfosit 30 25-40 %
Monosit 8 2-8 %
Pemeriksaan laboratorium di ambil pada tanggal 18 September 2018
Hematologi
Malaria : tidak ditemukan parasite

Pemeriksaan laboratorium di ambil pada tanggal 21 September 2018


Mikrobiologi
Kultur urine : tidak ada pertumbuhan
Kultur darah : tidak ada pertumbuhan

Uji Tuberkulin :
Mantoux Test 0 mm >10mm

DIAGNOSIS KERJA :
Prolonged Fever ec Otitis Media Akut
Dasar diagnosis : Prolonged Fever
Syarat didiagnosis prolonged fever adalah jika :
 Riwayat demam lama yang lebih dari satu minggu (2-3 minggu jika remaja)
 Suhu tubuh >38oC yang berlangsung tiga minggu atau lebih
 Dokumentasi deman oleh pemberi perawatn kesehatan
 Tidak ada diagnosis yang jelas satu minggu sesudah pemeriksaan dimulai.2,3
Pada pasien ini demam sudah 2 minggu, demam yang dirasakan turun dengan pengobatan
tetapi kemudian kambuh kembali. Pasien juga telah menjalani perawatan di rumah sakit
namun tetap demam dan dari hasil pemeriksaan penunjang belum didapatkan hasil yang
spesifik penyebab demam. Dari hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 23 September 2018
didapatkan suhu 36,5˚C, frekuensi nafas 22x/menit dan frekuensi nadi 110x/menit.

Dasar diagnosis : Otitis Media Akut


Syarat didiagnosis otitis media akut adalah jika :
 Nyeri telinga dalam yang disertai demam
 Gangguan pendengaran dan tinnitus
 Membran timpani terlihat suram atau hiperemis4
Anak usia 12 tahun demam sejak 2 minggu SMRS. Demam yang dialami terus menerus
dan hanya menurun dengan pemberian obat penurun panas. Pada hari ke 6 perawatan pasien
mengeluh nyeri terasa berdengung, keluhan nyeri tidak ada dan pasien mengekuh nyeri pada
lubang hidung kanan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan retraksi dan hipermis pada auricula
dekstra dan sinistra, pada hidung ditemukan mukosa hiperemis pada hidung kanan dan kiri.
Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 36,5oC, frekuensi nadi
110x/menit, pernafasan 22x/menit, keadaan gizi baik dengan berat badan 35 kilogram. Pada
pemeriksaan darah Hemoglobin 9,6 g/dl, Hematokrit 28%, Leukosit 5.6 (103/uL), Trombosit
256 (103/ uL).

DIAGNOSIS DIFERENSIAL :
1. Malaria
Dasar diagnosis diferensial demam malaria:
 Sifat demam akut yang didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam
tinggi kemudian berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada
penderita non imun (berasal dari daerah non endemis).
 Nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot .
 Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.
 Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
 Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.5
Anak usia 12 tahun demam sejak 2 minggu SMRS. Demam yang dialami terus menerus
dan hanya menurun dengan pemberian obat penurun panas. Pada waktu malam pasien kadang
menggigil disertai keringat dingin. Pasien tidak mempunyai riwayat berpergian ke daerah
endemis malaria atau tinggal di daerah endemis dan pertama kali dirawat di rumah sakit.
Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 36,5oC, frekuensi nadi
110x/menit, pernafasan 22x/menit, keadaan gizi baik dengan berat badan 35 kilogram. Pada
pemeriksaan darah Hemoglobin 9,6 g/dl, Hematokrit 28%, Leukosit 5.6 (103/uL), Trombosit
256 (103/ uL). Pada pemeriksaan hematologi malaria tidak menunjukkan infeksi malaria,
pada pemeriksaan kultur urine dan darah hasilnya tidak adanya pertumbuhan bakteri.

2. Appendisitis
Dasar diagnosis diferensial appendisitis:
 Nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium atau
diperiumbilikus
 Nyeri tajam di abdomen kuadran kanan bawah
 Disertai keluhan mual muntah
 Nafsu makan menurun6
 Kenaikan suhu
 Leukositosis
 Neutrofil bergeser ke kiri7
Anak usia 12 tahun demam sejak 2 minggu SMRS. Demam yang dialami terus menerus
dan hanya menurun dengan pemberian obat penurun panas. Pasien mengeluh nyeri perut
bagian inguinalis kanan dan hipokondrik kiri sejak 5 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan nyeri tekan di bahagian perut kanan dan kiri bawah. Pada tes McBurney hasilnya
negatif. Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 36,5oC, frekuensi nadi
110x/menit, pernafasan 22x/menit. Pada pemeriksaan darah Hemoglobin 9,6 g/dl, Hematokrit
28%, Leukosit 5.6 (103/uL), Trombosit 256 (103/ uL). Pada pemeriksaan USG abdomen hasil
tidak ditemukan kelainan.

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN

Demam berkepanjangan adalah suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 38°C yang
menetap selama lebih dari 8 hari dengan penyebab yang sudah atau belum diketahui.
Angka kejadian dan mortalitas tidak sebesar penyakit lainnya, tetapi masih terdapat
masalah dalam menegakkan diagnosis dan mencari penyebab. Berbagai penelitian
yang dilakukan di dunia tentang penyebab demam berkepanjangan hampir selalu
menemukan tiga penyebab terbanyak dari penyebab demam berkepanjangan yaitu
infeksi, keganasan dan penyakit jaringan ikat meskipun penyebab spesifiknya dapat
berbeda. Kasus infeksi merupakan penyebab terbanyak dari demam berkepanjangan
pada anak.1
Kesulitan dalam mencari penyebab timbulnya demam berkepanjangan
disebabkan oleh banyak faktor terutama karena penyebab yang beraneka ragam.
Sampai saat ini, lebih dari 200 penyebab demam berkepanjangan yang telah
dilaporkan.1 Hal ini menyulitkan para klinisi dalam mendiagnosis penyebab demam
berkepanjangan dalam waktu yang relatif singkat. Penyebab demam berkepanjangan
sering kali berbeda, tergantung wilayah geografi tempat pasien tinggal saat
mengevaluasi penyakit yang diderita. Faktor lainnya adalah kecenderungan anamnesis
tidak lengkap dan tidak sistematis serta pemeriksaan fisis yang kurang akurat
sehingga hal-hal penting yang seharusnya dapat mendukung diagnosis tidak
ditemukan.1
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui angka kejadian,
penyebab serta karakteristik demam berkepanjangan pada anak, namun data tentang
angka kejadian terutama penyebabnya di Indonesia masih kurang.
DISKUSI
Anamnesa
Demam berkepanjangan masih menjadi masalah morbiditas dan mortalitas di negara-
negara tropis dan sedang berkembang dan etiologi berbeda-beda tergantung letak geografis
dan status sosioekonomi suatu negara. Demam persisten berkepanjangan adalah demam
berlangsung lebih dari delapan hari dan evaluasi di rumah sakit kadang-kadang gagal
mendeteksi penyebab demam. Pada tahun 1961 demam persisten berkepanjangan
didefinisikan sebagai demam dengan suhu >38,4oC (101.2oF) yang berlangsung tiga minggu
atau lebih dan pencarian diagnosis yang tidak jelas setelah satu minggu di rumah sakit.
Karena progresifitas penyakit pada anak lebih cepat dibandingkan dewasa dan menimbulkan
efek yang jelas terhadap kesehatan anak, maka penggunaan waktu tiga minggu pada anak
dianggap tidak praktis.2
Banyak dokter menggunakan istilah deman yang tidak diketahui sebabnya
(fever of unknown origin = FUO) untuk menggambarkan keadaan setiap anak demam
yang masuk ke rumah sakit tanpa tempat infeksi yang jelas ataupun diagnosis non
infeksius. Pada kebanyakan anak ini perkembangan manifestasi klinis tambahan
selama periode penyakit yang relatif singkat membuat sifat infeksius penyakit
tampak. Karenanya, istilah ini lebih baik dicadangkan untuk anak dengan (1) riwayat
demam lama lebih dari satu minggu (2-3 minggu jika remaja), (2) dokumentasi
demam oleh pemberi perawatan kesehatan, dan (3) tidak ada diagnosis yang jelas 1
minggu sesudah pemeriksaan dimulai pada penderita rawat-inap atau rawat-jalan.3
Pada kasus ini, anak usia 12 tahun mengeluh demam sejak 2 minggu SMRS.
Demam yang dialami terus menerus dan hanya menurun dengan pemberian obat
penurun panas. Pada waktu malam pasien kadang menggigil disertai keringat dingin
Setelah dirawat inap di ruangan melon selama 7 hari keluhan demam pasien masih
tidak teratasi dan tidak dapat diketahui dengan jelas penyebab demam pada pasien.
Otitis media akut harus dicurigai pada setiap anak yang mudah terangsang
atau letargi. Nyeri telinga dalam yang berat biasanya berkembang cepat dan
disertai dengan demam dan gangguan pendengaran. Kadang-kadang, nyerinya
tidak berat dan ketika timbul otorea seronguineus mendadak, timbul kesadaran
adanya infeksi. Pada neonatus, mungkin letargi adalah satu-satunya; demam sering
kali tidak ada bahkan pada infeksi berat. 8 Anak dengan OMA sering datang dengan
demam akut, nyeri atau iritabilitas. Anak yang lebih besar mengeluh nyeri telinga,
sementara anak lebih muda mungkin hanya menunjukkan iritabilitas. Anak yang
terkena sering memiliki riwayat atau tengah mengidap gejala saluran napas atas. 9
Pada kasus ini, anak usia 12 tahun mengeluh demam sejak 2 minggu SMRS.
Demam yang dialami terus menerus dan hanya menurun dengan pemberian obat
penurun panas. Pada waktu malam pasien kadang menggigil disertai keringat dingin.
Pada hari ke 6 perawatan pasien mengeluh telinga terasa berdengung, keluhan nyeri
telinga tidak ada, namun pasien mengeluh nyeri dan mampat pada lubang hidung
kanan. Tidak ada keluhan keluar cairan dari telinga.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik telinga anak memerlukan latihan dan kesabaran. Jika pasien tidak
dapat duduk diam, mungkin orang tua perlu diminta untuk membantu memegangi anak.
Untuk melihat membran timpani dengan jelas, sering diperlukan pengeluaran serumen
dengan hati-hati menggunakan kuret telinga di bawah visualisasi atau irigasi saluran telinga
dengan serumenolitik, misalnya hidrogen peroksida yang diencerkan dalam air.9 Diagnosis
dibuat dengan otoskopi. Penarikan daun telinga saat memasukkan spekulum tidak
meningkatkan ketidaknyamanan. Pada OMA dini, MT dapat hiperemik tapi konturnya
normal. Menurunnya mobilitas MT merupakan temuan yang konsisten. Dengan
berkembangnya infeksi, gendang telinga menjadi lebih tebal, lebih meradang dan dapat
menggembung ke lateral. Tanda-tandanya mungkin tidak dapat dikenali sama sekali.
Gelembung terisi dengan cairan dan nyeri hebat infeksi ini sembuh segera dengan
merobeknya dengan jarum spinal.8
Untuk menegakkan diagnosis OMA yang tepat diperlukan pemakaian otoskop
pneumatik. Temuan fisik pada pemeriksaan mungkin mencakup eritema dan
penebalan membran timpani, pelebaran pembuluh darah di sekitar atau yang melintasi
membran timpani, hilangnya refleks cahaya dan patokan-patokan tulang, posisi
abnormal (retraksi atau penonjolan/bulging), air fluid level di belakang membran
timpani, berkurangnya mobilitas membran timpani atau otorea. Temuan klinis pada
OMA adalah demam, nyeri, membran timpani merah atau kuning menonjol dan efusi
telinga tengah.9
Pada kasus ini, anak usia 12 tahun mengeluh demam sejak 2 minggu SMRS.
Demam yang dialami terus menerus dan hanya menurun dengan pemberian obat
penurun panas. Pada waktu malam pasien kadang menggigil disertai keringat dingin.
Pada hari ke 6 perawatan pasien mengeluh telinga terasa berdengung, keluhan nyeri
telinga tidak ada, namun pasien mengeluh nyeri dan mampat pada lubang hidung
kanan. Tidak ada keluhan keluar cairan dari telinga. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan retraksi dan hiperemis pada aurikula dekstra dan sinistra, pada hidung
ditemukan mukosa hiperemis pada hidung kanan dan kiri. Pada tenggorok, tonsil
tidak hiperemis dengan ukuran T1-T1.
Pemeriksaan Penunjang
Uji diagnostik yang paling dapat memberikan diagnosis definitif segera harus
digunakan. Permintaan untuk melakukan sejumlah besar uji pada setiap anak dengan
FUO menurut urutan yang ditentukan sebelumnya dapat membuang-buang waktu dan
uang. Pilihan lain, rawat inap di rumah sakit dalam waktu lama untuk uji-uji
berikutnya mungkin malah lebih mahal. Frekuensi pemeriksaan diagnostik harus
disesuaikan dengan irama penyakit; kesegeraan mungkin sangat penting pada
penderita yang sakit berat, tetapi jika penyakitnya lebih kronis, pemeriksaan dapat
dimulai lebih lambat dan lebih hati-hati dan biasanya pada keadaan rawat jalan.3
Hitung sel darah lengkap dengan hitung jenis sel dan analisis urin harus
merupakan bagian pemeriksaan awal laboratorium. Jumlah neutrofil absolut
5.000/mm3 merupakan bukti bahwa infeksi bakteri tidak mendadak (nonfulminan)
selain tifoid. Sebaliknya, penderita dengan leukosit polimofonuklear >10.000 atau
leukosit polimofonuklear nonsegmen >500/mm3 berpeluang tinggi menderita infeksi
bakteri berat. Kenaikan laju endap darah (LED; >30mm/jam, metode Westergren)
menunjukkan adanya radang dan perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk penyakit
infeksi, autoimun atau keganasan. LED rendah tidak mengesampingkan kemungkinan
infeksi atau artritis reumatoid juvenil, tetapi LED >100mm/jam memberi kesan
tuberkulosis, sindrom Kawasaki, keganasan atau penyakit autoimun.3
Biakan darah harus diambil secara aerob. Biakan darah anaerob mempunyai
hasil yang amat rendah dan hanya harus diambil jika ada alasan spesifik untuk
mencurigai adanya infeksi anaerob. Biakan darah ulangan mungkin diperlukan untuk
mendiagnosis endokariditis, ostomielitis, atau abses letak dalam yang menyebabkan
bakteremia. Bakteremia polimikrobia memberi kesan infeksi palsu yang dibuat sendiri
atau patologi gastrointestinal. Isolasi leptospirosis, Francisella atau Yersini mungkin
memerlukan media selektif atau keadaan spesifik yang tidak digunakan secara rutin.
Biakan urin harus dilakukan secara rutin.3
Uji kulit tuberkulin harus dilakukan dengan teliti menggukan polisorbat 80
(Tween) yang distabilisasi dengan derivat protein yang dimurnikan (PPD) yang telah
disimpan dalam lemari es dengan tepat. Antigen tepat yang lain harus disiapkan untuk
menjalani uji alergi.3
Pemeriksaan rontgenografi dada, sinus, mastoid, atau saluran gastrointestinal
dapat disarankan bila ada penemuan anamnesis atau pemeriksaan fisik spesifik.
Pemeriksaan rontgenografi saluran gastrointestinal untuk penyakit radang usus dapat
membantu dalam mengevaluasi anak tertentu dengan FUO yang tidak menunjukkan
tanda-tanda atau gejala-gejala setempat lainnya.3
Diagnosis OMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis. Timpanosentesis
untuk mengidentifikasi bakteri patogen spesifik dapat dipertibangkan pada anak
dengan gangguan imunitas, pada neonatus, jika disertai infeksi SPP, atau infeksi ynag
refrakter terhadap berbagai antibiotik.9
Pada kasus ini, pemeriksaan laboratorium hematologi darah rutin dilakukan
dan didapatkan hasil Hemoglobin 9.6 g/dl, Leukosit 5600/µL, Hematokrit 28% dan
Trombosit 256.000/µL. Hasilnya dalam batas normal kecuali kadar hemoglobin yang
lebih rendah dari angka normal. Telah dilakukan juga pemeriksaan USG abdomen
pada tanggal 14 September 2018 namun hasilnya tidak tampak kelainan pada organ
intrabdomen. Pemeriksaan foto thorax juga telah dilakukan dan hasil ditemukan
infiltrat di kedua lapang paru sugestif ec non spesifik proses. Pada pemeriksaan
hematologic darah lengkap didapatkan Hemoglobin 10.0 g/dL, leukosit 3000/µL,
Hematokrit 31%, trombosit 241.000/µL, eritrosit 4.00 103/µL, LED 51 mm/jam.
Kadar hemoglobin dan leukosit di bawah kadar normal dan LED lebih tinggi dari nilai
normal. Pemeriksaan laboratorium hematologi malaria di ambil namun tidak
ditemukan parasit. Pada pemeriksaan mikrobiologi kultur urine dan kultur darah pula
tidak ada pertumbuhan bakteri. Pada tes mantoux hasilnya negatif.

Penatalaksanaan
Pada FUO, demam dan infeksi pada anak tidak sinonim; agen antimikroba
jangan digunakan sebagai antipiretik, dan trial empiris obat-obatan pada umumnya
harus dihindari. Ada satu perkecualian yaitu dimungkinkannya penggunaan
pengobatan antituberkulosis pada anak sakit berat yang kemungkinan tuberkulosis
tersebar. Trial empiris agen antimikroba lainnya mungkin berbahaya dan dapat
mengaburkan diagnosis endokarditis, meningitis, infeksi parameningeal, atau
osteomielitis. Rawat inap di rumah sakit mungkin diperlukan untuk pemeriksaan
laboratorium atau rongenografi yang tidak tersedia atau tidak praktis pada keaadann
rawat jalan, untuk pengamatan yang lebih teliti, atau untuk memberikan kelegaan
sementara pada orang tua yang cemas. Sesudah pemeriksaan selesai, mungkin
antipiretik terindikasi untuk mengendalikan demam.3
Nyeri telinga atau otalgia pada otitis media akut biasanya menghilang dalam
kurang dari 8 jam pada terapi antibiotik yang tepat. Preparat antihistamin dan
dekongestan yang diminum secara sistemik dan semprotan dekongestan hidung tidak
terbukti bermanfaat. Pemanasan pada telinga yang terkena dapat menenangkan tetapi
nilai terapeutiknya kecil. Terapi antibiotk harus diberikan selama 10 hari.
Miringotomi terapeutik harus dilakukan pada kuadran inferior bila ada paralisis n.
fasialis atau ada ancaman komplikasi intrakranium. Insisi harus cukup besar untuk
memberikan drainase yang cukup. Miringitomi untuk mengurangi nyeri atau
mempercepat penyembuhan infeksi yang tidak berkomplikasi masih dipertanyakan
manfaatnya.8
Terapi antibiotik seperti amoxisilin merupakan antibiotik lini pertama dalam
mengobati otitis media meski pada resistensi obat S. pneumoniae yang berprevalensi tinggi
karena resistensi terhadap antibiotik beta laktam seperti amoxisilin akan menyebabkan proses
yang berjalan perlahan tahun demi tahun. Rantai bakteri resisten pada amoxisilin yang rendah
selalunya dimusnahkan oleh dosis yang tinggi. Tiga sefalosporin oral (cefuroxime,
cefodoxime, cefdinir) adalah beta laktam yang stabil dan juga merupakan pilihan alternatif
pengobatan terapi lini kedua untuk anak dengan alergi terhadap amoxisilin.10
Standar perawatan saat ini untuk OMA adalah pemberian antibiotik, yang
diindikasikan hanya pada anak dengan bukti OMA. Beberapa antibiotik saat ini sesuai untuk
mengobati OMA. Amoksisilin obat pilihannya efektif untuk mengobati infeksi S. pneumoniae
intermediat atau rentan penislin dan H. influenzae nontypeable beta laktamase negatif.
Umumnya dianjurkan amoksisilin dosis tinggi (80-90 mg/kg/hari). Tidak ada sefalosporin
oral yang dapat diandalkan untuk melawan pneumokokus resistan. Sefalosporin aktif
terhadap H. influenzae dan M. catarrhlis penghasil B-laktamase. Terapi OMA dengan satu
sampai tiga dosis seftriakson intravena sama efektifnya dengan antibiotik oral beberapa hari.9
RESUME
Anak perempuan usia 12 tahun mengeluh demam sejak 2 minggu SMRS. Demam
yang dialami terus menerus dan hanya menurun dengan pemberian obat penurun panas. Pada
waktu malam pasien kadang menggigil disertai keringat dingin. Pasien juga mengeluh nyeri
perut bagian inguinalis kanan dan hipokondrik kiri sejak 5 hari SMRS. Riwayat keluarga
pasien tidak ada mengalami keluhan yang sama. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi dan
pertama kali dirawat di rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, suhu 36,5°C, frekuensi nasi 110x/menit, pernafasan 22x/menit,
keadaan gizi baik dengan berat badan 35 kilogram. Pada pemeriksaan darah Hemoglobin 9,6
g/dl, Hematokrit 28%, Leukosit 5.6 (103/uL), Trombosit 256 (103/ uL). Pada pemeriksaan
hematologi malaria tidak menunjukkan infeksi malaria, pada pemeriksaan kultur urine dan
darah hasilnya tidak adanya pertumbuhan bakteri, Mantoux tes hasilnya negatif, pada
pemeriksaan USG abdomen hasil tidak ditemukan kelainan dan pada foto rontgen thorax
hasil ditemukan infiltrat di kedua lapang paru sugestif ec non spesifik. Untuk pengobatan,
pada pasien ini terapi terakhir yang diberikan adalah KAEN 1B 1000 cc/hari, paracetamol 3 x
400 mg, rhinofed 2 x 1 tab, ambroxol 2 x 1 tab.

FOLLOW UP

Tanggal 19 September 2018

S demam terus menerus (+), mual (+),


muntah (-), mencret (-), batuk (-), dahak
(-), mimisan (-), telinga berdengung (+)
O T : 37,3oC :HR 92x/menit RR : 18x/menit
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A Prolonged Fever (F-20)
P KAEN 1B 1000cc/hari
Paracetamol 3 x 400 mg
Inj. Ceftriaxone 2 x1 gr
Inj. Ondancetron 3 x 3,5 mg
Tarivid 2-3 tetes
(konsul THT)

Tanggal 20 September 2018

S demam terus menerus (+), mual (-), muntah (-), pilek (+),nyeri hidung kanan (+),
batuk (-), dahak (-), telinga berdengung (+)
O T : 39,3oC :HR 92x/menit RR : 22x/menit
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A Prolonged Fever (F-21)
P KAEN 1B 1000cc/hari
Paracetamol 3 x 400 mg
Rhinofed 2 x 1 tab
Ambroxol 2 x 1 tab
Tarivid 2-3 tetes
(Rencana Miringitomi)

Tanggal 22 September 2018


S demam terus menerus (-), mual (-), muntah (-), batuk (-), dahak (-), mimisan (-)
O T : 36,6oC :HR 90x/menit RR : 18x/menit
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A Prolonged Fever ec OMA ADS
P KAEN 1B 1000cc/hari
Paracetamol 3 x 400 mg
Rhinofed 2 x 1 tab
Ambroxol 2 x 1 tab
(Post miringitomi)

Daftar Pustaka
1. Bakry B.A., Tumbelaka A.R., Chair I. Etiologi dan karakteristik demam
berkepanjangan pada anak di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: dalam Sari
Pediatri; Vol 10(2); 2008.h.83-4.
2. Latupeirissa D. Demam berkepanjangan pada anak di RSUP Fatmawati tahun 2008-
2010. Jakarta: dalam Sari Pediatri; Vol 14(4); 2012.h.241-2.
3. Rudolph M.A., Hoffman I.E.J, Rudolph D.C. Buku ajar pediatri Rudolph. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Vol 2(20); 2007.h.1051-2.
4. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
dalam Infomedika; 2002.h.918-9.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku penatalaksanaan kasus
malaria. Tahun 2017.
6. Sjamsuhidajat R.,Karnadiharja W., Prasetyono T.O.H., Rudiman R. Apendiks. In:
Riwanto I, editor. Buku ilmu bedah Sjamsuhidajat-dejong. Edisi ke 3. Jakarta: EGC;
2010.h.755-60.
7. Sander A. M. Apendisitis akut: bagaimana seharusnya dokter umum dan perawat
dapat mengenali tanda dan gejala lebih dini penyakit ini. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang: Vol 2(1); 2012.h.12-4.
8. Nelson W.E., Richard E.B., Robert K., Ann M.A. Ilmu kesehatan anak nelson.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; Vol 2(15); 2000.h.864-8.
9. Bernstein D., Shelov S. Ilmu kesehatan anak untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Vol 1(3); 2014.h.147-9.
10. Peggy E.K., Norman R.F., Candice E.J., Patricia J.Y. Ear, nose & throat in Current
diagnosis and treatment in pediatrics. America: McGraw-Hill Companies, Inc; Vol
1(8); 2007.pg.463-5.

Anda mungkin juga menyukai