Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATARBELAKANG
Perkawinan merupakan masalah yang sangat pokok dalam kehidupan
kita. Pernikahan menjadi berkah bila dilakukan sesuai dengan ketentuan dan
aturan Allah SWT pernikahan bukan saja satu jalan yang sangat mulia untuk
mengatur rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dipandang sebagai satu jalan
menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum lain dan perkenalan itu
akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang
lain.
Perkawian tersebut telah terlepas dari gejala hal yang menghalang, halangan
perkawinan disebut juga dengan larangan perkawinan yang merupakan orang
yang tidak boleh melakukan perkawinan dan perkawinan yang dilarang dalam
agama islam karena perkawinan tersebut menyimpang dari tujuannya dan
perbuatan yang melanggar peraturan hukum islam.
Tetapi satu hal yang harus kita patuhi yaitu dalam menikah kita harus
mencari pasangan yang sesuai dan tidak menyalahi agama artinya kita dilarang
untuk menikahi wanita-wanita karena hubungan nasab, hubungan semenda,
hubungan sepersusuan, karena hubungan li’an dan sebagainya. Agar lebih jelas
kami selaku pemakalah akan membahas secara detail mengenai perkawinan yang
terlarang dan wanita yang haram dinikahi.

B. RUMUSAN MASALAH
A. Menjelaskan perkawinan terlarang
B. Menjelskan bentuk-bentuk perkawinan terlarang
C. Menjelaskan wanita yang haram dinikahi

BAB II

1
PEMBAHASAN

A. PERKAWINAN TERLARANG
Perkawinan yang terlarang yaitu bentuk-bentuk perkawinan yang tidak
boleh dilakukan.Ketentuan mengenai hal yang diatur dalam pasal 8 undang-
undang perkawinan yang pada dasarnya isinya hampir identik dengan ketentuan
yang berlaku dalam hukum perkawinan dalam islam.
Hukum yang berlaku agama islam sehingga sekaligus ditemukan larangan-
larangan perkawinan bagi mereka yang beragama islam. Hukum agama islam
melihat tekanan larangan ini sesuai dengan dasar perkawinan yang dianut dari
sudut kedudukan pria karena itu hukum perkawinan islam menggunakan dan
mengenal hanya perempuan-perempuan yang halal dan haram dikawini” haram
dalam arti larangan sedangkan dengan pengertian haram terdapat dua macam
apabila dilihat dari sebab-sebabnya yaitu:
1. Sebab-sebab yang menjadikan haram untuk selama-lamanya dalam arti
dengan adanya sebab-sebab itu tidak mungkin diadakan perkawinan karena
sebab-sebab itu menurut hukum termasuk larangan mutlak.
2. Sebab-sebab yang menjadikannya haram itu berlaku sementara dalam arti
apabila sebab-sebab itu tidak ada lagi, perkawinan tidak termasuk
perkawinan yang dilarang, sebab-sebab itu menurut hukum termasuk
larangan nisbi (relatif).
Adapun sebab-sebab yang menjadikan haram untuk selama-lamanya yang
merupakan larangan mutlak adalah sebab-sebab adanya pertalian hubungan
darah,hubungan semeda dan hubungan sesusuan sedangkan sebab-sebab yang
termasuk larangan nisbi (relatif) jadi berlaku sampai hal-hal yang menjadi sebab
itu masih ada adalah:
a. Perkawinan antara seorang pria dengan dua orang wanita yang masih
bersaudara atau bermahram.
b. Perkawinan lebih dari empat orang wanita yang dijadikan isteri
c. Perkawinan dengan wanita yang telah ditalak tiga kali, namun yang
bersangkutan belum kawin lagi dengan pria lain.

2
d. Perkawinan dengan isteri orang lain atau yang masih dalam keadaan idah
Menurut pasal 8 undang-undang perkawinan yang dilarang adalah
perkawinan antara dua orang yaitu:
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun ke atas
seperti anak perempuan dan sebagainya
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orangtua dan antara seorang
dengan saudara neneknya.
c. Berhubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/ bapak tiri
d. Berhubungan susuan yaitu orangtua susuan, anak susuan, saudara susuan
dan bibi/ paman susuan.
e. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
isteri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
f. Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku dilarang kawin.
Pasal 9 s/d 11 undang-undang perkawinan yang bersifat sementara yang
menyatakan bahwa sebagai berikut:
a. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat
kawin lagi.
b. Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya maka diantara mereka tidak boleh
dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agama
dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
c. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu
tunggu (idah).
d. Dalam pada itu hukum perkawinan islam menegaskan pula larangan laki-
laki mengawini perempuan hamil yang sah keturunan kandungannya
sedangkan mengawini perempuan hamil dengan sebab perzinahan yang
dilakukan oleh yang bersangkutan sendiri dihalalkan. Juga dilarang laki-
laki muslim mengawini wanita majusi, wanita-wanita sani (menyembah

3
berhala) dan wanita shabh ( menyembah bintang-bintang), sebaliknya
dihalalkan laki-laki muslim mengawini wanita yahudi dan nasrani.1

B. BENTUK-BENTUK PERKAWINAN YANG TERLARANG


1. Nikah Syighar
Pernikahan dua pasang (empat orang) dengan menjadikan dua wanita
sebagai maharnya untuk masing-masing suami. Dengan kata lain nikah syighar
merupakan dua orang laki-laki tukar menukar perempuan (anaknya sendiri atau
adiknya) untuk dijadikan istri dengan tanpa mahar atau sesorang menikahkan
anak perempuannya kepada seseorang dengan syarat orang itu juga
menikahkan anaknya tersebut kepada orang tersebut dan diantara keduannya
tidak ada mahar.Pengertian nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW “Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang
lain, ‘Nikahkanlah aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku
dengan dirimu.

2. Nikah Tahlil
Nikah Tahlil yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita
yang sudah ditalak tiga oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut
mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali
oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah
wanita itu selesai.2

3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu
menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu

1
Achmad ichsan, hukum perkawinan bagi yang beragama islam,
(Jakarta:pradnya paramita,1986), hlm 39-41
2
Muhammad, http://jacksite.wordpress.com/2007/07/16/pernikahan-terlarang-
dalam-islam/, diakses Tanggal 27 april 2005

4
tertentu, satu hari, tiga hari, sepekan, sebulan, atau lebih.Para ulama kaum
muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah. Apabilah
telah terjadi, maka nikahnya batal.
Ibnu Hazm mengatakan: “Nikah mut’ah adalah nikah dengan batasan
waktu tertentu dan hal ini dilarang dalam Islam. “Nikah mut’ah ini pernah
diperbolehkan pada masa Rasulullah dan kemudian Allah menghapuskannya
melalui lisan beliau untuk selamanya, sampai hari kiamat kelak. Dari Ali, ia
berkata:
‫ان ر سول هللا صلى هللا ءليه وسلم نهى عن نكاح المتعة وعن لحوم الحمر اال هلية‬
)‫يوم خيبر (متفق عليه‬
Rasulullah melarang nikah mut’ah dan juga daging keledai peliharaan
pada mas perang Khaibar.” (Muttafaqun Alaih)
Dari Sibrah Al-Jihni, dari ayahnya, ia menceritakan:”Barang siapa
menikahi wanita muslimah untuk waktu tertentu, maka hendaklah ia
memberikan apa yang telah diberikan kepadanya dan kemudian
menceraikannya. SesungguhnyaAllah telah mengharamkannya bagi kalian
sampai hari kiamat,” (HR. Ath-Thabrani).
Dari Ibnu Abbas, Ia mangatakan: “sebenarnya nikah mut’ah ituada hanya
pada awal masa islam. Ada seseorang mendatangi suatu negeri yang asing
baginya, Lalu ia menikahi seorang wanita penduduk asli negeri tersebutdengan
perkiraan bahwa ia akan tinggal disana dan wanita yang ia nikahi bisa menjaga
serta mengatur barang-barang dagangannya. Sehinngga turun firman Allah
yang artinya: Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka
miliki. Ibnu Abbas melanjutkan, semua kemaluan selain dua kemaluan
tersebut, maka hukumnya adalah haram.”(HR. Ath-Thabrani)

4. Nikah dalam masa ‘iddah.


Nikah dalam masa ‘iddah yaitu seorang yang dilarang menikah karena
beberapa sebab sampai masa iddahnya selesai. Iddah ada tiga yaitu iddah
hitungan quru’, iddah hitungan bulan dan iddah wanita hamil. Berdasarkan
firman Allah Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 235:

5





“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam
pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara
rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang
ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa
yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.

5. Nikah dengan wanita kafir selain Yahudi dan Nasrani .


Larangan Allah kepada orang yang beragama islam dengan orang-orang
musyrik berdasarkan firman Allah Q.S Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi:





“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.”

6
6. Nikah dengan wanita-wanita yang diharamkan karena senasab atau
hubungan kekeluargaan karena pernikahan
Contoh wanita-wanita yang diharamkan karena senasab atau hubungan
kekeluargaan karena pernikahan adalah mertua, adik dari istri, kakak dari istri,
dll

7. Nikah dengan isteri yang telah ditalak tiga


Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan
bagi suami untuk menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain
dengan pernikahan yang wajar (bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara
keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan menikahi wanita itu kembali
setelah masa ‘iddahnya selesai.Berdasarkan firman Allah Ta’ala surat Al-
Baqarah ayat 230 yang artinya “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah
Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia
kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama
dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-
Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”

Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain
dan ingin kembali kepada suaminya yang pertama, maka ketentuannya adalah
keduanya harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian,
maka setelah ‘iddah ia boleh kembali kepada suaminya yang pertama. Dasar
harus dicampuri adalah sabda Nabi SAW “Tidak, hingga engkau merasakan
madunya (ber-setubuh) dan ia merasakan madumu”

8. Nikah dengan wanita yang masih bersuami.


Berdasarkan firman Allah surat An-Nisa’ ayat 24 yang berbunyi:

7





“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,
kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan
untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang
kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

9. Nikah dengan wanita pezina/pelacur.


Berdasarkan firman Allah surat An-Nur ayat 3:


“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan
yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”.
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah
dengan seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya
tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina.Namun apabila keduanya telah
bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur dan ikhlas) dan masing-
masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.

10. Nikah dengan lebih dari empat wanita.


Berdasarkan firman Allah surat An-Nisa’ ayat 3 yang artinya “dan jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang

8
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak
yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.
Ketika ada seorang Sahabat bernama Qais bin al-Harits mengatakan
bahwa ia akan masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan orang isteri. Maka
ia mendatangi Nabi SAW dan menceritakan keadaannya. Maka Nabi SAW
bersabda, “Pilihlah empat orang dari mereka”

C. WANITA-WANITA YANG HARAM DINIKAHI


Diantara hukum-hukum paling jelas yang dimuat oleh ayat-ayat Al-Qur’an
adalah hukum-hukum tentang muslimah. Yang diantaranya adalah ketentuan
wanita-wanita yang haram dinikahi karena beberapa ayat telah menegaskannya.
Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 22-24 yang artinya:“dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji
dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).Diharamkan atas
kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum

9
itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang
demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.Ayat lain yang merangkan tentang wanita-
wanita yang haram dinikahi di antaranya adalah firman Allah dalm surah Al-
Baqarah ayat 221 seperti ayat diatas.3Perempuan-perempuan yang diharamkan
selamanya terbagi dalam dua bagian yaitu sebagai berikut:
1. Keharaman Menikahi Wanita Secara Abadi ( Keharaman Mutlak)
Mereka adalah perempuan yang sebab keharamannya memiliki sifat yang
tidak akan mengalami perubahan seperti anak-anak perempuan, saudara-
saudara perempuan, dan saudara-saudara perempuan dari bapak. Mereka inilah
yang tidak dihalalkan bagi laki-laki untuk menikahi mereka
selamnya.4Keharaman menikahi wanita selamanya terbagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a. Wanita Haram Sebab Nasab
Nasab merupakan kerabat dekat, orang yang mempunyai kerabat
disebut pemilik rahim yang diharamkan. Wanita yang diharamkan sebab
nasab ada 4 macam, yaitu:
1) Ibu dan mereka yang dinisbatkan nasabnya kepada seorang
perempuan sebab kelahiran, baik atas nama ibu secara hakiki yaitu
yang melahirkannya atau secara kiasan yaitu yang melahirkan dari
anaknya ke atas seperti nenek dari ibu, nenek dari bapak, neneknya
ibu, dan neneknya bapak keatas. Haram atas laki-laki menikahinya
karena merupakan bagian dari mereka.

3
Syaikh Ahmad Jad, Fikih Sunnah Wanita, Panduan Lengkap Menjadi Wanita
Muslimah Shalehah,( Jakarta Timur: Pustaka Al- Kautsar, 2008), hlm 404-418
4
Ali Yusuf As- Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm 121

10
2) Anak-anak perempuan ke bawah. Haram atas laki-laki menikahi
putrinay sendiri, putri dari anak putrinya, dan putri dari anak laki-
lakinya. Demikian juga, setiap anak yang merupakan bagian dari
orang yang bertemu dengan mereka.
3) Anak-anaknya orang tua, mereka saudara perempuan secara mutlak,
baik sekandung atau yang bukan sekandung, putri saudara laki-laki
dan putrid saudara perempuan, putrid dari anaknya saudara laki-laki,
Putri dari anaknya saudara perempuansampai kebawah. Haram atas
laki-laki saudara perampuan semuanya, anak-anak dari saudara
perempuan dan saudara laki-laki semua, dan anank-anak mereka
kebawah.
4) Anak-anak kakeknyadan anak-anak neneknya dengan syarat terpisah
satu tingkat. Saudara perempuan bapak haram atas laki-laki, karena
mereka terpisah dari kakek ke bapak satu tingkat, saudara perempuan
ibu haram atasnya karena mereka terpisah dari kakek ke ibunya satu
tingkat, bibinya bapak dari pihak bapak (kakek) haram karena terpisah
dari kakek ayahnya satu tingkat. Bibinya bapak dari pihak ibu (nenek)
haram atasnya karena mereka terpisah dari kakek ibunya satu tingkat
dan bibinya ibu dari pihak ibu (nenek) haram atanya karena terpisah
dari kakek ibu ke ibu satu tingkat.
Akan tetapi, tidak haram anak-anak perempuan dari orang-orang
tersebut yang kami sebutkan, yakni anak-anak perempuan dari bibi( dari
pihak ibu), anak-anak perempuan dari bibi (dari pihak bapak), anak-anak
perempuan bibinya ibu (dari saudara ibunya ibu dan atau bapaknya ibu),
dan anak perempuan dari bibinya bapak. Mereka tidak haram atasnya
karena mereka terpisah dari kakek dan neneknya dua tingkat.
Hikmah keharaman wanita yang disebabkan hubungan nasab
adalah mengangungkan kerabat dan memelihara dari kebodohan. Dalam
pernikahan ini terdapat suatu pembodohan, sementara mengagungkannya
adalah suatu kewajiban secara syara’. Menikahi kerabat menyebabkan
pemutusan rahim. Pernikahan bermakna perluasan kasih sayang yang

11
berlaku antara dua orang yang menikah, tetapi pernikahan dengan satu
nasab menyebabkan gesekan-gesekan yang kasar antara mereka berdua
yang kemudian menyebabkan pemutusan hubungan rahim. Oleh karena
itu ia dilarang sama sekali. Karena pemutusan rahim hukumnya haram,
maka penyebab hal yang haram hukumnya haram pula.
Sebagian hikmah dapat dilihat dengan jelas dan sebagian lainnya
sulit untuk diketahui. Adapun segi keharaman perempuan-perempuan
dengan nasab (keturunan), sungguh Allah telah menetapkan bagi manusia
atas fitrah yang menjauhkan dari memikirkan syahwat terhadap
perempuan-perempuan yang diharamkannya. Termasuk hal mustahil
secara fitrah adalah orang yang merasakan syahwat dengan sejenis
seperti terhadap ibunya atau ia hendak berfikir untuk bersenang-senang
dengannya, karena cinta kasih yang terjalin, pemberian yang mulia yang
dibawa dalam hati anak laki-laki terhadap ibunya dari segi fitrah yang
bersih.Semua ini mencegah anak laki-laki untuk mengarah pada
pandangan yang aneh, didasarkan hal ini diatas ketetapan pernikahan
kerabat-kerabat tersebut dari pertentangan hak-hak, memenuhi
kewajiban-kewajiban.
Misalnya seorang ibu yang berhak atas anaknya berupa kebaikan,
pelayanan dan kesungguhan dalam memuliakannya, tiadalah terfikirkan
seorang anak berhak atas ibu seperti hak-hak istri yang bertentangan.Juga
kedudukan ibu dari anak laki-lakinya, seperti ibi memberi pelayanan
terhadapnya, ketaatannya terhadap perintahnya, pendidikannya bagi
ibunya ketika terjadi rtengkaran. Apa yang dijelaskan mengenai
keharaman menikahi ibu, dikatakan pula dalam ketetapan keharaman
perempuan-perempuan berdasarkan nasab.

b. Keharaman Sebab Persusuan


Secara etimologi Ar- Radha (persusuan) adalah nama isapan susu dari
payudara secara mutlak.Sedangkan menurut terminology syara’ persusuan
adalah suatu nama untuk mendapatkan susu dari seorang wanita atau nama

12
sesuatu yang didapatkan dari padanya sampai di dalam perut anak
kecil.5Larangan kawin karena hubungan sesusuan berdasarkan pada lanjutan
surat An- Nisa’ 23 yaing artinya “diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-
ibumu yang menyusui kamu saudara perempuan sepersusuan…..
Jika diperinci hubungan sesusuan yang diharamkan adalah sebagai
berikut:
1) Ibu susuan yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang wanita yang
pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang
disusui itu, sehingga haram melakukan perkawinan.
2) Nenek susuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu dari suami
yang menyusui itu, suami dari ibu yang menyusui itu di pandang seperti
ayah bagi anak susuan, sehingga haram melakukan perkawinan.
3) Bibi Susuan yaitu saudara perempuan ibu susuan atau saudara
perempuan suami ibu susuan dan seterusnya keatas.
4) Kemenakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari saudara ibu
susuan.
5) Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah kandung maupun seibu
saja.
Sebagai tambahan penjelasan sekitar susuan ini dapat dikemukakan
beberapa hal:
a) Yang dimaksud dengan susuan yang mengakibatkan keharaman
perkawinan ialah susuan yang diberikan pada anak yang memang
masih memperoleh makanan dari air susu.
b)Mengenai berapa kali seorang bayi menyusui pada seorang ibu
yang menimbulkan keharaman perkawinan.Menurut Hanafi dan
Maliki asal seorang bayi telah menyusu dan kenyang pada
seseorang itu menyebabkan keharaman perkawinan. Menurut
Syafi’i, Ibnu Hamdan Imam Ahmad menurut sebagian riwayat
membatasi sekurang-kurangnya 5 kali susuan dan mengenyangkan,

5
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas,Fiqh
Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm 137

13
sedangkan menurut pendapat Tsaur Abu Ubaid, Daud Ibnu Ali Az-
Zhahiry dan Ibnu Muzakkir, sedikitnya tiga kali susuan yang
mengenyangkan.6
Adapun Hikmah Keharamannya, Sesungguhnya seseorang yang
menyusui dari perempuan maka sebagian fisiknya adalah bagian dari
perempuan tersebut, karena ia tumbuh dari susunya maka ia menjadi seperti
ibu yang telah melahirkannya. Anak –anaknya menjadi saudara baginya,
karena sungguh keberadaan fisik mereka berasal dari satu pokok yaitu susu
tersebut.
Atas alasan tersebut maka ibu yang menyusui menjadi ibu bagi orang
yang menyusu dengannya. Semua anak-anaknya menjadi saudara
baginya.Orang tuanya menjadi orang tuanya, sehingga ibunya haram
baginya seperti keharaman anak perempuannya.
Barangkali hikmah keharaman karena sesusuan menjadi jelas
sehingga manusia mengerti bahwa perempuan ketika menyusui anak kecil,
ia menjadi berserikat dalam pembentukan komposisinya. Ia menjadi sebab
atas pembentukan tulangnya dan menumbuhkan bagian badannya.7

c. Perempuan-perempuan yang diharamkan karena semenda(ikatan


perkawinan)
Mereka adalah istri bapak, istri kakek dan keatasnya, berdasarkan
firman Allah dan janganlah kalian menikahi perempuan yang dinikahi
bapak-bapak kalian, ibu dari istri dan saudara perempuan istri dan
keatasnya, anak perempuan istri jika ia menikahi ibunya. Begitu juga anak
perempuan dari anak perempuan istri, anak-anak perempuan dari anak laki-
laki istri.
Berdasarkanfirman Allah dalam surat An- Nisa Ayat: 23 yang
artinyaibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam

6
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Group,
2010), hlm 105-107
7
Ali Yusuf As- Subki, ....hlm. 125-126

14
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak
berdosa kamu mengawininya….
Ada empat tipe wanita yang haram selamanya bagi laki-laki untuk
menikahinya sebab hubungan persambungan, yaitu sebagai berikut:
1) Orang tua istri, baik telah bercampur dengan istri atau belum. Ibunya
istri dan neneknya haram bagi seorang laki-laki(suami).
2) Anak-anak istri yang telah dicampuri. Jika seorang laki-laki menikahi
seorang perempuan dan telah bercampur, bagi wanita ini mempunyai
anak-anak putrid dari orang lain atau mempunyai cucu putrid dari
anak laki-laki atau cucu perempuan dari anak perempuan atau
mempunyai putrid persusuan, maka tidak halal bagi laki-laki tersebut
menikahi wanita tersebut.
3) Istri-istri orang tua walaupun belakangan sebagai penengah nasab
antara ia dan mereka.Istri bapak, istri kakek, dan istri bapaaknya
kakek haram atasnya selamanya, baik apabila mereka telah bercampur
atau belum karena nikah secara mutlak berpihak kepada akad. Sebab
hakikat dari nikah itu sendiri adalah akad, akad satu-satunya yang
menjadi sebab keharaman.
4) Istri-istri anak walaupun belakangan sebagai penengah nasab antara ia
dan mereka. Istri anak, istri cucu dari anak laki-laki dan istri cucu dari
anak perempuan ke bawah, haram bagi bapak dan kakek ke atas
selama anak tersebut masih keturunannya, bukan anak angkat(adopsi).
Istri anak angkat jika dicerai atau meninggal maka tidak haram atas
orang yang mengadopsinya karena islam telah menghapus adopsi
sebagai keluarga dan melenyapkan hukumnya, mereka dipandang
sebagai orang lain.8
Hikmah  Keharamannya, Adapun perempuan-perempuan yang dihara
mkan berdasarkan hubungan semenda(ikatan perkawinan)bertujuan

8
Abdul Rahman Ghozali, ...hlm. 141-147

15
untuk menjaga keberadaan keluarga dari pertentangan, untuk hal-hal yang
penting semisal dengan putusnya kekerabatan, buruknya pengertian,
tersebarnya kecemburuan antara ibu dan anak perempuannya atau antara
bapak dengan anak laki-lakinya, atau antara perempuan dengan saudara
perempuan dari ibu, saudara perempuan dari bapak, atau saudara
perempuannya yang terkadang mengakibatkan pertentangan-pertentangan
antara anggota satu keluarg. Terdapat hikmah lain atas pelarangan
pernikahan dengan kerabat-kerabat dekat, yakni menyebabkan kelemahan
fisik anak-anaknya.9

2. Perempuan-perempuan yang diharamkan sementara


Mereka adalah perempuanyang sebab keharamannya suatu perkara yang
dapat dihilangkan. Oleh karena itu, keharamannya masih ada selagi perkaranya
masih ada. Seperti perempuan musyrik atau menjadi istri orang lain. Perkara-
perkara ini dapat hilang. Jika telah hilang maka hilang pula
keharamannya.Perempuan-perempuan yang diharamkan sementara, yaitu
sebagai berikut:
a. Wanita-wanita yang dinikahi dan sesamanya
Maksudnya, wanita ber-iddah baik karena ditalak atau dipisah karena
dicampuri syubhat atau karena dipisahkan. Baik talaknya raj’i (talak satu
dan dua) atau ba’in (talak tiga), baik talak ba’in shugra atau kubra.
Alasannya, karena masih ada hubungan hak suami bagi wanita yang
dinikahi atau beriddah karena talak raj’i. Karena masih ada sebagian
pengaruh nikah bagi wanita yang ditalak ba’in dan pada istri yang ditinggal
meninggal dunia oleh suaminya. Dan untuk membebaskan rahim bagi
wanita yang dicampuri secara syubhat.

b. Wanita Tertalak Tiga Kali bagi suaminya

9
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, ......hlm
124

16
Wanita yang ditalak tiga tidak boleh dinikahi kembali oleh suaminya
kecuali telah dinikahi suami lain secara sah menurut syara’ dan telah
bercampur, kemudian dipisah karena meninggal dunia atau ditalak dan telah
habis masa iddah-nya.

c. Poligami antara dua wanita mahram


Haram bagi seseorang berpoligami dua orang wanita yang ada
hubungan kerabat atau persusuan yakni sekiranya ditakdirkan mempunyai
anak laki-laki maka haram yang lain atasnya.Keharaman disini dari dua
sisi,seorang yang menikahi seorang wanita haram menikahi saudara
perempuannya, baik saudara perempuan kandung atau tunggal bapak atau
tunggal ibu.
Demikian juga haram mengumpulkan antara seorang wanita dan
paman wanitanya atau bibi wanitanya karena akan mendatangkan
perpecahan keluarga dan pemusuhan yang disebabkan kecemburuan antara
dua istri tersebut.10

d. Poligami melebihi empat orang wanita


Tidak halal bagi seseorang yang telah beristri empat wanita menikahi
wanita lagi. Keharaman ini berlangsung sampai ada yang meninggal atau
dicerai salah satunya dan keluar dari iddah. Berdasarkan Firman Allah
dalam surat An-Nisa’ ayat 3 yang artinya maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.
Arti ayat ini menunjukkan bolehnya berpoligami dua orang
perempuan atau tiga dan empat wanita dengan syarat mampu berlaku adil.
Haram bagi laki-laki menikahi istri yang kelima, jika dibawahnya masih ada
empat orang istri, haram pula menikahinya jika ia talak salah satunya dan
masih dalam iddah, karena hukumnya masih menjadi istrinya.

10
Amir Syarifudddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2009), hlm 124-123

17
e. Wanita yang bukan beragama samawi
Tidak boleh menikahi wanita atheis yang ingkar terhadap semua
agama dan tidak beriman wujudnya tuhan. Demikian juga tidak boleh
menikahi wanita yang beriman kepada agama selain agama samawi, seperti
agama-agama yang diciptakan manusia seperti agama Mujusi yang
menyembah apai, Watsaniyah yang menyembah berhala, Shabiah yang
menyembah binatang-binatang dan benda-benda di langit, dan hindu yang
menyembah sapi.
Menurut ulama fiqh agama samawi adalah agama yang memiliki
kitab yang diturunkan pada saat kemunculan agama tersebut, ia memiliki
nabi yang diutus yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang mulia. Dalilnya
sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Baqarah 221 yang artinya“Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu.”
Demikian pula muslim tidak sah menikahi wanita yang dilahirkan dari
campuran antara kitabi dan Mujusi, sekalipun bapaknya Kitabi karena
memenangkan keharaman. Hikmah keharaman ini adalah membedakan
antara muslim dan antara orang yang tidak beragama, karena tidak akan
tercapai ketenangan dan kasih saying sebagaimana yang dicita-citakan
dalam pernikahan.11

f. Wanita murtad
Tidak boleh bagi seseorang menikahi wanita yang keluar dari agama
Islam, ia tidak beragama karena tidak menetap pada agamanya. Ia bukan
muslim karena ia tidak lebih sebagai orang kafir seperti

11
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, ....hlm
168-170

18
watsaniyah(penyembah berhala). Ia tidak tergolong orang kafir karena
masih ada hubungan dengan islam dan tidak tergolong orang murtad.
Sebagaimana orang murtad tidak boleh menikahi wanita muslimah, ia
tidak boleh menikahikitabiyah dan wanita murtadah sesamanya. Karena
pernikahan itu mempunyai karakter dan berindikasi agama, orang murtad
tidak beragama karena ia juga tidak berpendirian pada agamanya walaupun
telah berpindah agama samawi lain.12Bagi muslim halal menikahi wanita
kitabiyah yang disandarkan kepada agama samawi seperti yahudi dan
nasrani, demikian menurut jumhur fuqaha’, karena firman Allah dalam surat
Al- Maidah, ayat 5 yang artinya “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang
baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu
halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan
dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatandiantara wanita-
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu..”
Arti ayat di atas memberikan penjelasan tentang halalnya wanita yang
terpelihara dari pada wanita mukminah dan kitabiyah. Para sahabat sepakat
diperbolehkannya hal tersebut kecuali Abdullah bin Umar. Sisi perbedaan
antara wanita musyrikah dan kitabiyah, musyrikah tidak pernah bertemu
dengan muslim. Tidak sama aqidahnya dalam Islam, baik sedikit atau
banyak, sementara kitabiyah bertemu dnegan Islam bahwa ia agama samawi
dan dasar-dasar agama samawi juga satu.

g. Perempuan yang terpelihara


Perempuan yang terpelihara yaitu perempuan yang bersuami, sehingga
ia dicerai atau menjadi janda dan habis masa iddah-nya.

12
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqh Wanita, (Jakarta: Al- Kautsar,
2008) hlm. 415

19
h. Perempuan-perempuan yang terkena li’an.
Sesungguhnya ia haram atas suaminya yang menjatuhkan li’an
atasnya selamanya menurut pendapat yang kuat, berdasarkan ucapan
Rasulullah atas suami istri setelah melakukan li’an. Tidak Ada jalan bagimu
atasnya.13

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkawinan yang terlarang yaitu bentuk-bentuk pernikahan yang tidak
boleh dilakukan.
1 Bentuk-bentuk Perkawinan yang Terlarang
a. Nikah syighar
b. Nikah tahlil
c. Nikah mut’ah
d. Nikah hubungan kekeluargaan karna Pernikahan
e. Nikah karna istri sudah ditalak 3
f. Nikah dengan wanita yang masih bersuami
g. Nikah dengan wanita pezina
h. Nikah dengan lebih dari 4 wanita
2 Wanita yang haram dinikahi
a. Keharaman Menikahi Wanita Secara Abadi (
Keharaman Mutlak)
a) Haram karena sebab nasab

13
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Dalam Islam,( Jakarta: Bumi Aksara, 1999)
hlm. 77

20
b) Haram karena sebab persusuuan
c) Perempuan-perempuan yang diharamkan karena
semenda(ikatan perkawinan)
b. Perempuan-perempuan yang diharamkan sementara.
a) Wanita-wanita yang dinikahi dan sesamanya
b) Wanita Tertalak Tiga Kali bagi suaminya
c) Poligami antara dua wanita mahram
d) Poligami melebihi empat orang wanita
e) Wanita yang bukan beragama samawi
f) Wanita murtad
g) Perempuan yang terpelihara,
h) Perempuan-perempuan yang terkena li’an
B. SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan semoga dapat memberi
manfaat bagi kita semua. Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah yang
kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan saran
serta kritikan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

21

Anda mungkin juga menyukai