Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai.


Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan.Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya
perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam)
menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum
Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan,
juga dapat menimbulkan melena.
Di Amerika Serikat angka kejadiannya berkisar antara 50-150 per 100.000
penduduk per tahun.Angka kematiannya bervariasi antara 4-14% tergantung pada
kondisi pasien dan penanganan yang tepat.2,3 Umumnya 80% dari kasus dapat
berhenti dengan sendirinya. 10% kasus membutuhkan prosedur intervensi untuk
mengontrol perdarahan.5
Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) di Indonesia dengan laporan pustaka Barat.22 Penyebab terbanyak di
Indonesia adalah perdarahan varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di negara
Eropa dan Amerika adalah perdarahan non variceal karena ulkus peptikum
(60%).8Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory Weisstears, duodenitis erosive,

ulkus dielafoy(salah satu tipe malformasi vaskuler), neoplasma, aortoenteric fistula,


GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy prolapse.12
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) adalah kehilangan darah
dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz, mulai
dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum. Mekanisme
kehilangan darah dapat berupa perdarahan tersamar intermiten sampai dengan
perdarahan masif yang disertai renjatan. Perdarahan yang tersamar (occult bleeding)
hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada feses atau adanya anemia defisiensi
besi, sehingga sering tidak tampak secara jelas. Berat ringannya perdarahan dapat
dinilai dari manifestasi klinik yang ada, derajat turunnya kadar haemoglobin, serta
yang paling penting adalah ada tidaknya manifestasi gangguan hemodinamik.22
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu kasus kegawatan di bidang
gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan di bidang kesehatan dan
perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir ini tidak terdapat perubahan
angka kejadian meskipun telah dicapai kemajuan dalam pengelolaan atau
terapi.Peningkatan insidensi di sebagian negara berhubungan dengan penggunaan
aspirin dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Selain itu, prevalensi perdarahan
SCBA sangat bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin dan beberapa faktor lainnya.
Hasil akhir berupa perdarahan ulang dan kematian merupakan akibat dari
penatalaksanaan yang kurang adekuat.

LAPORAN KASUS
1. Identitas pasien :
a) Nama
b) Tempat,tanggal lahir
c) Umur
d) Agama
e) Suku
f) Status perkawinan
g) Pekerjaan
h) Alamat
i) Tanggal MRS
j) Tanggal pemeriksaan
k) No. Rekam Medis
2. Anamnesis

: Tn. S
: Sidoarjo, 16-19-1959
: 56 tahun
: Islam
: Jawa
: Kawin
: ibu rumah tangga
: Banjar Panji 7/2 Tanggulangin
: 23-06-2016
: 24-06-2016
: 1798417

Anamnesis dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien


a) Keluhan utama
Berak Hitam
b) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Sidoarjo tanggal 23 Juni 2016 pkl
15.00 dengan keluhan berak hitam sejak 3 hari yang lalu, hari ini sudah
berak hitam lembek 3 kali sebanyak 3 gelas kecil belimbing. Pasien
mengeluhkan mual dan badan sangat terasa lemas disertai kepala pusing
dan seperti berkunang kunang. Tidak ada muntah atau nyeri saat
menelan. Tidak ada penurunan berat badan yang drastis, dan tidak ada
mual muntah yang berkepanjangan sebelumnya. Pasien mengeluhkan
nyeri pada ulu hati seperti ditusuk ditusuk, tidak ada nyeri yang
menjalar sampai ke punggung. Pasien mengaku punya riwayat maag
yang kumat kumatan terutama setelah minum jamu asam urat dan pegal
linu, tetapi nyeri masih bisa pasien tahan, tidak ada nyeri yang muncul
3

saat pasien selesai makan atau saat pasien merasa lapar dan belum
sempat makan, tidak pernah ada riwayat terbangun tengah malam akibat
nyeri. Dua minggu sebelum berak hitam pasien memang sempat mual
karena nyeri ulu hati dan kemudian dibelikan obat promag oleh
anaknya.
Dua tahun teakhir pasien sering mengeluhkan kakinya linu linu
dan terasa pegal, pasien mengaku asam uratnya tinggi dan badan selalu
kecapekan. Saat pasien merasa pegal dan linu linu pasien minum jamu
pegal linu dan jamu asam urat dan pasien merasa membaik tetapi kumat
lagi dan pasien akan minum lagi. Pasien mengaku bisa minum jamu
pegal linu dan asam urat tersebut 3 kali dalam seminggu, dan jamu
tersebut selalu diminum jika keluhan datang lagi.
Selama 3 hari berak hitam pasien sempat membawa ke dokter
umum dekat rumah, atas saran dokter tersebut pasien diminta untuk
dibawa ke Rumah Sakit agar mendapat perawatan lebih lanjut karena
keadaan umum pasien yang sudah lemah dan diberi obat penambah
darah sangobion. Hari ke tiga pasien berak hitam masih ada, pasien ke
dokter yang lagi dan dokter tersebut menyarankan agar dibawa ke IGD
karena pasien sudah pucat.
c) Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak pernah BAB hitam atau muntah darah sebelumnya
Tidak ada sakit yang menyebabkan pasien masuk rumah sakit
Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
4

Riwayat diabetes mellitus (+) tidak terkontrol


Riwayat konsumsi alkohol (-)
Mata Kabur (-) BAK tidak nyeri
d) Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat DM, HT pada keluanga disangkal
Sakit seperti pasien disangkal
e) Riwayat pengobatan
Sangobion
Hipertensi dan DM tidak mendapat pengobatan
f) Riwayat Sosial-ekonomi :
Pendidikan terahir SD ( tidak tamat )
Pekerjaan ibu rumah tangga
Pasein mengatakan 1 minggu bisa 3 kali minum jamu asam urat dan
pegal linu selama 2 tahun terakhir
3. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
: Cukup
b. Kesadaran
: Compos Mentis (GCS 4-5-6)
c. Tanda Vital
: TD
: 160/70 mmHg
N
: 102 x/mnt
RR
: 19 x/mnt
Suhu
: 36,5 C
d. Kulit
: Turgor kulit normal, elastisitas baik,
tidak adaruam, tidak ada ptekie, tidak
ada nodul, tidak ada tanda infeksi.
e. Kelenjar Limfe
: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di
leher, supraclavicula, aksila, dan
inguinal
f. Otot
: Tidak terdapat atrofi otot
g. Tulang
: Tidak ada deformitas
B. Pemeriksaan Keadaan Umum
a. Kepala
Bentuk
: bulat, simetris
Rambut
: pendek, warna hitam dan beruban sebagian tidak
mudah dicabut
Mata
: konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, lensa jernih,
pupil
Hidung
Telinga

isokor, reflek cahaya (+/+), tidak ada edema

pada daerah palpebra pada kedua mata


: tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada perdarahan
: tidak ada secret, tidak ada bau, tidak ada perdarahan
5

Mulut
: tidak sianosis
Lidah
: tidak kotor, tidak hiperemi
b. Leher
Inspeksi
: simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi
: tidak teraba pembesaran KGB leher
c. Jantung dan Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi
: Iktus tak tampak, pulsasi jantung tak tampak
Palpasi

:Ictus tidak teraba, pulsasi jantung tidak teraba, suara


yang teraba tidak ada, getaran (thrill) tidak ada

Perkusi
Auskultasi
d. Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: jantung dalam batas normal


:Suara 1 tunggal, suara 2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

: simetris
: fremitus raba (+) normal
: sonor
: Rhonki (-), Wheezing (-)

e. Abdomen
Inspeksi

:Perut datar, simetris, soepel

Auskultasi

:Bising usus (+) normal

Palpasi

:Nyeri tekan (+) epigastrium. Tidak teraba massa


Hepar dan lien tidak teraba, Ren dextra sinistra
tidak teraba

Perkusi

f. Ektremitas
Superior
Inferior

:Timpani, shifting dulness (-)

: akral hangat pucat + | +, edema -/: akral hangat pucat + | +, edema -/-

4. Pemeriksaan penunjang :
A. Hasil Laboratorium tanggal 23-06-2016
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darahlengkap
WBC (Leukosit)
RBC (Eritrosit)
HGB (Hemoglobin)
HCT (Hematokrit)
PLT (Trombosit)
MCV
MCH
MCHC
RDW
LYMPH%

HASIL
Terlampir
8,3 /uL
1,68 /uL
5,4 g/dL
15,9 %
347 /uL
94,6 fl
32,1 pg
34,0 g/dL
15,4 %
0,6%

Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Gula Darah Sewaktu

16
14
301 mg/dL

B. Hasil Laboratorium tanggal 24 06 2016


PEMERIKSAAN
KIMIA KLINIK
Gula Darah Puasa
Gula Darah 2JPP
BUN
Creatinin
Albumin
Globulin

HASIL
Terlampir
155 mg/dL
260 mg/dL
28,8 mg/dL
1,5 mg/dL
3,4 g/dL
2.0 g/dL

ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida

146 mmol/L
3,2 mmol/L
106 mmol/L

5. Diagnosis
7

Melena e.c Gastritis erosiva + anemia + DM Hiperglikemi


6. Penatalaksaan
a) Non medikametosa
Edukasi pasein dan keluarga tentang penyakit yang dialaminya
Tirah baring
Puasa hingga perdarahan berhenti
Diet cair (sedikit sedikit)
b) Planning Terapi :
inf PZ 14 tpm
inj kalnex 3x1amp
inj ozid 2x1 amp
inj ampicillin 3x 1 gram
inj Novorapid 3x 6 UI
po : sucralfat syr 3x CI
Pro transfusi PRC s.d Hb 10
c) Planning Diagnosis:
Pro gastroskopi
DL serial, GDS serial, Hba1c, Urine Lengkap ( protein urine )

PEMBAHASAN KASUS
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
makanan proksimal dari ligamentum treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak
sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau
tidak. Kemungkinan pasien datang dengan 1. Anemia defisiensi besi akibat
perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2. Hematemesis dan atau melena
disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik, derajat
hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien.
Perdarahan pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat disebabkan oleh
variceal dan non variceal. Perdarahan oleh karena variceal paling banyak disebabkan
oleh karena sirosis hati . Pasien dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan
gejala-gejala yang khas, berupa : hematokezia atau melena, hematemesis, penurunan

tekanan darah dan anemia. Pada pasien ini tidak didapatkan hematemesis dan atau
hematokezia serta tanda tanda peningkatan tekanan vena porta seperti ascites, edema
tungkai, vena kolateral, dan adanya caput medusae, penurunan kesadaran akibat
ensfalopati hepatikum dan retensi cairan yang berlebih dengan manifestasi edema
pada ekstremitas, sehingga tidak dapat diarahkan ke diagnosis perdarahan saluran
cerna (SCBA) variceal. Selain itu juga perlu ditanyakan apakah ada penggunaan
alkohol jangka panjang, penggunaan narkotik dengan suntikan dan penyakit hati
menahun dengan klinis berupa ikterus, adanya riwayat transfusi sebelumnya. Klinis
tersebut tidak di dapatkan pada pasien ini.
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif,
tukak peptic dan tukak duodenum. Tukak peptik, tukak duodenum dan gastritis
erosiva adalah kerusakan jaringan mulai mukosa, submukosa sampai muskularis
mukosa dari saluran makan bagian atas.berdasarkan anamnesis, dimana hal ini sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Meskipun tidak terlalu spesifik, tetapi kadang
dengan komplikasi. Adanya dispepsia kronik, nyeri epigastrium, atau kanan atas yang
dapat menjalar ke punggung yang membaik dengan pemberian makanan, berlangsung
lama dan muncul biasanya malam hari, atau 1-5 jam sesudah makan. Pada pasien ini
keluhannya diawali dengan nyeri ulu hati dan mual 2 minggu sebelum berak hitam
yang membaik dengan pemberian obat maag. Pasien mengatakan memang memiliki
penyakit maag sejak masih muda, tetapi tidak pernah mengalami nyeri ulu hati yang
menjalar sampai ke punggung atau sampai terbangun tengah malam saat tidur karena

10

nyeri, akan tetapi pasien merasa nyeri ulu hati terutama setelah meminum jamu pegal
linu dan asam urat meskipun nyeri, pasien merasa masih bisa mengatasi nyerinya.
Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit gastritis erosiva, tukak peptik,
dari penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi
atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama,
penggunaan disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness. Walaupun prevalensi
penggunaan NSAIDs pada anak tidak diketahui, tetapi sudah tampak adanya
peningkatan, terutama pada anak dengan arthritis kronik yang dirawat dengan
NSAIDs. Penggunaan kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya tukak gaster,
tetapi penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk menimbulkan tukak
gaster. (Anand, 2011). Pada pasien ini didapatkan riwayat penggunaan jamu asam
urat dan pegal linu yang over the counter dan dijual bebas tanpa komposisi yang jelas
yang beberapa penelitian menyebutkan adalah isinya berupa steroid. Pasien sudah
menggunakan selama 2 tahun terakhir dengan frekuensi dalam 1 minggu 3 kali. Hal
ini mengacu pada patogenesis terjadinya gastritis erosiva dan tukak peptik adalah
ketidakseimbangan antara faktor agresif (OAINS) yang dapat merusak mukosa dan
faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan duodenum. Gastritis
erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.Penggunaan NSAIDs
merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster. Penggunaan obat ini dapat
mengganggu proses peresapan mukosa, proses penghancuran mukosa, dan dapat
menyebabkan cedera. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs

11

mempunyai GI yang kurang baik. Dua minggu sebelum pasien mengeluh adanya
berak darah, pasien sempat mual akibat nyeri ulu hati dan kemudian membaik setelah
dibelikan obat maag oleh anaknya, beberapa hari setelahnya pasien mengeluh linu
dan asam uratnya kambuh, karena kaki saat dibawa berjalan sakit dan terasa berat,
sehingga pasien membeli jamu dan meminumnya seperti biasa rutin. Penggunaan
OAINS yang terkandung dalam jamu tersebut menjadi faktor agresif yang memicu
komplikasi pada gastritis erosiva yang sudah ada pasien yaitu berupa perdarahan,
akibat perdarahan ydan sudah bercampur dengan asam lambung perdarahan tersebut
akan keluar melalui saluran pencernaan bawah berupa berak hitam warna seperti teer
(melena).
Pada pemeriksaan fisik tidak terlalu khas pada tukak peptik dan gastritis dan
tidak banyak membantu, yang biasa ditemukan adalah nyeri tekan pada epigastrium
pada pemeriksaan palpasi abdomen, tidak didapatkan pembesaran hepar dan atau lien.
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan fisik dan di dapatkan adanya anemis
pada konjungtiva dan nyeri tekan pada epigastrium.
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard.
Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur
ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam
kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil .
Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat.
Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan
hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan

12

dan penyebab perdarahannya.7 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada


tukak peptik dan gastritis adalah dengan pemeriksaan radiologi dengan barium meal
kontras ganda dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis gastritis erosiva dan
tukak peptik, tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan ahli gastroenterologi
lebih menyarankan pada pemeriksaan endoskopi. Disamping itu untuk memastikan
diagnosis keganasan tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi
brushing dengan biopsi melalu endoskopi. Gambaran endoskopi untuk suatu tukak
jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai
lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak, sedangkan gambaran gastritis erosiva
pada endoskopi berupa eritema, eksudtif, flat-erosion,raised erosion, perdarahan,
edematous rugae. Dapat juga dilakukan histopatologi dan pemeriksaan kuman H.
Pylori yang diketahui merupakan salah satu etiologi dari gastritis erosiva dan tukak
peptik.
Pada pasien ini yang bisa membantu menegakkan gastritis erosiva adalah
berdasarkan pengamatan klinis yaitu berupa dispepsia yang telah mengalami
komplikasi berupa melena, nyeri ulu hati yang terjadi setelah konsumsi jamu asam
urat dan pegal linu yang menjadi faktor pencetus dan faktor agresif. Pasien tidak
menghendaki pemeriksaan endoskopi, sehingga penegakan diagnosa adalah
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Tujuan terapi gastritis erosiva adalah : 1. Menghilangkan keluhan, 2.
Menyembuhkan luka, 3. Mencegah kekambuhan, 4. Mencegah komplikasi.
Pengobatan pada gastritis erosiva terdiri dari Non medikamentosa yang terdiri dari :

13

istirahat, diet lunak dan menghindari konsumsi makanan yang merangsang


pengeluaran asam lambung sepeeti : makanan pedas, menghindari rokok, dan obat
obatan OAINS. Pengobatan medikamentosa : antasida, koloid bismuth, sukralfat,
prostaglandin, antagonis rec H2, PPI, obat prokinetik, anti H. Pylori. Terapi pada
pasien ini dengan menggunaakan obat obatan yang dapat melindungi mukosa
lambung sehingga terjadi penyembuhan luka pada luka dan menghambat produksi
asam lambung.
Pengobatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
non medikamentosa : tirah baring, puasa sementara untuk menghentikan perdarahan
dan hanya diperbolehkan minum sedikit sedikit. Medikamentosa dapat diberikan
pemberian vitamin K dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan
relatif murah, obat obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat
untuk mencegah perdarah berulang terubama pada perdarahan SCBA akibat tukak
peptik adalah dengan golongan Proton Pump Inhibitor (PPI), pemberian antasida,
sukralfat dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan dengahn tujuan
penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Akibat komplikasi yang sudah
terjadi pada pasien ini yaitu berupa melena dari pemeriksaan darah lengkap tanggal
23-06-2016 didapatkan hasil Hb : 5,4 g/dL dan RBC 1,68 /uL serta GDS : 301. Hal
ini menndakan adanya suatu perhatian khusu yang perlu diterapi pada pasien, karena
dapat menjadi komorbid pada pasien. Dan pada pasien ini mendapatkan terapi berupa
1. Infuse PZ
Larutan fisiologik yang aman digunakan untuk kondisi apapun sama seperti
plasma sehingga tidak mempengaruhi sel darah merah dan mempunyai

14

tekanan osmotik yang sama sehingga pada pasien dengan anemia dan
perdarahan dapat membantu menjaga jumlah cairan intra dan ekstravaskuler
serta mencegah keadaan shock.
2. Inj Ozid/ omeprazole
Omeprazol merupakan golongan proton pump inhibitor. Obat ini bekerja
dengan menghambat pompa proton pada saat terjadinya produksi asam
lambung. Dengan penghambatan pompa proton ini, produksi asam lambung
akan terkurangi. Indikasi penggunaan Pumpitor yaitu pengobatan jangka
pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif terhadap obat-obat antagonis
reseptor H2, pengobatan jangka pendek tukak lambung, pengobatan refluks
esofagitis erosif / ulseratif yang telah didiagnosa melalui endoskopi,
pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison. Dosis tunggal oral
sampai dengan 160 mg dan dosis tunggal i.v. sampai dengan 80 mg dapat
ditoleransi dengan baik.
3. Sucralfat sirup
Aktivitas sukralfat sebagai anti ulkus merupakan hasil dari pembentukan
kompleks sukralfat dengan protein yang membentuk lapisan pelindung
menutupi ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan
garam empedu, sehingga menggurangi keluhan pasien berupa nyeri uluhati
dan persaan mual dan muntah, selaijn itu juga untuk penyembuhan lesi
mukosa penyebab perdarahan.
4. Ampicillin
Merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifatbakterisid, dimana pasien
dengan tukak peptik yang salah satu etiologinya akibat H. Pylori dan masih
sensitif dengan pemberian obat golongan ampicillin.
5. Inj. Kalnex / Asam Traneksamat

15

Asam traneksamat umum digunakan untuk mencegah, menghentikan, ataupun


mengurangi pendarahan yang masif saat menjalani prosedur pembedahan,
epistaksis atau mimisan, pendarahan menstruasi yang berat, angioedema
herediter, dan beberapa kondisi medis lainnya. Saat seseorang mengalami
pendarahan tubuh akan membentuk bekuan darah sehingga pendarahan
tersebut dapat berhenti. Asam traneksamat bekerja dengan mencegah
degradasi atau pemecahan bekuan darah tersebut sehingga dapat mencegah,
menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan yang tidak diinginkan.
6. Inj. Novorapid / insulin aspart
Insulin aspart merupakan insulin golongan short acting yang memiliki waktu
paruh 6-8 jam, pemberian insulin ini untuk menjaga kadar gula dlam darah
normal.
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam
pengobatan.Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara
langsung dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak
perdarahan yang tepat telah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari
pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber
perdarahannya. Oleh karena itu, masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi
yang sistematis dan teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan saluran
cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati.
Dalam penatalaksanaan perdarahan SCBA banyak faktor yang berperan
terhadap hasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan SCBA

16

antara lain, umur diatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan,
adanya hipotensi atau syok, adanya koagulopati, onset perdarahan yang cepat,
kebutuhan transfusi lebih dari 6 unit, perdarahan rekurens dari lesi yang sama.
Setelah diobati dan berhenti, perdarahan SCBA dapat berulang lagi atau rekurens.

17

KESIMPULAN
Melena merupakan berak hitam dengan warna seperti teer dan merupakan
salah satu manifestasi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) maupun
perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Melena merupakan suatu
komplikasi berupa perdarahan pada beberapa penyakit saluran pencernaan baik
saluran cerna atas atau bawah. Salah satu kelainan yang dapat menyebabkan melena
pada perdarahan saluran cerna bagian atas adalah akibat tukak peptik dan atau
gastritis erosiva yang terjadi akibat ketidak seimbangan antara faktor agresif yang
dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa
lambung dan duodenum. Salah satu faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa
adalah H. Pylori, OAINS, asam lambung atau pepsin. Obat anti inflamasi non steroid
menjadi salah satu etiologi yang ditemukan pada gastritis erosiva dan tukak peptik
yang kemudian mengalami komplikasi berupa melena, dan jika melena tidak segera
diatasi akan menyebabkan anemia yang jika tidak ditangani akan mengakibatkan
pasien jatuh dalam keadaan shock. Perawatan yang diberikan pada pasien melena
dengan kausa gastritis erosiva adalah dengan menghentikan perdarahan, mencegah
pasien jatuh dalam keadaan shock dengan memperbaiki keadaan umum, serta
mencegah adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berulang dengan
mengenhtikan faktor faktor agresif dengan medikamentosa berupa antibiotik yang

18

masih sensitif dengan H. Pylori dan obat obata yang dapat melindungi mukosa
lambung dan duodenum seperti : PPI, antasida dan sukralfat.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 289-292
Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference, Professor.
Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology, Baylor College
of Medicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/ ( Accessed 23
April 2011)
Banez, VP. Upper Gastrointestinal Bleeding. In : Ong WT, Ong ALR, Nicolasora NP.
Medicine Blue Book 5th Edition. Mandaluyong City : Cacho Hermanos Inc
2001. p 63-65.
De Franchis R. Evolving Consensus in Portal Hypertension Report of the Baveno IV
Consensus Workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal
hypertension -Special report. J Hepatology 2005;43:167-176
Djumhana, HA. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. In : Course on Medical
Emergencies and Treatment. Bandung : Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK Unpad/RSHS 2007. p 71-80.

19

Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et al.
Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Laine, L. Gastrointestinal Bleeding. In : Kasper DL, Braunwald E, et al. Harrisons
Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York : McGraw-Hill 2005. p
235-238.
PAPDI. Panduan Pelayanan Medik, Hematemesis Melena. Jakarta : Interna
Publishing. 2009. hal 305-306
Perdarahan

Saluran

Cerna

Bagian

Atas.

Available

Form
:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78.
(Accesed Juni 2016)
Perngaraben, Tarigan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Pengelolaan Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2007. hal 338-344
Soewondo. Pradana. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta :
FK UI. 2006: hal 291-29

20

Anda mungkin juga menyukai