Anda di halaman 1dari 6

PSIKOLOGI ZAMAN KLASIK

“Diajukan untuk memenuhi tugas makalah”

Dosen Pengampu :

Dr. Margono M.Pd

Oleh :

Abd Rahman Suryanto HS : B53217057

Nurhadijah : B53217066

Dela Prihartini : B93217081


Anggry Novia : B93217074

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
1. Descartes

Rene Descartes (1596-1960) ia adalah seorang ahli matematika, ahli ilmu


faal dan ahli ilmu filsafat yang punya perhatian besar terhadap gejala kejiwaan.
Konsepnya tentang psikologi adalah: Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
kesadaran.1 Ia sering di kenal sebagai salah satu tokoh yang mempunyai peran
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia, seorang yang
mengutarakan sebuah ungkapan yang terkenal dengan kalimat “Cogito, ergo sum“
yang berasal dari bahasa Latin dan sangat berperan dalam pemikiran yang
rasionalisme. Ia juga merupakan tokoh filosofi yang mampu mengulang kembali
kebangkitan pemikiran rasionalisme dari abad Yunani kuno yang telah hilang
karena terjerumus dengan pengaruh gereja di abad pertengahan(Kristen).

Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan


sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis
aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus
diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai
sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas)
dari pengamatan inderawi.2 Rene Descartes seorang tokoh paham rationalisme
yang mengemukakan menyangkut konsep atau pemikiran mengenai hubungan
antara psikis dengan fisik. Teori sebelum ia mengemukakan konsep mengenai
hubungan psikis dan fisik adalah bersifat searah. Arti dari konsep tersebut adalah
psikis mempengaruhi badan manusia tetapi badan manusia tidak berpengaruh
pada psikis. Namum menurut Descartes hubungan antara psikis dan badan
tersebut bersifat timbal balik, dimana psikis berpengaruh dalam badan begitu pula
badan berpengaruh dengan psikis. Psikis tersebut hanya mempunyai satu fungsi
yaitu berfikir, sedangkan fungsi lainnya dilakukan oleh fisik. Descartes lebih
mengarah pada ratio.

Rasionalisme mencapai puncaknya pada saat munculnya konsep Rene Descartes


yang terkenal yaitu “Cogito, ergo sum” yang artinya “Aku berfikir, maka aku
ada”. Ia berfikir bahwa pengetahuan dihasilkan dari indra. Akan tetapi sebab indra
tersebut bersifat tidak dapat meyakinkan, bahkan menurutnya itu bisa jadi
menyesatkan, maka indra tidak dapat diutamakan. Yang paling diutamakan dan
diandalkan adalah diri sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
rasionalisme adalah memandang pengetahuan yang dapat diandalkan bukan

1
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, Bulan
Bintang, Jakarta, 1979, Hal 41
2
Aliran rasionalisme descartes/wordpress.com
(http://meilanikasim.wordpress.com/2009/05/27/aliran-rasionalisme-descartes/)
berasal dari pengalaman, akan tetapi berasal dari pikiran. Dia adalah orang yang
pertama memiliki kapasitas filosofis yang tinggi dan sangat dipengaruhi oleh ilmu
fisika dan astronomi baru. Dengan perannya dalam pengembangan filsafat modern
ini pula, saat ini teknologi dan ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat.

Menurut Rene Descartes manusia terdiri dua macam zat yang berbeda secara
hakiki, yaitu Res Cogitans dan Res Extensa.

1. Res Cogitans merupakan zat yang bebas,tidak terikat oleh hukum-hukum


alam dan bersifat rohaniah.
2. Res Extaensa merupakan zat materi, tidak bebas,terikat dan di kuasai oleh
hukum-hukum alam.
Jiwa manusia terdiri atas zat roh yang berpokok pada kesadaran manusia atau
pikiranya yang bebas sedangkan badanya terdiri dari zat mareri yang tunduk pada
hokum alamiah dan terikat pada nafsunya.Dalam pandangan Descartes, psikologi
(ilmu jiwa) ialah ilmu pengetahuan mengenai gejala pemikiran atau gejala
kesadaran manusia, terlepas dari badanya.Raga manusia yang terdiri atas materi
dipelajari oleh ilmu pengetahuan lain terlepas dari jiwanya.
Mengenai tingkah laku manusia, Descartes membaginya menjadi 2 bagian,
yaitu :
1. Tingkah laku rasional.
Ini erat hubunganya dengan jiwa yang disebutnya sebagai unexsended
substance,karena dikuasai oleh jiwa,seseorang dapat merencanakan atau
meninjau kembali suatu tingkah laku.
2. Tingkah laku mekanis.
Ini berhubungan erat dengan badan yang disebutnya sebagai exstended
substance, karena erat hubunganya dengan badan, terjadi gerakan otomatis
seperti refleks–refleks.
Dalam hal ide, Rene Descartes menjabarkanya dalam 3 jenis ide :
1. Ide – ide bawaan (innate ideas)
Yang datang dari struktur, aktifitas atau potensi (kapasitas, kemampuan),
pemikiran itu sendiri. Tiga ide bawaan utama adalah ide – ide tentang
a. Tuhan, b. jiwa (pikiran, ego, substansi pikiran) dan
b. materi (benda, obyek fisik eksternal, substansi maretial).
2. Ide – ide buatan (factitious ideas)
Yang dibangun oleh pikiran untuk memahami seperti apakah sesuatu itu
(seperti seorang ilmuwan fisika atau kimia memodelkan sebuah obyek
material).
3. Ide yang tidak disengaja (adventitious ideas)
Yang datang sebagai rangsangan dari dunia eksternal, seperti bunyi not
musik, sinar rembulan, panasnya api. Ide ini tidak datang dari luar pikiran
seperti kualitas atau entitas tetapi dibentuk oleh pikiran dari gerak – gerak fisik
yang memepengaruhi otak.

2. Aristoteles

Aristoteles adalah seorang ahli filsafat atau filsuf yunani kuno yang hidup pada
tahun 384-322 SM atau 24 abad yang lalu. Ia seorang muri yang berguru kepada
Plato, Dia berguru kepada plato hingga plato meninggal dunia sekitar 20 tahun
lamanya di Athena. Akan tetapi, dalam banyak hal ia berbeda pendapat dengan
Gurunya yaitu Plato. Sebagai contoh, menurut plato kata ‘dua’ adalah objek
abstrak yang terpisah dari objek fisis, sedangkan menurut aristoteles
kata’dua’hanya merupakan kata sifat dari suatu objek fisis.

Aristoteles berkeyakinan bahwa sesuatu yang berbentuk kejiwaan harus menepati


satu wujud tertentu. Wujud ini pada hakikatnya merupakan pernyataan atau
ekspresi dari jiwa, hanya Tuhanlah satu-satunya hal yang tanpa wujud. Dengan
Pandangan ini Aristoteles sering disebut sebagai penganut paham empiris, karena
menurutnya segala sesuatu harus bertitik tolak dari realita. Pandangan Aristoteles
tentang teori psikologi dalam bukunya”De Anima” adalah setiap benda didunia ini
mempunyai dorongan tumbuh dan menjadi sesuatu sesuai denagn tujuan yang
sudah terkandung dalam benda itu sendiri. Menurut Aristoteles fungsi dari jiwa itu
dibagi dalam dua bagian, yaitu : kemampuan untuk mengenal dan kemampuan
berkehendak. Pandangan ini dikenal sebagai”dichotomi”.

Berbicara mengenai perkembangan psikologi, Aristoteles adalah salah satu


tokoh psikologi yang semula mempeleajari filsafat kemudian melanjutkan
pengetahuannya kebidang psikologi. Wacana yang dapat kita ambil dari beliau
adalah perbedaan antara kebaikan dana kebahagiaan, menurut
Aristoteles,Kebaikan adalah tujuan tiap sesuatu dan Kebaikan merupakan tujuan
akhir. Sedangkan kebahagiaan, ia juga merupakan kebaikan dalam kaitannya
dengan pemiliknya dan merupakan kesempurnaan bagi pemiliknya, kebahagiaan
adalah kebaikan kaitannya dengan seseorang atau orang lain; ia itu relative dan
esensinya tidak pasti. Ada yang menjadi tujuan, dan ada yang bukan merupakan
tujuan. Diantara yang pertama ada yang sempurna, dan ada yang tidak sempurna.
Contoh dari yang pertama adalah Kebahagiaan, sebab kalau kita mencapainya,
kita tidak perlu lagi menambahnya dengan sesuatu yang lain. Contoh yang kedua
adalah kesehatan dan kekayaan, karena meski kita peroleh kita tetap memerlukan
lagi,. Hingga kita mencari yang lain. Sebagian kebaikan ada yang dijiwa, ada yang
difisik.

3. Plato

Plato adalah penganut idealisme yang sebenar-benarnya. Menurut beliau


idelisme itu sendiri adalah suatu aliran atau dunia di dalam jiwa yang leih
menekankan terhadap hal-hal bersifat ide dan merendahkan hal-hal bersifat materi
dan fisik. Plato beranggapan bahwa jiwa manusia sudah ada sebelum lahir.
Karena ajarannya yang lebih mengarah kepada idea maka filsafatnya sering
disebut dengan “ahli filsafat idealisme”.

Hal ini terutama terjadi pada kaum dewasa dan intelektual yang dapat
membedakan antara jiwadanbadan. Berbeda dengan anak-anak yang menganggap
jiwa dan badan adalah sama. Kemudian Plato membagi jiwa menjadi tiga bagian :

a. Berpikir, berpusat pada otak dan disebut logisticon.


b. Berkehendak, berpusat di dada dan disebut thumeticon.
c. Berkeinginan, berpusat di perut dan disebut abdomen.

Pembagian ini disebut Thricotomi dari Plato. Tidak hanya membagi jiwa tetapi
Plato juga melakukan pembagian psyche (jiwa) ke dalam tiga bagian yang ada
hubungannya dengan pembagian kelas masyarakat, yaitu :

a. Filsuf, yang mempunyai fungsi berfikir di masyarakat.


b. Serdadu, yang mempunyai fungsi berperang untuk memenuhi dorongan dan
kehendak masyarakat.
c. Pekerja,yang fungsinya bekerja untuk memenuhi keinginan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Menurut Plato dari ketiga bagian itu yang terpenting adalah fungsi
berfikir. Keadaan jiwa seseorang dan arah perkembangannya dipengaruhi
oleh fungsi berfikir orang yang bersangkutan.Dalam masyarakat pun para
filsuflah yang paling berpengaruh. Karena pahamnya itu Plato sering disebut
seorang rasionalis yang lebih mementingkan rasio.
Selain itu paham Plato yang lainnya adalah bahwa setiap orang sudah
ditetapkan sejak lahirnya satus atau kedudukannya dalam masyarakat.
Apakah dia akan menjadi filsuf,serdadu,atau pekerja. Maka ia percaya
bahwa tiap orang dilahirkan dengan kekhususan sendiri, manusia dilahirkan
tidak sama, sehingga Plato adalah pemula dari paham yang menyatakan
bahwa manusia itu berbeda dengan manusia lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sarlito wirawan sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh


Psikologi,Jakarta: 1979.

Su’adah, Pengantar Psikologi, Malang: BayuMedia Publishing 2003

http://meilanikasim.wordpress.com/2009/05/27/aliranrasionalisme-descartes/

Anda mungkin juga menyukai