Delina Fiona
102015070
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat
Email: Delinafiona13@gmail.com
Pendahuluan
Forensik yang memeriksa mayat disebut forensik patologi. Pada mayat, dilakukan
pemeriksaan luar dan dalam mayat untuk mengetahui sebab kematian dan saat kematian.
Tanatologi dan traumatologi diperiksa pada mayat untuk membantu menyelesaikan kasus.
Dalam menangani kasus forensik, kita tidak terlepas dari kasus medikolegal yang berkait
dengan pelanggaran hukum. Hukum diperlukan untuk menegakkan hak korban dalam sesuatu
kasus.
Prosedur Medikolegal
Prosedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa
bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.1
Lingkup prosedur medikolegal antara lain yakni pengadaan Visum et Repertum (VeR),
pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka, pemberian keterangan ahli pada masa sebelum
persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, penerbitan surat keterangan
1|Page
kematian dan surat keterangan medik serta kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan
penyidik.1
Dasar Hukum
2|Page
meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHP).1
2. Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.1
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.1
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi
semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai
wewenang untuk itu.1
3. Sanksi bagi pelanggar kewajiban dokter
Pasal 216 KUHP
3|Page
(1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga.2
Pasal 222 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2
Pasal 224 KUHP
Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:2
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.
4|Page
2. Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga
bukan merupakan pemeriksaan yang objektif, sehingga seharusnya tidak dimasukkan kedalam
visum et repertum. Anamnesis dibuat terpisah yang diperoleh dari korban. Dalam mengambil
anamnesis dokter meminta pada korban untuk menceritakan segala sesuatu tentang kejadian
yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang bersifat umum dan
khusus.3 Anamnesis meliputi : Umur, Urutan kejadian, Jenis penderaan, Oleh siapa, kapan,
dimana, dengan apa, berapa kali, Orang yang ada disekitar, Waktu jeda antara kejadian dan
kedatangan ke RS, Kesehatan sebelumnya, Trauma serupa waktu lampau dan riwayat penyakit
lampau.
3. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum, fungsi vital
Keadaan fisik umum.
Daftar dan plot pada diagram topografi jenis luka yang ada.
Kasus berat bisa dipotret.
Raba dan periksa semua tulang.
Pemeriksaan Terhadap Tanda-Tanda Kekerasan/Luka
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai tindak kekerasan. Berdasarkan kasus korban mempunyai tanda-tanda kekerasan
oleh benda tajam.4
Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :
1. Adanya luka
2. Perdarahan dan atau skar
3. Hambatan dalam fungsi organ
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik , atau
gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan
mekanik eksternal, berupa potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau
operasi.4
Pemeriksaan terhadap luka :
1. Penyebab luka
5|Page
Gambaran luka sering kali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang mengenai
tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat panjang akan
meninggalkan negative imprint oleh timbulnya marginal haemorrhage.
Luka lecet tekan memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka.
2. Arah kekerasan
Pada luka lecet geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini sangat
membantu dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara.
3. akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka.
Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatukecelakaan.
Daerah terlindung ini misalnya daerah ketiak, sisi depan leher, lipat siku, dan lain-lain.
Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh.
Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka
tangkis yang biasanya terdapat pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan.
Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan(tentative wounds) yang
mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.4
Penentuan Derajat Luka
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah
derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang
terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat luka
sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan,
keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya.5
Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik, psikis, sosial dan
pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak
perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi
pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan. Hukum pidana Indonesia mengenal
delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu
penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan (pidana maksimum 2
tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidana maksimum 5 tahun).
Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan
6|Page
ringan, pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan
yang menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut.5
Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan
menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban yang bersangkutan.
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1) KUHP
menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”. Jadi bila
luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit
atau komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Selanjutnya
rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP
tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan
didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam kategori
tersebut. Rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal
351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”. Luka berat itu sendiri telah
diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan
didapati salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut
dimasukkan dalam kategori tersebut. Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah5 :
• jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut;
• tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
• kehilangan salah satu panca indera;
• mendapat cacat berat;
• menderita sakit lumpuh;
• terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
• gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Visum et Repertum
Visum et Repertum sendiri adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi
temuan dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia
atau bagian dari tubuh manusia, baik yang hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi)
7|Page
dari penyidik yang berwenang yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk
kepentingan peradilan.6
8|Page
RS Cipto Mangunkusumo
Jl. Diponegoro No.71 Jakarta Pusat
Telp 021-5685328
_______________________________________________________________________
PRO JUSTITIA Jakarta, 14 Desember 2018
VISUM ET REPERTUM
No.02/TU.RSCM/1/2018
Yang bertanda tangan di bawah ini, …….., dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta,
menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Selatan
No Pol.: B/789/VR/XII/95/Serse tertanggal 14 Desember 2018, maka pada tanggal empat
belas Desember tahun dua ribu delapan belas, pukul delapan lewat tiga puluh menit Waktu
Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
telah melakukan pemeriksaan atas korban yang menurut surat permintaan tersebut adalah:
Nama : ………………
Umur : 24 tahun
Kebangsaan : …………….
Agama : ………………
Pekerjaan : …………….
Alamat : ……………..
Hasil Pemeriksaan:…………………..
9|Page
1. Korban datang dalam keadaan sadar penuh, dengan keadaan umum tampak sakit
ringan
2. Korban mengaku telah dipukuli oleh seseorang yang merupakan temannya
3. Wanita tersebut berprofesi sebagai seorang penyanyi di café
4. Pada korban ditemukan:……………………
a. Tanda vital: ttv,suhu, frekuensi nafas
b. Adanya luka memar dan luka lecet pada pipi kiri berukuran 5x4
Kesimpulan:……………………….
Pada korban perempuan berusia 24 tahun ini, ditemukan luka lecet pada pipi kiri
berukuran 5x4 yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian.
Dokter pemeriksa,
Dr…………….…….SpF
10 | P a g e
Daftar Pustaka
1. Slamet P, Djaja SA, Yuli B et al. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:1994, Jakarta, h33-6
2. Van De Tas, Kamus Hukum Bahasa Indonesia, Cet 2 (Jakarta: Timur Mas ,2011) Hal. 363
3. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.h.32-7.
4. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2013. H.17-21,34-5.
5. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007.h.8-83.
6. Saanin S. Aspek-Aspek Fisik/ Medis Serta Peran Pusat Krisis dan Trauma dalam
Penanganan Korban Tindak Kekerasan. Dalam
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/kekerasan.htm. diakses 14 Desember 2018.
11 | P a g e