Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

NAHWU AL-MAJRURAT

tentang

ُ‫النَّ ْعت‬

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Mutia Maulana Putri : 2011010033

Harmia Andawiza : 2011010049

Dosen Pengampu :

Delami, SS, MA, M.Hum

Ferry Saputra, M.Hum, M.Pd

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB (BSA)

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Kesehatan dan kesempatan sehingga
makalah kami yang berjudul “ُ‫ ”انَُّ ْعث‬dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan
salam kami ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugrah serta rahmat bagi
seluruh alam semesta.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Delami, SS, MA, M.Hum
dan bapak Ferry Saputra, M.Hum, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah membimbing kami
dalam penyelesaian makalah kami. Kemudian kami mengucapkan terima kasih yang sebesarnya
kepada semua pihak yang sudah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena tidak ada gading yang tak
retak, tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 5 Oktober 2022

Penyusun
PENDAHULUAN.

Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur‟an dan al-Hadits. Karena al-Qur‟an dan al-Hadits yang
disajikan kepada kita menggunakan bahasa Arab, dan untuk memahami isi kandungannya jelas
tidak semudah yang kita bayangkan, tentunya kita harus menguasai bidang-bidang keilmuan
tertentu.
Sehubungan dengan hal diatas sebagai langkah awal kita harus mempelajari terlebih dahulu ilmu
nahwu-sharaf. Nahwu-sharaf adalah sebuah cabang ilmu yang bisa memahami gramatika bahasa
Arab yang merupakan bahasa al-Qu‟an, al-Hadits dan bahasa kitab-kitab warisan para ulama‟
terdahulu. Dalam makalah ini, saya juga menjelaskan secara detail tentang Na‟at atau sifat, syarat
Na‟at dan hukum Na‟at.

.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Na’at

Na‟at adalah tabi‟ (lafadzh yang mengikuti) yang musytaq atau muawwal bih yang
menjelaskan lafadzh yang diikutinya. Lafadzh yang dimaksud dengan musytaq ialah isim fa‟il,
seperti ُ‫ضاُرب‬
َ , isim maf‟ul sepertiُُ‫ َيضْر ْوُب‬, sifat musyabihat, seperti ٍُ‫حس‬, isim tafhdil, seperti ُ‫أعهى‬

Na‟at dibagi menjadi dua, yaitu na‟at haqiqi dan na‟at syababi. Adapun yang dinamakan
na‟at haqiqi yaitu na‟at yang merafa‟kan kepada isim dlamir mustatir yang kembali
kepada man‟utnya (yang diikiuti).

Contohnya :‫ جاُءُزيدُانعاُقم‬.

Adapun yang dinamakan na‟at syababi yaitu na‟at yang merafa‟kan isim dlahir yang
muttasil (bersambung dengan isim dlamir yang kembali kepada man‟utnya),

ْ ‫ُُ َجاُ َءُزَ يد‬


Contoh : ُِ‫ُان َعاُقمُ اتى‬

B.ُMacam-MacamُNa’atُ(‫)أنواعُالنعت‬

Dari definisi di atas, terdapat dua kaidah penting terkait hubungan antara na‟at dan man‟ut. Dari
sini, Para Ulama membaginya menjadi dua kelompok yaitu Na‟at Haqiqi dan Na‟at Sa

1. ( ُ‫النعت‬
ُ‫)ال َح ِق ْي ِقي‬

Na‟at haqiqi adalah isim yang menjadi sifat atau penjelas bagi man‟ut
Keadaan i‟rab na‟at haqiqi selalu mengikuti i‟rab man‟utnya dari segi mufrad
(satuan), mudzakkar, muannast, tastniyah/mutsanna, jamak, nakirah, makrifat, rafa, nashab dan
khafad.

Contohnya :

‫طا ِنةُانًجْ تَ ِه ُد‬ َّ ‫َجا َءُان‬


َ
َ‫ةُانًجْ ت ِه ُد‬ َ ‫طا ِن‬ َّ ‫َرأَيْثُان‬
‫ةُانًجْ تَ ِه ُِد‬
ِ ‫طا ِن‬ َّ ‫َي َر ْرتُتان‬

2. Na’at Sababi ) ُ‫)النعت ال َسبَ ِبي‬

Na‟at sababi adalah isim yang menjadi sifat atau penjelas bagi isim yang masih berhubungan
dengan man‟ut.

Isim yang menjadi penghubung yaitu isim dhomir yang posisinya berada setelah na‟at.

Contohnya :

Perhatikan contoh berikut!

َّ ‫َجا َءُان‬
ُّ‫طا ِنةُانك َِر ْي ًَةُأي‬

َّ ‫ ان‬dan ‫ أو‬sehingga keduanya dianggap berhubungan


Dhamir ‫ انهاء‬pada ُّ‫ أي‬berfungsi mengikat ُ‫طا ِنة‬

yang dampaknya merubah „irab na‟at lafadz ُ‫انك َِر ْي ًَة‬

C. Hukum yang Ada pada Na’at dan Man’ut

Apabila fa‟il Na‟at itu muannast, maka na‟atnya di ta-nistkan sekalipun man‟utnya mudzakkar
seperti : ّ‫( يررتُترجمُحسُةُاي‬Aku telah bersua dengan seorang laki-laki yang ibunya baik). Dan
apabila fa‟il na‟atnya itu mudzakkar, maka na‟atnya dimudzakkarkan pula sekalipun man‟utnya
berupa muannast,

Na‟at man‟ut sudah bisa digambarkan seperti saudara kembar yang harus memiliki kesamaan
dalam empat hal. Adapun keempat hal yang harus dipenuhi oleh baik na‟at dan juga man‟ut
adalah:

1). Memiliki I’rab yang Sama

I‟rab adalah salah satu aspek yang ada di dalam bahasa Arab di mana aspek ini mengatur
mengenai perubahan bunyi kata yang umumnya merupakan syakat atau harokat pada setiap akhir
kalimat yang disesuaikan dengan amil yang memasukinya.

Contoh:

ُ‫رأيثُاأليي َْرُانعاد َل‬


ِ
Yang artinya: “ saya melihat pemimpin yang adil itu”
Pada kalimat tersebut, baik na‟at maupun man‟ut sama – sama memiliki I‟rab manshub atau
dibaca nashob karena memiliki tanda nashob yaitu fathah.

2). Memiliki Gender yang Sama

Di dalam bahasa Arab, satu kata yang sama dapat disusun oleh huruf yang berbeda tergantung
dengan gender dari amil yang memasukinya. Yang dimaksud amil adalah orang yang menjadi
pelaku atau objek dari kalimat. Gender di dalam bahasa Arab hanya terbagi menjadi dua, yaitu
mudzakkar atau laki – laki dan juga muannats atau perempuan.

Contoh:

‫حضرُانطانةُانُاجح‬

Yang artinya: “seorang siswa yang rajin itu sudah hadir”

‫انُاجحةُانطانثةُحضرت‬

Yang artinya: “ seorang siswi yang rajin itu sudah hadir”.

Jika sahabat muslim cermati, pada contoh kalimat pertama baik na‟at maupun man‟ut memiliki
sifat mudzakkar yang menyatakan laki – laki, sedangkan pada contoh kalimat kedua baik na‟at
maupun man‟ut memiliki sifat muannats atau perempuan.

3). Memiliki ‘Adad atau Jumlah yang Sama

Selain berdasarkan gendernya, suatu kata di dalam bahasa Arab dapat disusun oleh huruf yang
berbeda pula berdasarkan jumlahnya, yang kemudian digolongkan kepada isim mufrad
(berjumlah satu), isim mutsanna (berjumlah dua) dan juga isim jamak (berjumlah banyak).

Contoh:

‫جاء ُانطانة ُانُاجح‬

ُyangُartinyaُ“satuُsiswaُyangُrajin”

ٌ‫جاءُانطانثاٌُانُاجحا‬

ُYangُartinya:ُ“duaُsiswaُyangُrajin”

ٌ‫جاءُانطانةُانُاجحى‬

Yang artinya: “para siswa yang rajin”.


Dapat sahabat muslim lighat bahwa ketiga kalimat contoh tersebut memiliki na‟at dan man‟ut
yang sama pada masing – masing kalimat namun „adad yang berbeda antara satu contoh kalimat
dengan kalimat yang lainnya.

4). Memiliki Ma’rifat dan Nakirah yang Sama

Yang dimaksud dengan ma‟rifat adalah suatu isim (kata benda) yang sudah tentu atau khusus,
berbeda dengan nakirah yang merupakan kebalikannya, yaitu adalah isim yang umum dan tidak
secara khusus menunjuk kepada sesuatu.

Contoh:

ُ‫جاءُانطانةَُاجح‬

Yang artinya: “seseorang siswa yang rajin telah tiba”

ُ‫جاءُانطانةُانُاجح‬

Yang artinya: “siswa yang rajin itu telah datang”

Pada contoh kalimat yang pertama, dapat sahabat muslim sekalian lihat bahwa baik na‟at dan
man‟utnya merupakan isim nakirah atau yang masih memiliki arti umum, di mana hal tersebut
ditandai dengan na‟at dan man‟ut tersebut dibaca tanwin. Sedangkan pada contoh kalimat kedua,
baik na‟at dan man‟ut memiliki arti yang khusus atau menunjukkan arti tertentu.
KESIMPULAN

Na‟at adalah tabi‟ (pengikut) yang menunjukan kepada suatu sifat dari pada sifat-sifat
man‟utnya atau yang masih berkaitan dengan man‟utnya. Dari definisi di atas, terdapat dua
kaidah penting terkait hubungan antara na‟at dan man‟ut. Dari sini, Para Ulama membaginya
menjadi dua kelompok yaitu :
1. Naat Haqiqi adalah isim yang menjadi sifat atau penjelas bagi man‟ut
2. Naat sababi adalah isim yang menjadi sifat atau penjelas bagi isim yang masih
berhubungan dengan man‟ut.
Hukum yang ada pada Na‟at dan Man‟ut yaitu Memiliki i‟rab yang sama, memiliki gender yang
sama, memiliki adat atau jumlah yang sama Memiliki ma‟rifat dan nakiroh yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Nashif Musthofah. Al-Arabiyah Nasyi‟rin jilid 3 ٍ‫احًدُانفاُكهىُشيحُعثدهللاُت‬

Araa‟ini Muhammad, Syamsuddin Syeh, Terjemahan mutammimah Ajjurumiyah, Sinar Baru


Algesindo. 2009

Mutammimah Al-Jurumiyah, Darul Ikhya‟ Al-Kitab Al-Arabiyah. Tt

Sunarto Ahmad, Terjemahan Kitab Al-Jurumiyah, Pustaka Amani, Jakarta, 1414 H

Anda mungkin juga menyukai