Anda di halaman 1dari 29

Clinical Report Session (CRS)

*Program Studi Profesi Dokter/ G1A219116/ 2020

**Pembimbing/ dr. Nur Amaliah Verbty, Sp.S

Meningitis

Oleh :
Nabilah Haptriani, S.Ked
Dosen Pembimbing : dr. Nur Amaliah Verbty, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Clinical Report Session (CRS)

Meningitis

Oleh:
Nabilah Haptriani
G1A219116

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Jambi
RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi
2020

Jambi, Januari 2020


Pembimbing,

dr. Nur Amaliah Verbty, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan referat yang berjudul “Meningitis”. Dalam kesempatan ini saya juga
mengucapkan terima kasih kepada dr. Nur Amaliah Verbty, Sp.S selaku dosen
pembimbing yang memberikan banyak ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian ilmu penyakit saraf.
Penulis menyadari bahwa laporan referat ini jauh dari sempurna, penulis
juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
agar lebih baik kedepannya.
Akhir kata, saya berharap semoga laporan clinical Report session (CSS)
ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan
pengetahuan kita.

Jambi, Januari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Meningen...................................................2
2.2 Meningitis.......................................................................................8
2.2.1 Definisi................................................................................8
2.2.2 Epidemiologi........................................................................9
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko...................................................9
2.2.4 Patogenesis........................................................................10
2.2.5 Klasifikasi..........................................................................12
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang ....................................................16
2.2.7 Tatalaksana........................................................................22
2.2.8 Komplikasi.........................................................................24
2.2.9 Prognosis............................................................................25
BAB III KESIMPULAN............................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi SSP merupakan masalah kesehatan serius yang perlu segera diketahui
dan diobati untuk meminimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan
memastikan keselamatan pasien, salah satunya adalah meningitis. Meningitis
adalah infeksi pada selaput pelindung yang mengelilingi otak dan sumsum tulang
belakang (meninges). Selaput pelindung otak adalah selaput duramater, araknoid
dan piamater. Selain selaput, infeksi ini juga melibatkan cairan serebrospinal yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis dapat menjadi serius
bila tidak ditangani dengan cepat. Hal ini menyebabkan kerusakan permanen pada
saraf dan otak. Meningitis disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur. Infeksi pada
meninges menunjukkan gejala kaku kuduk, sakit kepala, demam, sedangkan bila
parenkim otak yang terkena akan memperlihatkan penurunan tingkat kesadaran,
kejang, defisit neurologis fokal, dan kenaikan tekanan intrakranial. Meningitis
dapat menyerang siapa saja, tetapi paling sering terjadi pada bayi, anak - anak,
remaja dan dewasa muda.1

Insiden kasus meningitis bervariasi mulai kasus rendah yang terjadi di Eropa
dan Amerika Utara (1 kasus per 100.000) hingga kasus tinggi di Afrika (800
hingga 1.000 kasus per 100.000) Sekitar 1,2 juta kasus meningitis bakteri terjadi
setiap tahunnya di dunia, dengan tingkat kematian mencapai 135.000 jiwa. Wabah
meningitis terbesar dalam sejarah dunia dicatat WHO terjadi pada 1996–1997
yang menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian. Epidemi
terparah pernah menimpa Afrika bagian Sahara dan sekitarnya selama satu abad.
Angkanya 100 hingga 800 kasus pada 100.000 orang (WHO, 2000). Secara
global, diperkirakan terjadi 500.000 kasus dengan kematian sebesar 50.000 jiwa
setiap tahunnya (Borrow, 2017). WHO mencatat sampai dengan bulan Oktober
2018 dilaporkan 19.135 kasus suspek meningitis dengan 1.398 kematian di
sepanjang meningitis belt (Case Fatality Rate/CFR 7,3%). Dari 7.665 sampel yang
diperiksa diketahui 846 sampel positif bakteri N. meningitidis.2 (who 2018)

1
Di Indonesia sendiri, menurut data Kementerian Kesehatan, pada 2010
jumlah kasus meningitis secara keseluruhan mencapai 19.381 orang dengan
rincian laki-laki 12.010 pasien dan wanita 7.371 pasien, dan dilaporkan pasien
yang meninggal dunia sebesar 1.025 orang.3( kemenkes)
Untuk mendeteksi adanya suspek meningitis pada masyarakat, saat ini
Indonesia sudah memilki Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).
Berdasarkan data SKDR 3 tahun terakhir, jumlah kasus suspek meningitis pada
tahun 2015 sebanyak 339 kasus, pada tahun 2016 sebanyak 279 kasus, dan pada
tahun 2017 sebanyak 353 kasus.
Permenkes no. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan menyebutkan
bahwa penyakit meningitis ini merupakan salah satu penyakit yang berpotensi
menimbulkan KLB/wabah serta menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Satu-satunya bentuk meningitis bakteri yang menyebabkan epidemi
adalah meningitis meningokokus. Epidemi dapat terjadi di seluruh dunia termasuk
Indonesia. Dengan demikian, diperlukan panduan bagi petugas kesehatan untuk
melakukan deteksi dan respon penyakit meningitis meningokokus di wilayah
kerja masing-masing.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Otak dilindungi oleh banyak struktur. Tulang tengkorak memberikan proteksi
yang rigid, sementara membran jaringan penghubung pelindung yang disebut
meninges mengelilingi, mendukung, menstabilkan, dan menyekat bagian otak.
Cairan serebrospinal (CSF) bertindak sebagai cairan bantalan. Otak memiliki
Blood Brain Barrier untuk mencegah bahan berbahaya meninggalkan aliran
darah.
2.1.1 Meningen
Meningen adalah tiga lapisan jaringan ikat yang memisahkan jaringan lunak
otak dari tulang-tulang kranium, membungkus dan melindungi pembuluh darah
yang memasok otak, dan menahan dan mengedarkan cairan serebrospinal. Selain
itu, beberapa bagian meninges kranial membentuk beberapa vena yang
mengalirkan darah dari otak. Dari dalam (paling dekat ke otak) ke superfisial
(terjauh dari otak), meninges kranial adalah pia mater, arachnoid mater, dan dura
mater
 Piamater
Piamater merupakan bagian terdalam meningen. Lapisan ini merupakan
lapisan tipis dari jaringan ikat areolar yang kaya akan vaskularisasi dan
melekat kuat dengan parenkim otak, mengikuti setiap lekuk dari otak.
 Arachnoid mater
Arachnoid mater yang juga disebut dengan membra aracknoid, berada di
luar dari piamater. Istilah arachnoid berarti "menyerupai jaring laba-laba," dan
meninx ini dinamai demikian karena sebagian tersusun dari jaringan halus
kolagen dan serat elastik, disebut arabnoula arachnoid. Langsung dibawah
arachnoid mater adalah subarachnoid space. Trabecula arachnoid meluas
melalui ruang ini dari arachnoid mater ke pia mater yang mendasarinya.
Antara arachnoid mater dan dura mater di atasnya adalah ruang potensial,
ruang subdural. Ruang subdural menjadi ruang aktual jika darah atau cairan
menumpuk di sana, suatu kondisi yang disebut hematoma subdural.

3
Istilah leptomeninges mengacu pada dua bagian dalam dari tiga membrane lapisan
yang menyelimuti otak: membran arachnoid dan pia mater. Awalan lepto-, yang
menunjukkan "baik" atau "tipis" dalam bahasa Yunani, kontras dengan properti
dari dua lapisan ini dari lapisan "tebal" atau pachymeningeal disebut dura mater.

 Duramater
Dura mater (doo ŕ ă mā t́ er; dura = tough) adalah lapisan luar yang kuat,
jaringan ikat tidak beraturan yang padat yang terdiri dari dua lapisan berserat.
Seperti yang ditunjukkan oleh namanya dalam bahasa Latin, duramater adalah
yang terkuat dari meningen. Di dalam tempurung kepala, dura mater terdiri
dari dua lapisan. Lapisan meningeal terletak jauh ke dalam lapisan periosteal.
Lapisan periosteal, lapisan yang lebih dangkal, membentuk periosum pada
permukaan internal tulang kranial. Lapisan meningeal biasanya menyatu ke
lapisan periosteal, kecuali di daerah-daerah tertentu di mana dua lapisan
terpisah untuk membentuk ruang besar, berisi darah yang disebut sinus vena
dural. Sinus vena dural biasanya berbentuk segitiga dalam penampang, dan
tidak seperti kebanyakan vena lainnya, vena dural tidak memiliki katup untuk
mengatur aliran darah vena. Sinus vena dural, pada intinya, vena besar yang
mengalirkan darah dari otak dan mengangkut darah ini ke vena jugularis
internal yang membantu mengalirkan sirkulasi darah kepala.
Dura mater dan tulang tengkorak dapat dipisahkan oleh ruang epidural
potensial, yang berisi arteri dan vena yang menyehatkan meningen dan tulang-
tulang dari tengkorak. Dalam kondisi normal (sehat), ruang potensial bukanlah
ruang sama sekali. Namun, ini berpotensi menjadi ruang nyata dan terisi
dengan cairan atau darah sebagai akibat dari trauma atau penyakit.

4
2.1.2 Fisiologi CSF (Cerebrospinal Fluid)
Cairan Serbrospinal adalah cairan bening dan tidak berwarna yang
bersirkulasi di ventrikel dan ruang subaraknoid. CSF membasahi permukaan
yang terbuka dari sistem saraf pusat dan sepenuhnya mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang. CSF melakukan beberapa fungsi penting:
■ Daya apung. Otak mengapung di CSF, yang dengan demikian mendukung lebih
dari 95% beratnya dan mencegahnya dari kerusakan karena beratnya sendiri.
Tanpa CSF untuk mendukungnya, otak yang berat akan tenggelam melalui
foramen magnum.
■ Perlindungan. CSF menyediakan bantalan cair untuk melindungi struktur saraf
halus dari gerakan tiba-tiba. Ketika Anda mencoba untuk berjalan cepat di kolam
renang, gerakan Anda diperlambat karena air bertindak sebagai "penyangga
pergerakan". CSF juga membantu memperlambat gerakan otak jika tengkorak dan
/ atau tubuh bergerak tiba-tiba dan dengan paksa.
■ Stabilitas lingkungan. CSF mengangkut nutrisi dan bahan kimia ke otak dan
mengeluarkan produk limbah dari otak. Selain itu, CSF melindungi jaringan saraf
dari fluktuasi kimia yang akan mengganggu fungsi neuron. Produk limbah dan

5
kelebihan CSF pada akhirnya diangkut ke sirkulasi vena, di mana mereka disaring
dari darah dan disekresikan dalam urin dalam sistem kemih.
Pembentukan Cairan Serebrospinal dibentuk oleh pleksus koroid di setiap
ventrikel. Pleksus koroid tersusun atas lapisan sel ependymal dan kapiler yang
terletak di dalam pia mater. CSF diproduksi oleh sekresi cairan dari sel ependymal
yang berasal dari plasma darah. CSF agak mirip dengan plasma darah, meskipun
konsentrasi ion tertentu berbeda antara kedua jenis cairan.
Sirkulasi CSF
Pleksus koroid menghasilkan CSF dengan laju sekitar 500 mililiter (mL) per
hari. CSF bersirkulasi melalui dan akhirnya meninggalkan ventrikel dan
memasuki ruang subarachnoid, di mana total volume CSF pada saat tertentu
berkisar antara 100 mL dan 160 mL. Ini berarti kelebihan CSF dikeluarkan secara
terus-menerus dari ruang subarachnoid sehingga cairan tidak akan menumpuk dan
menekan dan merusak jaringan saraf. Perluasan seperti jari proyek arachnoid
mater melalui dura mater ke dalam sinus vena dural untuk membentuk vili
arachnoid. Koleksi vili arachnoid membentuk granulasi arachnoid. Kelebihan CSF
bergerak melintasi membran mater arachnoid di vili arachnoid untuk kembali ke
darah dalam sinus vena dural. Dalam ruang subaraknoid, arteri dan vena serebral
didukung oleh trabekula arakhnoid dan dikelilingi oleh cairan serebrospinal.

6
1. CSF diproduksi oleh pleksus koroid di setiap ventrikel.
2. CSF mengalir dari ventrikel lateral dan ventrikel ketiga melalui saluran otak ke
ventrikel keempat.
3. Sebagian besar CSF di ventrikel keempat mengalir ke ruang subarachnoid
dengan melewati bukaan di atap ventrikel keempat. Pembukaan ventrikel ini
adalah sepasang apartura lateral dan apartura medial single.
4. Saat bergerak melalui ruang subarachnoid, CSF membuang produk limbah dan
memberikan daya apung untuk otak dan sumsum tulang belakang.
5. Ketika CSF terakumulasi dalam ruang subarachnoid, ia memberikan tekanan
dalam vili arachnoid. Tekanan ini melebihi tekanan darah pada sinus vena.
Dengan demikian, vili arachnoid yang memanjang ke sinus vena dural
menyediakan saluran untuk aliran satu arah untuk CSF yang berlebih
dikembalikan ke dalam darah di dalam sinus vena dural.

7
2.2 Meningitis
2.2.1 Definisi
Meningitis adalah peradangan pada meninges yang melindungi dan melapisi
jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur yang ditandai
dengan sakit kepala yang berat ( Thunder clap ), demam, kaku kuduk, juga dapat
disertai dengan fotofobia ( takut terhadap cahaya), sensitive terhadap cahaya, pada
stadium lanjut dapat menyebabkan kejang, delirium dan kematian. Cairan
serebrospinal (CSF) biasanya menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (atau
pleositosis). Pada orang dewasa,> 5 leukosit / μL didefinisikan sebagai
peningkatan. Meningitis bakteri atau virus dikonfirmasi oleh deteksi patogen di
CSF. ncbi

2.2.2 Epidemiologi
Penyakit meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat global.
Penyakit ini secara umum merupakanpenyakit infeksi selaput otak dan sumsum
tulang belakang dengan manifestasi demam dan kaku kuduk.
Insidensi kasus meningitis bervariasi mulai kasus rendah yang terjadi di
Eropa dan Amerikaa Utara ( 1 kasus per 100.000) hingga kasus tinggi di Afrika
(800 hingga 1.000 kasus per 100.000). sekitar 1,2 juta meningitis bakteri terjadi
setiap tahunnya di dunia, dengan tingkat kematian mencapai 135.000 jiwa. Wabah
meningitis tersebar dalam sejarah dunia di catat WHO terjadi pada 1996-1997
yang menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian. Epidemi
terparah pernah meninmpa Afrika bagian Sahara dan sekitarnya selama satu abad.
Angkanya 100 hingga 800 kasus pada 100.000 orang. Secara global diperkirakan
terjadi 500 kasus dengan kematian sebesar 50.000 jiwa setiap tahunnya. WHO
mencatat sampai dengan bulan Oktober 2018 dilaporkan 19.135 kasus suspek
meningitis dengan 1.398 kematian di sepanjang meningitis belt ( Case Fatality
Rate / CFR 7,3%). Dari 7.666 sampel yang diperkirakan diketahui 846 sampel
postif bakteri N. meningitidis
Di Indonesia sendiri, menurut data Kementerian Kesehatan, pada 2010
jumlah kasus meningitis secara keseluruhan mencapai 19.381 orang dengan

8
rincian laki- laki 12.010 pasien dan wanita 7.371 pasien, dan dilaporkan pasien
yang meninggal dunia sebesar 1.025 orang.
2.2.3 Klasifikasi dan Etiologi
A. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
 Meningitis serosa
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi
disebut cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering
dijumpai adalah Mycobacteriium tuberculosa. Penyebab lainnya Toxoplasma
gondii dan Ricketsia.
 Meningitis purulent
Meningitis purulentta atau meningtis bakteri adalah meningitis yang
bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan
oleh bakteri spesifik maupun virus. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumonia (pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus),
Streptococus hemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophillus influenzae,
Escheichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
B. Berdasatkan mikroogranisme penyebab
Penyebab tersering dari meningtis adalah mikroorganisme seperti bakteri,
virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi lapisan otak, darah
dan liquor serebrospinal. Meningtis juga dapat disebabkan oleh penyebab non
infeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasa, diabetes mellitus, cedera fisik
atau obat- obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun
(imunosupresif)
Meningtis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun
parasite :
Virus :
Meningitis virus tidak melibatkan jaringan otak pada proses peradngannya.
Gejalanya ringan sehingga diagnosis meningtis virus luput dibuat. Tetapi pada
lumbal pungsi ditemukan pleitosis limfositer. Enterovirus merupakan
penyebab utama meningitis viral sedangkan sebagian dari enterovirus
mengakibatkan ensefalitis. Maka meningtis virus yang paling berat selalu

9
merupakan komponen meningoencephalitis. Gejala- gejala beratnya berupa
sakit kepala dan nyeri kuduk. Infeksi virus lain yang dapat menyebablan
meningitis, yakni :
o Virus Mumps
o Virus Herpes, termasuk Epstein Barr virus, herpes simplex, varicella
zoster, Measles dan Infleunza
o Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya
( Arboviruses)
Bakterial :
Bakteri meningitis sangan serius dan dapat mematikan. Kematian dpat
terjadi hanya dalam beberapa jam. Namun banyak juga pasien meningitis
yang sembu, cacat permanen seperti hilangnya pendengaran, kerusakan otak
dan ketidakmampuan belajar akibat dari infeksinya. Meningitis bacterial akut
selalu bersifat purulenta. Meningtis purulenta dapat menjadi komplikasi otitis
media. Ada beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan meningtis,
seperti Streptococcus pneumoniae, grup B Streptococcus, Neisserua
meningitidis, Haemophilus influenzae, dan Listeria monocytogenes. Sebagian
besar kasus meningitis pada periode neonates disebabkan oleh flora dalam
saluran genitalia ibu. Streptococcus grup b berkapsul dan Escheria coli,
khususnya merupakan pathogen penting bagi kelompok usia ini. Pada anak
usia 6 bulan atau lebih. Haemophilus influenzae dahulu merupakan penyebab
sebagian meningitis.
Jamur :
Jamur yang menginfeksi manusia terdriri dari 2 kelompok yaitu, jamur
patogenik dan oppurtunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang
dapat menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara
alamiah, manusia terserang dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan
imunitas lainnya lebih rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia
normal. Jamur patogenik menyebabkan histopasmosis, blastomycosis,
coccidiomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok
jamur apportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang dengan sistem

10
kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat menyerang orang dnegan sistem
kekebalan tubuh yang buruk. Penyakit yang termasuk disini adalah aspergilosis,
candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan nocardiosis.
Infeksi jamur pada sususan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis
akut, subakut, dan kronis. Biasanya sering pada anak dengan m=immnosupresif
terutama anak dengan leukemia dan asidosis. Dapat juga pada pasien yang
imunokompeten. Cryptococcus neoformans dan Coccidioides immitis adlah
penyebab utama meningitis jamur pada pasien immunokompeten. Insidensi
meningitis kriptokokal meningkat seiring dengan meningkatnya insidensi AIDS
2.2.4 Patogenesis
Masuknya agen penyebab (Bakteri, Viral, dan Jamur) ke dalam tubuh dapat
melalui:
- Hematogen (infeksi faring, tonsil, endocarditis, dan pneumonia)
- Infeksi paranasal sinus, mastoid
- Trauma kepala terbuka
- Transplasental

Meningitis Tuberkulosa
Mikobakterium tuberkulosa mencapai alveoli dan bermultiplikasi. Pada 2
– 4 minggu pertama, belum terjadi respon imun sehingga terjadi penyebaran
hematogen, organisme tersebar ke seluruh tubuh. Setelah 2 – 4 minggu
terjadinya infeksi, timbul imunitas seluler terhadap kuman dimana antigen
mikobakterium menarik dan mengaktifkan sel-sel mononuklear dari aliran
darah. Organisme akan mati dalam makrofag namun dalam waktu bersamaan
banyak pula makrofag yang mati karena produk toksik antigen, terbentuklah
tuberkel yang terdiri dari makrofag, limfosit, dan sel-sel lain yang
mengelilingi jaringan kaseosa.
Tuberkel yang terbentuk dalam SSP disebut Focus rich. Dalam keadaan
imunitas terganggu, tuberkel dapat membesar, jaringan kaseosa mencair,
organisme berproliferasi dan lesi dapat ruptur. Bila ini terjadi pada SSP akan
terjadi meningitis tuberkulosa, fokus yang terletak pada bagian dalam atau

11
parenkin spinal cord akan membesar membentuk tuberkuloma atau abses
tuberkulus.
Pada meningitis tuberkulosa terbentuk eksudat yang kental dalam ruang
subarakhnoid dan terjadi reaksi inflamasi di ruang subarakhnoid. Secara
mikroskopis eksudat terdiri dari lekosit PMN, sel darah merah, makrofag, dan
limfosit. Sejalan progresivitas penyakit, limfosit akan mendominasi dan dapat
dijumpai fibroblas.

Meningitis Bakterialis
Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi
saluran pernafasan yang dapat mengganggu meknisme pertahanan mukosa
sehingga memudahkan timbulnya infeksi oleh organisme. Kolonisasi bakteri
di nasofaring menghasilkan IgA protease yang dapat merusak barier mukosa
dan memungkinkan bakteri menempel pada sel epitel nasofaring. Bakteri
akan melewati sel-sel tersebut dan selanjutnya masuk ke aliran darah.
Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan
tubuh tapi karena bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat
antifagosit dan antikomplemen, maka bakteri dapat masuk ke dalam sistem
kapiler SSP. Bakteri melewati sawar darah otak lalu, mencapai choroids
plexus dan menginfeksi sel-sel epitel choroids plexus sebagai akses masuk ke
ruang subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri bermultiplikasi di
cairanserebrospinal karena cairan tersebut kurang memiliki pertahanan seluler
(komplemen, antibodi, sel fagosit).
Kerusakan otak terjadi akibat peningkatan reaksi inflamasi yang
disebabkan peranan komponen dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian
dinding bakteri gram negatif) dan asam teichoic (bagian dinding bakteri gram
positif) akan merangsang sel-sel endotel dan sel glial melepaskan
proinflamatory cytokines: TNF dan IL-1. Selanjutnya terjadi serangkaian
proses inflamasi lanjut sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak. Lekosit
dan komplemen mudah masuk ke dalam ruang subarakhnoid disertai
masuknya albumin mengakibatkanedema vasogenik di otak. Lekosit dan

12
mediator-mediator lain akan menyebabkan trombosis vena dan vaskulitis
sehingga dapat pula terjadi iskemik otak dan terjadi edema sitotoksik pada
jaringan otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan
reabsorpsi cairan serebrospinal di granula arakhnoid yang berakibat
meningktakan tekanan intrakranial sehingga timbullah edema interstitial di
otak.

Meningitis Jamur
Faktor yang menyebabkan kondisi klinik ini tidak sepenuhnya diketahui,
namun keterlibatan flora normal di dalam tubuh dan gangguan respon
imunologi merupakan hal yang diduga mendasari terjadinya infeksi ini.
Infeksi jamur cenderung terjadi pada pasien dengan lekopenia, fungsi limfosit
T yang tidak adekuat atau antibodi yang jumlahnya tidak mencukupi. Untuk
alasan ini, pasien dengan AIDS sangat mudah mengalami infeksi jamur.

Meningitis Viral
Virus masuk ke SSP melalui dua jalur yaitu hematogen (tersering) atau
melalui serabut saraf (pada jenis virus tertentu seperti herpervirus dan
beberapa enterovirus).
Virus bereplikasi di sitem organ lalu menyebar ke darah. Viremia primer
terjadi ke organ retikuloendotelial. Jika replikasi virus tetap terjadi meskipun
sudah ada pertahanan imunologi maka viremia sekunder akan terjadi. Proses
terakhir inilah yang kemudian dianggap berperan terhadap penyebaran virus
ke SSP. Virus mungkin melewati sawar darah otak langsung di tingkat
endotelial kapiler atau melalui defek natural (are postrema atau daerah lain
yang tidak memiliki sawar). Respon inflamasi terlihat dari pleositosis yaitu
PMN meningkat dalam 24-48 jam pertama lalu diikuti peningkatan monosit
dan limfosit.

13
2.2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosa
a. Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk
b. Iritasi dan kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)
- N II : papil edema, kebutaan
- N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia
-NV : fotofobia
- N VII : paresis facial
- N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo
c. Pusat muntah teriritasi: muntah yang proyektil
d. Kebingungan atau penurunan respons
e. TTIK : nyeri kepala, papil edema, delirium sampai dengan tidak sadar
f. Komplikasi neurologis:
Ventrikulitis, Efusi subdural, Meningitis berulang, Abses otak, Paresis,
Hidrosefalus, Epilepsi
g. Komplikasi non-neurologis :
Artritis, Endokarditis bakterial akut, SIADH, Gangguan koagulasi DIC,
Syok.

Demam : Perubahan setting temperatur di hipothalamus akibat sel-


sel inflamasi
Kaku kuduk : tanda iritasi meningen karena adanya refleks spasme dari
otot-otot ekstensor leher
Nyeri kepala : akibat perangsangan nociceptor di subdural oleh
meningen yang teriritasi dan vasodilatasi pembuluh darah
untuk mendatangkan banyaknya komponen sel-sel darah
Kernig, Laseque dan Brudzinski sign: tanda iritasi meningen karena radiks
yang mempersarafi otot-otot yang dirangsang
terinflamasi.

14
Meningitis Tuberkulosa
Prodormal : anorexia, penurunan BB, batuk, keringat malam
Stadium I : nyeri kepala, gelisah, anoreksia, demam, gangguan tingkah
laku.
Stadium II : gejala TTIK, deficit neurologis fokal (parese N II, IV, VI,
VII), meningismus (hemiparesis, duadraparesis, ataksia, disartria)
Stadium III : demam tinggi, respirasi ireguler, distonia, spoor/koma

Tanda-tanda : adenopati (paling sering servikal), PPD-5TU (+).

Meningitis bakterialis
- tanda neurologis: gangguan kesadaran, kelumpuhan saraf kranial,
defisit neurologis fokal dan kejang
- tanda iritasi meningen: kaku kuduk, Brudzinski, Kernig, Lasique sign

Meningitis meningococcal
- Ditambah ada petekie, rash purpura.

Meningitis viral / aseptik


- Khasnya nyeri kepala frontal atau retro-orbital “grippe-like”, nyeri
otot, fotofobia, mual, muntah tapi tetap sadar dan waspada.
- Infeksi enterovirus dapat diasosikan dengan ruam makulopapulae,
vesicular atau petekial, dan faringitis.
- Infeksi herpesvirus ditemukan riwayat penyakit herpes.
- Infeksi HIV dapat menyebabkan mononucleosis-like syndrome dengan
demam, limfadenopati generalisata, infeksi faring, ruam, malaise,
mialgia, arthralgia dan splenomegali.

Meningitis jamur
- Cryptococcal meningitis tampak sebagai penyakit akut dengan demam,
nyeri kepala dan fotofobia serta penurunan sensoris.

15
- Coccidiomycosis tampak sebagai penyakit akut dan subakut dengan
demam, mual, muntah dan perubahan mental.

Meningitis sifilitika
Gejala klinis sangat minim dan sering asimtomatik. Pada sebagian
penderita, gejala baru timbul setelah 15-20 tahun kemudian setelah terjadi
invasi ke dalam parenkim otak dan dapat menyerang semua sistem saraf
dengan presentasi klinis begitu bervariasi, ditandai dengan gangguan
kepribadian, tingkah laku yang lambat laun menimbulkan kelumpuhan
dinamakan Demensia Paralitika, sering terjadi kebutaan karena neuritis
optika, bila menyerang medulla spinalis dan batang otak, sering terjadi
kelainan pupil mata.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Meningitis Tuberkulosa
1. Tes tuberkulin dengan PPD 5TU, membantu penegakan apabila hasil (+)
2. Foto rontgen thoraks: adanya gambaran infiltrat noduler atau milier
3. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (LCS) akan ditemukan: tekanan LCS
meningkat biasanya jernih namun dapa juga xantokrom, konsentrasi
protein meningkat sekitar 100-500 mg/dL, jumlah sel mencapai 10-
500/mm3 dengan predominan limfosit, konsentrai glukosa menurun yaitu
< 40 mg/dL dan kurang dari 50% glukosa darah, kultur (+) pada 75%
kasus.
4. CT Scan: hidrosefalus, penyengatan meningen setelah pemberian kontras,
infark serebri.

Meningitis Bakterialis
1. Cairan serebrospinal: warna kuning keruh/xantokrom atau purulen,
menetes lambat. Jumlah sel >500 (bahkan bisa mencapai ribuan per mm 3).

16
Hitung jenis sel dominan PMN. Protein meningkat bisa mencapai 5 gr/dL
atau lebih. Glukosa nilainya rendah sekali, selain itu dilakukan juga kultur
LCS untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab.
2. Dapat juga dilakukan tes serologi dimana kadar IgA dan IgG akan
meningkat pada semua bentuk meningitis namun pada meningitis
bakterialis kadar IgM yang paling meningkat.
3. Pemeriksaan radiologi: foto sinus/tulang tengkorak/petrosus untuk
mencari infeksi primernya, dan juga CT scan kepala.

Meningitis Jamur
1. LCS menunjukkan pleositosis mononuklear dengan jumlah sel 20 – 500
sel/mm3
2. Jumlah lekosit PMN bervariasi, biasanya < 50%. Pada beberapa kasus
ditemukan dominasi PMN terutama infekso oleh Aspergillus sp.,
Scedosporium sp., Blastomyces sp.
3. Pada pasien imunokompromised berat seperti AIDS atau terapi
kortikosteroid dosis tinggi, hitung lekosit cairan serebrospinal sangat
rendah (<20sel/mm3) atau normal
4. Konsentrasi protein cairan serebrospinal biasanya meningkat
5. Konsentrasi glukosa cairan serebrospinal sering turun, namun dapat
normal

Meningitis Viral
1. Darah: peemeriksaan darah rutin, Na darah, AGD, faktor koagulasi,
fungsi hati
2. LCS: pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosa, jumlah sel:
terjadi pleositosis dengan predominan MN. Protein meningkat sedikit tapi
bisa sampai 200 mg/dL. Gula normal tapi bisa sangat menurun (terjadi
hipoglichorrhachia karena infeksi virus mumps atu LCMV)
3. Tes PCR

17
2.2.9 Terapi

Penanganan Meningitis Tuberkulosis


- Perawatan di rumah sakit dengan istirahat di tempat tidur
- Untuk penderita sudah penurunan kesadaran sampai koma, maka
diperlukan :
(a) pengawasan saluran pernafasan yangg baik
(b) keseimbangan cairan & elektrolit
(c) kateterisasi urin
(d) perubahan posisi tidur penderita sesering mungkin untuk mencegah
dekubitus
- Perawatan pasien tergantung pada hasil temuan LCS: limfositik plesitosis,
penurunan glukosa, dsb.
- Diperlukan diet dengan komposisi protein, karbohidrat, lemak dan mineral
yangg baik. Rekomendasi: diet tinggi kalori tinggi protein dan cairan infus
glukosa 5% dua bagian dengan NaCl 0.9% satu bagian untuk keadaan
dehidrasinya.
- Tabel menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai
(di Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat
badan pasien:

Nama obat Dosis Dosis berkala


harian 3x
BB <50kg BB >50kg Seminggu
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampin 450 mg 600 mg 600 mg
Pyrazinamid 1500 mg 2000 mg 2-3 g
Streptomysin 750 mg 1000 mg 1000 mg

18
Ethambutol 1000 mg 1500 mg 1-1.5 g
Etionamid 500 mg 750 mg -

- Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2
bulan masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4
minggu dengan 4 macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer
terhadap INH rendah, tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat saja
iaitu RHZ. Hal ini karena secara teoritis pemberian isoniazid, rifampisin,
dan pyrazinamid akan memberikan efek bakterisid yang terbaik.
- Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4RH atau 4R3H3. Pasien
dengan tuberculosis berat (meningitis, tuberculosis diseminata, spondilitis
dengan gangguan neurologist), R dan H harus diberikan setiap hari selama
6-7 bulan (6R7H7 atau 7R7H7).
- Pyridoxine (50mg/d) dapat diberikan untuk encegah neuropati
- Dexamethasone menurunkan edema otak, resistensi outflow CSS,
produksi sitokin inflamasi, jumlah leukosit, sehingga proses inflamasi di
ruang subarakhnoid berkurang & meminimalisasi kerusakan sawar darah
otak.
- Dexamethasone direkomendasi pada kasus meningitis tuberkulosa apabila
ada salah satu komplikasi di bawah:
(a) penurunan kesadaran
(b) papiledema
(c) defisit neurologic fokal
(d) tekanan pembukaan CSS lebih besar dari 300 mmH2O
Dosisnya adalah 10 mg bolus intravena kemudian 4 x 5 mg intravena
selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Management Meningitis Bakterialis
Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah
segera diberikan walaupun bakteri penyebab masih belum jelas (belum
diidentifikasi). Antibiotik yang diberikan harus dapat menembus sawar cairan

19
serebrospinal, diberikan dalam dosis yang adekuat serta sensitif terhadap bakteri
penyebab (stlh diiidentifikasi).
Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi,
pengetahuan tentang pola resistensi obat akan menentukan pemilihan antibiotika
secara empiris misalnya pada anak-anak (sefalosporin generasi ketiga atau
ampisilin beserta kloramfenikol), pada dewasa (penisilin dan sefalosporin
generasi ketiga) dan pada orang tua (ampisilin dan sefalosporin generasi
ketiga).
Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan
kloramfenikol masih sangat efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari
sebaiknya selama 2 minggu penuh.

Obat Utama Obat Alternatif


Neonatus Ampisilin + Gentamisin Vankomisin + Gentamisin
Ampisilin + Seftriakson
Bayi dan anak-anak Ampisilin + Kloramfenikol
Ampisilin + Seftriakson Eritromisin + Kloramfenikol
Dewasa Ampisilin + Seftriakson
Infeksi operasi bedah saraf Vankomisin + Seftazidim Vankomisin + Gentamisin
Karena fraktur tengkorak Eritromisin + Kloramfenikol
atau kebocoran LCS Vankomisin + Seftazidim
Keadaan imunosupresi Eritrimosin/Vankomisin +
Ampisilin + Seftazidim
atau keganasan Kloramfenikol

Management Meningitis Jamur


Obat yang sering dipakai pada penanganan menigitis jamur diantaranya:
1. Amfoterisin B  untuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum
luas.
2. Flusitosin  efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh
Candida dan Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik,
mencapai 75% konsentrasi serum. Diberikan sebagai kombinasi dengan

20
Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak diberikan sebagai obat tunggal,
mudah terjadi resistensi.
3. Flukanosol  Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi
kriptokokal meningitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah
otak dengan mudah dan memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan
serebrospinal.
4. Vorikonasol  Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat
pilihan untuk infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit
diterapi dengan Amfoterisin.
5. Kombinasi Obat
Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas
 Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per
oral semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral
selama 8-10 minggu lalu dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral,
baik untuk infeksi oleh Cryptococcus neoformans.
 Amfoterisin B 0,5 – 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu diteruskan
Flukonasol 400-800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi
Coociodes immitis.
 Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per
oral semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral
atau iv selama 4-6 minggu untuk infeksi karena Candida Albicans.

Penanganan Meningitis Viral


- Simptomatis dan terapi suportif
- Rawat inap di rumah sakit tidak diperlukan (kecuali pasien yang disertai
defisiensi imunitas humoral, neonatus dengan infeksi berat, dan pasien
dengan hasil pemeriksaan LCS cenderung ke arah infeksi meningitis
bakterial)
- Pasien biasanya memilih untuk beristirahat di ruangan yang tenang dan
tidak banyak gangguan, dan juga agak gelap

21
- Analgesik dapat diberikan untuk mengatasi nyeri kepala dan antipiretik
diberikan untuk menurunkan demam
- Status cairan dan elektrolit harus dimonitor (karena dikhawatirkan terjadi
hiponatremia akibat pelepasan vasopressin yang berlebihan)
- Ulangi tindakan Lumbal Pungsi dengan indikasi sbb:
(a) Demam dan gejala-gejala tidak hilang setelah beberapa hari
(b) Ditemukan adanya pleositosis PMN atau hipoglicorrhachia
(c) Apabila ada keraguan mengenai diagnosa
- Acyclovir oral/IV bermanfaat untuk:
(a) HSV-1 atau -2
(b) Infeksi EBV atau VZV yang parah
- Pasien yang sakit parah dapat diberikan acyclovir IV (30 mg/kgBB dalam
3 dosis terbagi) selama 7 hari
- Untuk pasien yang tidak terlampau parah:
(a) Oral acyclovir (800 mg, 5x sehari)
(b) Famciclovir (500mg, tid)
(c) Valacyclovir (1000mg, tid) selama satu minggu
- Pasien dengan meningitis HIV harus mendapatkan antiretroviral terapi
aktif.
- Pasien dengan meningitis viral dan diketahui memiliki defisiensi imunitas
humoral, sebaiknya diberikan gamma globulin secara IM/IV
- Vaksinasi sangat efektif unutk mencegah terjadinya meningitis yang
disebabkan oleh poliovirus, mumps, dan infeksi measles.
2.2. 10 Komplikasi
Neurologis:
 Hydrocephalus
 Vasculitis (parese/plegi, diffuse brain injury, edema)
 Arachnoiditis
 Seizure

Non-neurologis
 SIADH

22
 Pneumonia
 Thrombophlebitis
 Urinary tract infection
 Decubitis
 Contracture
 Dehydration
 Arthritis (direct infection or immune complex deposition)
 Acute bacteria endocarditis
 Shock

Tingkat kesadaran dan keparahan penyakit pada admisi awal memiliki korelasi
kuat dengan prognosa pasien. Pasien yang datang dengan Stadium 2 atau 3
Meningitis Tuberkulosa memiliki sequelae (gejala sisa) yang cukup parah.
2.2. 11 Prognosis
 Tergantung pada agen penyebab yang bersangkutan
 Haemophilus influenza: pada umumnya baik, tingkat mortalitas < 5%
 Meningococcal meningitis: Onset bertahap dengan prognosis baik. Onset
tiba-tiba prognosis kurang baik. Tingkat mortalitas keseluruhan mendekati
10%.
 Pneumococcal meningitis: Onset mungkin saja sangat mendadak, progresif
dan kematian dapat terjadi dalam beberapa jam. Tingkat mortalitas 20%.
Prognosis buruk apabila terdapat koma, seizure, dan hitung jenis yang
teramat rendah pada cairan serebrospinal.
 Aseptic meningitis (viral): prognosis sangat baik.
 Bacterial meningitis: risiko kematian meningkat apabila..
1. Penurunan tingkat kesadaran sewaktu admission
2. Onset seizure selama 25 jam dari sejak admision
3. Ada tanda-tanda TTIK
4. Usia muda (bayi) atau usia tua (>50tahun)
5. Adanya kondisi komorbiditas termasuk syok dan/atau perlunya
pemasangan mechanical ventilation
6. Keterlambatan dalam penanganan dini

23
BAB III
KESIMPULAN

Meningitis merupakan peradangan atau inflamasi pada selaput otak ( meninges)


termasuk duramater, arachnoid dan piamater yang elapisi otak dan medulla
spinalis. Meningitis terjadi karena berbagai penyebab pada umumnya karena
infeksi berbagai macam mikroorganisme, dimana penyebab infeksi terbanyak
adalah virus dan bakteri serta jamur. Gejalanya mayoritas serupa. Keluhan
pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung.
Tengkuk menjadi kaku, kesadaran menurun. Tanda kernig’s dan Brudzinsky
positif, demam yang tinggi, pilek, mual,muntah, kejang. Setelah itu biasanya
penderita merasa sangat Lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran
serta penglihatan menjadi kurang jelas. Meningtis akibat virus biasanya dapat
sembuh sendiri, sementara meningtis karena bakteri dapat menyebabkan berbagai
macam komplikasi, morbiditas yang lama akibat gejala sisa neurologis atau
bahkan menyebabkan kematian. Diagnosis yang segera dan manajemen terapi
yang sesuai dapat menghentikan perjalanan penyakit dan mencegah timbulnya
komplikasi. Prognosis meningtis tergantung pada umur penderita, jenis kuman
penyebab, berat ringan infeksi, lama sakit sebelum mendapat pengobatan,
kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan, dan penangnan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Centers for Disease Control prevention (CDC). (2017). Meningitis.
Diakses tanggal 25 Juni 2020 dari https://www.cdc.gov/.
2. Meningitis is an infection of the protective membranes that surround the
brain and spinal cord (meninges). Available from
http://www.nhs.uk/Conditions/Meningitis/Pages/Introduction.aspx diakses
tanggal 15 Juni 2020
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter
%20II.pdf, diunduh pada tanggal 16 Juni 2016 3. Japardi, Iskandar. 2002.
4. Meningitis Meningococcus.Universitas Sumatera Utara.USU digital.
Diakses tanggal 16 Juni 2016. 4. Baehr dan Frothscher.
5. Diagnosis Topik Neurologis DUUS Edisi 4. Jakarta:EGC.2012:365-368.
Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Available from :
http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. 6. Mardjono,Mahar.
Sidharta,Priguna.
6. Neurologis Klinis Dasar.Jakarta:Dian.Rakyat.
7. New Jersey Departement of Health and Senior Services. Di akses tanggal
15 Juni 2016. Available from http://www.nj.gov/health/
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,.
Meningitis:http://www.depkes.go.id.
9. WHO, 2005. Meningococcal Disease in India. Available in
http://www.who.int/emc/diseases/meningitis
10. Lumbantobing SM.2013. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta:Balai Penerbit FK UI.Hlm. 8–84.
11. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis
dan tata laksana penyakit saraf. Cetakan Ke-1. Jakarta: EGC; 2009.h.43-8.
12. http://www.news-medical.net/health/Meningitis-Symptoms-
(Indonesian).aspx, diunduh pada tanggal 18 Juni 2016
13. Meningitis Tuberkulosa.
http://www.tbindonesia.or.id/2014/04/21/meningitis-tuberkulosa/. Diakses
pada tanggal 18 Juni 2016. Pr

25

Anda mungkin juga menyukai