LAPORAN KASUS
1. Identitas pasien :
a) Nama
b) Tempat,tanggal lahir
c) Umur
d) Agama
e) Suku
f) Status perkawinan
g) Pekerjaan
h) Alamat
i) Tanggal MRS
j) Tanggal pemeriksaan
k) No. Rekam Medis
2. Anamnesis
: Tn. S
: Sidoarjo, 16-19-1959
: 56 tahun
: Islam
: Jawa
: Kawin
: ibu rumah tangga
: Banjar Panji 7/2 Tanggulangin
: 23-06-2016
: 24-06-2016
: 1798417
saat pasien selesai makan atau saat pasien merasa lapar dan belum
sempat makan, tidak pernah ada riwayat terbangun tengah malam akibat
nyeri. Dua minggu sebelum berak hitam pasien memang sempat mual
karena nyeri ulu hati dan kemudian dibelikan obat promag oleh
anaknya.
Dua tahun teakhir pasien sering mengeluhkan kakinya linu linu
dan terasa pegal, pasien mengaku asam uratnya tinggi dan badan selalu
kecapekan. Saat pasien merasa pegal dan linu linu pasien minum jamu
pegal linu dan jamu asam urat dan pasien merasa membaik tetapi kumat
lagi dan pasien akan minum lagi. Pasien mengaku bisa minum jamu
pegal linu dan asam urat tersebut 3 kali dalam seminggu, dan jamu
tersebut selalu diminum jika keluhan datang lagi.
Selama 3 hari berak hitam pasien sempat membawa ke dokter
umum dekat rumah, atas saran dokter tersebut pasien diminta untuk
dibawa ke Rumah Sakit agar mendapat perawatan lebih lanjut karena
keadaan umum pasien yang sudah lemah dan diberi obat penambah
darah sangobion. Hari ke tiga pasien berak hitam masih ada, pasien ke
dokter yang lagi dan dokter tersebut menyarankan agar dibawa ke IGD
karena pasien sudah pucat.
c) Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak pernah BAB hitam atau muntah darah sebelumnya
Tidak ada sakit yang menyebabkan pasien masuk rumah sakit
Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
4
Mulut
: tidak sianosis
Lidah
: tidak kotor, tidak hiperemi
b. Leher
Inspeksi
: simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi
: tidak teraba pembesaran KGB leher
c. Jantung dan Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi
: Iktus tak tampak, pulsasi jantung tak tampak
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
d. Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: simetris
: fremitus raba (+) normal
: sonor
: Rhonki (-), Wheezing (-)
e. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
f. Ektremitas
Superior
Inferior
: akral hangat pucat + | +, edema -/: akral hangat pucat + | +, edema -/-
4. Pemeriksaan penunjang :
A. Hasil Laboratorium tanggal 23-06-2016
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darahlengkap
WBC (Leukosit)
RBC (Eritrosit)
HGB (Hemoglobin)
HCT (Hematokrit)
PLT (Trombosit)
MCV
MCH
MCHC
RDW
LYMPH%
HASIL
Terlampir
8,3 /uL
1,68 /uL
5,4 g/dL
15,9 %
347 /uL
94,6 fl
32,1 pg
34,0 g/dL
15,4 %
0,6%
Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Gula Darah Sewaktu
16
14
301 mg/dL
HASIL
Terlampir
155 mg/dL
260 mg/dL
28,8 mg/dL
1,5 mg/dL
3,4 g/dL
2.0 g/dL
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
146 mmol/L
3,2 mmol/L
106 mmol/L
5. Diagnosis
7
PEMBAHASAN KASUS
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
makanan proksimal dari ligamentum treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak
sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau
tidak. Kemungkinan pasien datang dengan 1. Anemia defisiensi besi akibat
perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2. Hematemesis dan atau melena
disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik, derajat
hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien.
Perdarahan pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat disebabkan oleh
variceal dan non variceal. Perdarahan oleh karena variceal paling banyak disebabkan
oleh karena sirosis hati . Pasien dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan
gejala-gejala yang khas, berupa : hematokezia atau melena, hematemesis, penurunan
tekanan darah dan anemia. Pada pasien ini tidak didapatkan hematemesis dan atau
hematokezia serta tanda tanda peningkatan tekanan vena porta seperti ascites, edema
tungkai, vena kolateral, dan adanya caput medusae, penurunan kesadaran akibat
ensfalopati hepatikum dan retensi cairan yang berlebih dengan manifestasi edema
pada ekstremitas, sehingga tidak dapat diarahkan ke diagnosis perdarahan saluran
cerna (SCBA) variceal. Selain itu juga perlu ditanyakan apakah ada penggunaan
alkohol jangka panjang, penggunaan narkotik dengan suntikan dan penyakit hati
menahun dengan klinis berupa ikterus, adanya riwayat transfusi sebelumnya. Klinis
tersebut tidak di dapatkan pada pasien ini.
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif,
tukak peptic dan tukak duodenum. Tukak peptik, tukak duodenum dan gastritis
erosiva adalah kerusakan jaringan mulai mukosa, submukosa sampai muskularis
mukosa dari saluran makan bagian atas.berdasarkan anamnesis, dimana hal ini sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Meskipun tidak terlalu spesifik, tetapi kadang
dengan komplikasi. Adanya dispepsia kronik, nyeri epigastrium, atau kanan atas yang
dapat menjalar ke punggung yang membaik dengan pemberian makanan, berlangsung
lama dan muncul biasanya malam hari, atau 1-5 jam sesudah makan. Pada pasien ini
keluhannya diawali dengan nyeri ulu hati dan mual 2 minggu sebelum berak hitam
yang membaik dengan pemberian obat maag. Pasien mengatakan memang memiliki
penyakit maag sejak masih muda, tetapi tidak pernah mengalami nyeri ulu hati yang
menjalar sampai ke punggung atau sampai terbangun tengah malam saat tidur karena
10
nyeri, akan tetapi pasien merasa nyeri ulu hati terutama setelah meminum jamu pegal
linu dan asam urat meskipun nyeri, pasien merasa masih bisa mengatasi nyerinya.
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit gastritis erosiva, tukak peptik,
dari penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi
atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama,
penggunaan disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness. Walaupun prevalensi
penggunaan NSAIDs pada anak tidak diketahui, tetapi sudah tampak adanya
peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik yang dirawat dengan
NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya tukak gaster,
tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk menimbulkan tukak
gaster. (Anand, 2011). Pada pasien ini didapatkan riwayat penggunaan jamu asam
urat dan pegal linu yang over the counter dan dijual bebas tanpa komposisi yang jelas
yang beberapa penelitian menyebutkan adalah isinya berupa steroid. Pasien sudah
menggunakan selama 2 tahun terakhir dengan frekuensi dalam 1 minggu 3 kali. Hal
ini mengacu pada patogenesis terjadinya gastritis erosiva dan tukak peptik adalah
ketidakseimbangan antara faktor agresif (OAINS) yang dapat merusak mukosa dan
faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan duodenum. Gastritis
erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs
merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat
mengganggu proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat
menyebabkan cedera. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs
11
mempunyai GI yang kurang baik. Dua minggu sebelum pasien mengeluh adanya
berak darah, pasien sempat mual akibat nyeri ulu hati dan kemudian membaik setelah
dibelikan obat maag oleh anaknya, beberapa hari setelahnya pasien mengeluh linu
dan asam uratnya kambuh, karena kaki saat dibawa berjalan sakit dan terasa berat,
sehingga pasien membeli jamu dan meminumnya seperti biasa rutin. Penggunaan
OAINS yang terkandung dalam jamu tersebut menjadi faktor agresif yang memicu
komplikasi pada gastritis erosiva yang sudah ada pasien yaitu berupa perdarahan,
akibat perdarahan ydan sudah bercampur dengan asam lambung perdarahan tersebut
akan keluar melalui saluran pencernaan bawah berupa berak hitam warna seperti teer
(melena).
Pada pemeriksaan fisik tidak terlalu khas pada tukak peptik dan gastritis dan
tidak banyak membantu, yang biasa ditemukan adalah nyeri tekan pada epigastrium
pada pemeriksaan palpasi abdomen, tidak didapatkan pembesaran hepar dan atau lien.
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan fisik dan di dapatkan adanya anemis
pada konjungtiva dan nyeri tekan pada epigastrium.
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard.
Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur
ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam
kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil .
Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat.
Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan
hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan
12
13
14
tekanan osmotik yang sama sehingga pada pasien dengan anemia dan
perdarahan dapat membantu menjaga jumlah cairan intra dan ekstravaskuler
serta mencegah keadaan shock.
2. Inj Ozid/ omeprazole
Omeprazol merupakan golongan proton pump inhibitor. Obat ini bekerja
dengan menghambat pompa proton pada saat terjadinya produksi asam
lambung. Dengan penghambatan pompa proton ini, produksi asam lambung
akan terkurangi. Indikasi penggunaan Pumpitor yaitu pengobatan jangka
pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif terhadap obat-obat antagonis
reseptor H2, pengobatan jangka pendek tukak lambung, pengobatan refluks
esofagitis erosif / ulseratif yang telah didiagnosa melalui endoskopi,
pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison. Dosis tunggal oral
sampai dengan 160 mg dan dosis tunggal i.v. sampai dengan 80 mg dapat
ditoleransi dengan baik.
3. Sucralfat sirup
Aktivitas sukralfat sebagai anti ulkus merupakan hasil dari pembentukan
kompleks sukralfat dengan protein yang membentuk lapisan pelindung
menutupi ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan
garam empedu, sehingga menggurangi keluhan pasien berupa nyeri uluhati
dan persaan mual dan muntah, selaijn itu juga untuk penyembuhan lesi
mukosa penyebab perdarahan.
4. Ampicillin
Merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifatbakterisid, dimana pasien
dengan tukak peptik yang salah satu etiologinya akibat H. Pylori dan masih
sensitif dengan pemberian obat golongan ampicillin.
5. Inj. Kalnex / Asam Traneksamat
15
16
antara lain, umur diatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan,
adanya hipotensi atau syok, adanya koagulopati, onset perdarahan yang cepat,
kebutuhan transfusi lebih dari 6 unit, perdarahan rekurens dari lesi yang sama.
Setelah diobati dan berhenti, perdarahan SCBA dapat berulang lagi atau rekurens.
17
KESIMPULAN
Melena merupakan berak hitam dengan warna seperti teer dan merupakan
salah satu manifestasi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) maupun
perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Melena merupakan suatu
komplikasi berupa perdarahan pada beberapa penyakit saluran pencernaan baik
saluran cerna atas atau bawah. Salah satu kelainan yang dapat menyebabkan melena
pada perdarahan saluran cerna bagian atas adalah akibat tukak peptik dan atau
gastritis erosiva yang terjadi akibat ketidak seimbangan antara faktor agresif yang
dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa
lambung dan duodenum. Salah satu faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa
adalah H. Pylori, OAINS, asam lambung atau pepsin. Obat anti inflamasi non steroid
menjadi salah satu etiologi yang ditemukan pada gastritis erosiva dan tukak peptik
yang kemudian mengalami komplikasi berupa melena, dan jika melena tidak segera
diatasi akan menyebabkan anemia yang jika tidak ditangani akan mengakibatkan
pasien jatuh dalam keadaan shock. Perawatan yang diberikan pada pasien melena
dengan kausa gastritis erosiva adalah dengan menghentikan perdarahan, mencegah
pasien jatuh dalam keadaan shock dengan memperbaiki keadaan umum, serta
mencegah adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berulang dengan
mengenhtikan faktor faktor agresif dengan medikamentosa berupa antibiotik yang
18
masih sensitif dengan H. Pylori dan obat obata yang dapat melindungi mukosa
lambung dan duodenum seperti : PPI, antasida dan sukralfat.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 289-292
Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference, Professor.
Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology, Baylor College
of Medicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/ ( Accessed 23
April 2011)
Banez, VP. Upper Gastrointestinal Bleeding. In : Ong WT, Ong ALR, Nicolasora NP.
Medicine Blue Book 5th Edition. Mandaluyong City : Cacho Hermanos Inc
2001. p 63-65.
De Franchis R. Evolving Consensus in Portal Hypertension Report of the Baveno IV
Consensus Workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal
hypertension -Special report. J Hepatology 2005;43:167-176
Djumhana, HA. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. In : Course on Medical
Emergencies and Treatment. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK Unpad/RSHS 2007. p 71-80.
19
Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et al.
Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Laine, L. Gastrointestinal Bleeding. In : Kasper DL, Braunwald E, et al. Harrisons
Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York : McGraw-Hill 2005. p
235-238.
PAPDI. Panduan Pelayanan Medik, Hematemesis Melena. Jakarta : Interna
Publishing. 2009. hal 305-306
Perdarahan
Saluran
Cerna
Bagian
Atas.
Available
Form
:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78.
(Accesed Juni 2016)
Perngaraben, Tarigan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 338-344
Soewondo. Pradana. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta :
FK UI. 2006: hal 291-29
20