Anda di halaman 1dari 17

SOUL AND ITS

REALITY
NAMA ANGGOTA
Sonia Dhea Syaviettry(205110800111009)
Anyelir Viola Fatika (205110801111020)
Adhityo Omar Syarif (205110807111004)
Muh. Oktorio Tambasa (205110807111007)
Annisa Fitri Safara (205110807111005)
Muhammad Raihan (205110807111008)
Faizatinnisa (205110807111012)
Andin Okfitaningrum (205110800111010)
Riki Ari Pradana (205110801111014)
PENDAHULUAN
Paracelsus (1493-1541), seorang ahli mistik, menunjukan
bahwa dalam tubuh manusia terdapat magnet yang sama halnya
dengan bintang-bintang dapat mempengaruhi tubuh manusia
melalui pemancaran yang menembus angkasa. Dalam hubungan
itu, Van Helmont (1577-1644) mengemukakan doktrin animal
magnetism, yaitu “cairan yang bersifat magnetis dalam tubuh
manusia dapat dipancarkan untuk mempengaruhi badan, bahkan
jiwa orang lain."
DEFINISI JIWA MENURUT PARA TOKOH
Ibnu Sina

Jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri

dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa

manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan,

yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia

ini. Walaupun jiwa tidak mempunyai fungsi fisik.

Panca indera yang lima dan daya-daya batin dari

jiwa binatanglah, yang menolong jiwa manusia untuk

memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam

sekelilingnya.
DEFINISI JIWA MENURUT PARA TOKOH
Plato

Jiwa menepati dua dunia, yaitu dunia sensoris

(pengindaraan) dan dunia idia (yang sifat aslinya adalah

berpikir). Jiwa ialah bagian manusia yang tidak dapat

mati; setelah berulang kali dipenjarakan dalam badan

lewat inkarnasi, akhirnya jiwa itu, setelah disucikan

keselahannya sendiri, mencapai dunia yang lebih luhur,

dunia tempat kita memandang idea-idea yang murni abadi.

Jiwa hidup terus sesudah badan mati dan bahkan sudah ada

sebelum manusia lahir kembali dalam bentuk badan baru.


DEFINISI JIWA MENURUT PARA TOKOH

Aristoteles Socrates

Jiwa itu adalah intisari manusia, hakekat

Jiwa dan badan sangat erat hubungannya. Jiwa manusia sebagai pribadi yang bertanggung

berfungsi wujud (forma, bahasa latin) terhadap jawab. Oleh karna jiwa adalah intisari

badan; badan (materiah, bahasa latin), tak manusia, maka manusia wajib mengutamakan

dapat ada tanpa wujud, yaitu jiwa. kebahagiaan yang lahiriah, seperti umpamanya

kesehatan dan kekayaan. Manusia harus membuat

jiwa nya menjadi jiwa yang sebaik mungkin


Pendekatan-pendekatan Ilmiah Mengenai Jiwa Dalam Pandangan Plato

MENURUT PLATO:

Kebudayaan dari pandangan filosofis Plato harus didasarkan atas


pengetahuan ilmu tentang semesta alam. Manusia menerima ilmu
(insight) untuk menyempurnakan hakikat ontologis dari studi ilmu
matematika dan sintesis dialektik. Untuk mengenali pengetahuan
tentang manusia, perlu pendekatan yang tidak hanya dari analisis
individual subjektif, tetapi melalui penelitian objektif atas
kosmos natural dan kosmos politis.
Pendekatan-pendekatan Ilmiah Mengenai Jiwa Dalam Pandangan Plato

Kaum Sofis menerapkan maksim (pernyataan ringkas yang mengandung ajaran


atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia) Protagoras “bahwa
manusia adalah ukuran segala sesuatu” pada setiap individu daripada
manusia secara universal. Pernyataan ini menimbulkan persoalan akan
suatu ukuran universal atas nilai manusia yang seperti apa. Plato
menggagas pengetahuan tentang yang baik bagi manusia berasal dari
pengetahuan objektif akan alam sebagai keseluruhan. Dari studi mengenai
alam dan ilmu matematika, lahir kriteria objektif impersonal mengenai
tatanan sosial yang adil dan baik bagi manusia. Kultur/budaya
masyarakat berintegrasi dengan tipe personalitas tertentu
PANDANGAN I

Pandangan Antropologis Filosofis Tentang Jiwa

Dalam hal ini berdasarkan ilmu antropologi dan etika plato, konsep manusia
harus terlebih dahulu digali dalam phaedo. Konsep ini menggali atau
memaparkan pandangan filosofis tentang immortalitas jiwa yang berelasi dengan
eksistensi ide-ide. Pada akhirnya terdapat argumen sentral bahwa jiwa sama
dengan ide-ide yang bersifat immortal dan eksis dalam dirinya sendiri, yakni
sama-sama dalam tubuh manusia.
Dengan ini, pandangan antropologis Plato tentang manusia menjadi jelas.
Manusia terdiri dari dua elemen yang sangat berbeda, yakni jiwa dan tubuh dan
mereka bergabung menjadi bagian yang tidak bahagia. Tubuh ibarat bagian yang
tidak mulia, seperti penjara bagi jiwa dan tubuh mengurung jiwa ibarat sebuah
tiram. Manusia secara keseluruhan merupakan sebuah jiwa yang mana kebusukan
dan kejahatan cenderung berakar dalam tubuh karena meditasi manusia adalah
meditasi atas kematian sebagai pembebasan dari tubuh. Oleh karena itu pada
hakikatnya, jiwa tidak hancur oleh apapun dan niscaya bersifat immortal.
PANDANGAN II

Pandangan Etis Tentang Jiwa

Dari pandangan antropologisnya tentang asal jiwa dan hakikatnya, menurut


dugaan kita, Plato mengetahui bahwa jiwa bersifat abadi. Tetapi, bila
kita masuk ke dalam pandangan etikanya tentang manusia, Plato tidak
mengetahui bagaimana terjadi jiwa abadi atau bagaimana nasib jiwa
terwujud. Plato, dengan tetap percaya pada Sokrates, mengajarkan bahwa
masa depan jiwa terselubung dalam ketidaktahuan dan misteri, baginya
tetaplah penting bahwa siapa saja melakukan yang baik dalam hidup ini
tidak akan menderita sesudah kehidupan ini.
PANDANGAN ETIS TENTANG JIWA
Etika Plato memiliki karakter rangkap tiga, yaitu:

Dinamai intelektual, karena kebajikan atau keutamaan tergantung pada


akal budi praktis yang mentransformasikannya ke dalam aksi. Ada empat
A
kebajikan utama yakni kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri dan
keadilan.
Disebut aristokratis, karena hanya para filsuf dapat sampai pada
pengetahuan idea tertinggi tentang yang baik. Kelas manusia yang lebih
B
rendah dapat sampai pada pendapat yang benar, yakni pengetahuan
ekstrinsik melalui edukasi publik tentang kehidupan moral.
Dikatakan ambivalen, sejauh tujuan-tujuan moral populer berupa
penikmatan barang-barang duniawi secara pantas. Bagaimanapun juga,
untuk para filsuf, moral yang lebih mulia terungkap secara negatif,
C yakni melalui pemerdekaan diri dari gairah-gairah kejasmanian (tubuh)
dan penghindaran diri dari ikatan-ikatan hal yang tidak substansial;
secara positif keutamaan para filsuf terletak dalam penyesuaian dirinya
dengan Tuhan, yang disadari dalam mengintuisikan ide-ide.
PIKIRAN SEBAGAI
DAYA REFLEKSI

Identifikasi
Pikiran menunjukkan ketidaktergantungan terhadap materi dengan cara refleksi
atas dirinya sendiri. Berkaitan dengan ini roh manusia sebenernya bukan
hanya berpikir, tetapi ia tahu ia berpikir. Hal inilah yang memungkinkan
manusia untuk memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri serta seluruh
visinya terhadap dunia.
Refleksi yang ada pada diri manusia terlihat dari sikap manusia yang melihat
dan menganggap dirinya sebagai suatu makhluk yang berpikir dan berkehendak.
Sedangkan kenyataan-kenyataan yang material semata-mata tidak bisa
melaksanakan hal ini. Hukum-hukum keluasan dan kuantitas menghalanginya.
Jadi, refleksi menunjukkan keunggulannya terhadap materi.
Spiritualitas Jiwa

Jiwa manusia bersifat spiritual, yakni secara intrinsik jiwa merupakan suatu
hal yang bebas dari materi seperti kelakukan-kelakuan dalam diri manusia yang
mengungguli kondisi-kondisi material dan hanya berakar pada prinsip yang telah
ada di dalam dirinya sendiri. Seorang pemikir Hindu mengungkapnya idenya
tentang jiwa sebagai berikut :

“Jiwa yang ada dalam hatiku adalah lebih kecil daripada sebutir beras,
sebutir jelai, sebutir sekoi; jiwa yang sama itu yang ada dalam hatiku,
adalah lebih besar daripada ruang angkasa, lebih besar daripada alam
semesta.”

Akan tetapi, jiwa juga bukanlah sekadar suatu roh, tetapi juga tergantung
secara ekstrinsik dari materi yang menjadi suatu syarat bagi aktivitas
manusia. Oleh karena itu, tubuh seseorang melalui pancaindranya dapat
memungkinkan adanya kegiatan spiritual meskipun dari segala putusan dan
penegasan seseorang bukanlah hasil dari perbuatan yang dilakukan secara
langsung, tetapi tubuh seseorang menjadi penjelmaan dari kegiatan-kegiatan
tersebut.
Kesederhanaan Jiwa

JENIS KESEDERHANAAN

Kesederhanaan Esensial Kesederhanaan Integral


Pada bagian esensial termasuk pada Terdapat pada ruang yang bersifat
bentuk subtansial. Jiwa adalah kuntitatif seperti, kaki, tangan,
bentuk subtansial manusia atau inti kepala, dll. Mereka membentuk
dari manusia. Seperti yang menjadi suatu makhluk yang material
didiskirpsikan K.Jaspers sebagai dan prinsip mereka adalah materi
:”aprior dari ke-aku-an, yang pertama sumber keluasan dan
merupakan sumber pemikiran dan kuntitas.
tindakan.
Korelasi Jiwa Dalam
Realitasnya

Jiwa dalam pandangan filsafat islam merupakan substansi non fisik


yang memiliki fungsi untuk mempersepsi segala sesuatu yang dapat
dimengerti dengan esensinya.
Jiwa denggan fisik(tubuh) memiliki hubungan, dilain sisi jiwa dapat
bersifat independen. Dimana hubungan antara jiwa dan fisik adalah
dalam mengatur dan mengontrol organ tubuh manusia termasuk panca
indera. Keterkaitan jiwa dengan fisik adalah untuk
menaktualisasikan potensi dan kualitas-kualitasnya. Dari hal
tersebut dapat dikatakan tindakan dan perilaku manusia berpusat
pada jiwa.
Korelasi Jiwa Dalam
Realitasnya

Menurut al-Ghazali terdapat dua tindakan yang disebut muharrika (menggerakan) dan
mudrika (mengindera). Muharrika berfungsi mendorong hati untuk melakukan sesuatu
dimana dorongan tersebut berupa nafsu atau syahwat dan amarah. Mudrika berfungsi
menangkap dan mempersepsi apa yang berbahaya dan baik bagi tubuhnya. Kualitas atau
kemampuan jiwa juga dimiliki oleh tumbuhan dan hewan. Namun manusia memiliki
keunggulan yaitu jiwa rasional yang mana terbagi menjadi dua antara lain teoritis
dan praktis dimana jiwa teoritis memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang
benar dan salah, terpuji dan tercela, dan juga memiliki ataupun mendapatkan semua
jenis pengetahuan. Sedangkan jiwa rasional praktis yaitu kemampuan dalam
mengkontrol dan mengatur anggota badan untuk melahirkan suatu tindakan yang tampak.
Oleh karena itu jiwa butuh tubuh dan juga panca indera yang akan menghasilkan suatu
perilaku dan tindakanyang mana gerak perilaku atau tindakan tersebut merupakan
implementasi dan aktualisasi dari daya jiwa rasional.
Kerja yang baik, semuanya!

Terimakasih!

Anda mungkin juga menyukai