1.1.1 Materialisme
Seluruh manusia itu melulu materi; dan seluruhnya la
dilahirkan oleh orangtuanya, menurut proses alamiah.
1.2 Dualisme
Jiwa telah diciptakan sebagai substansi utuh sebelum kehidupan
duniawi (pre eksistensi). Kemudian, jiwa itu dipersatukan dengan
badan, dengan alasan berwarna-warna (Kant, Schelling).
1.3 Usaha Sintesis 1.3.1
Tradusianisme
Tradusianisme berasal dari kata Latin "traducere" yang berarti:
menyc;rahkan, atau memberi-alih. Balk badan maupun jiwa dilahirkan
oleh orangtua, atau diberi-alih dari substansi mereka.
Ada beberapa macam:
(a) tradusianisme materiil: j iwa dikembangbiakkan langsung melalui
mani
badaniah, clan lahir dari substansi badaniah orangtua;
(b) tradusianisme spiritual:
atau mani badaniah hanya merupakan semacam alat pengantara
untuk mencurahkan jiwa orangtua kepada manusia baru; atau
jiwa itu lahir dari semacam mani spiritual yang dihasilkan oleh
jiwa orangtua.
1.3.2 Kreasionisme
Kreasionisme ialah ajaran skolastik yang tradisional, mulai abad-
abad pertengahan. Jiwa itu dipersatukan secara substansial dengan
badan, tetapi pada ketika itu juga baru diciptakan oleh Tuhan secara
langsung. Dengan demikian, Tuhan menjadi sumber satu-satunya bagi
adanya jiwa.
Menurut Thomas j iwa manusia baru tidak dapat dengan langsung
berasal dari (dilahirkan oleh) orangtua. Jiwa itu subsisten, dan
transenden terhadap materi; - sedangkan kegiatan orangtua pada
kelahiran hanya terbatas pada bidang materiil saja. Maka orangtua
menyediakan materi bagi manusia baru; pada saat persiapan itu
sudah cukup, maka jiwa - dengan diciptakan sekaligus - dimasukkan
ke dalam materi sebagai prinsip formal ("forma") manusiawi.
1.3.3 Rosmini (abad ke-19)
Pada manusia baru'jiwa sensitif' lahir dari orangtua, seperti juga
terjadi dalam hal nyawa hewan. Lalu, oleh karena pada suatu waktu
berintuisi akan ide 'berada', maka jiwa sensitif itu berubah menjadi
jiwa rasional.
1.3.4 Frohschammer (abad ke-19)
Jiwa tidak diberi-alih oleh orangtua (entah secara spiritual, atau
materiil, tetapi jiwa orang barn 'diciptakan' oleh orangtua, berkat suatu
daya istimewa yang dikurniakan Tuhan kepada mereka.
1.3.5 Hominisasi
Menurut teori Teilhard de Chardin mengenai kesatuan kompleksifikasi
dan interiorisasi di dalam satu substansi sepanjang seluruh evolusi,
kiranya juga dalam kelahiran manusia unik baik badan maupun j iwa
dihasilkan oleh orangtua. Teilhard berpendapat bahwa ajaran skolastik
mengenai penciptaan jiwa yang langsung dapat disesuaikan dengan
teorinya tentang evolusi itu.
2.4 Jasmani-Rohani
Jiwa dan badan manusia identik secara real (bukan secara formal,
atau sebagai konsep). Maka komunikasi antarsubjektif juga selalu
bersifat jasmani-rohani. Kegiatan paling spiritual pun seluruhnya
juga material, yakni diwujudkan dan berdimensi-dimensi. Sebaliknya
komunikasi material juga bersifat spiritual, yaitu digayakan dan
difokuskan. Komunikasi rohani itu membadan; dan komunikasi
jasmani itu menjiwa. Maka penyebaban antarmanusia itu hanya satu
saja: seluruhnya jasmani-rohani, sejajar.
Di dalam kegiatan yang satu itu masih dapat dibedakan empat
taraf, yang tidak terpisahkan. Yang paling tinggi seakan-akan
muncul dari yang rendah dan, sebaliknya, meresapi kembali clan
'mengangkat' yang rendah. Maka manusia menyebabkan adanya
manusia lain itu menurut keempat taraf bersama-sama.
3 MANUSIA MELAHIRKAN MANUSIA BARU
Struktur hakiki, yang termuat di dalam antarkomunikasi
manusia selama proses perkembangannya, juga menentukan
permulaan proses itu. Jikalau manusia (dapat) 'mengadakan'
manusia lain menurut keunikannya dan sekadar manusia, maka ia
juga (dapat) melahirkan manusia baru. Dari segi ontologis
permulaan proses itu lebih sederhana clan lebih mudah daripada
perlangsungannya.
3.1 Komunikasi
Seperti manusia hanya berkembang di dalam komunikasi, begitu
juga manusia baru lahir hanya di dalam dan karena komunikasi. Sambil
berkomunikasi satu sama lain dan sambil saling memanusiakan,
orangtua mengkomunikasikan kemanusiaan kepada anaknya pula.
Seperti orangtua saling membuat lebih manusia, demikian pula anak
menerima diri seluruhnya dari orangtua sebagai manusia yang utuh, di
dalam penyebaban manusia yang langsung. Jadi, kelahiran manusia
bukan suatu penyebaban serba luar biasa, melainkan merupakan
permulaan normal dari suatu proses manusiawi yang normal.
3.2 Lama dan Baru: Kreatif
Komunikasi orangtua, sekalipun merupakan proses kontinu, bersifat
kreatif pula, baik antara mereka sendiri, maupun bagi anak. Justru
dalam anak itu kebaharuan lebih tampak lagi sebab tadinya belum ada
sama sekali (kecuali dalam harapan dan janji). Anak itu sekaligus sama
dengan orangtua, radikal-baru dan tak terduga. la berakar di dalam
sebab-sebabnya (orangtuu ), clan mengatasi sebab-sebab itu. Dapat
diramalkan sebagai kontinuitas prosc;N komunikasi, dan muncul sebagai
diskontinuitas total. Anak itu mengandung seluruh masa lampau
(orangtua), dan merupakan permulaan total-baru.
3.3 Otonomi Unik
Sambil saling mengakui dan saling mengadakan menurut keunikan
musing-masing, orangtua bersama-sama melahirkan pusat otonom
barn yans serba orisinal. Dari satu pihak, anak menerima dirinya
sendiri seluruhnyu dari orangtuanya; ia disebabkan menurut seluruh
adanya dan segala seginyu; ia dideterminasikan oleh mereka menurut
segala aspeknya: potongan badannya, warna matanya, kepandaiannya.
Dari lain pihak, satu detik pun ia bukan hanya 'pasif saja. Sejak saat
pertama ia menerima dirinya dengan aktif, dalam otodeterminasi. la
memiliki diri dalam otonomi dan pengakuran-diri. Anak itu tidak lain dari
orangtuanya; ia hanya memuat dalam dirinya sendiri komunikasi-diri dari
orangtua; ia hanya memuat dalam dirinya sendiri komunikasi-diri dari
orangtua; ia menyerupakan orangtuanya. Semua sifat-sifatnyu dihayati
secara unik dan tak terulang. Di dalam dan karena korelasi teruh -
menerus, anak itu makin memperkembangkan dan menampakkan
orangtuanya di dalam dirinya sendiri. Bersama dengan itu ia makin
berbeda dad mereka, dan membedakan diri dari mereka, menjadi
serba 'lain'. la selHlu dan makin hasil komunikasi, dan pula la makin
menghayati diri dengan berdikari.
Anak itu juga mengkomunikasikan dirinya sendiri kembali kepada
orangtua. Mereka diperkaya oleh kelahiran anak dan oleh responnya.
Komunikasi dwitunggal mereka diperluas dan diperdalam menjadi
komunikasi tritunggal; menjadi benar-benar keluarga.
3.4 Jasmani-Rohani
Penyebaban manusiawi yang melahirkan manusia baru bersifat
jasmanirohani, baik dalam kegiatan orangtua, maupun dalam hasilnya:
anak.
Komunikasi orangtua itu memuat seluruh 'ada' mereka, jiwa-
badan, sejajar. Penjebaban mereka hanya satu, - yaitu utuh-
manusiawi, jasmanirohani - baik sebagai hubungan suami-istri, maupun
kepada anaknya. Penyebaban itu yang bertaraf empat: bukan hanya
bersifat fisis-biotis, atau psikisinstingtif. Semua taraf termuat di
dalamnya, tetapi seluruhnya bersifat formal-manusiawi.
Orangtua mengkomunikasikan kepada anaknya seluruh jiwa-
badan mereka, dengan keempat taraf sehingga anak juga mereka
hasilkan menurut jiwa-badannya. Manusia utuh mereka lahirkan. Jadi,
manusia baru sebagai hasil sama sekali tidak 'mengatasi' kegiatan
orangtuanya. Anak justru dijadikan oleh orangtua sebagai pribadi;
dan seluruh komunikasi mereka manuju kepada kepada pengakuan-
diri yang formal dalam anaknya.
4 BEBERAPA CATATAN 4.1 Permulaan
dan Proses
Pengandungan pertama ("conceptio") tidak boleh dilepaskan dari
perkembangan pertama selama 9 bulan sampai pada kelahiran anak;
dan juga harus terus dilihat dalam hubungan dengan seluruh pendidikan
sesudah kelahiran. Bukan permulaan itu yang paling penting, melainkan
sebaliknya. 'Penciptaan' anak baru mempunyai arti bagi orangtua
sejauh itu sekaligus mengandung kesediaan untuk melahirkannya dan
mendidiknya. Pembentukan pribadi anak di dalam antarkomunikasi
pendidikan itu jauh lebih penting daripada saat kelahiran aktual.
Kelahiran sendiri memuat janji dan tekad untuk bertanggung jawab
bagi seluruh perkembangan anak.
4.2 Kapan Menjadi Manusia?
Pada abad pertengahan Thomas berpendapat bahwa manusia baru
berjiwa (manusiawi) sesudah beberapa waktu: untuk anak pria sesudah
40 hari; untuk anak wanita setelah 80 hari, yaitu jikalau janin ("foetus")
telah berbentuk manusiawi. Jikalau materi sudah cukup disiapkan
(didisposisikan), timbullah dengan sendirinya jiwa vegetatif; kemudian
setelah berkembang lagi, muncullah jiwa sensitif yang menggantikan
jiwa vegetatif; sampai akhirnya embrio telah dapat menerima jiwa
rasional yang dengan langsung diciptakan Tuhan. Ada juga pendapat
bahwa sebelum pertemuan antara "sperma" dan "ovum", kedua-duanya
sudah berjiwa.
Sekarang pun, sekitar persoalan pengguguran ("abortus") ada
banyak orang berpendapat bahwa janin itu baru manusiawi sesudah
beberapa waktu: 6-8 minggu sampai 6 bulan lebih (kalau anak sudah
"viable"). Tetapi jikalau hasil komunikasi orangtua memang kemudian
benar-benar manusia, maka itu dari semula telah formal-manusiawi
pula. Andaikata bukan manusiawi dari saat pertama - sejak komunikasi
manusiawi mereka yang mendalam itu - maka tidak dapat dipahami
bahwa manusia menjadi manusia pada suatu saat kemudian.
Dilihat dari segi biotis, sejak saat kesatuan "sperma" dan "ovum"
terbentuklah set yang tidak lagi dapat diidentifisir dengan salah satu
dari orangtua. Set itu merupakan substansi yang berdikari; dan seluruh
"kode" genetis bagi manusia konkret-unik sudah lengkap termuat dalam
"gene-gene" yang baru. Maka dari permulaan set pertama itu sudah
terarah kepada adanya manusia dewasa jadi sudah masuk bidang
formal-manusiawi. Hanya tinggal diperkembangkan, clan
perkembangan itu merupakan kesatuan dinamis.
Walaupun kemanusiaan telah lengkap sejak saat pengandungan
pertama, dibutuhkan waktu lama sebelum bentuk manusiawi tampak
secara empiris; dan lebih lagi sebelum kesadarannya (pengakuan-diri)
tampak.
4.3 Penciptaan
Penciptaan Tuhan tidak dibicarakan di dalam antropologi. Tidak
disangkal pula. Hanya ditemukan bahwa orangtua menyebabkan atau
mengadakan seluruh manusia baru. Tuhan tidak bersaingan dengan
manusia, dan kegiatan penciptaan tidak dapat dijejerkan dengan
kegiatan manusia. Yang diadakan oleh manusia itu, seluruhnya juga'
diadakan (diciptakan) oleh Tuhan. Itu berlaku untuk kegiatan manusia
mana pun, jadi juga bagi pelahiran manusia baru. Jikalau menyelidiki
tempat khusus yang diduduki manusia baru dalam penciptaan Tuhan,
maka perlu diingat beberapa hal.
4.3.1 Hubungan aktual antara Pencipta dan ciptaan
Penciptaan umum bukan pertama-tama mengenai permulaan,
mc;lainkan mementingkan hubungan aktual antara Pencipta dan
ciptaan sekarung ini. Begitu juga permulaan manusia konkret tidak
serba lain menjadinya daripada keseluruhan hidupnya.
Ketergantungannya dari Tuhan yang aktual juga memberikan
pemahaman tentang permulaannya.
4.3.2 Seluruh manusia jiwa-badan diciptakan Tuhan
Bukan hanya j iwa, melainkan seluruh manusia jiwa-badan
diciptakan Tuhan - dengan sama nilainya dan sama langsungnya.
4.3.3 Satu macam penciptaan
Tidak ada dua kelas penciptaan Tuhan: yang satu umum dan biasa,
yang lain khusus. Hanya ada satu macam penciptaan saja. Namun,
makin tinggi dan makin intensif ciptaan itu, makin mendalam
pula hubungannya dengan Tuhan. Jadi, memang relasi manusia dengan
Tuhan itu spesial namun tetap serupa dengan relasi substansi-substansi
infra-human dengan Pencipta.
akan memahami juga "das Sein". Sartre: Dari kematian yang tidak
masuk akal tampaklah bahwa seluruh eksistensi manusia dengan
segala kebebasannya ia absurd (une passion inutile). Tetapi kebebasan
harus dipergunakan dengan keberanian sampai akhir. Camus: Akhirnya
satu-satunya soal filosofis yang sah ialah soal 'bunuh-diri'.
6.2 Pengadilan
Kematian merupakan kegiatan perorangan yang mendefinitiflcan
putusan dan pilihan pribadi. Pada saat itu berhentilah segala fakta
sekunder baru; ia tidak berkembang lagi, dan tidak mempunyai
kemungkinan reformability (kemampuan meninjau-kembali) lagi.
Orientasi terhadap yang baik dan yang jahat telah terbeku untuk
selama-lamanya.
Karena ia tidak lagi mengeksplisitasikan diri dalam fenomen-
fenomen, maka pengakuan manusia akan diri-sendiri sudah bukan lagi
hanya implisit dan tersembunyi, melainkan menjadi eksplisit dan
penuh. Manusia menyadari seluruh realitas konkretnya dengan
sekaligus. Dia dengan penuh sadar mengakui dan menyetujui putusan-
pilihannya yang terakhir, dengan segala konsekuensinya. Maka
putusan-pilihan pribadi itu juga merupakan pengadilan bagi dia pribadi.
la tidak perlu diadili lagi, sebab ia sudah sadar sendiri akan apa yang
dikristalisasikannya dan akan konsekuensinya. Ia telah mengadili dirinya
sendiri.
6.3 Sorga dan Neraka
Kristalisasi manusia itu sesuai dengan sikapnya yang terakhir
terhadap yang baik dan yang jahat. Sejauh manusia dalam
kematiannya memutus dan memilih yang benar dan yang baik, maka
kristalisasi itu mengumpulkan seluruh hidup dalam pengartian benar
dan penghargaan baik terhadap diri dan yang-lain, sehingga hidup itu
pada dasarnya merupakan harmoni, dalam otonomi dan korelasi.
Kristalisasi itu merupakan iman dan cinta definitif; dengan sendirinya
membahagiakan; dan ini dapat disebut sorga.
Sejauh manusia dalam kematiannya memutus dan memilih yang
salah dan yang jahat, maka kristalisasi itu mengumpulkan seluruh
hidup dalam pengartian palsu dan penghargan jahat terhadap diri dan
yang-lain sehingga hidup itu pada dasarnya merupakan
penyelewengan dalam otonomi dan korelasi. Kristalisasi itu
merupakan penyalahsangkaan dan benci definitif; itu dengan
sendirinya mencelakakan; dan ini dapat disebut cteraka.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa manusia, menciptakan
sorga dan nerakanya sendiri, sudah mulai dalam hidup ini.
6.4 Korelasi dengan Orang yang Masih Hidup di Dunia ini
Dari segi orang yangtelah meninggal itu tidak begitu sulit
memikirkan korelasinya. Manusia itu tidak berkembang lagi; maka
bagi dia tidak real lagi waktu dan sejarah. Tidak mungkinia
menunggu sesuatu; kristalisasi merupakan satu 'sekarang' abadi.
Maka pada saat kematiannya ia sekaligus mengalami
penyelesaian/kristalisasi bagi semua orang bersama-sama ('akhir