Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

Kejang Demam

Disusun Oleh:
Karen Denisa
112017105

Pembimbing:
dr. Iskandar, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Periode 2019
RSUD Cengkareng
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
2019

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT : RSUD CENGKARENG

Nama : Karen Denisa Tanda Tangan


Nim : 112017105

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Iskandar, Sp. A ........................

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An. A. P. Jenis kelamin : Laki-laki


Tempat / tanggaI lahir :
Umur: 7 bulan
Jakarta, 18-07-2018
Suku bangsa: Betawi Agama : Islam
Pendidikan : - Alamat : Bangun Nusa no 62, RT 012/RW
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung 012

Orang tua / Wali


Ayah
Namalengkap : Tn. R Agama : Islam
Tanggal lahir (umur) : 30 tahun Pendidikan : SD
Suku Bangsa : Betawi Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Bangun Nusa no 62 Penghasilan :-
Ibu
Namalengkap : Ny. U Agama : Islam
Tanggallahir (umur) : 25 tahun Pendidikan :-
SukuBangsa : Betawi Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bangun Nusa no 62 Penghasilan :-

2
Wali
Namalengkap : - Agama : -
Tanggallahir (umur) : - Pendidikan : -
SukuBangsa : - Pekerjaan : -
Alamat : - Penghasilan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung / angkat/ tiri/ asuh

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dengan ibu pasien, Tanggal 19 Februari 2019.

Keluhan utama:
Kejang 2 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien diantar ibunya ke IGD pada tanggal 18 Februari 2019 dengan keluhan pasien
kejang 2 jam SMRS sebanyak 3x dengan durasi kurang lebih 1 menit. Pasien memiliki riwayat
kejang demam saat berusia 3 bulan dan tidak dalam pengobatan rutin untuk kejang.
Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari SMRS. Demam terus menerus sepanjang hari,
disertai batuk kering 2 hari SMRS. Ibu pasien mengaku tidak mengukur suhu tubuh pasien
dirumah. Mual muntah dan pilek disangkal. Tanda-tanda pendarahan tidak ditemukan. BAB dan
BAK dalam batas normal.
Ibu pasien juga mengeluh pasien sesak sejak 1 hari SMRS. Napas pasien cepat dan
pasien terlihat kesulitan bernapas.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan Ibu rutin memeriksakan kandungan sebulan sekali
Perawatan Antenatal dari usia kehamilan 2 bulan di Puskesmas dekat
rumah.

Penyakit Antenatal Tidak ada penyakit selama kehamilan.

Tempat Kelahiran Klinik Bersalin

3
Kelahiran

Penolong Persalinan Bidan

Cara Persalinan Spontan tidak ada penyulit

Masa Gestasi Cukup Bulan (37 minggu)

Berat badan lahir : 3,5 Kg


Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : - cm (tidak ingat)
Keadaan Bayi Langsung menangis
Pucat (-); Biru (-); Kuning (-); Kejang (-)
Nilai APGAR : 8/9
Kelainan bawaan : tidak ada

Riwayat Perkembangan
 Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan
 Psikomotor
 Tengkurap : 5 bulan
 Duduk :-
 Berdiri :-
 Berjalan :-
 Membaca dan menulis : -
 Perkembangan pubertas
 Rambut pubis :-
 Payudara :-
 Menars :-
 Gangguan perkembangan
mental/emosi : tidak ada

4
Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR ULANGAN
(umur) (umur)
BCG 1 bln
DPT/DT 2 bln 4 bln 6 bln
Polio 0 bln 2 bln 4 bln 6 bln
Campak -
Hepatitis B 0 bln 1 bln 6 bln
MMR -
TIPA -

Riwayat Keluarga
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi -  -
Asma -  -
Tuberkulosis -  -
Hipertensi -  -
Diabetes -  -
Kejang Demam  - -
Epilepsy -  -

Pemeriksaan Fisik
Tanggal: 19 Februari 2019 Jam: 14.00
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Tanda-tanda vital
Frekuensi nadi : 120x/menit
Tekanan darah :-
Frekuensi napas : 30x/menit
Suhu tubuh : 38oC
Data Antropometri
Berat badan : 11.5 kg
Tinggi badan : - cm
Lingkar kepala : - cm
Lingkar dada : -cm
Lingkar lengan atas : - cm

5
ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul - judul yang bersangkutan
Harap diisi: Bila ya (+), bila tidak (-).
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Merah (-) Nyeri
(-) Sekret (-) Kuning/ikterus
(-) Trauma (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran (berdengung) (-) Sekret
Hidung
(-) Rhinnorhea (-) Sekret pada lubang hidung kanan
(-) Nyeri pada lubang hidung kanan (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Epistaksis
(-)Trauma (-) Benda asing/foreign body
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Mukosa
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Thorax (Jantung/Paru-Paru)
(+) Sesak napas (-) Mengi
(+) Batuk (-) Batuk darah
(-) Nyeri dada (-) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Mual (-) Muntah
(-) Diare (-) Konstipasi
(-) Nyeri tekan bagian kuadran kanan dan kiri bawah (-) Nyeri kolik
(-) Tinja berdarah (-) Tinja berwarna dempul

6
(-) Benjolan
Saluran kemih/Alat kelamin
(-) Disuria (-) Hematuria
(-) Eneuresis (mengompol)
Saraf dan otot
(-) Riwayat trauma (-) Nyeri (-) Bengkak
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis

BERAT BADAN
Berat badan rata – rata : Tidak Diketahui
Berat tertinggi kapan : Tidak Diketahui
Berat badan sekarang : 11.5 kg
(+) Tetap (-) Turun (-)Naik
Kepala
Bentuk dan ukuran : Bentuk dan ukuran normocephali
Rambut dan kulit kepala : Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, lurus.
Mata : Bentuk simetris, palpebral cekung (-), konjungtiva
anemis (-), sclera ikterik (-).
Telinga : Bentuk normotia, otitis externa auricula dalam batas
normal, membran timpani hiperemis -/-, bulging -/-.
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-), perdarahan (-), nafas
cuping (-), mukosa hiperemis -/-.
Gigi-geligi : Perdarahan gusi (-), caries dentis (-)
Mulut : Mukosa kering (-), pucat (-), lesi (-)
Lidah : Kotor (-), kering (-)
Tenggorok : Pembesaran (-), tonsil T1-T1.
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran tiroid (-)
Toraks
Dinding toraks : Simetris, retraksi sela iga (+)
Paru : Nyeri (-), massa (-)
Sonor pada seluruh lapang paru

7
Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, wheezing
(-), ronki (+/+)
Jantung : Tidak tampak pulsasi iktus kordis
Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak ada bekas luka operasi
Auskultasi : Bising usus normoperistaltik
Palpasi : Hati dan limpa tidak teraba membesar, nyeri (-), turgor
kulit baik.
Perkusi : timpani
Anus dan rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Tulang belakang : kelainan bentuk tulang belakang (-)
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-),
effloresens (-), turgor kulit kembali cepat.
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Ekstremitas (lengan & tungkai)


Tonus: normotonus
Massa: normal
Sendi:
Kekuatan : +5 +5 Sensori : + +
+5 +5 + +

Edema : - - Sianosis : - -

- - - -
Lain-lain : Akral hangat.
Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran : GCS 15 (E 4 M 6 V 5 )
Delirium :-
Orientsi tempat, waktu, orang :-
Adanya tremor, korea, ataksia, dll : Tidak ada
Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)
Refleks

8
Kanan Kiri
Refleks Tendon Positif Positif
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patella Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks Patologis Negatif Negatif
Refleks Primitif Negatif Negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium di ambil pada tanggal 18 Februari 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Darah rutin
Hb 17.0 10.1-12.9 g/ Dl
Leukosit 26.6 6.00- 17.5 / µL
Hematokrit 37 33-43 %
Trombosit 415,000 217.000-497.000 /µL
Kimia Klinik
Natrium 141 136-146 mmol/L
Kalium 4.0 3.5-5.0 mmol/L
Chlorida 104 98 - 106 mmol/L

Pemeriksaan Foto thorax diambil pada tanggal 19 September 2018


Kesan : Sugestif bronkopneumonia kemungkinan disertai proses spesifik paru belum
dapat dipastikan ( mohon konfirmasi dengan klinis dan laboratorium)

DIAGNOSIS KERJA :
Kejang Demam Kompleks
Dasar diagnosis : Kejang >3x
Syarat didiagnosis kejang demam kompleks adalah jika :
 kejang lama >15 menit
 kejang fokal, parsial, atau umum yang didahului parsial
 berulang atau >1 kali dalam 24 jam

9
Pada pasien ini diapatkan kejang 3 kali, dengan durasi kurang lebih 1 menit, dan memiliki
riwayat kejang demam saat pasien berusia 3 bulan. Keluhan kejang ini didahului oleh demam
1 hari SMRS. Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium dan foto
rontgen thorax didapatkan hasil penyebab dari demam tersebut adalah bronkopneumonia.

Bronkopneumonia
Dasar diagnosis : Batuk & Hasil Rontgen

Bronkopneumonia merupakan suatu infeksi akut pada paru – paru yang secara
anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus
yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar
hidung atau mulut). Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris
0
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 40 C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.

Dipikirkan bronkopneumonia berdasarkan keluhan pasien demam, batuk dan sesak


nafas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak sesak nafas, retraksi (+) ronkhi+/+. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan corakan bronkovaskuler meningkat.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL :
1. Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara
seluruh kejang demam.

Pada pasien ini, pasien mengalami kejang yang didahulukan demam, dan berlangsung
kurang dari 15 menit. Namun kejang berulang dalam waktu 24 jam. Sehingga diagnosis
diferensial dari kejang demam sederhana dapat disingkirkan.

2. Tb Paru
Dasar diagnosis diferensial Tb Paru:
1. Bukti adanya infeksi
a. Sumber penularan
b. Uji tuberkulin positif

10
2. Kumpulan gejala
a. Demam > 2 minggu
b. Penurunan BB / BB tidak naik
c. Batuk persisten
Multi- L
3. Foto Rontgen menyokong ke arah TB

Pada kasus ini ditemukan foto rontgen dengan sugestif bronkopneumonia disertai
proses spesifik paru belum dapat dipastikan. Sedangkan kontak dengan penderita tb tidak
ditemukan, uji tuberkulin tidak dilakukan. Demam <2 minggu, dan penurunan BB tidak
ditemukan. Sehingga diagnosis diferensial dari kejang demam sederhana dapat disingkirkan.

11
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN

Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan
anak, karena nilai kesehatan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan
anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan
pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial anak, dan pendidikan
ibu. Salah satu penyakit tersering yang di derita oleh anak adalah penyakit kejang demam. 1

o
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu rektal diatas 38 C
yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya gangguan elektrolit atau riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya, umumnya terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun dan
2,3
setelah kejang pasien sadar. Puncak kejang demam terjadi pada usia 18 bulan Kejang
demam adalah penyebab kejang paling umum pada anak dan sering menjadi penyebab rawat
inap di rumah sakit secara darurat dan merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang
demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah kejang yang terjadi
pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta
tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakranial. 1,4

Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi
pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Diagnosis kejang demam pada dasarnya berdasarkan temuan klinis dan deskripsi yang
diberikan oleh orangtua. Meskipun sebagian besar kejang demam adalah ringan dan terkait
dengan penyakit virus yang ringan, sangat penting bahwa anak segera dievaluasi untuk
mengurangi kecemasan orangtua dan untuk mengidentifikasi penyebab demam Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. 3,4,5,6

Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kejang

12
demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat,

kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik

dan atau klonik, tanpa gerakan fokal dan hanya terjadi sekali selama periode 24 jam dari

demam pada anak yang secara neurologis normal. Sebagian besar kejang demam adalah

kejang demam sederhana, namun kejang demam dengan onset fokal, durasi berkepanjangan,

atau yang terjadi lebih dari sekali pada penyakit demam yang sama dianggap sebagai kejang

demam kompleks 2,4,5,6

Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: 5

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam. 5

Pada kasus ini pasien kejang 2 jam SMRS sebanyak 3x dengan durasi
kurang lebih 1 menit. Pasien memiliki riwayat kejang demam saat berusia 3 bulan dan
tidak dalam pengobatan rutin untuk kejang. Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari
SMRS.

Epidemiologi

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai dibidang
2
neurologi anak dan terjadi pada 25% Anak. Angka kejadian kejang demam di Indonesia
dalam jumlah persentase yang cukup seimbang dengan negara lain. Disini kejang demam
7
dilaporkan di Indonesia mencapai 2% sampai 4% dari tahun 2005 sampai 2006. Kejadian
kejang demam di Indonesia disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai
dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Anak laki-

13
6
laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6:1. Di Indonesia
khususnya didaerah tegal, jawa tengah tercatat 6 balita meninggal akibat serangan kejang
demam, dari 62 kasus penderita kejang demam. Selain itu di Medan penyakit kejang demam
menjadi penyakit peringkat pertama yang ditangani dokter di Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi selama Agustus-Desember 2009. Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi pasien yang dirawat inap sebanyak 155 pada bulan Agustus. Kemudian pada bulan
Desember berjumlah 177 pasien. Di Eropa dan Amerika Serikat 2-5% anak (lebih sering
terjadi pada anak laki-laki) mengalami setidaknya satu kali kejang demam sebelum usia 5
tahun. Meski studi pendahuluan di India menyebutkan hingga 10% anak mengalami kejang
1,4
demam, data terakhir menunjukkan bahwa angka kejadian di India mirip dengan di Barat.

Etiologi

Etiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi faktor genetik memainkan peran
utama dalam kerentanan kejang. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi,
kadang kadang demam tidak terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang. Kejadian kejang
1,4
demam dipengaruhi oleh usia dan maturitas otak. Kondisi yang menyebabkan kejang
demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ektrakranial seperti tonsilitis, ototis
media akut, bronkitis. 7 Faktor penting lain terjadinya kejang demam pada anak adalah suhu
badan. Tingginya suhu tubuh pada keadaan demam sangat berpengaruh terhadap terjadinya
kejang demam karena pada suhu tubuh yang tinggi dapat meningkatkan metabolisme tubuh
sehingga terjadi perbedaan potensial membran di otak yang akhirnya melepaskan muatan
1,4
listrik dan menyebar ke seluruh tubuh. Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak
terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul kejang merupakan nilai
ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C–
41,4°C. 1

Pada kasus ini, dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa penyebab kejang demam
pada pasien adalah bronkopneumonia. Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian
bayi dan balita. 8

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan
9
konsolidasi jaringan paru dan pertukaran gas setempat. Terjadinya pneumonia pada anak
sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut disebut bronkopneumonia.
Dalam pelaksanaan pengendalian penyakit ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia

14
maupun bronkopneumonia), disebut “Pneumonia” saja. 8

Bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru – paru yang secara anatomi
mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang
dapat disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau
mulut). 10

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian atas


0
selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 40 C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Terapi yang diberikan pada bronkopneumonia adalah
penatalaksanaan berupa tirah baring (bed rest). Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan
etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung tidak selalu dapat dikerjakan dan makan waktu
maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi. Penisilin diberikan 50.000/kgbb/hari
dan ditambah dengan Chloramphenikol 50 – 75 mg/kgbb/hari atau dapat diberikan antibiotika
spektrum luas. Ampisilin dosis 50 – 100 mg/kgbb/hari tiap 6 jam. Pengobatan diteruskan
sampai anak bebas panas selama 4 – 5 hari.Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan
pemberian cairan intravena dan oksigen. 10

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. 2,5

Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti
meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan
pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput
otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal
harus diperhatikan pula kontra indikasinya. 6

Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang
demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial,perdarahan subaraknoid atau
gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita
kejang demam. Pungsi lumbal dapat dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada

15
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal 


2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis 


3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis. 


Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5,6

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) pada kejang demam dapat memperlihatkan


gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang
mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan EEG hanya dilakukan pada kejang fokal
untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.. 5,6

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada
anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi,
seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus
kranialis. 5

Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi
oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal
menunjukkan abnormalitas fokal. 6

Pada kasus ini, pemeriksaan laboratorium hematologi darah rutin dilakukan dan
didapatkan hasil Hemoglobin 12.0 g/dl, Leukosit 26600/µL, Hematokrit 37% dan Trombosit
415.000/µL. Hasilnya dalam batas normal kecuali kadar leukosit yang lebih tinggi dari angka
normal. Telah dilakukan juga pemeriksaan rontgen thorax dengan hasil sugestif
bronkopneumonia kemungkinan disertai proses-proses spesifik paru belum dapat
disingkirkan.

16
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk: 6

4. Mencegah kejang demam berulang 


5. Mencegah status epilepsi 


6. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi 


7. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga. 


Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas
tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi.
Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau
berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu
dilakukan intubasi. 
Tatalaksana saat kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah
0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg. 2,5,6

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12
kg. 5

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberi- kan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intra- vena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergan- tung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 5

Saat demam, dapat digunakan antipiretik, meskipun tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan

17
adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen
5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari. 5

Antikonvulsan intermitten dapat diberikan. Yang dimaksud dengan obat


antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. 6
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah
ini:

1. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral, hemiparesis, paresis Todd, retardasi
mental, hidrosefalus

2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun 


3. Usia <6 bulan 


4. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius 


5. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.

2,5

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak
3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan
selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut
5
cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu): 5,6

1. Kejang lama > 15 menit 


2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus. 


3. Kejang fokal 


4. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada 
kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis. 


18
5. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau
saudara 
kandung. 


6. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. 


7. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 
 bulan.


8. Kejang demam > 4 kali per tahun

Penjelasan:

 Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat 


 Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan


bukan merupakan indikasi pengobatan rumat 


 Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik. 


Jenis antikonvulsan yang dapat diberikan untuk pengobatan rumatan adalah


fenobarbital atau asam valproat. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berba-
haya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. 5

Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16 mg/mL


dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan
dosis. 5,6


Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil 
 kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam val- proat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis
asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Efek samping yang ditemukan adalah
hepatotoksik, tremor dan alopesia 5,6

Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang


demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang
demam. 5

Pada pasien ini diberikan KAEN 1B 600cc/hari, amped 250cc/hr, phenytoin oral 2x50

19
mg, ceftriaxone 2x350 inj, amikasin 2x90 mg inj, pct 3x120 mg inj, phenytoin 2x50 mg inj,
inhalasi nacl : vent : flex 3x/hr

RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 7 bulan kejang 2 jam SMRS sebanyak 3x dengan
durasi kurang lebih 1 menit. Pasien memiliki riwayat kejang demam saat berusia 3 bulan
dan tidak dalam pengobatan rutin untuk kejang. Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari
SMRS. Demam terus menerus sepanjang hari, disertai batuk kering 2 hari SMRS. Pasien
sesak sejak 1 hari SMRS. Napas pasien cepat dan pasien terlihat kesulitan bernapas.
Riwayat keluarga pasien tidak ada mengalami keluhan yang sama. Pasien tidak mempunyai
riwayat alergi dan pertama kali dirawat di rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 38°C, frekuensi nasi 120x/menit, pernafasan
30x/menit, keadaan gizi baik dengan berat badan 11.6 kilogram. Pada pemeriksaan darah
Hemoglobin 12.0 g/dl, Hematokrit 37%, Leukosit 26.6 (103/uL), Trombosit 415 (103/ uL).
Pada foto rontgen thorax hasil ditemukan sugestif bronkopneumoia kemungkinan disertai
proses spesifik belum dapat disingkirkan. Pada pasien ini diberikan KAEN 1B 600cc/hari,
amped 250cc/hr, phenytoin oral 2x50 mg, ceftriaxone 2x350 inj, amikasin 2x90 mg inj, pct
3x120 mg inj, phenytoin 2x50 mg inj, inhalasi nacl : vent : flex 3x/hr.

FOLLOW UP

Tanggal 20 Februari 2019

S Kejang (-), Batuk dahak (+), pilek (+), sesak (-), demam (-)
O T : 36,4oC :HR 120x/menit RR : 35x/menit
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal, rh -/-, wh -/-
A KDK, Bronkopneumonia
P KAEN 1B 600cc/hari
Phenitoin oral 2x50mg
Inj. Ceftriaxone 2 x350 g
Inj. amikasin 2 x 90 mg
Inhalasi 3x/hr

Tanggal 21 Februari 2019

20
S Kejang (-), Batuk dahak berkurang, pilek (+), sesak (-), demam (-)
O T : 36,0oC :HR 124x/menit RR : 35x/menit
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal, rh -/-, wh -/-
A KDK, Bronkopneumonia
P KAEN 1B 600cc/hari
Phenitoin inj 2x50 mg
Inj. Ceftriaxone 2 x350 g
Inj. amikasin 2 x 90 mg
Inhalasi 3x/hr

21
Daftar Pustaka
1. Arifuddin A. Analisis faktor risiko kejadian kejang demam di ruang perawatan anak rsu
anutapura palu. Vol (2) 2. Palu: Jurnal Kesehatan Tadulako. 2016.h.60-72
2. Ismet. Kejang Demam. Vol (1) 1. Riau: J Kesehat Melayu. 2017
3. Kakalang JP, Masloman N, Manoppo JICH. Profil kejang demam di bagian ilmu
kesehatan anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 – Juni 2016.
Vol (4) 2. Manado: Jurnal e-Clinic. 2016
4. Nurindah D, Muid M, Retroprawiro S. Hubungan antara kadar tumor necrosis factor-
alpha (TNF-α) plasma dengan kejang demam sederhana pada anak. Malang:
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Saiful Anwar. 2014
5. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S.
Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: UKK Neurologi IDAI.2016.
6. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak. Vol (4) 2. Medan: Sari Pediatri.
2002.h.59-62
7. Marwan R. Faktor yang berhubungan dengan penanganan pertama kejadian
kejangdemam pada anak usia 6 bulan – 5 tahun di puskesmas. Vol 1(1). Banjarmasin:
Universitas Muhamadiyah. 2017
8. Kaunang C, Runtunuwu A, Wahani A. Gambaran karakteristik pneumonia pada anak
yang dirawat di ruang perawatan intensif anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode 2013 – 2015. Vol (4) 2. Manado: Jurnal e-Clinic. 2016
9. Bahariramma M, Artini I. Pola pemberian antibiotika untuk pasien community acquired
pneumonia anak di instalasi rawat inap rsud buleleng tahun 2013. Vol (6) 3. Bali: E-
Jurnal Medika. 2017
10. Dewi G. Bronkopneumonia. Vol (1) 2. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2013

22

Anda mungkin juga menyukai