Anda di halaman 1dari 4

Tanggung Jawab Ilmuwan

Ilmu merupakan hasil karya seorang ilmuwan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
luas. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya ilmiah itu akan
menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas. Maka jelaslah, jika ilmuwan
memiliki tanggung jawab yang besar bukan saja karena ia merupakan warga masyarakat,
melainkan karena ia juga memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku
ilmuwan tidak hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas
hasil penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab dalam
mengawal hasil penelitiannya agar tidak disalahgunakan.[1]
Ilmu menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Teknologi dan ilmu
pengetahuan dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi
juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Di sinilah pemanfaatan pengatahuan dan teknologi
perlu diperhatikan sebaik-baiknya.
Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berati ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat dan martabat
manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertangung jawab pada kepentingan umum dan
generasi mendatang, serta bersifat universal karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah untuk mengambangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk
menghancurkan eksistensi manusia.
Kadang-kadang, tanggung jawab keilmuan tidak disebabkan oleh ilmu itu sendiri,
misalnya; dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti; bencana alam,
keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya. Tanggung jawab keilmuan bukan
saja dalam arti yang normative, misalnya berkaitan dengan aspek moral yang bersifat
legalistik saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Misalnya, tanggung jawab keilmuan
dalam menyelasaikan berbagai bentuk akibat perubahan sosial yang berdampak terhadap
tatanan moral masyarakat. Jadi, tanggungjawab keilmuan juga memilki arti, mendudukkan
manusia pada kedudukan martabat dirinya, sehingga di satu sisi tidak diperalat oleh ilmu dan
ilmuwan demi mencapai prestise dan supremasi ilmu, atau di sisi lain, tidak tergilas oleh
kebodohan dan kemelaratan hidup karena lingkaran setan ketidaktahuan yang melilit dirinya.
Tanggung jawab mengandung makna penyebab (kausalitas), dalam arti "bertanggung
jawab atas". Tanggung jawab dalam arti demikian berarti; apa yang harus ditanggung.
Subyek yang menyebabkan dapat diminta pertanggungjawabannya, meskipun permasalahan-
permasalahan tersebut tidak disebabkan oleh ilmu atau ilmuwan itu sendiri. Aspek tanggung
jawab sebagai sikap dasar keilmuan, dengan ini, telah menjadi satu dalam kehidupan
keilmuan itu sendiri dan sulit dipisahkan. Tanggung jawab keilmuan, tidak dapat dipisahkan
dari perkembangan pengetahuan maupun keilmuan dari abad ke abad.[4]
Berbicara mengenai tangung jawab ilmu adalah suatu cara tak langsung berbicara
tentang manusia yang mengpraktekan, menerapkan, dan menggunakan ilmu pengetahuan itu.
Kadang-kadang dapat pula terjadi tanggung jawab yang tak disebabkan oleh ilmu
pengetahuan, tetapi dilakukan oleh manusia tanpa mengikutsertakan ilmu
pengetahaun. Misalnya; dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti;
bencana alam, keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya.
Tanggung jawab keilmuan menyangkut, baik masa lalu, masa kini, maupun masa
depan. Alasannya, karena penanganan ilmu atas realitas selalu cenderung berat sebelah.
Kenyataan tersebut telah banyak berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan kosmos
(alam) seperti; pembasmian kimiawi dari hama tanaman, sistem pengairan, keseimbangan
jumlah penduduk, dan sebaginya. Juga, hal itu menyangkut gangguan terhadap tatanan sosial
dan keseimbangan sosial. Artinya, ilmu lah yang telah mengemukakan bahwa tatanan alam
dan masyarakat harus diubah dan dikembangkan maka ilmu pula lah yang bertanggung jawab
menjaganya agar dapat diubah dan dikembangkan dalam sebuah tatanan yang baik, demi
konseistensi kehidupan, regulasi historis, dan keberlanjutan ekologis.[5]
1.      Bentuk-Bentuk Tanggung Jawab Ilmuwan
a.       Tanggung jawab sosial
Seorang imuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di bahunya. Bukan
saja karena dia adalah warga masyarakat yang berkepentingannya terlibat secara langsung di
masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam
kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada
penealaahan dal ilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk
keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.[6]
Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk
mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial. Ilmuwan mempunyai
kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah
dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberi perspektif yang benar,
untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat
dimungkinkan.[7]
Dengan kemapuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat memengaruhi opini
masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogianya mereka sendiri. Dalam hal ini,
berbeda dengan saat menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis dan esoterik, dia harus
berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja
mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.
Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan yaitu dalam bidang etika. Dalam
bidang etika ilmuwan harus memosisikan dirinya sebagai pemberi contoh. Seorang ilmuwan
haruslah bersifat objektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang lain, kukuh dalam
pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua sifat ini serta sifat lainnya
merupakan implikasi etis dari berbagai proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada
hakikatnya merupakan manusia yang biasa berpikir dengan teratus dan teliti. Seorang
ilmuwan tidak menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang
cermat. Di sinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang
awam. Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang
menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada masyarakat
sekitarnya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang harus dibayar untuk
kekeliruan itu. Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuwan sebagai suri
teladan dalam masyarakat.[8]
Beberapa bentuk tanggung jawab sosial ilmuwan, yaitu:[9]
1)      Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang
akan berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat.
2)      Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat yang mana dimasyarakat
tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu merumuskan
jalan keluar dari permasalahan sosial tersebut.
3)      Seorang ilmuwan harus mampu menjadi media dalam rangka penyelesaian permasalahan
sosial dimasyarakat yang mana masyarakat yang terdiri dari keanekaragaman ras, agama,
etnis dan kebudayaan sehingga berpotensi besar untuk timbulnya suatu konflik.
b.      Tanggung jawab moral
Tanggung jawab moral tidak dapat dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu
sendiri sebagi seorang manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga
pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan
keputusan serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan
untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. para ilmuwan sebagai orang yang
profesional dalam bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral khusus sebagai ilmuwan.
Moral inilah di dalam filsafat ilmu disebut sikap ilmiah.[10]
Sikap yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan, antara lain:[11]
1)      Tidak ada rasa pamrih, yaitu suatu sikap yang diarahka untuk mencapai pengetahuan ilmiah
yang objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.
2)      Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang bertujuan agar para imuawan mampu mengadakan
pemilihan terhadap berbagai hal yang dihadapi.
3)      Seoarang ilmuwan sangat menghargai terhadap segala pendapat yang dikemukakan oleh
orang lain, oleh para ilmuwan lainnya, memiliki keyakinan yang kuat terhadap kenyataan
maupun terhadap alat indera serta budi, adanya sikap yang positif terhadap setiap pendapat
atau teori terdahulu telah memberikan inspirasi bagi terlaksanya penelitian dan pengamatan
lebih lanjut.
4)      Seorang ilmuan juga memilki rasa tidak puas terhapa penelitian yang telah dilakukan
sehingga dia terdorong untuk terus melakukan riset atau penelitian.
5)      Seorang ilmuwan harus memilki akhlak atau sikap etis yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu untuk kebahagian manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa
dan negara. Akhlak dan sikap etis dalam mengembangkan ilmu untuk memiliki sopan santun
ilmiah yaitu dengan berhati-hati dalam mengeluarkan pendapat, dan kalau teryata dia salah
maka harus segera menyadari dan mengklasifikasi kesalahan tersebut.
c.       Tanggung jawab etika
Kemudian tanggung jawab yang berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang
ilmuwan yang berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan, standar
atau ukuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral (Kode
Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk. Misalnya saja tanggung jawab etika
ilmuwan yang berkenaan dengan penulisan karya ilmiah, maka kode etik pada penulisan
karya ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut:
1)      Obyektif(berdasarkan kondisi faktual)
2)      Up to date(yang ditulis merupakan perkembangan ilmu paling akhir)
3)      Rasional(berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-balik)
4)      Reserved(tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak bermotif pribadi)
5)      Efektif dan efisien(tulisan sebagai alat komunikasi yang berdaya tariktinggi).
Tugas keilmuan menghimbau pada sebuah tanggung jawab professional yang
memadai. Tanggung jawab profesional keilmuan mengandaikan bahwa seorang ilmuwan
harus menjadi ahli dan terampil dalam bidangnya, jadi bukan sekedar hobi. Tanggung jawab
professional keilmuan mengacu pada bidang keilmuan yang digeluti sebagai panggilan tugas
pokok atau profesi keilmuannya. Tanggung jawab professional menunjuk pula pada
penghasilan atau upah yang diperoleh berdasarkan tingkat kepakaran (pengetahaun dan
ketrampilan) yang dimiliki dalam bidang keilmuannya. Profesional merupakan kata atau
istilah yang umumnya diliputi sebuah citra diri yang berbauh sukses, penuh percayadiri,
berkompeten, bekerja keras, efisien, dan produktif. Tanggung jawab profesional keilmuan
menunjuk pada gambaran diri seseorang berdisiplin, kerasan, dan sibuk dalam pekerjaan
keilmuannya. Disiplin dan kerasan merupak sebuah paham yang membedakan secara radikal
seorang ilmuwan sejati dengan orang yang suka malas, santai, dan seenaknya dalam sebuah
tugas keilmuan.

Menurut Abbas Hama (dikutip Surajiyo, 2008:153) Para ilmuwan sebagai orang yang professional
dalam bidang keilmuwan sudah barang tentu mereka juga memiliki visi moral, yaitu moral khusus
sebagai ilmuwan. Moral inilah didalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. Menurut Abbas
(dikutip Surajiyo, 2008:156) sedikitnya ada enam sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan
yaitu :

1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap diarahkan untuk mencapai
pengetahuan ilmiah yang objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.

2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan Mampu mengadakan
pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi
yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara penyimpulan yang satu cukup berbeda
walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.

3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indra serta
budi (mind).

4. Adanya sikap yang mendasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.

5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian
yang telah dilakukan, sehingg selalu ada dorongan untuk riset dan riset sebagai aktivitas yang
menonjol dalam hidupnya.

6. Harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk
kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan
negara.

Anda mungkin juga menyukai