Anda di halaman 1dari 4

Risenologi Volume 6 Issue 2, Desember 2021

p-ISSN: 2502-5643 | e-ISSN: 2720-9571 32

Kalimat Berdiatesis Aktif – Pasif Pada Kumpulan


Cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi Karya Seno
Gumira Ajidarma
Nur Suryanah1*, Masta Hutajulu2
1,2IKIP Siliwangi, Indonesia

ABSTRACT CONTACT
This study discusses the use of active and passive diathesis sentences contained in the short nur20suryanah@gmail.com
story. This study aims to provide an overview of the use of active-passive diathesis
sentences in the short story text. The method used in this study is a qualitative descriptive KEYWORDS
method with content analysis techniques of sentence variations. The object of this research sintaksis, kalimat, diatesis aktif,
uses the sentences contained in the book collection of short stories "Don't Sing in the diatesis pasif
Bathroom" by Seno Gumira Ajidarma. Based on the results of the study, it can be Received: 28/10/2021
concluded that the use of sentences with active diathesis is more often used, namely 76.4% Revised: 12/11/2021
compared to sentences with passive diathesis, which is 23.6%. Accepted: 18/11/2021
Online: 04/12/2021
ABSTRAK Published: 09/12/2021
Penelitian ini membahas tentang penggunaan kalimat berdiatesis aktif dan pasif yang
terdapat dalam cerpen. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran penggunaan
kalimat berdiatesis aktif-pasif pada teks cerpen. Adapun metode yang digunakan dalam Risenologi is licenced under a Creative
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi variasi kalimat. Commons Attribution 4.0 International
Public Licence (CC-BY 4.0)
Objek penelitian ini menggunakan kalimat yang terdapat dalam buku kumpulan cerpen
“Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” karya Seno Gumira Ajidarma. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan kalimat yang berdiatesis aktif lebih sering
digunakan yaitu 76,4% dibandingkan kalimat berdiatesis pasif yaitu 23,6%.

INTRODUCTION
Bahasa merupakan sarana berkomunikasi antara penutur dan mitra tutur untuk menyampaikan pesan.
Fungsi bahasa sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Bahasa menunjukkan cerminan karakter,
watak, atau pribadi seseorang. Penggunaan bahasa yang sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas
mencerminkan pribadi penutur yang berbudi. Keruntutan, pemilihan kata, dan kesepahaman dengan
mitra tutur merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam berbahasa (Yati, 2016).
Salah satu contoh pemakai bahasa yang kreatif dalam memanfaatkan kaidah bahasa adalah pengarang sastra.
Pengarang yang baik akan memberikan sumbangan yang berharga melalui karya sastranya bagi pengembangan
bahasa. Kata, ungkapan, kiasan, dan cara menyusun kalimat yang ditemukan dan ditawarkan merupakan segi-segi
yang bisa menyegarkan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pengarang sebagai pengguna bahasa seharusnya
memahami kaidah bahasa yang benar. Setidaknya menggunakan ejaan dengan baik, sehingga karya sastra yang
dihasilkan dapat bermanfaat bagi pengembangan bahasa.
Karya sastra dapat juga dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar bahasa khususnya tentang
kalimat (Ahmadi, 1990). Penggunaan kalimat yang terdapat pada karya sastra dapat digunakan untuk menambah
kemampuan berbahasa dan berkomunikasi siswa. Dengan demikian siswa secara langsung dapat melihat contoh-
contoh kalimat yang digunakan pengarang dalam karyanya. Pembelajaran bahasa sebaiknya disajikan dalam
bentuk wacana. Wacananya bisa dibuat sendiri oleh guru atau juga menggunakan wacana sastra sebagai sebuah
alternatif.
Selain itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dapat dilakukan oleh siswa dengan
seringnya siswa membaca karya tulis, buku bacaan nonfiksi, surat kabar, media elektronik, dan mendapatkan
sendiri pengalaman yang dirasakan langsung oleh pancaindera. Seringnya membaca akan melatih siswa untuk
melihat ragam tulisan yang dibacanya. Hal ini penting karena siswa pun akan mengetahui model tulisan yang
sering digunakan orang. Tentunya tulisan atau kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Di dalam karya sastra tersebut masih banyak kesalahan penggunaan kaidah bahasa, yakni dalam pemakaian
ejaan, tata kalimat, dan pembentukan kata. Ini dilakukan hanya karena licencia poutica. Hal ini tentulah sangat
berpengaruh terhadap pembaca karya sastra tersebut sehingga ada anggapan bahwa pemakaian bahasa itu
dibenarkan.

10.47028/j.risenologi.2021.62.186
Risenologi Volume 6 Issue 2, Desember 2021
p-ISSN: 2502-5643 | e-ISSN: 2720-9571 33

Bahasa yang digunakan pada sastra merupakan salah satu ragam bahasa yang didasarkan pada pokok
persoalan yang dibicarakan (Luxemburg, 1984). Semi (1988) menyatakan setiap kata dan kalimat yang dipilih
pada karya sastra umumnya dilakukan atas kesadaran untuk menimbukan efek keindahan. Selanjutnya dijelaskan
bahasa yang dipakai dalam sastra bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi memberi makna yang lebih
luas terhadap komunikasi dan hubungan antarmanusia. Bahasa yang membangun sastra yaitu bahasa yang
matang, boleh dilentur, peka akan makna yang baru dan lama, segar, tidak hambar dan basi.
Ini berarti bahwa bahasa pada sastra menimbulkan kesan keindahan setelah diolah sedemikian rupa
berdasarkan pikiran dan perasaan pengarang. Bahasa pada sastra mencakup makna baru dan lama atau
mengandung makna konotasi sehingga mampu mengungkapkan sesuatu yang tersirat (Hutagalung, 1971).
Diatesis merupakan gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang
dikemukakan dalam kalimat itu (Chaer, 1994). Diatesis merupakan padanan dari voice (Mugrib, Wahyunianto, &
Sumarlam, 2018). Diatesis merupakan suatu kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan antara subjek
dengan perbuatan yang dinyatakan oleh verba dalam sebuah klausa (Kridalaksana, 2009). Diatesis adalah kategori
gramatikal yang mengungkapkan hubungan antara tindakan yang diekspresikan oleh verba dan subjek dari
kalimat (Artawa, 2020). Itu artinya menandakan adanya kaitan antara partisipan dengan aksi.
Diatesis terdiri dari diatesis aktif bila subjek sebagai pelaku; pasif apabila subjek menjadi tujuan aksi; reflektif
jika subjek beraksi pada dirinya; resiprokal jika subjek jamak beraksi secara berbalasan; kausatif bila actor terkena
keadaan atau kejadian; dan benefaktif apabila actor beraksi untuk orang lain (Rosadi, 2019).
Perbedaan yang paling menonjol dari diatesis aktif, pasif, dan medial terdapat pada keberadaan partisipan di
dalamnya. Diatesis aktif mengedepankan agen secara ekplisit di dalam konstruksi aktif, diatesis pasif
memunculkan pasien atau pengalam di awal kalimat (Matradewi, 2018).
Kalimat berdiatesis aktif dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kalimat aktif transitif dan kalimat
aktif intransitif. Selanjutnya dijelaskan kalimat aktif transitif yaitu kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku
perbuatan yang dinyatakan pada predikat dan objeknya menjadi sasarannya, predikat kalimat ini berupa verba
aktif. Kalimat aktif intransitif yaitu kalimat aktif yang bertindak tidak memerlukan objek. Kalimat aktif intransitif
tidak dapat dijadikan kalimat pasif sebelum diubah menjadi kalimat transitif. Ada 4 bentuk pasif yang didasarkan
pada arti sebagai kriteria utama dan afiks verbal sebagai kriteria tambahan yaitu yang menyatakan kesenjangan
dari perbuatan dengan verbanya ditandai dengan di-, yang menunjukkan perbuatan yang tidak disengaja dengan
verbanya ditandai prefiks ter-, yang bersifat adversative dengan verbanya ditandai afiks ke-an, dan yang verbanya
berafiks ke-an dengan arti “dapat di + verba”. Pelaku perbuatan biasanya tidak dinyatakan (Sugono, 1997).
Pernyataan tersebut seiring dengan (Ino, 2018) bahwa kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan
pekerjaan. Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan bahwa kalimat aktif yang biasanya terdapat dalam kalimat
kalimat bahasa Indonesia ditandai dengan adanya tiga fungsi unsur-unsur kalimat, yaitu pokok kalimat (subjek),
sebutan (predikat), dan pelengkap langsung (objek).
Lain halnya di dalam kalimat pasif unsur pelaku tidak wajib hadir karena unsur pelaku menjadi keterangan.
Sebaliknya, di dalam kalimat aktif unsur pelaku menjadi wajib hadir karena di dalam kalimat aktif unsur pelaku
menempati fungsi subjek sesuai dengan unsur gramatikal yang mewajibkan hadirnya fungsi subjek dan predikat baik
dalam kalimat aktif maupun kalimat pasif (Ino, 2018).
Adapun untuk ciri-ciri kalimat pasif yaitu memiliki ciri kebermakahan (markedness) yaitu umumnya bermarkah
morfologis dalam hal ini berprefiks {di-}, agen dalam bentuk pasif umumnya bisa dilesapkan atau pelesapan
pelaku dan pemasifan biasanya lebih menonjolkan pasien daripada pelaku (Sartini, 2012).

METHODS
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi. Objek penelitian adalah
empat cerita pendek yang terdapat dalam kumpulan cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno
Gumira Ajidarma yaitu Duduk di tepi Sungai, Mestikah Kuiris Telingaku seperti Van Gogh?; Dilarang Menyanyi
di Kamar Mandi, dan Seorang Wanita di Sebuah Loteng. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
dibantu dengan table analisis yang memuat kalimat berdiatesis aktif dan pasif dalam keempat cerpen karya Seno
Gumira Ajidarma.
Indikator kalimat berdiatesis aktif adalah subjek kalimat berperan sebagai pelaku dan predikat menggunakan
kata kerja berawalan me-, ber-, dan kata kerja aus. Indikator kalimat berdiatesis pasif adalah subjek kalimat
berperanan sebagai penderita dan predikat menggunakan kata kerja berawalan di-, ter-, dan ke-an.

10.47028/j.risenologi.2021.62.186
Risenologi Volume 6 Issue 2, Desember 2021
p-ISSN: 2502-5643 | e-ISSN: 2720-9571 34

RESULTS AND DISCUSSIONS


Deskripsi data hasil penelitian ini berupa analisis kalimat berdiatesis aktif dan pasif pada keempat cerpen
tersebut. Cerpen-cerpen tersebut dianalisis dari unsur penggunaan variasi kalimat berdiatesis aktif dan pasif dalam
tabel.
Deskripsi tabel juga harus dideskripsikan dalam paragrap. Hasil jika diuraikan menggunakan table tampilannya
seperti Tabel 1 berikut. Jika menggunakan gambar bisa merujuk seperti Gambar 1.
Table 1. Analisis Kalimat Berdiatesis Aktif
Jumlah
Judul Cerpen
Kalimat
Duduk di Tepi 62
Mestikah Kuiris Telingaku seperti Van Gogh? 73
Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi 83
Seorang Wanita di Sebuah Loteng 104

Table 2. Analisis Kalimat Berdiatesis Pasif


Jumlah
Judul Cerpen
Kalimat
Duduk di Tepi 18
Mestikah Kuiris Telingaku seperti Van Gogh? 44
Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi 14
Seorang Wanita di Sebuah Loteng 24

Contoh kalimat yang berdiatesis aktif:


(1) Cucunya tertawa terkekeh-kekeh.
Kalimat ini merupakan kalimat yang berdiatesis aktif karena subjek pada kalimat tersebut berperanan
sebagai pelaku atau yang melakukan perbuatan dan predikatnya menggunakan kata kerja berawalan ter-
yaitu tertawa.
(2) Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala.
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang berdiatesis aktif karena subjek kalimat tersebut berperanan
sebagai pelaku atau yang melakukan perbuatan dan predikatnya menggunakan kata kerja berawalan me-
yaitu menggeleng-gelengkan.
(3) Sukab bertanya-tanya dalam hatinya.
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang berdiatesis aktif karena subjek kalimat tersebut berperanan
sebagai pelaku atau yang melakukan perbuatan dan predikatnya menggunakan kata kerja berawalan ber-
yaitu bertanya-tanya.
(4) Ia tenggelam dalam sebuah dunia maya.
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang berdiatesis aktif karena subjek kalimat tersebut berperanan
sebagai pelaku atau yang melakukan perbuatan dan predikatnya menggunakan kata kerja aus yaitu
tenggelam.

Contoh kalimat yang berdiatesis pasif:


(1) Lubang itu tertutup lagi.
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang berdiatesis pasif karena subjek kalimat tersebut berperanan
sebagai penderita atau yang dikenai perlakuan dan predikatnya menggunakan kata kerja berawalan ter-
yaitu tertutup.
(2) Kamu pasti sudah dibohonginya.
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang berdiatesis pasif karena subjek kalimat tersebut berperanan
sebagai penderita atau yang dikenai perlakuan dan predikatnya menggunakan kata kerja berawalan di-
yaitu dibohonginya.

CONCLUSIONS
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dari empat buah cerita pendek
yang dianalisis dari dua belas cerpen dalam kumpulan cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno
Gumira Ajidarma terdapat penggunaan kalimat yang berdiatesis aktif sebanyak 322 buah atau 76,4% sering
digunakan pengarang. Sedangkan untuk penggunaan kalimat berdiatesis pasif hanya 100 buah kalimat atau

10.47028/j.risenologi.2021.62.186
Risenologi Volume 6 Issue 2, Desember 2021
p-ISSN: 2502-5643 | e-ISSN: 2720-9571 35

23,6%. Ini artinya penulis cerpen masih cenderung menggunakan kalimat berdiatesis aktif dibandingkan kalimat
berdiatesis pasif.

REFERENCES
Ahmadi, M. (1990). Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Malang : YA3.

Artawa, K. (2020). Pemarkahan Diatesis Bahasa Indonesia: Mozaik Humaniora, 20(1), 26.
https://doi.org/10.20473/mozaik.v20i1.15128

Chaer, A. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Jakarta : Rineka Cipta.

Hutagalung, M. S. (1971). “Bahasa Indonesia dalam Kesusastraan” dalam Seminar Bahasa Indonesia 1968. Ende Flores:
Ende Flores : Nusa Indah.

Ino, L. (2018). Kompetensi siswa Kelas II SLTP Negeri 1 Batauga dalam Memahami Kalimat Aktif dan Pasif
Bahasa Indonesia. Https://Www.Neliti.Com/Journals/Jurnal-Triton-Pendidikan, 1(16).
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.30862/jtp.v1i1.802

Luxemburg, J. Van. (1984). Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan Dick Hartoko. Jakarta: Jakarta : Gramedia.

Matradewi, N. K. W. (2018). Konstruksi Aku Dalam Diatesis Medial Refleksif Bahasa Indonesia Pada Novel
Terjemahan. Adabiyyāt: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 2(2), 202. https://doi.org/10.14421/ajbs.2018.02203

Mugrib, N. C., Wahyunianto, D., & Sumarlam, S. (2018). Pemarkah Diatesis Dalam Bahasa Wolio. LEKSEMA:
Jurnal Bahasa Dan Sastra, 3(2), 93. https://doi.org/10.22515/ljbs.v3i2.1306

Rosadi, N. (2019). Diathesis on Twitter Tweets of Teenagers. Literatus, 1(1), 14–18.


https://doi.org/10.37010/lit.v1i1.4

Sartini, N. W. (2012). Tipe-Tipe Kalimat Imperatif Bahasa Indonesia. Ojs.Unud.Ac.Id, (4), 1–11.

Sugono, D. (1997). Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspaswara.

Yati, A. (2016). kajian pragmatik wujud kesantunan berbahasa mahasiswa jurusan kimia tahun 2012 kepada dosen
melalui media. Risenologi : Jurnal Sains, Teknologi, Sosial, Pendidikan, Dan Bahasa, 1 No. 2(Vol. 1 No. 2 (2016)),
91–101. https://doi.org/https://doi.org/10.47028/j.risenologi.2016.12.31

10.47028/j.risenologi.2021.62.186

Anda mungkin juga menyukai