Anda di halaman 1dari 17

1.

IDEALISME

Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil
dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam filsafat mempunyai
arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis itu
dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:Seorang yang menerima ukuran moral yang
tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;Orang yang dapat melukiskan dan
menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.

Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada kata
ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan
daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide,
pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi.

Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang diantara aspek-aspeknya adalah
perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang idealis akan berpendapat bahwa, terdapat
suatu harmoni yang dalam arti manusia dengan alam. Apa yang “tertinggi dalam jiwa” juga
merupakan “yang terdalam dalam alam”. Manusia merasa ada rumahnya dengan alam; ia
bukanlah orang atau makhluk ciptaan nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang logis dan
spiritual; dan hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak rill, jiwa adalah bagian yang sebenarnya
dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktivis, akal,
jiwa, atau perorangan. Manusia sebagai satuan bagian dari alam menunjukkan struktur alam
dalam kehidupan sendiri.

Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama
dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi adalah
suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorangakanmemikirkan materi
dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai
itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.

Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia ada karena
ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih
dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka peralatan yang
digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan panca
indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal dan budilah yang
menentukan kualitas manusia.

a.Jenis-Jenis Idealisme
Sejarah idealisme cukup berliku-liku dan meluas karena mencakup berbagai teori yang berlainan
walaupun berkaitan. Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif, idealisme objektif,
dan idealisme personal.

1. Idealisme Subjektif

Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang
timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau
idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari
dirinya sendiri atau ide manusia.

Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang dari inggris yang bernama George
Berkeley (1684-1753 M). Menurut Berkeley, segala sesuatu yang tertangkap oleh
sensasi/perasaan kita itu bukanlah materi yang real dan ada secara objektif.

2. Idealisme Objektif

Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia. Idealisme
objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam susunan alam.

Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari
ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan
materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia
alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.

Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi dunia dalam dua bagian.
Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret ini adalah temporal dan rusak; bukan dunia yang
sesungguhnya, melainkan bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat alam di atas alam
benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi yang abadi.

3. Idealisme Personal (personalisme)

Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya.


Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik dan idealisme monistik.
Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses
pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.

b. Tokoh-Tokoh Idealisme
1. J.G. Fichte (1762-1814 M)

Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780-1788.
Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk
memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang
dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang
disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.

Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan pertama ialah “saya yang sedang
berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai tesis. Tetapi subjek memerlukan objek, seperti
tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan antitesis. Subjek dan objek yang
dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu yang ada berasal dari tindak perbuatan
sang Aku.

2. G.W.F Hegel (1798-1857 M)

Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770. Ayahnya adalah seorang
pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel dan ibunya yang tidak terkenal itu bernama
Maria Magdalena. Pada usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian gymnasium. Hegel
muda ini tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun ia memasuki Universitas
Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi seorang tutor, selain mengajar di Yena.
Pada usia 41 tahun ia menikah dengan Marie Von Tucher. Karirnya selain menjadi direktur
sekolah menengah, juga pernah menjadi redaktur surat kabar. Ia diangkat menjadi guru besar di
Heidelberg dan kemudian pindah ke Berlin hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin (1830).

Pokok-Pokok Pikiran (Filsafat) Hegel

Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua pemikirannya tidak terlepas dari
ide mutlak, baik berkenaan dari sistemnya, proses dialektiknya, maupun titik awal dan titik akhir
kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah filsafatnya disebut filsafat idealis, suatu filsafat yang
menetapkan wujud yang pertama adalah ide (jiwa).

a. Rasio, ide, dan roh

Hegel sangat mementingkan rasio, tentu saja karena ia seorang idealis. Yang dimaksud olehnya
bukan saja rasio pada manusia perseorangan, tetapi rasio pada subjek absolut karena Hegel juga
menerima prinsip idealistik bahwa realitas seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu subjek.
Dalil Hegel yang kemudian terkenal berbunyi: “ Semua yang real bersifat rasional dan semua
yang rasional bersifat real.” Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas
seluruhnya adalah proses pemikiran (idea, menurut istilah Hegel) yang memikirkan dirinya
sendiri. Atau dengan perkataan lain, realitas seluruhnya adalah Roh yang lambat laun menjadi
sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja beraksi terhadap kecenderungan
intelektual ketika itu yang mencurigai rasio sambil mengutamakan perasaan.

Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya.
Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret,
kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit (dunia roh),
yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan
esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia.

Demi alam kembalilah idea atau roh kepada diri sendiri. Dalam fase ini, mula-mula roh
itu merupakan roh subjektif, kemudian roh objektif, dan akhirnya roh mutlak.

Sebagai roh subjektif, roh itu mengenal dirinya dan merupakan tiga tingkatan:
antropologi, fenomologi, dan psikologi. Dalam antropologi, kenalah roh itu akan dirinya dalam
penjelmaan pada alam. Dalam fenomenologi, kenalah dia akan dirinya dalam perbedaannya
dengan alam. Adapun pada psikologi, roh mengenal dirinya dalam kemerdekaan terhadap alam,
mula-mula teoritis, kemudian praktis dan akhirnya merdekalah roh itu.

Maka meningkatlah kepada roh objektif. Roh objektif ini roh mutlak yang menjelma pada
bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia, hak dan hukum kesusilaan dan kebajikan. Dalam hak
dan hukum terdapat penjelmaan roh merdeka itu pada hukum-hukum umum. Di samping itu
adalah kesusilaan yang merupakan kebatinan. Pada sintesis keduanya itu terlahirlah kebajikan.

Sampailah sekarang kepada roh mutlak. Roh mutlak itu ialah idea yang mengenal dirinya dengan
sempurna itu merupakan sintesis dari roh subjektif dan objektif. Tak ada lagi, pertentangan
antara subjek dan objek antara berpikir dan ada.

Oleh karena roh mutlak ini sebenarnya gerak juga, maka dia menunjukkan perkembangan juga:
seni (tesis), agama (antitesis) dan kemudian filsafat (sintesis). Seni itu memperlihatkan idea
dalam pandangan indera terhadap dunia, objeknya masih di luar subjek. Adapun agama tidak lagi
mempunyai subjek di luar objek, melainkan di dalamnya. Tetapi segala pengertian dan gambaran
agama itu dianggap ada. Filsafat akhirnya merupakan sintesis dari seni dan agama merupakan
paduan yang lebih tinggi. Di sinilah idea mengenal dirinya dengan sempurna. Dalam sejarah
filsafat ternyata benar gerak idea itu, yaitu tesis, antitesis, dan akhirnya sintesis. Misalnya:
Parmenides (tesis), Heraklitos (antitesis), dan Plato (sintesis).

b. Dialektika

Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode. Yang


dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang
berlawanan.
Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi antitesis (fase
kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam sintesis itu, tesis dan antitesis
menghilang. Dapat juga tidak menghilang, dia masih ada, tetapi sudah diangkat pada tingkat
yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh
antitesis baru, dan menghasilkan sintesis baru lagi, dan seterusnya.

Tesis adalah pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang dikemukakan, lalu
antitesis adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan. Sedangkan sintetis adalah paduan
(campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras.

Contoh tesis, antitesis, dan sintesis.

1. Yang “ada” (being) merupakan tesis kemudian berkontraksi dengan “tak ada” (not being)
sebagai antitesis, kemudian menghasilkan menjadi (becoming) sebagai sintesis.

2. Dalam keluarga, suami-istri adalah dua makhluk berlainan yang dapat berupa tesis dan
antitesis. Anak dapat merupakan sintesis yang mendamaikan tesis dan antitesis.

3. Mengenai bentuk Negara

Tesis : Negara diktator. Di Negara ini hidup kemasyarakatan diatur dengan baik, tetapi
para warganya tidak mempunyai kebebasan apapun juga.

Antitesis : Negara anarki. Dalam Negara anarki para warganya mempunyai kebebasan
tanpa batas, tetapi hidup kemasyarakatan menjadi kacau.

Sintesis : Negara konstitusional. Sintesis ini mendamaikan antara pemerintahan diktator


dengan anarki menjadi demokrasi.

2. MATERIALISME

Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari segala
sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya
adalah metafisika materialisme.
Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan
faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau
penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain
materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah
pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang
sedang bergerak.

Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-karakteristik pikiran dan tidak
ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab
materi atau natura dan dunia fisik. Beberapa tokoh pemikir materialisme, antara lain :

a. Karl Marx (1818-1883)

Marx lahir di Trier Jerman pada tahun 1818.ayahnya merupakan seorang Yahudi dan pengacara
yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam tahun. Setelah dewasa
Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian Berlin. Ia memperoleh gelar
doktor dengan desertasinya tentang filsafat Epicurus dan Demoktirus. Kemudian, ia pun menjadi
pengikut Hegelian sayap kiri dan pengikut Feurbach. Dalam usia dua puluh empat tahun, Marx
menjadi redaktur Koran Rheinich Zeitung yang dibrendel pemerintahannya karena dianggap
revolusioner.

Setelah ia menikah dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan disinilah ia
bertemu dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx dan Engels bergabung
dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah, mereka mencetuskan Manifesto
Komunis (1848).

Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal yang
fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik atau teologi yang berlebihan,
melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas, perjuangan kelas
yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa disebut kelas borjuis. Pada
puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut Marx adalah
masyarakat komunis.

b. Thomas Hobbes (1588-1679 M)

Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh karena keduanya
hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme menyangkal adanya
ruang mutlak lepas dari barang-barang material.

c. Hornby (1974)

Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing exist (teori atau
kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).

Sebagian ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa yang ada
hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran memang ada, tetapi
adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi. Materialisme juga berarti bahwa materi
dan alam semesta tidak memiliki karakteristik pikiran, seperti tujuan, kesadaran, niat, tujuan,
makna, arah, kecerdasan, kemauan atau upaya. Jadi, materialisme tidak mengakui adanya entitas
nonmaterial, seperti roh, hantu, malaikat. Materialisme juga tidak mempercayai adanya Tuhan
atau alam supranatural. Oleh sebab itu, penganut aturan ini menganggap bahwa satu-satunya
realitas yang ada hanyalah materi. Segala perubahan yang tercipta pada dasarnya berkausa
material. Pada ekselasi material menjadi suatu keniscayaan pada being of phenomena. Pada
akhirnya dinyatakan bahwa materi dan segala perubahannya bersifat abadi.

d. Van Der Welj (2000)

Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa materialisme ini
terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukum-hukum fisika-kimiawi.
Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan berasal dari himpunan atom-atom tertinggi.
Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh sebenarnya hanya setumpuk fungsi kegiatan dari
otakyang bersifat sangat organik-materialistis.

Macam-Macam Materialisme :

1. Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh realitas


dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah);
2. Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan bahwa
peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang mengungguli manusia. Misteri itu tidak
berkaitan dengan prinsip immaterial.
3. Materialisme parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu yang
material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
4. Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa itu
tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau perubahan-
perubahan fisik-kimiawi materi;
5. Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas seluruhnya
terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat dijabarkan
kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsif di materialisme dialektik
adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu, perubahan dalam materi dapat
menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau dengan kata lain kehidupan berasal dari
materi yang mati. Semua makhluk hidup termasuk manusia berasal dari materi yang mati,
dengan proses perkembangan yang terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki
kehidupan. Oleh karena itu kalau manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada
yang disebut dengan ke hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai
asas-asas, yaitu :

 Asas gerak;
 Asas saling berhubungan;
 Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
 Asas kontradiksi intern.
1. Materialisme historis. Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat sejarah
terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan materialisme histories
secar bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut sejarah rohani
dan perkembangan manusia hanya merupakan dampak dan refleksi-refleksi aktivitas
ekonomis manusia. Materialisme historis ini berdasarkan dialektik, maka semua asas
materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme histories.
2. Materialisme sebagai teori menyangkal realitas yang bersifat ruhaniah, sedangkan
materialisme metode mencoba membuat abstraksi hal-hal yang bersifat imaterial.

3. EKSISTENSIALISME

Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak
sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, ada sesuatu
yang disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama
menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral Namun tidak ada salahnya, untuk
memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, berikut akan dipaparkan
pengertiannya.

Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti
keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia
berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da
artinya di sana, sein artinya berada).

Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa
ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia
selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu
dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.

Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu kiranya dibedakan
dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti
arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada
manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon juga. Akan
tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia mengalami beradanya di
dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi
dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di
antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai
subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut
obyek.

a.Latar Belakang Lahirnya Eksistensialisme


Filsafat eksistensialisme adalah salah satu aliran filsafat yang mengguncangkan dunia walaupun
filsafat ini tidak luar biasa dan akar-akarnya ternyata tidak dapat bertahan dari berbagai kritik.

Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya
meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Dengan
demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga filsafat
eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah
ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:

1. Materialisme

Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu
dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda, akan
tetapi mereka mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada dasarnya, pada
instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi; betul-
betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada
eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.

2. Idealisme

Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran; menempatkan
aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan
dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.

3. Situasi dan Kondisi Dunia

Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang
secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku
manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh
imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi.
Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami krisis, bahkan manusianya
sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan di tempat lain dianggap tidak
mampu memberikan makna pada kehidupan.

b. Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Ajarannya

Tokoh-tokoh eksistensialisme ini cukup banyak, di antaranya: Kierkegaard, Friedrich Nietzsche,


Karl Jaspers, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, dan Sartre. Namun dalam makalah ini penulis
membatasi pada dua tokoh ini yang dipandang mewakili tokoh-tokoh lainnya, yaitu Soren Aabye
Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.
1. Soren Aabye Kierkegaard

Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya
berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas Kopenhagen. Ia
menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di Universitas tersebut. Dalam kurun
waktu ini ia apatis terhadap agama, ingin hidup bebas dari lingkungan aturan agama. Setelah
mengalami masa krisis religius, ia kembali menekuni ilmu pengetahuan dan menjadi Pastor
Lutheran.

Pada tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet Ironi (The
Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan kecemerlangan pemikirannya.
Ia mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel yang bersifat umum. Karya agungnya
terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript) tahun
1846, mengungkapkan ajaran-ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek. Karya-karya
lainnya adalah Enten Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku yang
bernada kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847, Christelige Taler
(Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death) tahun 1948).
Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:

a. Tentang Manusia.

Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang “bereksistensi” bersama
dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius seperti iman, pilihan, keputusasaan, dan
ketakutan. Pandangan ini berpengaruh luas sesudah tahun 1918, terutama di Jerman. Ia
mempengaruhi sejumlah ahli teologi protestan dan filsuf-filsuf eksistensial termasuk Barh,
Heidegger, Jaspers, Marcel, dan Buber.

Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan pokok dalam hidup; apakah artinya menjadi
seorang Kristiani? Dengan tidak memperlihatkan “wujud” secara umum, ia memperhatikan
eksistensi orang sebagai pribadi. Ia mengharapkan agar kita perlu memahami agama Kristen
yang otentik. Ia berpendapat bahwa musuh bagi agama Kristiani ada dua, yaitu filsafat Hegel
yang berpengaruh pada saat itu. Baginya, pemikiran abstrak, baik dalam bentuk filsafat
Descartes atau Hegel akan menghilangkan personalitas manusia dan membawa kita kepada
kedangkalan makna kehidupan. Dan yang kedua adalah konvensi, khususnya adat kebiasaan
jemaat gereja yang tidak berpikir secara mendalam, tidak menghayati agamanya, yang akhirnya
ia memiliki agama yang kosong dan tak mengerti apa artinya menjadi seorang kristiani.

Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena
Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang
sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”,
tetapi sebagai “aku individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam
sesuatu yang lain. Kierkegaard sangat tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan agama
Kristen sebagai agama yang masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai pembelaan terhadap
agama Kristiani yang menggunakan alasan-alasan obyektif.
Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani, khususnya gereja-gerejanya, pendeta-
pendetanya, dan ritus-ritus (ibadat-ibadat)nya sangat mistis. dia tidak menerima faktor perantara
seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi penengah antara seorang yang percaya dan
Tuhan Yang Maha Kuasa.

b. Pandangan tentang Eksistensi

Kierkegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi dengan mengajukan pernyataan ini; bagi
manusia, yang terpenting dan utama adalah keadaan dirinya atau eksistensi dirinya. Eksistensi
manusia bukanlah statis tetapi senantiasa menjadi, artinya manusia itu selalu bergerak dari
kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini sebagai sesuatu yang mungkin, maka
besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena manusia itu memiliki kebebasan, maka gerak
perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri. Eksistensi manusia justru
terjadi dalam kebebassannya. Kebebasan itu muncul dalam aneka perbuatan manusia. Baginya
bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan bagi hidupnya.
Konsekuensinya, jika kita tidak berani mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kita
tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya.Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu
estetis, etis, dan rligius.
· Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam lingkungan dan
masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati manusia sepuasnya. Di sini
eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan
pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya
keyakinan akan iman yang menentukan.
· Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga memperhatikan dunia
batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong pada hal-hal yang konkrit
saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai
contoh untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur perkawinan (etis).
· Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi sudah menembus
inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut, yaitu Tuhan. Semua yang
menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk
religius hanya dapat dijembatani lewat iman religius.

2. Jean Paul Sartre

Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari keluarga
Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang
guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya
meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh
kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan
bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak
inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup masa kanak-
kanaknya.

Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi katolik,
namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun. Ia atheis. Ia
memngaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia
berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia menginginkan untuk
menghabiskan hidupnya sebagai pengarang.

Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah.
Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis
saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum
kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir
yang memuja idealisme.

Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode ini ia bertemu
dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi dalam mengungkapkan
filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui karya-karya novel dan tulisan
dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat terkenal adalah Being and notthingness,
buku ini membicarakan tentang alam dan bentuk eksistensinya.

Eksistensialisme dan Humanism yang berisi tentang manusia. Ia juga termasuk tokoh yang
membantu gerakan-gerakan haluan kiri dan pembela kebebasan manusia. Dengan lantang ia
mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai sandaran keagamaan atau tidak dapat
mengendalikan pada kekuatan yang ada di luar dirinya, manusia harus mengandalkan kekuatan
yang ada dalam dirinya. Karya-karya yang lain adalah Nausea, No Exit, The Files, dan The
Wall.Ide-ide pokok Sartre adalah sebagai berikut:

a. Tentang Manusia

Bagi Sartre, manusia itu memiliki kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan kemauan dan
tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak mengandung arti dan bahkan mungkin tidak
masuk akal. Tetapi yang jelas, manusia dapat hidup dengan aturan-aturan integritas, keluhuran
budi, dan keberanian, dan dia dapat membentuk suatu masyarakat manusia. Dalam novel semi-
otobiografi La Nausee (1938) dan essei L’Eksistensialisme est un Humanism (1946), ia
menyatakan keprihatinan fundamental terhadap eksistensi manusiawi dan kebebasan kehendak.
Menurutnya, manusia tidak memiliki apa-apa sejak ia lahir. Dan sepertinya, dari kodratnya
manusia bebas dalam pilihan-pilihan atas tindakannya atau memikul beban tanggung jawab.

Sartre mengikuti Nietzsche yakni mengingkari adanya Tuhan. Manusia tak ada hubungannya
dengan kekuatan di luar dirinya. Ia mengambil kesimpulan lebih lanjut, yakni memandang
manusia sebagai kurang memiliki watak yang semestinya. dia harus membentuk pribadinya dan
memilih kondisi yang sesuai dengan kehidupannya. Maka dari itu “tak ada watak manusia”, oleh
karena tak ada Tuhan yang memiliki konsepsi tentang manusia. Manusia hanya sekedar ada.
Bukan karena ia itu sekedar apa yang ia konsepsikan setelah ada—seperti apa yang ia inginkan
sesudah meloncat ke dalam eksistensi”. Sartre mengingkari adanya bantuan dari luar diri
manusia. Manusia harus bersandar pada sumber-sumbernya sendiri dan bertanggung jawab
sepenuhnya bagi pilihan-pilihannya. Karena itu bagi Sartre, pandangan eksistensialis adalah
suatu doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialime mengajarkan bahwa tiap
kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan subyektifitas manusia.

b. Kebebasan
Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep kebebasan. Ia mendefinisikan manusia
sebagai kebebasan. Sartre memberikan perumusan bahwa pada manusia itu eksistensi
mendahului esensi, maksudnya setelah manusia mati baru dapat diuraikan ciri-ciri seseorang.
Perumusan ini menjadi intisari aliran eksistensialisme dari Sartre.

Kebebasan akan memberi rasa hormat pada dirinya dan menyelamatkan diri dari sekedar menjadi
obyek. Kebebasan manusia tampak dalam rasa cemas. Maksudnya karena setiap perbuatan saya
adalah tanggung jawab saya sendiri. Bila seseorang menjauhi kecemasan, maka berarti ia
menjauhi kebebasan. Kebebasan merupakan suatu kemampuan manusia dan merupakan sifat
kehendak. Posisi kebebasan itu tidak dapat tertumpu pada sesuatu yang lain, tetapi pada
kebebasan itu sendiri.

Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan keadaan masyarakat dan satu-satunya
filsafat yang benar dan definitif. Filsafat Mark telah memberikan kesatuan konkrit dan dialektis
antara ide-ide dengan kenyataan pada masyarakat. Mark telah menekankan konsep keberadaan
sosial ketimbang kesadaran sosial. Dan bagi Sartre, Mark adalah seorang pemikir yang berhasil
meletakkan makna yang sebenarnya tentang kehidupan dan sejarah. Meski demikian, Sartre tidak
menganggap pemikiran Mark sebagai akhir suatu pandangan filsafat, karena setelah cita-cita
masyarakat tanpa kelas versi Mark terbentuk, maka persoalan filsafat bukan lagi soal kebutuhan
manusia akan makan dan pakaian, tetapi persoalan filsafat mungkin dengan memunculkan tema
yang baru, seperti soal kualitas hidup manusia masa depan. Tetapi pemikiran Mark itu dinilai
relevan untuk masa kini.

4. Monisme

Monisme (monism) berasal dari kata Yunani yaitu monos (sendiri, tunggal) secara istilah
monisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa unsur pokok dari segala sesuatu adalah
unsur yang bersifat tunggal/ Esa. Unsur dasariah ini bisa berupa materi, pikiran, Allah, energi dll.
Bagi kaum materialis unsur itu adalah materi, sedang bagi kaum idealis unsur itu roh atau ide.
Orang yang mula-mula menggunakan terminologi monisme adalah Christian Wolff (1679-1754).
Dalam aliran ini tidak dibedakan antara pikiran dan zat. Mereka hanya berbeda dalam gejala
disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Ibarat zat dan energi
dalam teori relativitas Enstein, energi hanya merupakan bentuk lain dari zat.Atau dengan kata
lain bahwa aliran monisme menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan yang fundamental.

Adapun para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran ini antara lain: Thales (625-545 SM), yang
menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu subtansi yaitu air. Pendapat ini yang
disimpulkan oleh Aristoteles (384-322 SM) , yang mengatakan bahwa semuanya itu air. Air yang
cair itu merupakan pangkal, pokok dan dasar (principle) segala-galanya. Semua barang terjadi
dari air dan semuanya kembali kepada air pula. Bahkan bumi yang menjadi tempat tinggal
manusia di dunia, sebagaian besar terdiri dari air yang terbentang luas di lautan dan di sungai-
sungai. Bahkan dalam diri manusiapun, menurut dr Sagiran, unsur penyusunnya sebagian besar
berasal dari air. Tidak heran jika Thales, berkonklusi bahwa segala sesuatu adalah air, karena
memang semua mahluk hidup membutuhkan air dan jika tidak ada air maka tidak ada kehidupan.
Sementara itu Anaximandros (610-547 SM) menyatakan bahwa prinsip dasar alam haruslah dari
jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang disebutnya sebagai apeiron yaitu suatu zat yang
tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan dan tidak ada persamaannya dengan
suatu apapun. Berbeda dengan gurunya Thales, Anaximandros, menyatakan bahwa dasar alam
memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air.
Karena menurutnya segala yang tampak (benda) terasa dibatasi oleh lawannya seperti panas
dibatasi oleh yang dingin. Aperion yang dimaksud Anaximandros, oleh orang Islam disebutnya
sebagai Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa pendapat Anaximandros yang mengatakan bahwa
terbentuknya alam dari jenis yang tak terbatas dan tak terhitung, dibentuk oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Hal ini pula yang dikatakan Ahmad Syadali dan Mudzakir (1997) bahwa yang
dimaksud aperion adalah Tuhan.

Anaximenes (585-494 SM), menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah satu yang ada dan
tampak (yang dapat diindera). Barang yang asal itu yaitu udara. Udara itu adalah yang satu dan
tidak terhingga. Karena udara menjadi sebab segala yang hidup. Jika tidak ada udara maka tidak
ada yang hidup. Pikiran kearah itu barang kali dipengaruhi oleh gurunya Anaximandros, yang
pernah menyatakan bahwa jiwa itu serupa dengan udara. Sebagai kesimpulan ajaranya dikatakan
bahwa sebagaimana jiwa kita yang tidak lain dari udara, menyatukan tubuh kita. Demikian udara
mengikat dunia ini menjadi satu. Sedang filsuf moderen yang menganut aliran ini adalah B.
Spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan
diidentikan dengan alam (naturans naturata).

5. DUALISME

Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme adalah ajaran yang
menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak belakang. Masing-
masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi, misalnya substansi adi kodrati dengan
kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan dll. Ada pula yang
mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan antara idealisme dan
materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber
yaitu hakikat materi dan ruhani.

Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran bahwa segala sesuatu
yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi yang berdiri sendiri-sendiri. Orang yang
pertama kali menggunakan konsep dualisme adalah Thomas Hyde (1700), yang mengungkapkan
bahwa antara zat dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif. Jadi adanya segala
sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran. Yang termasuk dalam aliran ini adalah Plato
(427-347 SM), yang mengatakan bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu
berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai
bayangan, hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia ini berubah-
ubah dan bermacam-macam sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari idea
yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya
yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).

Lebih lanjut Plato mengakui adanya dua substansi yang masing-masing mandiri dan tidak saling
bergantung yakni dunia yang dapat diindera dan dunia yang dapat dimengerti, dunia tipe kedua
adalah dunia idea yang bersifat kekal dan hanya ada satu. Sedang dunia tipe pertama adalah
dunia nyata yang selalu berubah dan tak sempurna. Apa yang dikatakan Plato dapat dimengerti
seperti yang dibahasakan oleh Surajiyo (2005), bahwa dia membedakan antara dunia indera
(dunia bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio manusia). Rene Descartes
(1596-1650 M) seorang filsuf Prancis, mengatakan bahwa pembeda antara dua substansi yaitu
substansi pikiran dan substansi luasan (badan). Jiwa dan badan merupakan dua sebstansi terpisah
meskipun didalam diri manusia mereka berhubungan sangat erat.

Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara substansi pikiran dan substansi keluasan
(badan). Maka menurutnya yang bersifat nyata adalah pikiran. Sebab dengan berpikirlah maka
sesuatu lantas ada, cogito ergo sum! (saya berpikir maka saya ada). Leibniz (1646-1716) yang
membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Immanuel Kant (1724-
1804) yang membedakan antara dunia gejala (fenomena) dan dunia hakiki (noumena).

6. PLURALISME

Pluralisme (Pluralism) berasal dari kata Pluralis (jamak). Aliran ini menyatakan bahwa realitas
tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak substansi yang bersifat
independen satu sama lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada dasarnya tidak memiliki
kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional, fundamental.

Didalamnya hanya terdapat pelbagi jenis tingkatan dan dimensi yang tidak dapat diredusir.
Pandangan demikian mencangkup puluhan teori, beberapa diantaranya teori para filosuf yunani
kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari udara, tanah, api dan air. Dari pemahaman di atas
dapat dikemukakan bahwa aliran ini tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi
melainkan banyak substansi, karena menurutnya manusia tidak hanya terdiri dari jasmani dan
rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang merupakan unsur substansial dari
segala wujud.

Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara lain: Empedakles (490-430 SM), yang
menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur, yaitu api, udara, air dan tanah.
Anaxogoras (500-428 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari unsur-unsur yang
tidak terhitung banyaknya, sebab jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh suatu tenaga
yang dinamakannodus yaitu suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan
mengatur.

BAB III
KESIMPULAN

 idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil
dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
 Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme subjektif, idealisme objektif, dan
idealisme personal.
 Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri. Sedangkan idealisme objektif adalah idealisme yang bertitik
tolak pada ide di luar ide manusia.
 Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya.
Personalisme muncul sebagai protes terhadap materialisme mekanik dan idealisme
monistik.
 Tokoh-tokoh idealisme diantaranya: Johann Gottlieb Fichte, Friedrich Wilhelm Josep
Schelling, dan George Wilhelm Friedrich Hegel.
 Proses dialektika menurut Hegel terdiri dari tiga fase, yaitu: Fase pertama (tesis)
dihadapi antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis).
 materialisme adalah keyakinan bahwa didunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang
sedang bergerak. Pernyataanya, bahwa roh keasadran dan jiwa hanyalah materi yang
sedang bergerak.

Materialisme : pikiran atau roh hanyalah materi yang sedang bergerak

 Eksistensialisme adalah paham filsafat yang memandang bahwa segala gejala


berpangkal pada eksistensi. Meski bermacam-macam pandangan dan metode dan sikap
dalam gerakan eksistensialisme, para filsuf dari kelompok ini senantiasa memperhatikan
kedudukan manusia. Titik sentral pembicaraan mereka adalah soal keterasingan manusia
dengan dirinya dan dengan dunia.
Gerakan eksistensialisme ini muncul sebagai protes atau reaksi dari aliran filsafat
terdahulu, yaitu materialisme dan idealisme serta situasi dan kondisi dunia pada
umumnya yang tidak menentu. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang
merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi.
Kierkegaard dan Sartre merupakan tokoh yang mewakili aliran eksistensialime ini. Dari
latar belakang yang berbeda yang satu agamawan dan lainnya atheis, mereka mengusung
konsep tentang keberdaan manusia sebagai subyek di dunia ini.
 Monisme, Dualisme dan Pluralisme, yang pada intinya masing-masing aliran memiliki
argumen yang rasional. Dari apa yang telah diuraikan, pendapat atau pemikiran masing-
masing filsuf dalam setiap aliran sangat dipengaruhi corak kehidupan atau latar belakang
hidupnya. Sebagai contoh Thales, karena dia seorang saudagar yang banyak berlayar
kenegeri Mesir, maka pemikiran yang diungkapkanya yaitu bahwa semuanya adalah air.
Karena hidup Thales kesehariannya tidak pernah luput dari air atau dengan kata lain
pengamatannya selalu dipenuhi dengan nuansa air. Mungkin alasan ini (corak pemikiran
yang dipengaruhi latar belakang kehidupan) tidak bisa digeneralisasikan terhadap
munculnya pemikiran-pemikiran para filosuf yang lain. Dari ketiga aliran yang telah
disebutkan seolah terdapat pertentangan yang begitu tajam tentang ”keadaanya”, tetapi
ketika direnungkan dan dipahami lebih dalam bahwasanya ketiga aliran tersebut sejatinya
bersifat komplementer, yang tidak mungkin meniadakan yang satu atas yang lainnya.
Mungkin seperti itu.

Anda mungkin juga menyukai