Anda di halaman 1dari 6

A.

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Bahasa Arab adalah bahasa yang dipergunakan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur’an, yang menjadi
pedoman hidup bagi umat Islam. Pemahaman yang baik dan benar terhadap bahasa Arab akan
menjadi alat utama dalam menerjemahkan dan menafsirkan makna ayat yang dikandung dalam
setiap ayat kitab suci ini.

Dalam beberapa ayat, Allah Swt. menggunakan kata-kata berupa penyifatan, baik terhadap diri-
Nya maupun terhadap benda-benda yang disebutkan-Nya. Seperti halnya dalam bahasa
Indonesia dan Inggris, penggunaan kata sifat berarti penjelasan tentang sifat benda. Dalam
bahasa Arab, konsep ini disebut sebagai sifat wa mausuf (Kata sifat dan yang disifati).

Dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang masalah di atas, semoga penjelasan yang
penulis paparkan nantinya dapat memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

b. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka muncul beberapa poin yang akan menjadi acuan pemaparan
penulis tentang sifat wa mausuf, yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan sifat wa mausuf ?


2. Bagaimana syarat sifat wa mausuf ?
3. Berapakah jenis-jenis sifat wa mausuf ?
B.PEMBAHASAN

‫َم ْو ُصْو ف‬-‫ ِص َفة‬SIFAT – MAUSHUF (Sifat dan Yang Disifati)

1. SHIFAT ( ‫ ) ِص َفة‬dan MAUSHUF ( ‫) َم ْو ُصْو ف‬


Bila rangkaian dua buah Isim atau lebih, semuanya dalam keadaan Nakirah (tanwin) atau
semuanya dalam keadaan Ma’rifah (alif-lam) maka kata yang di depan dinamakan Maushuf
(yang disifati) sedang yang di belakang adalah Shifat.
‫َبْيٌت َج ِد ْيٌد‬ = (sebuah) rumah baru
‫َاْلَبْيُت اْلَج ِد ْيُد‬ = rumah yang baru
‫َبْيٌت َك ِبْيٌر َو اِسٌع‬ = (sebuah) rumah besar lagi luas
‫َاْلَبْيُت اْلَك ِبْيُر اْلَو اِسُع‬ = rumah yang besar lagi luas

Terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam menyusun kalimat al-shifat wa al-
maushuf. Ketentuan yang dimaksud, meliputi 11 hal, yaitu:
1. Apabila yang disifatinya mudzakkar, maka sifatnya juga harus mudzakkar. Contoh: ‫حضر الطالب‬
‫الجديد‬
Isim mudzakkar adalah isim yang menunjukkan laki-laki.
2. Apabila yang disifatinya muannats, maka sifatnya juga harus muannats. Contoh : ‫حضرت االستاذة‬
‫الكريمة‬
Isim muannats adalah isim yang menunjukkan perempuan.
3. Apabila yang disifatinya nakirah, maka sifatnya juga harus nakirah. Contoh : ‫حضر طالب جديد‬

Isim Nakirah adalah isim yang belum jelas penunjukannya

4. Apabila yang disifatinya ma’rifah, maka sifatnya juga harus ma’rifah. Contoh: ‫جاء االستاذ الكريم‬

Isim Ma’rifat adalah isim yang sudah jelas penunjukannya


5. Apabila yang disifatinya tunggal (mufrad), maka sifatnya juga harus tunggal. Contoh: ‫دخل الرجل‬
‫السمين‬

Isim mufrad adalah isim yang menunjukkan jumlah satu (1) atau tunggal.

6. Apabila yang disifatinya mutsanna, maka sifatnya juga harus mutsanna. Contoh : ‫دخل العميدان‬
‫الكريمان‬

Isim mutsanna atau tatsniyah adalah isim yang menunjukkan jumlah dua (2) atau ganda.

7. Apabila yang disifatinya jamak berakal, maka sifatnya juga harus jamak. Contoh: ‫جاء المديرون‬
‫الكرام‬

Isim jamak adalah isim yang menunjukkan jumlah banyak ( lebih dari dua ) / plural.

8. Apabila yang disifatinya jamak tidak berakal, maka sifatnya harus tunggal muannats. Contoh :
‫شربت الجواميس الكبيرة‬

9. Apabila yang disifatinya marfu’, maka sifatnya juga harus marfu’. Contoh: ‫الموظف المجتهد نشيط‬

Al-Marfu’ menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata rafa’a (mengangkat).

10. Apabila yang disifatinya manshub, maka sifatnya juga harus manshb. Contoh: ‫شربت القهوة الساخنة‬

Isim yang terkena I'rab Nashab disebut Isim Manshub.

11. Apabila yang disifatinya majrur, maka sifatnya juga harus majrur. Contoh: ‫دخلنا على العميد الكريم‬

Isim yang terkena I'rab Jarr disebut Isim Majrur.

2. Kedudukan al-Maushuf dan I’rab shifat-nya


Pada pembahasan ini akan dijelaskan kedudukan maushuf dalam susunan kalimat,
yang mana i’rab sifatnya mengikuti maushuf-nya. Dalam beberapa keadaan, hubungan
antara maushuf dengan sifatnya tetap terpelihara, misalnya:
 Sifat pada al-mubtada’. Dalam hal ini kedudukan sifat mengikuti maushuf-nya, yaitu
marfu’. Contoh: ‫الطالب الجديد حضر‬
 Sifat pada al-khabar. Kedudukan sifat dengan maushuf-nya sama seperti di atas, yaitu
marfu’. Contoh: ‫هذا كتاب جديد‬
 Sifat pada al-fa’il. Sebagaimana halnya dengan al-mubtada’ dan al-khabar, sifat al-fa’il
juga mengikuti maushuf-nya dalam bentuk marfu’. Contoh: ‫حضر االستاذ الكريم‬
 Sifat pada al-maf’ul bih. Dalam hal ini kedudukan sifat mengikuti maushuf-nya, yaitu
manshub. Contoh: ‫ساعدت الرجل الضعيف‬
 Sifat pada isim majrur. Dalam hal ini kedudukan sifat mengikuti maushuf-nya, yaitu
majrur. Contoh: ‫نظرت الى العامل القوى‬
C.PENUTUP

a. Kesimpulan

1. Sifat (Naat) adalah adalah lafadz yang menunjuk kepada sifat ism (kata benda)
sebelumnya untuk menerangkan keadaannya
1. Naat terdiri atas dua buah kata yang masing-masing berkedudukan sebagai
naat (Kata sifat) dan man’ut (benda yang disifati)
2. Naat harus sama dengan man’ut dalam segi rafa, nashab, jar, nakirah,
ma’rifah, mudzakkar, muannats, mufrad, mutsanna dan jamaknya.
3. Naat terdiri atas dua, yaitu Naat Haqiqi dan Naat Sababi.

b. Saran

2. Penambahan referensi dan buku panduan pada Mata Kuliah Bahasa Arab
merupakan salah satu cara meningkatkan pemahaman konsep bagi mahasiswa,
apalagi bagi mahasiswa yang masih berada pada level dasar.
3. Penjelasan tentang materi sifat wa mausuf akan lebih mudah dipahami ketika
dihubungkan dengan ayat yang ada di dalam Al-Qur’an.
Daftar Pustaka

A. Rahman, H. Salimuddin, MA. Tata Bahasa Arab untuk Mempelajari Al-Qur’an. Cet. II,
Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1999.

Anwar, H. Moch. Ilmu Nahwu; Terjemahan Matan Al-Jurumiyah dan ‘Imrithy berikut
Penjelasannya. Cet. IV, Bandung : Penerbit Sinar Baru Offset, 1989.

Muhammad, Abu Bakar. Tata Bahasa Arab II. Surabaya : Al-Ikhlas, 1982.

Sou’yb, Joesoef. Pelajaran Tata Bahasa Arab. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1978.

Mostafa Nuri, al-Arabiyyah al Muyassarah, Jakarta: Pustaka Arif, 2008.


H. Chatibul Umam, Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Jakarta: 1987

Anda mungkin juga menyukai