POLITIK HUKUM
Penyusun:
Bambang Santoso
Politik Hukum i
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
POLITIK HUKUM
Penulis:
Bambang Santoso
ISBN: 978-623-6352-13-7
Editor:
Amelia Haryanti
Desain sampul
Putut Said Permana
Tata Letak:
Kusworo
Ramdani Putra
Penerbit:
UNPAM PRESS
Redaksi:
Jl. Surya Kecana No. 1
Pamulang – Tangerang Selatan
Telp. 021-7412566
Fax. 021 74709855
Email: unpampress@unpam.ac.id
Politik Hukum ii
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
ISBN. 978-623-6352-13-7
M155-30072021-01
Dr. Bachtiar, S.H., M.H Dr. Bambang Santoso, S.E., S.H., M.H.
NIDN : 0412027301 NIDN : 0404106702
Politik Hukum iv
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
yang telah tercurah, sehingga penulis bisa menyelesaikan bahan ajar mata kuliah
Hukum Bisnis dan Lembaga Syariah ini. Adapun tujuan dari disusunnya bahan ajar ini
adalah supaya para mahasiswa dapat mengetahui bagaimana persoalan dan
permasalahan yang timbul dalam melaksanakan maupun menghadapi dan mengatasi
permasalahan yang timbul dalam melaksanakan bisnis dan dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut dengan dijawab melalui pemahaman ilmu pengetahuan secara
ilmiah
Tersusunnya bahan ajar ini tentu bukan dari usaha penulis seorang. Dukungan
moral dan material dari berbagai pihak sangatlah membantu tersusunnya bahan ajar
ini. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga, sahabat, rekan-rekan,
dan pihak-pihak lainnya yang membantu secara moral dan material bagi tersusunnya
buku ini.
Bahan ajar yang tersusun sekian lama ini tentu masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan agar buku ini bisa lebih
baik nantinya.
Politik Hukum v
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
DAFTAR ISI
PERTEMUAN 1 ............................................................................................................ 1
PERTEMUAN 2 .......................................................................................................... 18
2. Kebijakan Hukum Sebagai Objek Kajian Politik Hukum Dan Sebagai Ilmu
Pengetahuan Sosial ................................................................................................. 21
Politik Hukum vi
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
PERTEMUAN 3 .......................................................................................................... 33
PERTEMUAN 4 .......................................................................................................... 50
PERTEMUAN 5 .......................................................................................................... 67
PERTEMUAN 6 .......................................................................................................... 85
Politik Hukum ix
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
2. Relevansi Politik Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana ............. 223
Politik Hukum x
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum xi
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
PERTEMUAN 1
PENGERTIAN POLITIK HUKUM
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pertemuan ke 1 dalam mata kuliah ini mempelajari tentang pengertian politik
hukum. Di akhir perkuliahan anda diharapkan mampu memahami pengertian dari
politik hukum.
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian dan Cakupan Politik Hukum
Pada dasarnya, pengertian politik hukum didefinisikan berbeda-beda
oleh para ahli, walaupun perbedaan itu idak menunjukan perbedaan yang
signifikan, namun pada dasarnya para ahli mendefinisan politik hukum sebagai
sebuah kebijakan yang di buat oleh pemerintah sebagai pijakan atau dasar
dalam menetapkan arah pembangunan hukum nasional dalam rangka
mencapai tujuan dari Indonesia. Menurut Satjipto Rahardjo: “politik hukum
sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapa suatu
tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang cakupannya
meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu: i. tujuan apa yang
hendak dicapai melalui sistem yang ada; ii. cara-cara apa dan yang mana yang
dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan tersebut; iii. kapan
waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah; iv. dapatkah
suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam
memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut dengan baik’’.1
Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang
hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun
dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.”
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang
akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut
1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), Cet.III hlm. 352-353
Politik Hukum 1
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau jangka panjang dan
ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen misalnya pemberlakuan
prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan antara kepastian
hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penggantian hukum-hukum peninggalan
kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh
negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Disini terlihat
bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam UUD sekaligus berlaku sebagai
politik hukum.6 Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat
sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode
2 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), Cet.II,
hlm. 160
3
Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 151
4 Teuku Mohammad Radhie, “Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional”,
1991),hlm. 1
6 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia. (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2009), hlm.3
Politik Hukum 2
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a. Padmo Wahyono
7
Moh. Mahfud MD, Ibid., hlm. 3-4
8
M. Solly Lubis, 2014, Politik Hukum dan Kebijakan Publik (Legal Policy and Public Policy), Bandung : Mandar Maju,
hlm. 3
Politik Hukum 3
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Dengan demikian politik hukum dirumuskan sebagai dua wajah yang saling
berkaitan dan berkelanjutan, yaitu ius constitutum dan ius constituendum
c. Soedarto
d. Satjipto Rahardjo
Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk
mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.
Terdapat beberapa pertanyaan mendasar yang muncul dalam studi politik
hukum, yaitu :
1) Tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada
2) Cara-cara apa dan yang mana, yang dirasa paling baik untuk bisa
dipakai mencapai tujuan tersebut
4) Dapatkah dirumuskan satu pola yang baku dan mapan, yang bisa
membantu memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut secara baik.
Politik Hukum 4
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik hukum sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat
digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang
dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-
cita bangsa Indonesia. Hal tersebut menitikberatkan pada dimensi hukum
yang berlaku di masa yang akan datang atau ius constituendum
Politik hukum secara harfiah dapat diartikan sebagai kebijakan hukum (legal
policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh
suatu pemerintahan negara tertentu. Politik hukum bisa meliputi :
9 Bagir
Manan, Politik Perundang-undangan, Penataran Dosen FH/STH PTS se Indonesia. (Bogor:
Cisarua, 1993), hlm. 6-10
Politik Hukum 5
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
masyarakat dalam penentuan corak dan isi politik hukum karena kuatnya
peran dominan penguasa negara.10 pandangan yang telah diterima secara
umum bahwa hukum, khususnya peraturan perundang-undangan,
merupakan produk politik. Bukan hanya karena dibentuk oleh lembaga-
lembaga politik, peraturan perundang-undangan pada dasarnya juga
mencerminkan berbagai pemikiran dan kebijaksanaan politik yang paling
berpengaruh dalam negara yang bersangkutan. Pemikiran-pemikiran dan
kebijaksanaan politik yang paling berpengaruh tersebut dapat bersumber
pada ideologi tertentu, kepentingan-kepentingan tertentu atau tekanan-
tekanan yang kuat dari masyarakat.
c. Susunan Masyarakat
Politik Hukum 6
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
bidang hukum yang tidak bertalian dengan agama atau keluarga, misalnya
hukum ekonomi. Hal ini disebabkan perbedaan kemampuan antara
pengusaha kecil dan besar11
d. Pengaruh Global
Dalam konteks global, politik hukum suatu negara tidak lagi hanya
memberikan perlindungan kepada negara semata tanpa mempertimbangkan
perlindungan kepentingan masyarakat internasional. Misalnya: politik hukum
terhadap hak kekayaan intelektual berupa perlindungan terhadap hak cipta
dan paten dapat dipandang sebagai kebijaksanaan hukum yang ada
kaitannya dengan perlindungan terhadap hak-hak orang asing di bidang ini.
Dalam bidang hukum lain, misalnya, hukum perburuhan, kebijaksanaan
hukum seringkali dipengaruhi oleh isu-isu global, antara lain: hak asasi
manusia dan perlunya peningkatan kesejahteraan pekerja.12
Politik Hukum 7
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
13 Satjipto
Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, hlm. 352
14 Nyoman Serikat Putra Jaya, 2014, Politik Hukum, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
hlm. 17-18
15 Budiono Kusumohamidjojo, 2011, Filsafat Hukum (Problematik Ketertiban Yang Adil), Bandung : Mandar
Politik Hukum 8
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
lain dalam masyarakat. Salah satu segi dari keadaan yang demikian itu adalah
bahwa hukum harus senantiasa melakukan penyesuaian terhadap tujuan-
tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya. Dengan demikian hukum
mempunyai dinamika. Politik hukum merupakan suatu faktor yang
menyebabkan terjadinya dinamika yang demikian itu, karena politik hukum
diarahkan kepada iure constituendo yaitu hukum yang seharusnya berlaku. Di
Indonesia, politik hukum itu dirumuskan pada tahap legislatif dalam bentuk
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap rancangan undang-
undang (UU). Seyogyanya undang-undang yang dibahas di DPR merupakan
kelanjutan dari konstitusi sehingga selayaknya bisa diharapkan, bahwa proses
pembuatan undang-undang tidak setiap kali harus mengambil risiko untuk
‘melangkah mundur’, atau lebih parah lagi ‘memelintir konstitusi’. Pada tahap
eksekutif seyogyanya keputusan presiden dan keputusan menteri merupakan
penerapan lanjutan dari undang-undang.
Politik Hukum 9
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a. Perspektif Etimologis
b. Perspektif Terminologis
17 Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, 2013, Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta : RajaGrafindo
Persada, hlm. 19
18 Ibid., hlm. 21-22
Politik Hukum 10
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Tidak ada negara tanpa politik hukum. Politik hukum menurut Bagir
Manan, ada yang bersifat tetap (permanen) dan bersifat temporer. Politik
hukum yang bersifat permanen berkaitan dengan sikap hukum yang akan
selalu menjadi dasar kebijakan pembentukan dan penegakan hukum. Bagi
Indonesia, politik hukum yang permanen adalah:
19 Otong Rosadi dan Andi Desmon, 2012, Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu Hukum, Yogyakarta :
Thafa Media, hlm. 3
20 ibid hlm. 5-6
21 M. Solly Lubis, 2014, Politik Hukum dan Kebijakan Publik (Legal Policy and Public Policy), Bandung :
Politik Hukum 11
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
22 M. Afif Hasbullah, 2005, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM Di Indonesia, Upaya Mewujudkan
Masyarakat Yang Demokratis, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 11-12
23 Moh. Mahfud MD, 1998, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta : Puataka LP3ES Indonesia, hlm. 1-
Politik Hukum 12
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
24 Moh. Mahfud MD, 2010, Perdebatan hukum Tata Negara, Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta :
Rajawali Pers., hlm. 49
25 Ibid hal 50
Politik Hukum 13
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 14
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
26 Poltik hukum baru yang berisi upaya pembaharuan hukum menjadi keharusan ketika pada tanggal 17
Agustus 1945 indonesia diproklamasikan sebagai Negara merdeka dengan Undangundang Dasar 1945
sebagai hukum dasarnya. Proklamasi kemerdekaan menentukan pembaharuan atau penggantian atas
hukum-hukum peninggalan zaman penjajahan Jepang dan Belanda, sebab jika dilihat dari sudut tata
hokum maka proklamasi kemerdekaan merupakan tindakan perombakan secara total. Lihat
selengkapnya dalam Moh. Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia, LP3S, Jogjakarta, 1998, hlm. 9
27 Ibid hlm 9
Politik Hukum 15
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
C. LATIHAN SOAL
1. Pemikiran apa yang mendasar dari pengertian politik hukum sebagai ilmu?
2. Jika ditinjau dari perspektif terminologis, bagaimana hubungan nya antara politik
dan hukum dalam suatu negara?
3. Apa saja yang meliputi cakupan politik hukum dalam suatu negara jika ditinjau
dari aspek kebijakan hokum (legal policy)
4. Jelaskan hubungan kausalitas antara hukum dan politik dalam kerangka hukum
nasional?
28 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, 2010,
hlm. 3
29 Moh. Mahfud MD.., op.cit., hlm. 14
30 Ngesti D. Prasetyo, Konstruksi Politik Hukum Ekonomi Dalam Hasil Peubahan UUD 1945, Jurnal
Konstitusi, Volume 2 Nomor 3, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi,
2005, hlm. 112.
Politik Hukum 16
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
D. DAFTAR PUSTAKA
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional.
(Bandung: Alumni, 1991)
Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, 2013, Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta :
RajaGrafindo Persada
M. Solly Lubis, 2014, Politik Hukum dan Kebijakan Publik (Legal Policy and Public
Policy), Bandung : Mandar Maju
Moh. Mahfud MD, 2010, Perdebatan hukum Tata Negara, Pasca Amandemen
Konstitusi, Jakarta : Rajawali Pers
Ngesti D. Prasetyo, Konstruksi Politik Hukum Ekonomi Dalam Hasil Peubahan UUD
1945, Jurnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 3, Jakarta, Sekretariat Jenderal
dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, 2005
Nyoman Serikat Putra Jaya, 2014, Politik Hukum, Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro
Otong Rosadi dan Andi Desmon, 2012, Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu
Hukum, Yogyakarta : Thafa Media
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), Cet.III
Politik Hukum 17
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
PERTEMUAN 2
KEDUDUKAN POLITIK HUKUM SEBAGAI CABANG ILMU
PENGETAHUAN DALAM LINGKUNGAN DISIPLIN ILMU HUKUM
DAN SOSIAL
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pertemuan ke 2 dalam mata kuliah ini mempelajari tentang kedudukan politik
hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan dalam lingkungan disiplin ilmu hukum dan
sosial . Di akhir perkuliahan anda diharapkan mampu memahami kedudukan politik
hukum.
B. URAIAN MATERI
1. Kedudukan Politik Hukum Sebagai Cabang Disiplin Ilmu Hukum
Banyaknya teori “pemikiran tentang negara dan pemerintahan dimulai
sekitar 450 S.M., seperti tercermin dalam karya filsafat Plato dan Aristoteles,
maupun karya sejarah Herodotus. Pusat-pusat kebudayaan tua di Asia, seperti
India dan Cina, juga mewariskan tulisan-tulisan tentang negara dan
pemerintahan. Tulisan-tulisan ini disajikan dalam bentuk kesusasteraan dan
filsafat, misalnya Dharmasastra dan Arthasastra di India maupun karyakarya
Confucius dan Mencius di Cina. Pemikiran mengenai negara dan pemerintahan
juga bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kita dapat menemukan
pemikiran serupa ini dalam kitab Pararaton, Nagarakertagama dan Babad
Tanah Jawi, maupun dalam berbagai hikayat dan cerita-cerita adat. Kaba di
Minangkabau misalnya, dengan caranya sendiri menyiratkan pemikiran
mengenai negara dan pemerintahan. Sehingga apabila ilmu politik dilihat dalam
kerangka yang lebih luas sebagai pembahasan mengenai berbagai aspek
kehidupan termasuk kepercayaan, pemerintahan, kenegaraan atau
kemasyarakatan maka ilmu politik sering disebut sebagai pengetahuan yang
tertua di antara ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Meskipun penulis-penulis seperti
Confucius, Mencius, Kautilya, maupun Prapanca tidak membicarakan politik
Politik Hukum 18
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a. Teori politik yang meliputi: definisi politik; pemerintahan, sistem dan rezim;
ideologi-ideologi politik; demokrasi; dan negara.
b. Bangsa-bangsa dan globalisasi meliputi: bangsa dan nasionalisme; politik
subnasional; dan politik global.
c. Interaksi politik terdiri dari: ekonomi dan masyarakat; budaya politik dan
legitimasi; perwakilan, pemilu dan partisipasi dalam pemilu; partai politik dan
sistem kepartaian, kelompok, kepentingan dan gerakan.
d. Mesin pemerintahan yang meliputi: konstitusi, hukum dan yudikatif; lembaga
legislatif; lembaga eksekutif; birokrasi; militer dan polisi.
e. Kebijakan dan kinerja meliputi: proses kebijakan dan kinerja sistem.
Ada begitu banyak perubahan yang sudah terjadi dalam studi ilmu politik
yang bergerak meluas dari pendekatan institusional klasik yang terfokus pada
studi institusi-institusi klasik pemerintahan dan partai politik. Saat ini, studi ilmu
politik semakin banyak bersinggungan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain seperti
sosiologi, kriminologi, ekonomi, psikologi, dan lainnya sehingga memunculkan
banyak sub-sub studi kontemporer seperti ekonomi politik, perbandingan politik,
psikologi politik, sosiologi politik, dan lain-lain. Walaupun demikian, tidak bisa
diartikan bahwa ilmu politik kemudian meninggalkan cabang-cabang bahasan
klasik seperti teori politik dan studi institusi politik, karena ilmu politik terus
mengembangkan diri di atas pilar-pilar perkembangan sebelumnya dan
menghasilkan studi-studi teori politik kontemporer, pendekatan-pendekatan
Politik Hukum 19
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 20
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
2. Kebijakan Hukum Sebagai Objek Kajian Politik Hukum Dan Sebagai Ilmu
Pengetahuan Sosial
Politik hukum merupakan satu disiplin hukum yang tergolong masih muda
dibandingkan dengan disiplin-disiplin hukum lain. Namun demikian itu bukan
berarti bahwa politik hukum tidak memiliki posisi yang strategis sebagai sebuah
ilmu yang dari sisi aksiologis mampu menguak misteri hukum sama baiknya
dengan disiplin-disiplin hukum yang telah ada sebelumnya. Kompleksitas
hukum menyebabkan hukum itu dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang,
dengan lahirnya berbagai disiplin hukum disamping filsafat hukum (philosophy
of law dan ilmu hukum (science of law), seperti teori hukum (theory of law),
sejarah hukum (history of law), antropologi hukum (anthropology of law,
perbandingan hukum (coparative of law), logika hukum (logic of law), phisikologi
hukum (psychology of law), dan kini sedang tumbuh politik hukum (politic of
law) ini adalah bukti yang tidak terbantahkan dari kebenaran pernyataan di
atas. Masing-masing ragam disiplin hukum di atas tidak akan bisa bekerja
sendiri sendiri, karena sesungguhnya semuannya saling berkelindan
(berkaitan/berhubungan) satu sama lain. Artinya satu disiplin hukum tidak
memiliki makna apa-apa tanpa melibatkan disiplin hukum lain. Kesemuannya
itu merupakan ilmu-ilmu bantu (hulpwetenschap) yang dapat dimanfaatkan
sebagai pendekatan atau tool of analysis. Maka dengan demikian, diharapkan
pemahaman para ahli hukum terhadap hukum akan lebih mendalam dan utuh
(whole), akhirnya produk hukumnya yang dibuat dapat berjalan secara efektif.
Politik Hukum 21
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
dan melaksanakan tujuan dalam suatu negara. Hal ini hampir sejalan dengan
pendapat Lisnay Rogers yang dikutip oleh F. Isjwara,34 bahwa politik (politics)
adalah ilmu dan kemahiran memerintah. Ada pula sarjana membedakan
pengertian politik teoritis mengenai keseluruhan asas-asas dan ciriciri yang
khas dari negara tanpa membahas aktivitas dan tujuan yang hendak dicapai
negara. Politik praktis adalah mempelajari negara sebagai suatu lembaga yang
bergerak dengan fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu, yaitu negara sebagai
tujuan dinamis.
Politik Hukum 22
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Pada bagian lain Moh. Mahfud MD. membuat sebuah definisi operasional
tentang politik hukum untuk kepentingan penelitian dan penulisan disertasinya,
yaitu : Politik Hukum adalah kebijaksanaan hukum (legal policy) yang hendak
atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia, yang
dalam implementasinya meliputi :
36 A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, Jakarta, Puporis Publishers, 2002
37 ASS. Tambunan, Op.Cit, Hlm 7
Politik Hukum 23
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Dari kajian Moh.Mahfud MD. terlihat ada garis kesamaan yang dapat
dihubungkan untuk membangun pengertian politik hukum, yaitu pada aspek
aspek masa depan hukum yang hendak diwujudkan dan aspek melaksanakan
hukum saat ini. Yang termasuk aspek masa depan adalah pembinaan hukum,
pembangunan hukum, pembaharuan hukum, dan perubahan hukum.
Sehubungan dengan itu Padmo Wahjono memberikan pengertian politik hukum
sebagai kebijaksanaan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan
kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan
dengan pembentukan hukum, penerapan hukum, lembaga penegakan hukum,
dan penegakkannya sendiri.39
38 Moh. Mahfud MD., Perkembangan Politik Hukum, Studi Tentang Pengaruh Kinfigurasi Politik Terhadap
Produk Hukum di Indonesia, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1993, hlm. 3,4,11 dan
13,12
39 Padmo Wahjono, Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-undangan, Forum Keadilan No. 29/April
1991
40 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, alumni, Bandung, 1986, hlm. 334
41 Bagir Manan, Mengkaji Ulang Syariah dan Hukum Menuju Pembangunan Hukum Nasional. makalah,
Diskusi Panel Fakultas Hukum Universitas Brawidjaja, Malang, 4 Juni 194, hlm. 17-18
Politik Hukum 24
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Hartono 42
dalam bukunya ‘Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum
Nasional’, tidak merumuskan pengertian politik hukum, akan tetapi dapat
disimpulkan bahwa politik hukum yang Beliau maksud adalah sarana/langkah
yang dapat ditempuh untuk menciptakan sistem hukum nasional yang
dikehendaki.
42 C.F. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991,
hlm. 1
43 Baschan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara, Jakarta, 1996, Hlm 23
Politik Hukum 25
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
(Ius Contituendum); Kedua, hukum yang ada saat ini (Ius Constitutum). Tepat
bila kajiannya politik hukum itu berada di dalam bidang Hukum Tata Negara
dan Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Tata Negara dalam arti luas), karena
kajian polik hukum itu merupakan kebijakan negara yang produk hukum berupa
peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang dan masa yang akan
datang, tentu sebagai suatu produk hukum negara yang ideal.
44 Abdul Latif, hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010),Hlm. 21
45 Imam Syaukani , A. Ahsin Thohari Dasar-Dasar Politik Politik Hukum ( Jakarta: RajawaliPers, 2013),
hlm. 51
Politik Hukum 26
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Pandangan Teori Hukum Murni ( the pure theory of law ) politik hukum
adalah satu disiplin ilmu yang membahas peraturan aparat yang berwenang
dengan memilih beberapa alternatif yang tersedia untuk memproduksi atau
melahirkan suatu produk hukum guna mewujudkan tujuan negara. Pengertian
atau definisi tentang politik hukum yang diberikan oleh para ahli di dalam
literatur. Dari berbagai pengertian atau definisi itu, dengan mengambil
substansinya yang ternyata sama, dapatlah penulis kemukakan bahwa politik
hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang
akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan
penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan Negara. Dengan
demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan
diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau
tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan
Negara seperti yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.47
46 Op. Cit. Ahmad Muliadi, politik Hukum (Padang: akademika , 2013) hlm. 10
47 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers , 2010), hlm.1
Politik Hukum 27
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a. Tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada.
b. Cara-cara apa dan yang mana, yang dirasa paling baik untuk bisa dipakai
mencapai tujuan tersebut.
c. Kapan waktunya hukum itu perlu dirubah dan melalui cara-cara bagaimana
perubahan itu sebaiknya dilakukan.50
d. Dapatkah dirumuskan suatu pola baku dan mapan, yang bisa membantu kita
memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut secara baik.
Politik Hukum 28
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Artinya pembentukan negara atau biasa disebut tujuan Negara itu harus
dijadikan alasan sekaligus arah dalam setiap penyusunan program legislasi
Nasional (prolegnas) dan pembahasan dalam penyusunan perundang-
undangan dan peraturan lainnya. Hal ini diperlukan agar konsepsi Negara
hukum yang demokratis tadi dapat berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan
Politik Hukum 29
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 30
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
C. LATIHAN SOAL
1. Bagaimana menelaah dampak pembangunan sosial ekonomi terhadap susunan
masyarakat, khususnya pengaruh lembaga-lembaga politik terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
4. Jelaskan masalah-masalah dan kasus yang menjadi perhatian dalam studi politik
hukum?
Politik Hukum 31
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
D. DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latif, Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010)
Apeldorn L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Terjemahan Sadino Utarid, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1993
Bagir Manan, Mengkaji Ulang Syariah dan Hukum Menuju Pembangunan Hukum
Nasional. makalah, Diskusi Panel Fakultas Hukum Universitas Brawidjaja,
Malang, 4 Juni 1994
C.F. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Alumni, Bandung, 1991
Imam Syaukani dkk, Dasar-Dasar Politik Politik Hukum ( Jakarta: Rajawali Pers,
2013),
Politik Hukum 32
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
PERTEMUAN 3
NILAI DASAR POLITIK DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pertemuan ke 3 dalam mata kuliah ini mempelajari tentang nilai dasar politik
dalam pembentukan hukum nasional. Di akhir perkuliahan anda diharapkan mampu
memahami tentang nilai dasar politik dalam pembentukan hukum nasional.
B. URAIAN MATERI
1. Pelaksanaan Nilai-Nilai Dasar Dalam Pembentukan Hukum Nasional
Dalam rangka mencapai tujuan bersama dalam kehidupan sosial di
masyarakat, maka dibutuhkan kerjasama diantara manusia yang satu dengan
yang “lainnya. Kerjasama yang dilakukan ini diperlukan agar dalam kehidupan
sosialnya mereka saling memenuhi kebutuhan dan untuk mempertahankan
dirinya. Jones (1973) mendefinisikan ‘’masalah sebagai kebutuhan manusia
yang perlu diatasi atau dipecahkan’’.51 Sementara Dunn (1990) mengartikan
masalah kebijakan dengan nilai, kebutuhan, dan kesempatan yang belum
terpenuhi, tetapi dapat diidentifikasikan dan dicapai dengan melakukan
tindakan publik. Tujuan bersama dapat dilaksanakan bersama-sama apabila
dalam komunitas msyarakat ini terdapat aturan hukum untuk mencegah konflik
yang dikhawatirkan akan timbul dikemudian hari. Pancasila dijadikan sebagai
sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat karena pancasila adalah sumber
hukum nasional Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar pancasila itu
adalah dijadikannya Pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan norma
hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang
merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum nasional Indonesia itu
bersumber dan berdasar pada Pancasila sebagai norma dasar bernegara.
Pancasila berkedudukan sebagai groundorm (norma dasar) atau
staatfundamentalnorm (norma fundamental negara) dalam jenjang norma
hukum di Indonesia.
J., Nye 2002. The Paradox of American Power: Why the World’s Only Superpower Cannot Go It Alone. Oxford:
51
Politik Hukum 33
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
52 Jimmly Ashiddqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
2007, hlm. 17
Politik Hukum 34
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 35
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a. Tahap perencanaan
Politik Hukum 36
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 37
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 38
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
c. Tahap pembahasan
d. Tahap pengesahan
Jika jangka waktu yang telah ditentukan tersebut terlampaui dan ternyata
Presiden belum juga membubuhkan tanda tangannya sebagai indikasi
disahkannya rancangan undang-undang menjadi undang-undang maka
rancangan undang-undang tersebut dianggap sah menjadi undang-undang.
Politik Hukum 39
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 20 ayat (4) dan
ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
e. Tahap pengundangan
f. Tahap penyebarluasan
Politik Hukum 40
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 41
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
55 Ali, Siti Hawa. 1989. Imperialisme Profesional, Kerja Sosial di Dunia Ketiga. Malaysia: University Sains
Malaysia.
Politik Hukum 42
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Nilai otonomi dalam pembuatan kebijakan publik adalah nilai yang bersifat
universal baik. Dalam arti, manusia dengan berbagai latar belakangnya adalah
manusia yang utuh jika mampu menjadi tuan atas dirinya sendiri. Dengan
demikian, otonomi adalah nilai yang baik karena membiarkan manusia
mengatur dirinya sendiri. Otonomi adalah salah satu nilai dasar dari demokrasi.
Tanpa otonomi, tidak akan ada demokrasi. Pada level individual, orang orang
yang hidup di alam demokrasi adalah individu-individu yang mengatur dirinya
sendiri dan siap bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya dalam
hidup. Pada level kolektif, masyarakat demokratis adalah masyarakat yang
mengatur dirinya sendiri. ‘Ide sentral dari demokrasi,’ demikian tulis Harrison,
adalah tata kelola diri sendiri, di dalam demokrasi rakyat mengatur dirinya
sendiri.57
56 Dun, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
57 Fernanda, Desi. 1999. Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Pelayanan Umum. Makalah. Bandung:
Fisip Unpad.
Politik Hukum 43
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Konsep demokrasi radikal, yaitu setiap orang diajak ikut serta dalam
proses-proses pembuatan kebijakan publik, berdiri di atas fondasi dasar bahwa
setiap orang adalah manusia yang otonom, yakni yang mampu membuat
keputusan dan mengontrol dirinya lalu bekerja sama untuk membuat kebijakan
publik yang baik untuk kepentingan bersama.58
Politik Hukum 44
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 45
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
61 Kessler R.C. dkk. 2001. The Use of Complementary and Alternative Therapies to Treat Anxienty and
Depression in the United State. American Journal of Psychiatry
62 Dun, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
63 Easton D. 1965. A System Analysis of Political Life. New York: Wiley
Politik Hukum 46
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a. Agenda sistemis, merupakan semua isu yang dirasakan oleh para anggota
masyarakat politik yang patut mendapat perhatian publik dan berada dalam
yurisdiksi kewenangan pemerintah.
b. Agenda institusional merupakan serangkaian masalah yang secara tegas
membutuhkan pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat keputusan
yang sah/otoritas.
Tidak semua masalah bisa menjadi masalah publik, tidak semua masalah
publik bisa menjadi isu, tidak semua isu bisa tampil dan masuk dalam agenda
pemerintah. dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Dengan
proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah” dalam mewujudkan
program-program yang sudah direncakanan agar tercipta ketertiban dan
ketentraman hukum di masyarakat.
64 J., Nye 2002. The Paradox of American Power: Why the World’s Only Superpower Cannot Go It Alone.
Oxford: Oxford University Press
Politik Hukum 47
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pembuatak kebijakan publik!
D. DAFTAR PUSTAKA
Ali, Siti Hawa. 1989. Imperialisme Profesional, Kerja Sosial di Dunia Ketiga.
Malaysia: University Sains Malaysia
Dun, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press
J., Nye 2002. The Paradox of American Power: Why the World’s Only Superpower
Cannot Go It Alone. Oxford: Oxford University Press
Jimmly Ashiddqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, 2007
Politik Hukum 48
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Kessler R.C. dkk. 2001. The Use of Complementary and Alternative Therapies to
Treat Anxienty and Depression in the United State. American Journal of
Psychiatry
Politik Hukum 49
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
PERTEMUAN 4
POLITIK HUKUM DALAM PERSPEKTIF ILMU KETATANEGARAAN
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pertemuan ke 4 dalam mata kuliah ini mempelajari tentang politik hukum
dalam perspektif ketatanegaraan. Di akhir perkuliahan anda diharapkan mampu
memahami tentang politik hukum dalam perspektif ketatanegaraan.
B. URAIAN MATERI
1. Politik Hukum Sebagai Kajian Ketatanegaraan Indonesia
Bergulirnya reformasi pada tahun 1998 memicu berbagai perubahan di
segala bidang, tidak terkecuali dalam tatanan ketatanegaraan. Kekuasaan yang
selama ini dipkuasai oleh otoriter, kedaulatan dikembalikan kepada rakyat.
Pernyataan tersebut dimuat dalam pembukaan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945),
serta Pasal 1 ayat (2) UUD NRI yang menyatakan bahwa: “Kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’’, dan Pasal
1 ayat (3) yang menyatakan bahwa ‘’Negara Indonesia adalah negara hukum’’.
Pengertian Hukum Tata Negara sendiri secara sederhana berasal dari
perkataan ‘hukum’, ‘tata’, dan ‘negara’, yang didalamnya dibahas mengenai
urusan penataan negara. Tata yang terkait dengan kata tertib, yang biasa juga
diterjemahkan sebagai tata tertib. Tata Negara berarti system penataan negara,
yakni berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan substansi norma
kenegaraan.65 Menurut Van Vallenhoven: Hukum Tata Negara mengatur semua
masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut
tingkatannya dan dari masingmasing itu menentukan wilayah lingkungan
rakyatnya, dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-
masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta
menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut, sedangkan
65 Jimlly Asshidiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm.
17;
Politik Hukum 50
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
menurut Longemann, Prof., Dr., J.H.A. Hukum Tata Negara yang dipelajari
adalah :
66 Himawan Estu Bagijo, 2014, Negara Hukum & Mahkamah Konstitusi: Perwujudan Negara Hukum yang
Demokratis Melalui Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian UndangUndang, Cetakan II,
LaksBang Grafika, Yogyakarta, hlm. 1
Politik Hukum 51
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
67 Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara dan Kajian Kenegaraan, Setara
Press, Malang, hlm. 87
Politik Hukum 52
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
68 Ahmad Fadlil Sumadi, 2013, Politik Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Setara Press, Malang,
hlm 1.
Politik Hukum 53
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 54
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 55
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
69 Juniarto, Selayang Pandang Tentang Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Balai Pustaka,
1990. hlm. 3.
Politik Hukum 56
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
70 Constitutional convention di dalam Oxford Dictionary Law diartikan sebagai Practices relating to the
exercise of their functions by the crown. The government, Parliament and thejudiciarythatarenot legally
enforceable but are commonly followed as if they were.
71 Mengenai konvensi ketatanegaraan di Australia, baca misalnya George Winterton, The Executive and
Politik Hukum 57
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
72 W.B.Munro, The Government of the United States, 4th edition, 1936, hlm. 80-83.
73 O. Hood Philips, Constitutional Convention: Dicey’s Predecessors, 29, M. L. R., 1966, hlm. 137
Politik Hukum 58
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
74 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Tata Negara Indonesia pasca Amandemen UUD 1945, kencana prenada
media group, 2010, hlm. 60.
75 Munir Fuady, Teori Negara Modern (Rechstaat), PT refika aditama, 2009. hlm.3.
Politik Hukum 59
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
76 H. Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia dalam perspektif pancasila pasca reformasi. 2012. hlm
189.
77 Jimly Ashidique, Ibid. hlm. 1.
Politik Hukum 60
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 61
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 62
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
81 Regen B.S. Politik Hukum, CV Utomo, Bandung, 2006, hlm. 17-18. Lihat juga Mahfud MD Politik Hukum
di Indonesia, Pustaka LP3ES, 2001
Politik Hukum 63
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
C. LATIHAN SOAL
1. Bagaimana implementasi suatu perndang-undangan yang terhambat peraturan
pelaksanaannya?
3. Sifat konvensi yang tertulis atau tidak tertulis itu sendiri sebenarnya tidaklah
mutlak. Kadang-kadang, konvensi ketatanegaraan dapat juga dituangkan dalam
bentuk tulisan tertentu, meskipun ia tetap dapat dapat disebut sebagai konvensi
ketatanegaraan atau constitutional convention. Berikan pendapat anda.
Politik Hukum 64
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
D. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fadlil Sumadi, 2013, Politik Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi,
Setara Press, Malang
Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia dalam perspektif pancasila pasca
reformasi. 2012
Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara dan Kajian
Kenegaraan, Setara Press, Malang,
Himawan Estu Bagijo, 2014, Negara Hukum & Mahkamah Konstitusi: Perwujudan
Negara Hukum yang Demokratis Melalui Wewenang Mahkamah Konstitusi
dalam Pengujian UndangUndang, Cetakan II, LaksBang Grafika, Yogyakarta
Jimlly Asshidiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Tata Negara Indonesia pasca Amandemen UUD
1945, kencana prenada media group, 2010
Politik Hukum 65
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 66
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
PERTEMUAN 5
POLITIK HUKUM DALAM NEGARA DEMOKRASI
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pertemuan ke 5 dalam mata kuliah ini mempelajari tentang politik hukum
dalam negara demokrasi. Di akhir perkuliahan anda diharapkan mampu memahami
tentang politik hukum dalam negara demokrasi.
B. URAIAN MATERI
1. Tujuan Politik Hukum
82 Bintan Ragen Saragih, Politik Hukum, CV. Utomo, Bandung, 2006, hlm. 6.
83 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1982
Politik Hukum 67
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Ruang lingkup kajian dari hukum dan politik memiliki keterkaitan yang
bisa memberikan jawaban atas hal kenegaraan. Persoalan yang terjadi banyak
yang melibatkan kedua sumber ilmu tersebut, dan dalam literatur juga banyak
mengaitkan antara hukum dengan politik. Pada sisi lain juga ilmu politik
menyelidiki dan menguraikan hidup negara itu, sikap dan tindak tanduknya
dalam kehidupan warganya serta pergaulan antar negara. Dikatakan juga,
bahwa ilmu politik menurut Prof Hoetink ialah sosiologi negara.87 Mahfud MD
dalam bukunya politik hukum Indonesia mengartikan politik hukum sebagai
legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum-hukum yang akan
diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun penggantian hukum
lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.88 Sedangkan menurut Prof Bintan
84 Utrecht.E, Pengantar Dalam Hukum Indoneia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1983, hlm. 45.
85 BintanRagen Saragih, Op.Cit.,Politik….., hlm. 11.
86 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 18.
87 M. Hutauruk, Garis Besar Ilmu Politik, Erlangga, Jakarta, 1980, hlm. 15.
88 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2009, hlm. 1.
Politik Hukum 68
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Hukum menjadi juga objek politik, yaitu objek dari politik hukum. Politik
hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana
seharusnya manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-
perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku
supayaa menjadi sesuai dengan kenyataan sosial (sociale werkelijkheid). Akan
tetapi, sering juga untuk menjauhkan tata hukum dari kenyataan sosial, yaitu
dalam hal politik hukum menjadi alat dalam tangan suatu rulling class yang
hendak menjajah tanpa memperhatikan kenyataan sosial itu. Pada dasarnya
politik hukum merupakan suatu kajian yang tidak hanya berbicara pada tataran
proses dari hukum-hukum yang akan datang dan sedang diberlakukan tetapi
juga mencakup pula hukum-hukum yang telah berlaku. Politik hukum ini
mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif
Politik Hukum 69
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya
kepada pembuat Undang-Undang, tetapi juga kepada para penyelenggara
pelaksana putusan pengadilan.
Politik Hukum 70
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
penegak hukum.93 Politik hukum satu negara berbeda dengan politik hukum
negara yang lain.
93 Ibid.
94 Ibid., hlm. 10.
95 Ahmad Muliadi, Op.Cit., Politik….., hlm. 10.
Politik Hukum 71
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 72
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 73
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Istilah tersebut dapat dikatakan sebagai hal yang benar bahwa politik
mengintervensi hukum apabila dilihat dari sudut pandang orang yang
mengasumsikan hal tersebut, namun benar juga apabila terdapat orang yang
mengartikan bahwa istilah tersebut berarti hukumlah yang mengintervensi
politik apabila orang tersebut memang mengasumsikan atas apa yang
97 Otong Rosadi, Andi Desmon, Studi Politik Hukum Suatu Optik Ilmu Hukum, Thafa Media, Yogyakarta,
2012, hlm. 20.
98 Solly Lubis, Serba-Serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1989, hlm. 98.
99 Moh Mahfud MD, Op.Cit., Politik….., hlm. 4.
Politik Hukum 74
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 75
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 76
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
produk yang demikian biasanya hukum diberi fungsi dengan sifat positivis
instrumentalis atau menjadi alat bagi pelaksanaan ideologi dan program
pemerintah. Rumusan materi hukumnya biasanya bersifat pokok-pokok saja
sehingga dapat diinterpretasi pemerintah menurut visi dan kehendaknya
sendiri dengan berbagai peraturan pelaksanaan.
Politik Hukum 77
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Antara negara dan hukum memiliki arti dari masing-masing kata. Negara
adalah lanjutan dari keinginan manusia hendak bergaul antara seorang dengan
orang lainnya dalam rangka menyempurnakan kebutuhan hidupnya. Semakin
luas pergaulan manusia dan semakin banyak kebutuhannya kepada suatu
organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara keselamatan
hidupnya. Menurut Bellefroid, mengatakan bahwa negara itu suatu persekutuan
hukum yang menepati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan yang
dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan
kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.104 Menurut para ahli negara
hukum adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menajamin keadilan
kepada warga negaranya. Gagasan negara hukum ini sesungguhnya terlahir
sebagai reaksi negara polisi (polizei staat) yang merupakan tipe negara yang
dianut pada saat ini. Negara polisi adalah suatu tipe negara yang
memberlakukan asas alles voor volk, maar niet door het volk (rajalah yang
menentukan segala-galanya untuk rakyatnya, tetapi tidak oleh rakyatnya
sendiri), dan asas legubus salutus est, salus publica suorema lex. Sebelum
103 Abdul Latif dan Hasbi Ali, Op.Cit., Politik….., hlm. 31.
104 Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia Dalam Perspektif Pancasila Pasca Reformasi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2013, hlm. 62.
Politik Hukum 78
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
105 ibid
Politik Hukum 79
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
f. Adanya peran yang nyata dari angota-angota masyarakat atau warga negara
untuk turut serta mngawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah.
g. Adanya sistem perekonomian yang dapat dijamin pembagian yang merata
sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.106
Bagir Manan dengan mengukip pendapat J.T. Van Den Berg mengemukakan
bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki syarat minimal
(negara hukum klasik) yaitu:
106 Hargiyan Kevin, Negara Hukum dan Demokrasi dalam www.kevinunidha.blogspot.co.id pada 14 Mei
2021 pukul 09.45
107 ibid
Politik Hukum 80
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
108 Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm.
60-61.
109 Ibid., hlm. 61.
110 USLIT IAIN Syarif Hidayatullah Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, IAIN
Politik Hukum 81
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
112 Nimatul Huda, Ilmu Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 201.
113 Ni’matul Huda, Op.Cit., Negara....., hlm. 21.
Politik Hukum 82
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Uni Soviet, Masyarakat Eropa Timur dan banyak negara sedang berkembang
menganut konsep ini.114
C. LATIHAN SOAL
1. Banyak definisi hukum yang dikemukakan oleh para ahli, sebutkan 3 pengertian
hukum tersebut, dan apa kesimpulan anda dari ketiga pendapat tersebut?
2. Begitu pula dengan definisi politik, jika digabungkan dengan definisi hukum, apa
pengertian dari politik hukum menurut anda?
6. Bagaimana ciri dari produk hukum yang dihasilkan” oleh negara hukum yang
menganut demokrasi?
D. DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latif, Hasbi Ali, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2014
Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia Dalam Perspektif Pancasila Pasca
Reformasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013
David Held, Demokrasi dan Tatanan Global, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004,
114 David Held, Demokrasi dan Tatanan Global, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm. 5-6.
Politik Hukum 83
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2009
Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005,
Otong Rosadi, Andi Desmon, Studi Politik Hukum Suatu Optik Ilmu Hukum, Thafa
Media, Yogyakarta, 2012
Politik Hukum 84
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
PERTEMUAN 6
POLITIK HUKUM PENGAKUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Hak Asasi
Berdirinya Republik Indonesia sebagai negara hokum yang berlandaskan
atas hukum sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945 “Negara Indonesia
adalah negara hukum’’. Hak Asasi manusia adalah hak dasar atau
kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir secara kodrat yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dirampas dan
dicabut keberadaannya dan wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan
perlindungan harkat dan martabat manusia. politik peraturan perundang-
undangan merupakan bagian atau subsistem dari politik hukum, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa mempelajari atau memahami politik hukum
pada dasarnya sama dengan memahami atau mempelajari politik perundang-
undangan demikian pula sebaliknya, karena pemahaman dari politik hukum
termasuk pula di dalamnya mencakup proses pembentukan dan
pelaksanaan/penerapan hukum (salah satunya peraturan perundang-
undangan) yang dapat menunjukkan sifat ke arah mana hukum akan dibangun
dan ditegakkan.115
115 Bagir Manan, Politik Perundang-undangan, Makalah, Jakarta, Mei 1994, hlm. 1
Politik Hukum 85
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
116 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan
Politik Hukum 86
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
117 Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, 2000, hlm. 14
Politik Hukum 87
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a. Hak asasi politik (political right), yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak memilih dan dipilih dalam Pemilu, hak mendirfikan partai
dan sebagainya.
b. Hak asasi ekonomi (property right), hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan
menjualnya, serta memanfaatkannya.
Politik Hukum 88
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
c. Hak asasi hukum (right of legal equality) , yaitu hak untuk mendapat
perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Serta hak untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan dan
perlindungan (prosedural right). Misalnya peraturan dalam, penangkapan,
penggeledahan, peradilan dan sebagainya.
d. Hak asasi sosial dan kebudayan (social and culture right), misalnya hak
untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
e. Hak atas pribadi (personal right), yang meliputi kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan memeluk agama dan sebagainya.
Politik Hukum 89
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
dan martabat manusia. Esensi dari konsep hak asasi manusia adalah
penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa
diskriminasi berdasarkan apa pun dan demi alasan apa pun, serta
pengakuan terhadap martabat manusia sebagai makhluk termulia di muka
bumi.
Selain itu juga diatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk
menghormati, melindungi, menegakkan serta memajukan hak-hak asasi
manusia tersebut yang diatur dalam peraturan perundang undangan dan
hukum internasional yang diterima oleh negara Republik Indonesia. Dengan
118 Muhtaj El Majda, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Prenada Media, Jakarta.
Politik Hukum 90
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
119 Budi Juliardi, 2015 Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Politik Hukum 91
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
a) Hak milik
Politik Hukum 92
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
1) Peradilan Umum
2) Peradilan Agama
3) Peradilan Militer
Politik Hukum 93
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 94
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Politik Hukum 95
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
120 Marzuki Suparman, 2012, Pengadilan HAM DI Indonesia melanggangkan Impunity. Erlangga. Jakarta
Politik Hukum 96
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
luar batas teritorial, dalam arti tetap dihukum sesuai dengan Undang-Undang
tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia ini. Sementara itu, warga negara
Indonesia yang menjadi korban pelanggaran HAM berat di luar wilayah
Republik Indonesia tidak mendapat perlindungan oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Berdasarkan Pasal itu pula dapat diketahui bahwa Indonesia tidak
sungguh-sungguh dalam memberantas tindak Pidana Internasional dalam
pelanggaran Hak Azasi Manusia.121
Karena itu, dasar negara yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945
yang keputusan dan pilihan bapak-bapak pendiri negara (the founding father),
wajib menjadi pegangan setiap pemerintahan di dalam mengisi kemerdekaan,
khususnya yang terkait dengan hak asasi manusia. Hal itu terbukti dengan
pengakuan beberapa hak mendasar tersebut dalam UUD 1945 yang menjadi
landasan konstitusional berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, meski
121 Wahjoe Oentoeng, 2011,Hukum Pidana Internasional Perkembangan Tindak Piadana Internasional &
proses penegakannya. Erlangga.Jakarta
122 Mahsyur, Efendi dan Taufani, S. Evandri. 2014. HAM dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik,
Ekonomi, dan Sosial. Bogor. Ghalia Indonesia. hlm. 155-156.
Politik Hukum 97
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
UUD itu disusun dalam waktu yang singkat, dari tanggal 29 Mei sampai dengan
16 Juli (Pide, 1999: 63). Hak-hak tersebut diantaranya adalah hak atas
kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintah, hak untuk menganut
agama dan menjalankan ajaran agama/kepercayaannya, hak untuk
mengemukakan pendapat, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak untuk
mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak, dan lain-lain. Di situlah
jantung dan nafas perjuangan bangsa, disitulah politik hukum dan pilihan
hukum yang tidak dapat ditawar-tawar oleh siapa pun dan pemerintah dari
kelompok/partai manapun juga, yaitu membangun demokrasi dan penegakan
hukum,vinito.123
123 ibid
124 Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,
Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2011, hlm. 166
Politik Hukum 98
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
masyarakat dan pemerintah atau negara yang akan terjebak ke dalam tindakan
yang dijalankan diluar jalur atau landasan hukum. Bila hukum yang dihasilkan
adalah hukum yang responsif, maka tidak akan ada lagi hukum siapa yang kuat
(punya kekuasaan) akan menguasai yang lemah atau anggapan rakyat selalu
menjadi korban, karena lahirnya hukum tersebut sudah melalui proses
pendekatan dan formulasi materi muatannya telah menampung berbagai
aspirasi masyarakat. Pada dasarnya penerimaan (resepsi) dan apresiasi
masyarakat terhadap hukum sangat ditentukan pula oleh nilai, keyakinan, atau
sistem sosial politik yang hidup dalam masyarakat itu sendiri.125
125 Iskandar Kamil, Peradilan Anak, Makalah, Disampaikan pada Workshop (Round Table Discussion)
mengenai Pedoman Diversi untuk Perlindungan Bagi Anak Yang Berhadapan dengan Hukum, Jakarta,
1 Juni 2005.
126 Lihat Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 UUD 1945.
127 Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010) hlm. 256
128 Satya Arinanto, Human Rights in Context of the Historical Non-Aligned Countries Debates on
Universalim and Cultural Relativism, and Current Human Rights Development in Indonesia, Makalah
disampaikan pada XVI International Annual Meeting in Political Studies on ‘’Human Rights Today:60th
Anniversary of the Universal Declaration of Human Rights’’
Politik Hukum 99
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
C. LATIHAN SOAL
1. Seberapa jauh hak-hak asasi manusia dapat terwujud dan mendapat jaminan
hukum dalam perundang-undangan selain UUD 1945
2. Silahkan anda Analisa penyelesaian salah satu kasus HAM yang termasuk
kejahatan genosida
3. Apa yang melatar belakangi dibuatnya aturan hukum mengenai hak asasi
manusia
D. DAFTAR PUSTAKA
Muhtaj El Majda, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Prenada
Media, Jakarta.
PERTEMUAN 7
POLITIK HUKUM DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
PSIKOTROPIKA
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Psikotropika
Salah satu tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah untuk
membangun masyarakat yang sejahtera, sehat, pasal 28 H ayat (1) UUD 1945
menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan’’. Ketentuan tersebut secara
tegas menjamin bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selanjutnya Pasal 28 I ayat (4) UUD NRI
1945, menentukan : ‘’Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah’’.
Paradigma keterkaitan pembangunan nasional yang menyangkut seluruh aspek
kehidupan dengan antisipasi dimensi hukum merupakan keniscayaan.
Pembangunan menghendaki transformasi masyarakat dari suatu kondisi
menjadi kondisi yang lebih baik., Manusia sebagai inti dari aktifitas
pembangunan menentukan betapa ‘keran’ transformasi merupakan upaya
operasionalisasi transformasi itu dengan sengaja. Kedua konsep ini,
transformasi maupun operasionalisasinya, sesungguhnya bermula dari konsep
129 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema
Insani Press, 1994.
130 Wison Nadack,Korban Ganja dan Masalah Narkotika, Bandung: Indonesia Publishing House, 1983,
hlm. 122.
131 Wijaya A.W., Masalah Kenakan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung, Armico, 1985, hlm.
145.
132 Soedjono D,Segi Hukum tentang Narkotika di Indonesia, Bandung Karya Nusantara, 1977, hlm. 5
133 Wison Nadack, op.cit., hlm. 124.
Dampak yang negatif itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk
efeknya bagi kesehatan mental dan fisik.Meskipun demikian terkadang
beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia kedokteran, namun hanya
diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara umum
dan bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan narkotik yang
disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka ragam,
yaitu:
5) Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba
akan gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal.
6) Dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta
menjalani kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya.
7) Bisa dijebloskan ke dalam tembok derita/penjara yang sangat menyiksa
lahir batin. Biasanya setelah seorang pecandu sembuh dan sudah sadar
dari mimpi-mimpinya, maka ia baru akan menyesali semua
perbuatannya yang bodoh dan banyak waktu serta kesempatan yang
hilang tanpa disadarinya. Terlebih jika sadarnya ketika berada di
penjara. Segala caci-maki dan kutukan akan dilontarkan kepada benda
haram tersebut, namun semua telah terlambat dan berakhir tanpa bisa
berbuat apa-apa.
135 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, Alumni, Bandung, 1987, hlm.7
136 Azmi Effendi, Perbaikan Sistem Hukum Dalam Pembangunan Hukum Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 2, No. 2, Tahun 2013.
Selain kedua ketentuan tersebut, maka perlu pula dicermati Pasal 127
ayat (3) UU No. 35/2009 yang menegaskan Dalam hal Penyalah Guna
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai
korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dengan demikian, UU No. 35/2009
mengakomodir konsep restorative justice dalam paradigma pemidanaannya.
Namun, konsep tersebut memunculkan kerancuan makna yang berimbas
dengan penerapan hukum dalam tataran praktik hukum. Apabila
diperhatikan dalam teks-teks otoritatif tersebut, maka guna mendapatkan
fasilitas rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial tersebut, seseorang
harus menjalani terlebih dahulu proses pemeriksaan pidana di depan
persidangan. Adapun hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam putusan
hakim pidana dapat diarahkan kepada rehabilitasi medis dan/atau
rehabilitasi sosial dapat berupa putusan yang menyatakan ‘terbukti bersalah’
ataupun ‘tidak terbukti bersalah’. Sehingga seseorang yang menggunakan
Narkotika untuk dirinya sendiri tetap harus menjalani pemeriksaan mulai dari
tahap pra-adjudikasi hingga tahapan adjudikasi.
137 Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia. Upaya Pengembangan Ilmu Hukum Sistematik Yang
Responsif Terhadap Perubahan Masyarakat, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.
138 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara,
a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan
analogi.
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang
dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk
adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang
menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan
bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk
kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat
menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut
telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum sehingga
140 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 25-27
141 ibid
Dalam KUHP sendiri, tindak pidana dibagi menjadi dua yakni pelanggaran
dan kejahatan yang masing-masing termuat dalam buku II dan buku III KUHP.
Pelanggaran sanksinya lebih ringan daripada kejahatan. Banyak istilah yang
digunakan untuk menunjuk pengertian strafbaarfeit, bermacam-macam istilah
dan pengertian yang digunakan oleh para pakar dilatarbelakangi oleh alasan
dan pertimbangan yang rasional sesuai sudut pandang masing-masing pakar.
Pada dasarnya narkotika di Indonesia merupakan obat yang dibutuhkan dalam
pelayanan kesehatan, sehingga ketersediannya perlu dijamin. Di lain pihak
narkotika dapat menimbulkan ketergantungan apabila disalahgunakan,
sehingga dapat mengakibatkan gangguan fisik, mental, sosial, keamanan dan
ketertiban masyarakat yang pada akhirnya menganggu ketahanan nasional.
Oleh karena sifat-sifat yang merugikan tersebut, maka narkotika harus diawasi
dengan baik secara nasional maupun internasional.143 Soedjono Dirdjosisworo
mengatakan bahwa pengertian narkotika: Zat yang bisa menimbulkan pengaruh
142 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003,
hlm.33
143 http://republik-ycna.weebly. com/gerbang- articel/tindak pidana-narkotika-dalam-hukum-
positifindonesia, Diunduh pada tanggal 12 Januari 2021 pukul 19.00 Wib
Siapa saja yang dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika
dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.Untuk pelaku
penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang undang No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang undang Nomor
35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15
tahun.
b. Sebagai pengedar
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang
No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling
lama 15 + denda.
c. Sebagai produsen
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang undang No. 35
tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/
mati + denda.
144 SumarnoMa’asum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, CV. Mas
Agung, Jakarta, 1987, hlm 18
secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
C. LATIHAN SOAL
D. DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1994
Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia. Upaya Pengembangan Ilmu Hukum
Sistematik Yang Responsif Terhadap Perubahan Masyarakat, Yogyakarta:
Genta Publishing, 2013
PERTEMUAN 8
POLITIK HUKUM PENGELOLAAN PERTANGGUNG JAWABAN DAN
PENGAWASAN OTONOMI DAERAH
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Dan Dasar Pelaksanaan Otonomi Daerah
Melaksanakan roda pemerintahan daerah sebagai pelaksanaan good
government untuk mendongkrak pembangunan di daerah yang selama ini
kurang mendapatkan perhatian pada masa orde baru menjadi tugas dan
tanggung jawab pemerintah pada masa sekarang. Dialihkannya hak untuk
mengelola urusan rumah tangga pemerintahan kepada masing-masing daerah
(otonomi daerah) didasarkan pada pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi:
“Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan’’. Salah satu asas pemerintahan
yang baik adalah asas pertanggungjawaban atau akuntabilitas (accountability).
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) menegaskan bahwa:
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar merupakan dasar hukum pertanggung jawaban pemerintah dalam
pengertian bahwa setiap pemegang kekuasaan (pejabat pemerintah) dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia harus dapat mempertanggung jawabkan
implementasi kekuasaannya dalam batas-batas konstitusi kepada rakyatnya.
Indonesia senantiasa ditandai oleh usaha yang terus menerus untuk mencari
titik keseimbangan yang tepat dalam memberi bobot otonomi atau bobot
desentralisasi. Sejak kemerdekaan sampai saat ini, distribusi kekuasaan
/kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah selalu bergerak
pada titik keseimbangan yang berbeda. Perbedaan ini menurut Johannes
Kalloh dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep bandul yang selalu
bergerak secara simetris pada dua sisi yaitu Pusat dan Daerah. Pada suatu
waktu bobot kekuasaan terletak pada Pemerintah Pusat dan pada kesempatan
lain bobot kekuasaan yang lebih berat ada pada Pemerintah Daerah.147 Sejalan
dengan hal tersebut, ternyata bahwa asas – asas yang dipakai dalam otonomi
daerah juga senantiasa bergeser mengikuti konfigurasi pergeseran konfigurasi
politik, mulai dari asas otonomi formal, otonomi material, otonomi yang seluas-
luasnya, otonomi yang nyata dan bertanggungjawab sampai ke otonomi yang
nyata, dinamis dan bertanggungjawab
147 J Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm.1
148 Meuthia, Ganie Rochman.2000. Good Gavernance: Prinsip,Komponen dan Penerapan dalam HAM.
Jakarta: Bapenas hlm 4
149 Mardenis.2017. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Rangka Pengembagan Kepribadian Bangsa.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm 84
a. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945. Pada periode ini organ yang
ada di daerah adalah Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) sebagai
DPRD serta Dewan Eksekutif dan Kepala Daerah sebagai Pemerintah
daerah. Pelaksanaan fungsi dan kewenangan dimaksud tampak masih berat
sebelah karena kewenangan Kepala Daerah sangat dominan, di samping
sebagai BPRD dalam membaut peraturan daerah, juga sebagai pimpinan
Badan Eksekutif yang menjalankan pemerintahan sehari-hari. Dalam
penjelasan undang-undang ini hanya disinggung sedikit tentang
pertanggungjawaban kepala daerah , yang intinya bahwa materi
pertanggungjawaban kepala daerah adalah mengenai segala lapangan
pekerjaan tentang self government. Sedangkan pertanggung jawabannya
adalah vertical kepada pemerintah pusat.
150 Alfitra Salamm, Menimbang Kembali Kebijakan Otonomi Daerah dalam Syamsudin Haris Desentralisasi
& Otonomi Daerah (Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah), LIPI Press,
Jakarta, 2005, hlm. 5
151 Hendrikus Triwibawanto Dedeona Akuntabilitas Kelembagaan Eksekutif, Jurnal Ilmu Adminsitrasi, STIA
153
BKSI, ‘’Mencari Format Dan Konsep Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah’’
Disajikan pada seminar: Menciptakan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah :
Memberdayakan Momentum Reformasi, Forum Inovasi dan Kepemerintahan yang Baik, Program
Pascasarjana, Program Studi Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia, Depok, 12 Juni 2001
Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 25
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai berikut:
154
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
155
Andi Mustari, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Penerbit Gaya Media Pratama:
Jakarta, 1999
32 Tahun 2004 dalam hal Pemilihan Kepala Daerah disebutkan bahwa: Pasal
56 (1). Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan
calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan azas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (2). Pasangan calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Terlebih dalam era otonomi daerah, di mana peran pemerintahan daerah
sangat besar, kualitas pemerintahan daerah akan sangat menentukan maju
mundurnya pembangunan di daerah. Juga diharapkan dapat menjamin
hubungan keutuhan Wialayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.156 Dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat
daerah. Sedangkan perangkat daerah menurut Pasal 120 Undang - Undang
Nomor 32 Tahun 2004 terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD , dinas
daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan keluruahan.
156
Marsono, Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan Perubahan-
perubahannya 1999-2002, Jakarta : Eko Jaya, 2002, hlm. 37-38
157 Irwan Soejito (1990). Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta:PT Rineke Cipta.
Hlm.148-149
158 Ibid Hlm.148-149
159 Leo Agustino (2012) Dasar-DasarKebijakan Publik. Bandung Alfhabeta. Hlm.180-184
dengan non-coerive Form or action, yaitu tanpa paksaan yang wajar). Dengan
teknik ini berarti para aparatur kebijakan dalam mengejawantahkan regulasi
tersebut tidak menggunkansanksi yang resmi hukuman atau ganjaran. Selain
itu juga pengawasan bisa dilakukan dengan Inpeksi (pemeriksaan) adalah
bentuk pengawasan lain yang dapat digunakan. Inpeksi secara sederhana
dapat diartikan juga sebagai bentuk pengujian untuk menentukan apakah
implementasi kebijakan telai sesuai dengan standar resmi yang telah ditentukan
(sasaran dan tujuan kebijakan). Inspeksi/pemeriksaan dapat dilakukan secara
terus menerus atau secara periodik.
160 Makmur (2011) Efektivitas Kebijakan Pengawasan. Bandung PT. Refika Aditama. Hlm.176
161 Seperti dikutip dalam Sopi. 2013 Pengaruh Pengawasan dan Penilaian Prestasi Kerja terhadap
Motivasi Pegawai kantor Bea dan Cukai tipe Madya Bandung. Hlm.17
1) Pengawasan fungsional
2) Pengawasan masyarakat.
162 Makmur.(2011) Efektivitas Kebijakan Pengawasan. Bandung .PT Replika Aditama. Hlm.183
3) Pengawasan administrasi.
4) Pengawasan teknis
5) Pengawasan pimpinan
6) Pengawasan internal
7) Pengawasan eksternal
b) kelembagaan daerah;
d) Keuangan daerah;
e) pembangunan daerah;
h) kebijakan daerah;
163 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahan
Daerah
164 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit Grasindo, Jakarta,
2007, hal. 312.
C. LATIHAN SOAL
5. Apakah hak otonomi daerah bisa dicabut kembali? Berikan alasan anda sesuai
dengan Bahasa akademik.
D. DAFTAR PUSTAKA
Andi Mustari, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Penerbit
Gaya Media Pratama: Jakarta, 1999
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit
Grasindo, Jakarta, 2007
Marsono, Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan
Perubahan-perubahannya 1999-2002, Jakarta : Eko Jaya, 2002
PERTEMUAN 9
POLITIK HUKUM UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Penyusunan Undang-Undang Pemilihan Umum
Pentingnya partisipasi masyarakat dan keterbukaan dalam penyusunan
undang-undang yang dilakukan DPR dan Presiden. Urgensi partisipasi dan
keterbukaan ini dilihat dari pendekatan aliran pemikiran hukum dan partisipasi
politik. Secara khusus, Jurgen Habermas juga mengungkapkan pentingnya
tindakan komunikatif yang melibatkan masyarakat dalam pembentukan hukum.
Menurutnya, substansi hukum berasal dari hukum yang berkembang di
masyarakat, dibentuk oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan, serta
disepakati melalui tindakan komunikatif baik oleh lembaga yang berwenang
maupun masyarakat pemegang kedaulatan. Melalui pendekatan proses
pembentukan hukum, undang-undang sebagai produk hukum tertulis
didefinisikan lebih dari sekadar kehendak kekuasaan lembaga pembentuk
undang-undang yakni DPR dan Pemerintah. Sebab, undang-undang tidak
dapat dilepaskan dari kehendak dan peran masyarakat dalam pembentukan
hukum itu sendiri. Pendefinisian dan mekanisme pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan tidak lepas dari cara memandang dan mendefinisikan
hukum itu sendiri. Beberapa aliran hukum memberikan pandangannya tentang
kedudukan masyarakat di dalam hukum, yang dimaknai terkait substansi
hukum yang berkembang di masyarakat sebagai hukum yang hidup, maupun
proses penyusunan suatu produk hukum yang melibatkan masyarakat.
165 Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, 2012. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Konpres: Jakarta. Hlm. 9-
10.
faktor di luar hukum, atau dengan kata lain lepas dari komunitas masyarakat
dengan segala kompleksitasnya.166 dari segi bentuk, hukum dilihat sebagai
undang-undang; dari segi isi, sebagai perintah penguasa, dan; dari segi
persyaratan, terdiri dari sanksi, perintah, kewajiban, dan kedaulatan. Dengan
demikian, menurut Mazhab Positivisme Hukum, otoritas yang membentuk
hukum adalah penguasa yang berdaulat, yang bentuknya identik dengan
undang-undang, dan diberlakukan terhadap pihak yang dikuasai. Tokoh
Mazhab Sejarah Hukum adalah Friederich Carl Von Savigny, dan muridnya,
Pucta seorang berkebangsaan Jerman serta Henry Summer Mine dari
Inggris.
166 Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, 2012. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Citra Aditya Bakti:
Bandung. Hlm. 57-58.
167 Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pembangunan Tipe Hukum Progresif Melalui Pemahaman
terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis dan Nonpositivis dalam Kehidupan Berhukum di
Indonesia. Hlm 164 dalam Manual Pelatihan Lingkar Belajar Aliran Pemikiran Hukum, Epistema
Institute, Bogor, 4-7 Juli 2010.
168 Van Volllenhoven, dalam Satjipto Rahardjo, 2004. Ilmu Hukum, Pencarian, Pembebasan dan
Kontrak sosial ini terjadi pada saat setiap orang menyerahkan pribadi
dan seluruh kekuatan bersama-sama dengan yang lain di bawah pedoman
tertinggi dari kehendak umum dalam suatu badan yang kemudian kita akan
anggap setiap anggota sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
keseluruhan.170 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka definisi hukum yang
digunakan dalam kajian ini adalah hukum yang memang tidak bisa
dilepaskan dari kepentingan masyarakat dan perkembangan hukum yang
hidup dalam masyarakat. Ruang lingkup kewenangan pembentukan hukum
pun tidak mutlak hanya menjadi domain kekuasaan legislatif yakni DPR dan
Pemerintah, melainkan juga harus melibatkan masyarakat sebagai
pemegang kedaulatan. Namun, pertanyaannya kemudian adalah,
bagaimana mekanisme dan interaksi antara masyarakat dan legislator dalam
proses penyusunan suatu produk hukum khususnya di bidang politik
dijalankan?
170 Rezza A.A Wattimena, 2007. Melampaui Negara Hukum Klasik: Locke-Rousseau-Habermas. Kanisius:
Yogyakarta. Hlm. 54-55.
171 Rezza A.A Wattimena, 2007, Ibid. Hlm. 58.
172 Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Kanisius:
Yogyakarta, Hlm. 258-259.
173 Hanna litaay Salakory, Maret 1997 Aspirasi dan Partisipasi Rakyat dalam Pembangunan Politik:
Filosofi dan Sejarahnya di Indonesia Bina Darma, No. 54, Hlm. 7.
174 Isbandi Rukminto Adi, 2007, Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran
Menuju Penerapan. FISIP UI Press: Depok, Hlm. 27.
175 Mikkelsen, Britha, 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan: Sebuah
Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Hlm. 64.
176 Miriam Budiardjo, 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 1.
177 Ibid. Hlm. 2.
178 Archon
Fung. Varieties of Participation in Complex Governance. Public Administration Review,
December 2006. Hlm. 66.
pandangan yang sama. Hal penting terakhir untuk melihat dampak dari
partisipasi publik adalah bagaimana partisipan menghubungkan kekuasaan
publik yang dimiliki dengan kegiatan yang mereka lakukan.
179 Yuliandri, 2009. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik: Gagasan
Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hlm. 186.
180 Prolegnas merupakan instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun
secara terencana, terpadu, dan sistematis sesuai dengan program pembangunan nasional dan
RUU dapat diajukan DPR, Pemerintah, dan DPD. Demikian bunyi Pasal 99
Ayat (1) Tata Tertib DPR. RUU yang berasal dari DPR dapat diajukan
anggota, komisi, gabungan komisi, Baleg, atau DPD, yang sebelumnya telah
disidangkan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, atau rapat Baleg.
Dalam menyusun RUU, komisi, gabungan komisi, maupun Baleg dapat
membentuk panitia kerja (panja) dan dibantu badan fungsional. Panja bisa
meminta bantuan masyarakat untuk menyempurnakan konsepsi RUU.
Berdasarkan ketentuan tersebut, RUU Perubahan UU Pemilu 2008
merupakan RUU inisiatif DPR, yang diajukan oleh Baleg. Setelah ditetapkan
dalam Prolegnas 2010, Baleg kemudian menyusun RUU Pemilu yang
dilengkapi Naskah Akademik.
perkembangan kebutuhan masyarakat yang memuat skala prioritas program legislasi jangka
menengah (5 tahun) dan tahunan (1 tahun).
181 Meliputi aspek teknis, substansi, dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
182 Diatur dalam Pasal 116 Tata Tertib DPR tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
d. Penyempurnaan
Usul yang diajukan DPR, DPD, dan Presiden bisa ditetapkan menjadi RUU
bila fraksi telah memberikan pendapatnya. Pendapat fraksi dapat berupa
persetujuan tanpa perubahan, persetujuan dengan perubahan, atau
penolakan. Jika fraksi menyatakan persetujuan tanpa perubahan, maka RUU
langsung disampaikan kepada Presiden disertai permintaan agar Presiden
menunjuk menteri yang akan mewakilinya dalam melakukan pembahasan
RUU tersebut bersama DPR.183 Apalagi fraksi menyatakan persetujuan
dengan perubahan, maka usul perubahan tersebut dimuat dalam pendapat
fraksi. Selanjutnya, Badan Musyawarah (Bamus) menugaskan komisi,
gabungan komisi, Baleg, atau panitia khusus (pansus) untuk melakukan
penyempurnaan dengan memerhatikan pendapat fraksi. Penyempurnaan
dilakukan maksimal tiga puluh hari atau dua kali masa sidang. Jika tenggat
tidak dapat dipenuhi, Bamus dapat memperpanjang waktu, yaitu dua puluh
hari masa sidang. Perpanjangan waktu itu berdasarkan permintaan tertulis
pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Baleg, atau pimpinan
pansus. Selanjutnya, bilamana keputusan rapat paripurna tidak tegas
menyatakan persetujuan dengan perubahan, RUU dianggap disetujui tanpa
perubahan dan langsung disampaikan kepada Presiden. Komisi, gabungan
komisi, Baleg, atau pansus, jika menemui kendala dalam menjalankan
tugasnya, bisa menggelar rapat dengar pendapat umum.184
183 Diatur dalam Pasal 122 Tata Tertib DPR tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
184 Diatur dalam Pasal 125 Tata Tertib DPR tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
185 Mahfud MD, 2009. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm. 7.
186 Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2003. Hukum Responsif: Pilihan di Masa Transisi. Ford Foundation
dan HuMa: Jakarta. Hlm. 59.
maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Politik hukum berkaitan dengan
hukum yang diharapkan (ius constituendum). Dalam konteks sistem pemilu, itu
berarti sistem seperti apa yang diharapkan dapat mencapai tujuan pemilu, yakni
kedaulatan rakyat.187 Politik hukum yang sesungguhnya memiliki tujuan mulia
yang ingin dicapai masyarakat, bangsa, dan negara. Politik hukum memiliki
beban sosial suatu masyarakat, bangsa, dan negara untuk mewujudkan cita-
cita bersama. Kebijakan hukum yang dikeluarkan tidak boleh ditunggangi oleh
kepentingan pihak tertentu untuk mengabdi pada kepentingannya sendiri.
Bernard L Tanya kemudian menegaskan, dalam perspektif politik hukum,
hukum tidak boleh dimanfaatkan untuk sembarang tujuan di luar tujuan ideal
bersama.188
187 Padmo Wahyono, 1986. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Cetakan II. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
188 Bernard L Tanya, 2011. Politik Hukum: Agenda Kepentingan Bersama. GENTA Publishing: Yogyakarta.
Hlm. 11.
189 Andrew Raynold dalam buku Sistem Pemilu, 2009. ACE Project, kerjasama antara International IDEA,
United Nation dan International Foundation for Election System. Hlm. 99.
190 Miriam Budiardjo, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hlm. 461-462.
191 Ben Reilly, 2001. Sistem Pemilu. ACE Project, kerjasama IFES-IDEA-UN. Hlm. 110.
192 ibid
193 Andre Blais and Louis Massicotte, dalam Sigit Pamungkas. Op.Cit. Hlm 19.
194 Sistem Pemilu. Op.Cit. Hlm. 110.
1) Apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu sama
dengan atau lebih besar dari BPP, maka dalam penghitungan tahap
pertama diperoleh sejumlah kursi dengan kemungkinan terdapat sisa
suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua;
2) Apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu lebih kecil
daripada BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama tidak diperoleh
kursi, dan jumlah suara sah tersebut dikategorikan sebagai sisa suara
yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua dalam hal masih
terdapat sisa kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan;
195 Internasional IDEA menjelaskan bahwa ambang batas adalah jumlah minimal yang harus diperoleh
partai politik untuk mendapatkan perwakilan
C. LATIHAN SOAL
2. Bagaimana mengakomodir suara dari partai peserta pemilu yang tidak memenuhi
persyaratan 4% suara untuk mendapatkan kursi di DPR RI?
D. DAFTAR PUSTAKA
Andrew Raynold dalam buku Sistem Pemilu, 2009. ACE Project, kerjasama antara
International IDEA, United Nation dan International Foundation for Election
System
Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pembangunan Tipe Hukum Progresif Melalui
Pemahaman terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis dan Nonpositivis
dalam Kehidupan Berhukum di Indonesia. Hlm 164 dalam Manual Pelatihan
Lingkar Belajar Aliran Pemikiran Hukum, Epistema Institute, Bogor
Hanna litaay Salakory, Maret 1997 Aspirasi dan Partisipasi Rakyat dalam
Pembangunan Politik: Filosofi dan Sejarahnya di Indonesia Bina Darma
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, 2012. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.
Konpres: Jakarta.
Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, 2012. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum.
Citra Aditya Bakti: Bandung
Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi
Muatan. Kanisius: Yogyakarta
Miriam Budiardjo, 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Padmo Wahyono, 1986. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Cetakan II.
Ghalia Indonesia. Jakarta
Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2003. Hukum Responsif: Pilihan di Masa
Transisi. Ford Foundation dan HuMa: Jakarta
PERTEMUAN 10
POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN LEMBAGA SYARIAH
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Sejarah Lahirnya Politik Hukum Lembaga Perbankan Syariah
Perbankan Syariah sebagai lembaga keuangan ekonomi syariah pertama
di Indonesia baru mulai berdiri pada tahun 1992 yaitu dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia yang hadir tanpa dukungan peraturan perundangan yang
memadai. Pada dekade pertama, tidak terjadi perkembangan signifikan pada
sektor perbankan syariah ini disebabkan tidak adanya payung hukum dan
legalitas kelembagaan yang kuat. Perkembangan yang positif baru terjadi
setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Pesatnya perkembangan Bank Syariah tersebut tidak lepas dari keunggulan-
keunggulan yang dimiliki dan yang ditawarkan oleh Bank Syariah. Bank Syariah
adalah bank yang dalam operasionalnya mendasarkan pada prinsip prinsip
Islam.196 Banyak faktor yang menentukan perkembangan perbankan syariah di
Indonesia. Menurut Rifki Ismal, beberapa faktor pendukung perkembangan
bank syariah di Indonesia. Pertama, jumlah populasi umat Islam yang besar.
Kedua, dukungan dari perbankan, pemerintah dan sarjana syariah. Ketiga,
kinerja yang baik dari bank syariah dalam dua dekade terakhir telah menarik
196 Muhammad, Danang Wahyu., Penerapan Prinsip Syariah Dalam Permodalan Bank Syariah, Jurnal
Media Hukum Vol. 21 Nomor1 Juni 2014
197 Rifki Ismal, Islamic Banking in Indononesia: New Perspectives on Monetary and Financial Issue
(England: John Wiley & Sons, Ltd, Chichester, 2013), hlm 73-74
198 Afifudin Muhadjir, Hukum Islam Antara Ketegasan dan Kelenturan, Makalah Tidak diterbitkan
199 Dawam Rahardjo dalam Adiwarman A. Karim, 2013, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Edisi
Kelima), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 15
200 Ali, Zainuddin., 2008, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika hlm 2
untuk dikaji karena melibatkan sumber hukum yang berasal dari ajaran agama
Islam yang dalam bahasa yang lebih populer disebut positifisasi hukum Islam.
Terbitnya sejumlah regulasi antara lain Undang-Undang Nomor3 tahun2006
tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan absolut Peradilan
Agama untuk menangani sengketa ekonomi syariah dan UU Nomor 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah yang memberikan pilihan forum (choice of
forum) penyelesaian sengketa di antara Peradilan Agama dan Peradilan Umum
patut untuk didalami. Kajian politik hukum perbankan syariah di Indonesia ini
semakin menjadi menarik lagi setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 93/PUU-X/2012.
201 Hamid, H. M. Arfin., 2006, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia: Perspektif SosioYuridis.
Jakarta: Elsas. Hlm 92
202 Anshori, Abdul Ghofur., 2008, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan, Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 33
203 Hikmahanto Juwana, Politik Hukum Undang-undang Ekonomi di Indonesia, dalam Jurnal Hukum, Vol.
Perbankan Syariah dapat dilihat dari perspektif politik hukum. Eksistensi hukum
dalam suatu negara menjadi suatu persyaratan utama untuk dapat menjalankan
kehidupan negara dan masyarakat dan menciptakan ketertiban dan kedamaian.
Hukum yang diberlakukan haruslah memiliki nilai-nilai yang dapat diterapkan
oleh masyarakat setempat. Sistem hukum nasional di Indonesia sangat terkait
dengan dasar hukum negara Pancasila sebagai pusat dalam pembentukan
sistem hukum nasional yang diikuti oleh konstitusi UUD 1945 sebagai landasan
setiap hukum yang diberlakukan baik peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, dan hukum kebiasaan.
Sama halnya dengan jenis hukum lainnya, hukum Islam baik secara
substansial maupun formal dalam proses pembentukannya harus melalui
prosedur pengambilan keputusan politik yang mengacu kepada politik hukum
yang dianut oleh negara. Pendekatan konsepsional prosedur legislasinya
bertumpu pada pemerintah dan DPR sebagai pemegang kekuasaan di dalam
pembentukan undang-undang. Proses tersebut tergantung kepada interaksi
kalangan kekuatan Islam (ulama, pimpinan ormas dan LSM) dengan elite
kekuasaan (the rulling elite), yaitu politisi dan pejebat negara. Jika kekuatan
Islam memiliki daya tawar dan komunikasi politik yang meyakinkan dalam
interaksi politik. Salah satu di antaranya adalah hukum perbankan syariah.
Hukum ini termasuk hokum ekonomi syariah umumnya sudah lama
diperjuangkan, tetapi selalu mengalami benturan karena masih sangat kuatnya
kekuatan politik yang tidak berpihak pada hukum Islam.
205 Anshori, Abdul Ghofur., 2008, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan, Lembaga
Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hlm132-137
206. Op.cit Ali, Zainuddin hlm 16
207 Mohamed Ariff, Islamic Banking: A Southeast Asian Perspective, dalam Mohamed Ariff (ed.), Islamic
Banking in Southeast Asia (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 1988), hlm. 210.
208 Penjelasan Pasal 49 huruf i UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama.
209 Mahfud, Moh., Hukum dalam Politik Oligarkis, Kompas 5 Mei 2006
210 Sajipto Rahardjo, , Beberapa Pemikiran tentang Ancangan antar Disiplin dalam Pembinaan
Hukum Nasional, Bandung: Sinar Baru, 1985. Hlm 79
211 Roman, Tomasic, Legislation and Society in Australi), (Australia: The Law Foundation of New South
Dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa prinsip bagi hasil adalah prinsip
bagi hasil berdasarkan Syari’at yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip
bagi hasil dalam :
212 Trisadini P Usanti, Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan, (Surabaya: Airlangga University
Press, 2013), hlm. 5
Lebih lanjut melalui ayat (2) ditegaskan bahwa pengertian prinsip bagi
hasil dalam penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan
sebagaimaa dimaksud dalam ayat (1) huruf b, termasuk pula kegiatan usaha
jual beli. Dari kedua ayat ini, Peneliti dapat simpulkan bahwa di era itu secara
eksplisit operasional perbankan tidak hanya mendasarkan pada prinsip bagi
hasil (mudharabah dan musyarakah), melainkan pada saat menyalurkan dana
ke masyarakat juga bisa mendasarkan pada prinsip jual beli (murabahah,
salam, dan istishna). Mudharabah dalam konteks ini menempati posisi strategis
karena dapat diaplikasikan pada kedua sisi produk perbankan, yakni
penghimpunan dan penyaluran dana. Kedua, tahap pengakuan (recognition).
215 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2014), hlm. 2-3
C. LATIHAN SOAL
D. DAFTAR PUSTAKA
Afifudin Muhadjir, Hukum Islam Antara Ketegasan dan Kelenturan, Makalah Tidak
diterbitkan
Dawam Rahardjo dalam Adiwarman A. Karim, 2013, Bank Islam: Analisis Fiqih dan
Keuangan (Edisi Kelima), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
PERTEMUAN 11
POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Kajian Politik Hukum Undang-Undang Anti Korupsi
Kajian politik hukum dari berlakunya undang-undang yang mengatur
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang pernah berlaku dan saat ini
berlaku di negara kita. Sebagaimana telah diuraikan pentingnya keilmuan dari
politik hukum, masalah pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi
menjadi masalah yang perlu dilakukan secara berkesinambungan karena
gejalanya memang seperti fenomena gunung es jadi pemberantasan yang telah
dilakukan saat ini baru gambaran kecil dari kasus yang terjadi. Korupsi dapat
merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.
Anggaran yang dapat dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat hanya
dinikmati oleh segelintir orang saja inilah yang dapat menyebabkan rapuhnya
negara Indonesia.
Untuk dapat mewujudkan cita cita hukum diperlukan sinergi diantara ketiga
aspek tersebut.Untuk itu menganalisa undang undang pemberantasan tindak
korusi melalui pandangan politik hukum juga akan memantapkan dalam upaya
penegakan hukum di Indonesia. Korupsi di Indonesia bukan lagi sebagai kasus
yang baru tetapi telah merupakan salah satu kasus penyalahgunaan kekuasaan
yang populer dan telah menyebar ke dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil temuan Lembaga Transparancy
International yang diumumkan di Berlin tanggal 28 Agustus 2002, Indonesia
masih pada jajaran Negara paling korup di dunia, dan temuan Politicial and
Economic Risk Consultacy (PERC) yang berkedudukan di Hongkong yang dari
hasil penelitiannya diseluruh Asia dan diumumkan pada tanggal 10 Maret 2002,
dinyatakan bahwa Indonesia adalah sebagai Negara terkorup di Asia dan
berada pada peringkat pertama. Dalam kenyataannya, perbuatan korupsi
memang telah menimbulkan kerugian Negara yang sangat besar yang pada
gilirannya dapat berdampak pada timbulnya berbagai krisis di berbagai
bidang216 Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat ditemui
dimanamana.
216 Ridwan, MAshyudi, 2002, Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi, artikel dalam http://www.
Kejaksaan.go.id/puspenkum, tanggal 4 September 2002 diakses 14 Januari 2021 jam 21.30 wib
217 Hamzah Andi, 1985. Delik-Delik Tersebar diluar KUHP. Pradnya Paramita, Jakarta. Hlm 143
a. melawan hukum;
b. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi;
c. merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Dengan kriteria tersebut maka orang yang dapat dijerat dengan undang-undang
korupsi, bukan hanya pejabat Negara saja melainkan pihak swasta yang ikut
terlibat dan badan usaha/korporasi pun dapat dijerat dengan ketentuan UU
Tipikor219
1) Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk
kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain atau untuk
kepentingan suatu badan yang berlangsung atau tidak langsung
menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian Negara.
218 Prinst, Darwan, 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya bakti, Bandung.hlm 21
219 Arief, Basrief. Korupsi Dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta). Jakarta: Adika Remaja
Indonesia, 2006 hlm 9
Philip mengidentifikasi tiga pengertian luas yang paling sering digunakan dalam
berbagai pembahasan tentang korupsi:220
220 Priyatno, Dwidja. Kebijakan Legislasi Tentang System Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi
Indonesia. Bandung: CV Utomo, 2004
a) Korupsi yang berpusat pada kantor publik (public Office centered corruption).
Philip mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku dan tindakan pejabat
publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik formal. Tujuannya untuk
mendapatkan keuntungan pribadi, atau orang-orang tertentu yang berkaitan
erat dengannya seperti keluarga, kerabat dan teman. Pengertian ini juga
mencakup kolusi dan nepotisme: pemberian patronase karena alasan
hubungan kekeluargaan (ascriptive), bukan merit.
221 Melanie Manion, Corruption by Design: Building Clean Government in Mailand China and Hong Kong,
Harvard University Press, Massachusetts, 2004, hlm. 27
diterjemahkan ke dalam kalimat hukum dan menjadi perumusan pasal. Dua hal
ini penting karena keberadaan peratuan perundang-undangan dan perumusan
pasal merupakan jembatan antara politik hukum yang ditetapkan dengan
pelaksanaan dari politik hukum tersebut dalam tahap implementasi peraturan
perundang-undangan.222 Upaya yang tegas ditempuh dengan membentuk
undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, namun dalam suatu
produk hukum yang dilahirkan tentunya memerlukan suatu kajian dan
masukkan dari masyarakat agar dapat mengena ataupun tepat sasaran. Kami
mencoba menguraikan beberapa Kelemahan dari Undang-undang yang
terakhir dibentuk yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001.
222 Moh. Mahfud M.D., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010, hlm.5
223 Taufik Rinaldi, dkk, Memerangi Korupsi Di Indonesia Yang Terdesentralisasi Studi Kasus Penanganan
Korupsi Pemerintahan Daerah, (Jakarta: Justice for The Poor Project World Bank 2007) hlm 7.
224 Hibnu Nugroho, Membangun Model Alternatif Untuk Integralisasi Penyidik Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia, (Semarang: Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang,
2011) hlm 75
225 Chaerudin, dkk, 2008, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Refika
Aditama, Bandung, hlm. 5
226 Pertimbangan Mahkamah Pada Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017, hlm. 128.
227 Tri Andrisman, Analisis Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Studi Penegakan Dan Pengembangan Hukum, hlm. 5.
yang ada. Pada masa rezim orde baru berkuasa mekanisme kerja lembaga
penegak hukum konvensional tersebut tidak lepas dari kontrol eksekutif dan
pada masa transisi ini eksistensi lembaga konvensional penegak hukum
tersebut mengalami krisis legitimasi.228
228 George Junus Aditjondro, Korupsi Kepresidenan di Masa Orde Baru, dalam Mencari Uang Rakyat
Kajian Korupsi di Indonesia. Buku I. Yayasan Aksara. Yogyakarta, 2002. Hlm. 35.
229 Arge Arif Suprabowo, ―Perampasan Dan Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam
Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Korupsi‖
(University of Pasundan, 2016). Hlm 6
maupun tidak langsung.230 Salah satu pidana tambahan yang cukup dikenal
dalam masyarakat sebagai salah satu upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi adalah perampasan aset hasil tindak pidana korupsi.
230 Purwaning.M. Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB anti korupsi 2003
dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 2007 Hlm.107
Penyitaan aset para pelaku korupsi baik yang sudah jatuh ketangan pihak
ketiga merupakan langkah antisipatif yang bertujuan untuk menyelamatkan atau
mencegah larinya harta kekayaan sebagaimana salah satu dari ketentuan
umum Perja013/A/JA/06/2014 tentang Pemulihan Aset. Harta kekayaan inilah
yang kelak diputuskan oleh pengadilan, apakah harus diambil sebagai upaya
untuk pengembalian kerugian keuangan negara atau sebagai pidana tambahan
berupa merampas hasil kejahatan. Sehingga Proses penyitaan adalah suatu
upaya paksa yang menjadi bagian dari tahap penyidikan, sedangkan proses
perampasan terjadi setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap (inkracht). Sehingga sangat diperlukan pelacakan aset sudah dapat
dilakukan sejak dalam tahap penyelidikan.
231 Muhammad Yunus, Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2013, hlm 234.
C. LATIHAN SOAL
D. DAFTAR PUSTAKA
Arge Arif Suprabowo, ―Perampasan Dan Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana
Korupsi Dalam Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Korupsi‖ (University of Pasundan, 2016).
Arief, Basrief. Korupsi Dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta). Jakarta:
Adika Remaja
Chaerudin, dkk, 2008, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi, Refika Aditama, Bandung,
George Junus Aditjondro, Korupsi Kepresidenan di Masa Orde Baru, dalam Mencari
Uang Rakyat Kajian Korupsi di Indonesia. Buku I. Yayasan Aksara.
Yogyakarta
Hamzah Andi, 1985. Delik-Delik Tersebar diluar KUHP. Pradnya Paramita, Jakarta
Prinst, Darwan, 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya
bakti, Bandung
Ridwan, MAshyudi, 2002, Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi, artikel
dalam http://www. Kejaksaan.go.id/puspenkum, tanggal 4 September 2002
diakses 14 Januari 2021 jam 21.30 wib
Tri Andrisman, Analisis Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Studi Penegakan Dan Pengembangan
Hukum
PERTEMUAN 12
POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANG AGRARIA
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Pemahaman Dasar Hukum Agraria Nasional
Tanah merupakan bagian yang penting dari sekian sumber daya alam
yang terkandung di bumi ini. Tanah juga merupakan tempat untuk manusia
tinggal. Semakin berjalannya waktu, persaingan dan perselisihan untuk
menguasai tanah menjadi fenomena yang terjadi di Indonesia. Karena
pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia, maka tanah harus menjadi
salah satu wadah untuk mencapai kesejahteraan bagi kehidupan bangsa. Hal
ini diatur di Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menentukan bahwa: Bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.232 Realisasi dari
Pasal 33 ayat (3) tersebut adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria.233 Salah satu tujuan
pembentukan UUPA adalah untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak-
hak atas tanah di seluruh wilayah Indonesia.
pertanian, dan agrarian (Inggris) yang berarti tanah untuk pertanian.234 Senada
dengan Andi Hamzah, Subekti dan R. Thitrosoedibio mendefenisikan agraria
sebagai suatu masalah atau urusan tanah dan semua (segala sesuatu) yang
ada di dalam dan di atasnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan
pengertian agraria adalah urusan pertanian/tanah pertanian, urusan pemilikan
tanah. Boedi Harsono membedakan pengertian agrarian dalam tiga perspektif,
yakni:
a. Dalam arti umum, yaitu; tanah, ladang, atau apa-apa yang berhubungan
dengan masalah tanah-tanah pertanian.
b. Dalam lingkungan administrasi pemerintahan sebutan agraria dipakai
dalam kebijakan pemerintah terhadap tanah, baik tanah pertanian maupun
non pertanian.
c. Pengertian agraria dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dipakai dalam arti yang sangat
luas, meliputi: Bumi, Air, Kekayaan Alam, Ruang Angkasa.235
a. Bumi (Pasal 1 ayat (4) UUPA); yaitu permukaan bumi, tubuh bumi dan
segala yang ada di bawahnya serta yang berada di bawah air. Sedangkan
tanah (Pasal 4 ayat (1) UUPA) adalah bagian dari bumi yang merupakan
permukaan bumi.
b. Air (Pasal 1 ayat (5) UUPA); yaitu air yang berada di perairan pedalaman (di
dasar laut) maupun air yang berada di permukaan laut wilayah Indonesia. Air
menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air menyebutkan bahwa; Air adalah semua air yang terdapat
pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam
pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat.
234Urip Santoso. 2012. Hukum Agraria; Kajian Komprehensif. Semarang: Kencana Prenada Media Group,
hlm 1.
235 Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Cetakan Keduabelas (edisi revisi). Jakarta: Djambatan, hlm 4-7.
c. Ruang Angkasa (Pasal 1 ayat (6) UUPA); yaitu ruang di atas permukaan
bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia. Ruang
angkasa adalah ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan
unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
Ruang Angkasa erat kaitannya dengan antariksa dan ruang udara. Menurut
Pasal 1 angka 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Keantariksaan mendefenisikan Antariksa adalah ruang beserta isinya yang
terdapat di luar Ruang Udara yang mengelilingi dan melingkupi Ruang Udara
Sedangkan pengertian Ruang Udara adalah ruang yang mengelilingi dan
melingkupi seluruh permukaan bumi yang mengandung udara yang bersifat
gas.
d. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; yaitu segala sesuatu yang
diperoleh dari alam, memiliki nilai dan berharga. Beberapa regulasi terkait
dengan kekayaan alam, diantaranya;
1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batu Bara;
2) Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan;
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan;
4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang;
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 Tentang
Perkebunan;
236 AP. Parlidungan. 1991. Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju,
halaman 36.
237 Soedikno Mertokusumo dalam Urip Santoso. Op.Cit. halaman 5.
238 Bachsan Mustofa dalam Urip Santoso. Ibid.
239 Boedi Harsono. Op.Cit., halaman 8.
a. Hak penguasaan yang belum dihubungkan dengan tanah dan orang (badan
hukum) tertentu sebagai subjek pemegang hak, dan;
b. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkrit, yang
sudah dihubungkan dengan hak tertentu sebagai objeknya dan orang (badan
hukum tertentu) sebagai subjek pemegang Haknya.243
240 Yan Pramadya Puspa. 1977. Kamus Hukum. Semarang: Aneka Ilmu, halaman 440.
241 Arba. 2015. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 12.
242 Boedi Harsono. Op.Cit., halaman 17.
243 Ibid., halaman 13.
a. Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak
atau belum dilekati hak (Tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh
pihak tertentu.
b. Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai
letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah
247 Aloysius Mudjiyono dan Mahmud Kususma. 2014. Penyidikan Tindak Pidana Kasus Tanah dan
Bangunan. Yogyakarta: Pustaka Yutisia
248 Rahmat Ramadhani, Artikel; ‘Benang Merah’ Alas Hak Dengan Sengketa Pertanahan, Harian Rakyat
250 Rahmat Ramadhani, Artikel; ‘Benang Merah’ Alas Hak Dengan Sengketa Pertanahan, Harian Rakyat
Bengkulu, Bengkulu, Kamis-26 Juli 2012,Hlm . 4.
c. terjadi kerusakan mutu ekologi yang berkait langsung dengan turunan mutu
manusia yang kehidupannya bergantung terhadap sumber daya agraria.
a. penanganan konflik agraria selama ini masih bersifat parsial atau kasuistik
dan tidak menyentuh pada akar persoalan konflik.
251 Lihat Pidato Presiden Republik Indonesia Tentang Pembangunan Nasional Dalam Perspektif Daerah di
depan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta, 19 Agustus
2009, hlm.1-2.
b. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
e. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun.
Sejalan dengan hal tersebut harus diatur secara tepat mengenai asas,
kedudukan dan tempat kedudukan pengadilan ini, kewenangan, syarat-syarat
calon hakim, prosedur pengisian, pengangkatan, pemberhentian, Majelis
Kehormatan Hakim, Panitera, Saksi, Keterangan Ahli, Putusan, Pelaksanaan
Putusan, sengketa tanah adat, transparansi dan akuntabilitas, pengawasan,
Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup. Arah pengaturan dalam undang-
undang ini adalah memberi arah bagi terselenggaranya Pengadilan Agraria
yang dapat mewujudkan kepastian hukum, ketenteraman, dan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia, yang diselenggarakan dengan proses cepat dan
biaya murah, dengan lebih mengutamakan kebenaran materiil. Rancangan
a. Agraria adalah bumi, air baik air permukaan maupun air tanah, dan segala
kekayaan alam yang terdapat di atas permukaan tanah berupa sumberdaya
hutan dan di dalam perut bumi berupa bahan tambang.
b. Tanah adalah permukaan bumi, baik yang ada di daratan maupun di bawah
air laut.
c. Tanah adat adalah bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat suatu
Masyarakat Hukum Adat tertentu.
n. Hakim Karier adalah hakim pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan
Mahkamah Agung yang ditetapkan sebagai hakim Pengadilan Agraria.
p.
C. LATIHAN SOAL
D. DAFTAR PUSTAKA
Aloysius Mudjiyono dan Mahmud Kususma. 2014. Penyidikan Tindak Pidana Kasus
Tanah dan Bangunan. Yogyakarta: Pustaka Yutisia
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis. 2012. Hukum Pendaftaran Tanah.
Cetakan Ketiga: Edisi Revisi. Bandung: Mandar Maju
UUD 1945
PERTEMUAN 13
POLITIK HUKUM PIDANA
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Tinjauan Hukum Pidana Indonesia Dalam Menghadapi Perkembangan
Masyarakat
Politik sangat erat kaitannya dengan hukum, karena hakikat hukum pada
dasarnya adalah pernyataan politik dari pemerintah yang dituangkan ke dalam
suatu norma. Dengan kata lain, politik hukum dapat diartikan sebagai legal
policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional berupa pembuatan
dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Politik hukum juga mengkaji hal-hal yang terkait dengan
pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum.252 Dalam pengertian formal,
Andi Hamzah berpendapat politik hukum hanya mencakup satu tahap saja,
yaitu menuangkan kebijakan pemerintah dalam bentuk produk hukum atau
disebut legislative drafting. Sedangkan dalam pengertian materiel, politik hukum
mencakup legislative drafting, legal executing, legal review.253
Sebagai legal policy, politik hukum diartikan sebagai arah hukum yang
akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya
dapat berupa pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Dalam arti
yang seperti ini politik hukum harus berpijak pada tujuan negara dan sistem
hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan yang dalam konteks
252 Moh. Mahfud M.D, Pergulatan PoliƟ k dan Hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm.
9
253 Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar di Luar KUHP, Pradnya Paramita, Bandung, 1983, hlm.9.
254 Moh. Mahfud MD, Membangun PoliƟ k Hukum Menegakkan KonsƟ tusi, Rajawali Pers, Jakarta, 2012,
hlm.5.
255 Sudarto, Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan, Kertas Kerja Lokakarya Pembaharuan Kodifikasi Hukum
Pidana Nasional, BPHN, 1982, hlm.59-60.
256 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm 59
257 Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center,
258 Muladi, ‘Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Datang’, Naskah Pidato Pengukuhan,
Diucapkan pada Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990, hlm 148
259 Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT Citra Aditya BakƟ , Bandung,
2001, hlm 5
260 Antje M.Ma’moen, Kedudukan, Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional DiƟ njau dari ukum
Administrasi Negara, Dalam: SF Marbun, Deno Kamelus, Saut P.Panjaitan, dkk., Dimensi-Dimensi
Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Cetakan I, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2001, hlm
281
261 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya BakƟ , Bandung, 2003, hlm.145
a. adanya perubahan sosial secara cepat sehingga perubahan itu perlu disertai
dan diikuti dengan peraturan-peraturan hukum pula dengan sanksi pidana.
Hukum di sini telah berfungsi sebagai social engineering maupun social
control;
262 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta op.cit, hlm.14. Lihat juga Sudarto, Kapita Selekta …., op.cit., hlm
65
263 Muladi, Proyeksi Hukum Pidana ......, op.cit, hlm 149
264 ibid
265 Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar di Luar KUHP, Pradnya Paramita, Bandung, 1983, hlm.9.
266 Tim Kerja, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana dan Sistem
Pemidanaan (PoliƟ k Hukum dan Pemidanaan), Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2008,
hlm.3.
267 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti , Bandung, 2003, hlm.13-14.
268 Hukum pidana khusus: memahami delik-delik di luar KUHP, hlm. 28 dalam Zainal Arifi n Mochtar dalam
Hariman Satria, hlm. 8
269 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP, Jakarta: Kencana,
2016, hlm. 26
Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik
pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan.
Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik
kriminal (criminal policy). Sebagai bagian dari politik kriminal, politik hukum
pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan
hukum pidana. Ditinjau dari politik kriminal, kebijakan atau politik hukum pidana
merupakan salah satu sarana penanggulangan kejahatan (sarana penal).
Sarana lainnya ialah dengan cara yang bersifat nonpenal. Dua masalah sentral
yang menjadi pusat perhatian kebijakan hukum pidana dari sudut politik kriminal
adalah perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana (kebijakan
kriminalisasi), dan sanksi apa yang sebaiknya dikenakan kepada si pelanggar
(kebijakan penalisasi). Politik hukum pidana (criminal law politic) adalah aktifi
tas menyangkut proses menentukan tujuan dan cara melaksanakan tujuan
tersebut.
270 Prasetyo dalam Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-delik di Luar KUHP,
Prenadamedia Group, Jakarta, hlm.7-8.
271 Barda Nawawi Aief, Op.Cit, hlm.28-29.
hukum pidana pada dasarnya merupakan kebijakan di bidang penal yang harus
ditempuh di dalam menanggulangi kejahatan.
272 Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, Badan Penerbit Magister, Semarang, 2011,
hlm. 43.
273 ibid
Lebih lanjut, di Indonesia pendekatan nilai yang dianut harus berbasis pada
pandangan hidup, ideologi dan dasar negara Pancasila yang telah menjadi
sumber dari segala sumber hukum, termasuk hukum pidana.274
Salah satu fokus dalam politik hukum pidana adalah di bidang pembaruan
hukum pidana. Berangkat dari teori sistem hukum dari Friedman, ruang lingkup
pembaruan hukum pidana itu sendiri meliputi pembaruan substansi hukum,
struktur hukum, dan budaya hukum. Pembaruan substansi hukum meliputi
hukum pidana materiil, hukum pidana formil, dan hukum pelaksanaan pidana.
Pembaruan struktur hukum meliputi sistem kelembagaan, administrasi, dan
manajemen dari institusi penegakan hukum (penyidik, penuntut, pengadilan,
pelaksana pidana), termasuk koordinasi diantara penegak hukum tersebut baik
secara nasional, regional, maupun internasional. Pembaruan budaya hukum
menekankan pada perubahan kultur, moralitas dan perilaku (perilaku taat
hukum dan kesadaran mentaati hukum), serta pendidikan hukum serta ilmu
hukum yang mengiringi pelaksanaan hukum tersebut. Dalam kaitan dengan
pembaruan hukum pidana tersebut, Muladi mengemukakan tiga metode
pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
Dipandang dari sudut politik, negara Indonesia yang telah merdeka sudah
sewajarnya mempunyai KUHP yang diciptakan sendiri. Hal tersebut dipandang
sebagai simbol dan merupakan suatu kebanggaan dari suatu negara yang telah
merdeka dari jerat penjajahan politik. Sebaliknya, KUHP dari negara lain bisa
274 ibid
dipandang sebagai simbol dari penjajahan oleh negara yang membuat KUHP
tersebut. Dengan demikian, dari sudut politik, sudah waktunya bagi negara
untuk mempunyai KUHP Nasional sendiri sebagai identitas politik dari sebuah
negara yang merdeka.275 Alasan kedua berasal dari sudut sosiologis.
Pengaturan dalam hukum pidana merupakan pencerminan dari ideologi politik
suatu bangsa di mana hukum itu berkembang. Ini berarti bahwa nilai-nilai sosial
dan kebudayaan dari bangsa itu mendapat tempat dalam pengaturan di bidang
hukum pidana. Ukuran untuk mengkriminalisasikan suatu perbuatan tergantung
dari nilai-nilai dan pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tentang
apa yang baik, yang benar, yang bermanfaat, atau sebaliknya.
275 Muladi, Beberapa Catatan Berkaitan Dengan RUU KUHP Baru, Disampaikan pada Seminar Nasional
RUU KUHP Nasional diselenggarakan oleh Universitas Internasional Batam 17 Januari 2004 .
a. hukum pidana sebagai suatu sistem Hukum (substansi, struktur dan kultur);
c. Asas legalitas tetap diakui, akan tetapi hukum pidana adat yang berlaku
harus diberi tempat;
h. Diadakan sistem sanksi yang menganut sistem dua jalur (pidana dan
tindakan);
i. Dibedalan antara sanksi untuk pelaku dewasa (di atas umur 18 tahun) dan
pelaku anak (anak adalah yang berumur 12-18 tahun); sedangkan anak
yang belum mencapai umur duabelas tahun, tidak dapat
dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana;
Hal ini berarti bahwa dalam suatu ‘tindak pidana’ dengan sendirinya
mencakup pula ‘kemampuan bertanggung jawab’. Sedangkan teori dualisme
pada dasarnya beranggapan bahwa konsep yang memisahkan ‘tindak pidana’
dengan persoalan ‘pertanggungjawaban pidana’ Konsep KUHP menggunakan
istilah ‘tindak pidana’ untuk perbuatan yang melanggar ketentuan undang-
undang. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafb aarfeit. Menurut
Konsep, tindak pidana adalah ‘perbuatan melakukan atau tidak melakukan
278 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1995, hlm.57.
279 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar dalam
Hukum Pidana, Cet keƟ ga, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm.13-14
280 Peter Gillies, Criminal Law,The Law Book Company, Sidney, 1990, hlm.43.
ada alasan pembenar.281 Hal yang baru adalah diberikannya defi nisi dari istilah
pertanggung jawaban pidana, yaitu kondisi terpenuhinya celaan yang objektif
dan celaan yang subjektif untuk dapat dipidananya seseorang yang telah
melakukan tindak pidana.
281 C.S.T. Kansil dan ChrisƟ ne S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta,
2004, hlm. 54
282 Moeljatno, Delik Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hlm.177
C. LATIHAN SOAL
D. DAFTAR PUSTAKA
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti , Bandung,
2003
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, Badan Penerbit Magister,
Semarang, 2011
C.S.T. Kansil dan ChrisƟ ne S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2004,
Moh. Mahfud M.D, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Gama Media,
Yogyakarta, 1999
Muladi, ‘Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Datang’, Naskah Pidato
Pengukuhan, Diucapkan pada Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
Semarang, 1990
Tim Kerja, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana dan
Sistem Pemidanaan (Politik Hukum dan Pemidanaan), Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Jakarta, 2008
http://reformasikuhp.org/merancang-arah-pembaruan-hukum-pidana-indonesia
PERTEMUAN 14
POLITIK HUKUM ISLAM
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
B. URAIAN MATERI
1. Mengindonesianisasikan Hukum Islam di Indonesia
Berlakunya hukum Islam di Indonesia telah mengalami pasang surut
seiring dengan politik hukum yang diterapkan oleh kekuasaan negara. Bahkan
di balik semua itu, berakar pada kekuatan sosial budaya yang berinteraksi
dalam proses pengambilan keputusan politik. Namun demikian, hukum Islam
telah mengalami perkembangan secara berkesinambungan. baik melalui jalur
infrastruktur politik maupun suprastruktur politik dengan dukungan kekuatan
sosial budaya itu.283 Cara pandang dan interpretasi yang berbeda dalam
keanekaragaman pemahaman orang Islam terhadap hakikat hukum Islam telah
berimplikasi dalam sudut aplikasinya. M. Atho Mudzhar misalnya, menjelaskan
cara pandang yang berbeda dalam bidang pemikiran hukum Islam menurutnya
dibagi menjadi empat jenis, yakni kitab-kitab fiqh, keputusan-keputusan
Pengadilan agama, peraturan Perundang-undangan di negeri-negeri muslim
dan fatwa-fatwa ulama.284
283 Ahmad Sukarja, ‚Keberiakuan Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia? dalam Cik Hasan Bisri (ed.)
Bunga Rampai Peradilan Islam I, (Bandung: Ulul Albab Press, 1997), hlm. 24-25
284
M. Atho Mudzhar, Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Produk Pemikiran Hukum Islam, dalam
Jurnal Mimbar Hukum No. 4 tahun II (Jakarta: AI-Hikmah dan Ditbinbapera Islam, 1991), him. 2 1-30
Islam dan hukum Barat. Sedangkan hukum Islam dilihat dari dua segi. Pertama,
hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal, artinya telah dikodifikasikan
dalam struktur hukum nasionaI. Kedua, hukum Islam yang berlaku secara
normatif yakni hukum Islam yang diyakini memiliki sanksi atau padanan hukum
bagi masyarakat muslim untuk melaksanakannya. Mengindonesiakan hukum
Islam (Indonesianization of Islamic law) mengandung dua kecenderungan;
pertama, adalah cita-cita membangun hukum Islam yang berciri khas Indonesia
dan menjadikan adat Indonesia sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Puncaknya ditandai dengan munculnya konsep fikih (hukum Islam) Indonesia.
Kecenderungan kedua adalah keindonesiaan yang berorientasi konstitusional,
yakni memformulasikan hukum Islam dalam bentuk peraturan perundang-
undangan melalui konsensus (Ijma`) ulama Indonesia. Dengan proses demikian
285
hukum Islam menjadi hukum nasional. Dalam tata hukum di Indonesia,
hukum akan dapat diberlakukan jika telah ditetapkan oleh lembaga negara
seperti parlemen, sebaliknya hukum yang belum ditetapkan oleh lembaga
negara yang berwenang secara kategoris tidak dapat disebut hukum meskipun
secara harfiyah disebut hukum. Untuk itu, upaya untuk memperjuangkan hukum
Islam menjadi hukum positif merupakan bagian Indonesianisasi hukum Islam.
285 Yudian W. Asmin,Reorientation of Indonesian Fiqh,dalam Yudian W. Asmin (ed.), Ke Arah Fikih
Indonesia: Mengenang Jasa Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, (Yogyakarta: Forum Studi Hukum
Islam Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, 1994), hlm. 37
286 Mark Cammack, ‘’Indonesia's 1989 Religious Judicature Act: Islamization of Indonesia or
Indonesianization of Islam?’’ dalam Arskal Salim dan Azyumardi A zra (ed.), Shari`a and Polutics in
Modern Indonesia, Singapore: Institute Of Southeast Asian Studies, 2003), hlm. 96
287 Mohamed Elewa badar ’islamic Law (Sharia) and the Jurisdiction of International Criminal Court Leiden
Journal of International Law, Vol 24, 2011, hlm 411
288 Muchith A Karim, Pelaksanaan Hukum Waris Di Kalangan Umat Islam Indonesia (Jakarta: Maloho Jaya
Abadi Press, 2010), hlm 1.
289 Moh. MahfudM.D., Pergulatan Politik Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 32
290 Abdul Ghani Abdullah, Peradilan Agama Pasca UU No.7/1989 dan Perkembangan Studi Hukum Islam
di Indonesia, dalam Mimbar Hukum, Nomor. 1 tahun V (Jakarta: al-Hikmah & Ditbinpera Islam Depag
RI, 1994), hlm. 94-106
291 Isma`il Sunny, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dalam Amrullah
Ahmad, Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional Mengenang 65 Th. Prof. Dr. Busthanul
Arifin, S.H, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 135
292 Muhammad Zainal Abidin, Kedudukan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia,
http://www.masbied.com/2010/06/04/kedudukan-hukum-islam-dalam-negara-republik-indonesia/.
Diakses tanggal 17 Juni 2020.
memenuhi nilai sosiologis yang sesuai dengan nilai budaya yang berlaku di
masyarakat.
293 Didi Kusnadi,Hukum Islam di Indonesia (Tradisi, Pemikiran, Politik Hukum dan Produk Hukum)
294 Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm.
30
Jadi, fiqih sebenarnya adalah doktrin hukum Islam, atau lebih tepat
dikatakan pendapat dan ajaran para imam mazhab. Dalam perkembangannya,
hukum Islam (fiqih) menjadi pilihan masyarakat karena secara teologis
ajarannya didasarkan pada keyakinan dan dirasa memberikan kedamaian bagi
penganutnya. Dengan diterimanya ajaran tersebut, masyarakat dengan rela
dan patuh serta tunduk mengikuti ajaran Islam dalam berbagai dimensi
kehidupan.296 pemahaman dan pengamalan terhadap ajaran agama Islam
tersebut telah menjadi norma dan pada akhirnya menjadi suatu sistem hukum
yang melembaga dalam bentuk sistem peradilan, yang pada awalnya
dikembangkan dalam bentuk yang masih sangat sederhana, disebut dengan
lembaga tahkim.297 Situasi politik yang mewarnai pembentukan Undang-
Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) dan Undang-Undang No.
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU PA) yang diamandemen oleh UU
No. 3 tahun 2006 turut mewarnai kecenderungan dan arah kebijakan hukum
negara yang bisa dilihat dari aspek politik pembentukan hukum, aspek politik
mengenai isi hukum (asas dan kaidah hukum), dan aspek politik penegakan
hukum.
Sedangkan hukum acara adalah hukum yang mengatur tata cara atau
prosedur penyelesaian sengketa di pengadilan sesuai dengan kompetensi
pengadilan yang terkait.299 Berdasarkan itu hukum Islam telah mengisi
kekosongan hukum bagi umat Islam (lex spesialis) dalam bidang-bidang hukum
keluarga, hukum waris, perwakafan dan zakat. Kedua, Peran hukum Islam
memberikan kontribusi dalam sumber nilai terhadap pembuatan hukum
nasioanal. Hukum tersebut berlaku bagi seluruh warga Negara Indonesia (lex
generalis). Sebagai sumber nilai aturan hukum yang akan dibuat, hukum Islam
tidak hanya terbatas pada bidang hukum perdata, tetapi dapat berlaku pula
pada bidang hukum yang lain seperti hukum pidana, hukum tata negara, hukum
administrasi negara. Untuk itu hukum Islam benar-benar berperan sebagai
sumber hukum. 300
299 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), hlm. 40
300 LihatI chtiyanto, Pengembangan Teori Berlakunya Hukum Islam di Indonesia, dalam Eddi Rudiana
Arief dkk,, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan, (Bandung: P.T. Remaja
Rosdakarya, 1991), hlm. 97
301 Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat: Telaah Tentang Keterkaitan Organisasi Masyarakat,
Partisipasi Politik Pertumbuhan Hukum dan Hak asasi Manusia ( Jakarta: Rajawali Pers, 1985), hlm.
84.
302 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, cet.7 ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm.
107
Suatu golongan yang dominan dan dekat dengan penguasa politik, itulah
yang memperoleh kekuasaan untuk menerapkan hukum tertentu dan kebijakan-
kebijakan lainnya. Dari sini bisa ditarik suatu refleksi bahwa hukum Islam yang
berlaku di Indonesia pada dasarnya juga atas kehendak penguasa. Dalam
pengertian bahwa bagaimana dan yang seperti apa hukum Islam yang akan
diberlakukan bagi masyarakat Muslim Indonesia tersebut adalah menjadi
kebijakan politik penguasa sesuai dengan konfigurasi politik negara, karena
memang pemberlakuan hukum Islam sebagai hukum nasional perlu mendapat
legtimasi negara.303 Hukum positif secara garis besar berupa hukum acara dan
hukum material.
303 Tentang legitimasi kekuasaan, lihat: Samsul Wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 7-8.
304 Elizabeth A. Martin (ed.), Oxford Dictionary of Law, cet. 6 (Oxford, England: Oxford Unversity Press,
2003), hlm. 484.
305 Richard L. Abel, Comparative Law and Social eory, American Journal of Comparative Law, No. 26,
1977-1978, hlm. 221.
306 Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Dalam hierarkhi tata hukum Indonesia, sebagaimana tertuang dalam pasal 7 UU No. 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Instruksi Presiden (Inpres) bukanlah bagian
dari peraturan perundang-undangan. Menurut Jimly Asshiddiqie, instruksi presiden merupakan policy
rules atau beleidsregels, yaitu bentuk peraturan kebijakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai
bentuk peraturan perundang-undangan yang biasa. Disebut policy atau beleids atau kebijakan karena
secara formal tidak dapat disebut atau memang bukan berbentuk peraturan yang resmi. Jimly
Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang ( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20
307 John R. Bowen, Law and Social Norms in the Comparative Study of Islam, American Anthropologist,
vol. 100, no. 4, December 1998, hlm.1034.
bagian dari hukum adat. Pada masa pasca kemerdekaan situasi politik yang
tarik-ulur antara kelompok nasionalis dan Islamis membuat hukum Islam dalam
keadaan status quo. Demikian juga pada masa Orde Baru, rezim penguasa
menghendaki unifikasi hukum yang sumbernya lebih mengutamakan pada
hukum adat dan hukum Barat. sebenarnya telah terjadi dinamika dalam
pemberlakuan hukum Islam di Indonesia yang sangat terkait dengan situasi
sosial dan politik serta tidak bisa lepas dari kebijakan yang dibuat pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi. Pada masa pemerintahan
kolonial Belanda, pemberlakuan pluralitas hukum yang dikenal dengan hukum
antar-golongan, yang cenderung menggunakan pendekatan konflik, terbukti
telah mengalami kegagalan. Demikian juga dengan produk-produk hukum yang
berkaitan dengan hukum Islam yang dibuat pada masa Orde Baru, di antaranya
adalah UU Perkawinan dan UU Peradilan Agama, dengan kebijakan hukum
yang menghendaki adanya unifikasi telah mengalami distorsi dan lepas dari
aspek the living law. Kebijakan tersebut juga ternyata telah melahirkan
pertentangan atau konflik antar-hukum, terutama yang berkaitan dengan hukum
Islam.308
Dengan demikian, teori tentang konflik hukum, teori pluralitas hukum, dan
teori politik hukum, menjadi sangat tepat untuk melihat bagaimana konflik
hukum tersebut bisa terjadi. Hal yang menarik bahkan unik persoalan
positivisasi hukum Islam tidak bisa lepas dari wacana dan perdebatan tentang
konsep kebangsaan yang juga membawa gagasan Islam sebagai dasar negara
dan gagasan lain yang menghendaki berlakunya negara dan hukum lain yang
juga berakar dalam kehidupan rakyat Indonesia.309 Berdasarkan catatan
sejarah bangkitnya nasionalisme Indonesia, pada masa tersebut ditandai
dengan munculnya pergerakan yang berjuang melawan kolonial Belanda dan
Jepang untuk segera bebas dari cengkeraman penjajah. Dalam perjuangan ini
Islam mempunyai peran penting dalam menentukan eksistensi negeri ini dan
perdebatan tentang apakah negara merdeka kelak berideologi Islam atau non
Islam dapat diikuti dalam catatan-catatan sejarah nasional kita.
308 MB. Hooker, Introduction: Islamic Law in South-east Asia, Australian Journal of Asian Law, Vol. 4, No.
3, Desember 2002, hlm. 214.
309 Moh. Mahfud MD, Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia dalam Syamsul Anwar, Antologi
Pemikiran Hukum Islam di Indonesia antara Idealitas dan Realitas, (Yogyakarta: Fakultas Syari`ah UIN
Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 60.
Perjalanan hukum Islam dalam tata hukum nasional tidak terlepas dari
politik hukum yang dikembangkan pararel dengan sejarah perkembangan Islam
di Indonesia. Positivisasi hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan
(Takhrij al-Ahkâm fî al-Nash al-Qânun) merupakan produk interaksi antar elite
politik Islam (para ulama, tokoh ormas, pejabat agama dan cendekiawan
muslim) dengan elite kekuasaan (the rulling elite) yakni kalangan politisi dan
pejabat negara. Sebagai contoh, diundangkannya UU No.1/1974 tentang
Perkawinan, peranan elite Islam cukup dominan dalam melakukan pendekatan
dengan kalangan elite di tingkat legislatif, sehingga RUU Perkawinan No.1/1974
dapat dikodifikasikan.310
310 Amak F.Z., Proses Undang-undang Perkawinan, (Bandung: Al-Ma’arif. 1976). hIm. 35-48
311 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945 yang telah diamandemen.
312 Pudjo Suharso, ‘Pluralisme Bangsa Menuju Indonesia Baru’ dalam Khamami Zada-Idy Muzayyad (Ed.),
Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia, (Yogyakarta: Senat Mahasiswa Fakultas Syari`ah
IAIN Sunan Kalijaga bersama Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 147.
sehingga aturan tentang prosedur menjadi lebih penting dari pada hukum untuk
mencapai keadilan (justice), yang merupakan tujuan para pihak yang
berperkara. Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan bahwa kebijakan unifikasi
hukum yang dilakukan oleh pemerintah tidak lebih dari sebuah tawaran yang
sulit dalam konteks Indonesia karena bertentangtan dengan realitas sosial
sepanjang abad.313 Dengan kondisi seperti itu, umat Islam di Indonesia hanya
bisa menerima hukum yang sudah ditetapkan oleh negara sebagai undang-
undang. Menurut ulama usul al-fiqh, sebagaimana dikemukakan oleh Satria
Effendi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh hakim dalam
menentukan sikap hukum untuk mencapai keadilan, yaitu:
313 Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial Politik Dalam
Pembangunan Hukum di indonesia ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 60.
C. LATIHAN SOAL
1. Gagasan apa yang menjadi menempatkan Islam dan Keindonesiaan dalam satu
nafas merupakan bagian dari konsep dan perjuangan politik Islam dan Umat
Islam Indonesia.
3. Apakah yang menjadi isu mendasar tentang kedudukan hukum islam dalam
kebijakan dasar yang dilakukan penyelenggara negara dalam bidang hukum?
D. DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rachmat Budiono, Peradilan Agama dan Hukum Islam di Indonesia (Malang:
Bayumedia Publishing, 2003),
Ahmad Sukarja, ‚Keberiakuan Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia? dalam
Cik Hasan Bisri (ed.) Bunga Rampai Peradilan Islam I, (Bandung: Ulul Albab
Press, 1997),
Elizabeth A. Martin (ed.), Oxford Dictionary of Law, cet. 6 (Oxford, England: Oxford
Unversity Press, 2003),
John R. Bowen, Law and Social Norms in the Comparative Study of Islam,
American Anthropologist, vol. 100, no. 4, December 1998,
Mohamed Elewa badar islamic Law (Sharia) and the Jurisdiction of International
Criminal Court Leiden Journal of International Law, Vol 24, 2011
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, cet.1 ( Jakarta: LP3ES, 1998)
Moh. Mahfud MD, Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia dalam Syamsul
Anwar, Antologi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia antara Idealitas dan
Realitas, (Yogyakarta: Fakultas Syari`ah UIN Sunan Kalijaga, 2008),
Pudjo Suharso, ‘Pluralisme Bangsa Menuju Indonesia Baru’ dalam Khamami Zada-
Idy Muzayyad (Ed.), Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia,
(Yogyakarta: Senat Mahasiswa Fakultas Syari`ah IAIN Sunan Kalijaga
bersama Pustaka Pelajar, 1999),
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo, 2001),
Stijn Cornelis van Huis and eresia Dyah Wirastri, ‘’Muslim Marriage Registration in
Indonesia”,
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Abdul Latif, Hasbi Ali, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2014
Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama
(Bandung: Mandar Maju, 2008),
Abdul Rachmat Budiono, Peradilan Agama dan Hukum Islam di Indonesia (Malang:
Bayumedia Publishing, 2003),
Afifudin Muhadjir, Hukum Islam Antara Ketegasan dan Kelenturan, Makalah Tidak
diterbitkan
Dawam Rahardjo dalam Adiwarman A. Karim, 2013, Bank Islam: Analisis Fiqih dan
Keuangan (Edisi Kelima), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Ahmad Fadlil Sumadi, 2013, Politik Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi,
Setara Press, Malang
Ahmad Sukarja, ‚Keberiakuan Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia? dalam Cik
Hasan Bisri (ed.) Bunga Rampai Peradilan Islam I, (Bandung: Ulul Albab Press,
1997),
Ali, Siti Hawa. 1989. Imperialisme Profesional, Kerja Sosial di Dunia Ketiga. Malaysia:
University Sains Malaysia
Aloysius Mudjiyono dan Mahmud Kususma. 2014. Penyidikan Tindak Pidana Kasus
Tanah dan Bangunan. Yogyakarta: Pustaka Yutisia
Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia Dalam Perspektif Pancasila Pasca
Reformasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013
Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar di Luar KUHP, Pradnya Paramita, Bandung, 1983
Andi Mustari, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Penerbit Gaya
Media Pratama: Jakarta
Andrew Raynold dalam buku Sistem Pemilu, 2009. ACE Project, kerjasama antara
International IDEA, United Nation dan International Foundation for Election
System
Anshori, Abdul Ghofur., 2008, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan,
Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Apeldorn L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Terjemahan Sadino Utarid, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1993
Arief, Basrief. Korupsi Dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta). Jakarta: Adika
Remaja
Arge Arif Suprabowo, ―Perampasan Dan Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana
Korupsi Dalam Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Korupsi‖ (University of Pasundan, 2016).
A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, Jakarta, Puporis Publishers,
2002
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT Citra Aditya Bakti
, Bandung, 2001
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, Badan Penerbit Magister,
Semarang, 2011,
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti , Bandung, 2003
Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia. Upaya Pengembangan Ilmu Hukum
Sistematik Yang Responsif Terhadap Perubahan Masyarakat, Yogyakarta:
Genta Publishing, 2013
Chaerudin, dkk, 2008, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi, Refika Aditama, Bandung
C.F. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2004,
Dawam Rahardjo dalam Adiwarman A. Karim, 2013, Bank Islam: Analisis Fiqih dan
Keuangan (Edisi Kelima), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Edy Wibowo, dkk, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Bogor: Ghalia Indonesia cet.I,
2005
David Held, Demokrasi dan Tatanan Global, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004
Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara dan Kajian
Kenegaraan, Setara Press, Malang
Didi Kusnadi,“Hukum Islam di Indonesia (Tradisi, Pemikiran, Politik Hukum dan Produk
Hukum)
Dun, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press
Edy Wibowo, dkk, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Bogor: Ghalia Indonesia cet.I,
2005
Elizabeth A. Martin (ed.), Oxford Dictionary of Law, cet. 6 (Oxford, England: Oxford
Unversity Press, 2003),
Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pembangunan Tipe Hukum Progresif Melalui
Pemahaman terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis dan Nonpositivis
dalam Kehidupan Berhukum di Indonesia Epistema Institute, Bogor, 2010.
George Junus Aditjondro, Korupsi Kepresidenan di Masa Orde Baru, dalam Mencari
Uang Rakyat Kajian Korupsi di Indonesia. Buku I. Yayasan Aksara. Yogyakarta,
2002
Hanna litaay Salakory, Maret 1997 Aspirasi dan Partisipasi Rakyat dalam
Pembangunan Politik: Filosofi dan Sejarahnya di Indonesia Bina Darma,
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit
Grasindo, Jakarta, 2007
Himawan Estu Bagijo, 2014, Negara Hukum & Mahkamah Konstitusi: Perwujudan
Negara Hukum yang Demokratis Melalui Wewenang Mahkamah Konstitusi
dalam Pengujian UndangUndang, Cetakan II, LaksBang Grafika, Yogyakarta
Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, 2013, Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta :
RajaGrafindo Persada
Irwan Soejito (1990). Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta:PT
Rineke Cipta
Isbandi Rukminto Adi, 2007, Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari
Pemikiran Menuju Penerapan. FISIP UI Press: Depok
Iskandar Kamil, Peradilan Anak, Makalah, Disampaikan pada Workshop (Round Table
Discussion) mengenai Pedoman Diversi untuk Perlindungan Bagi Anak Yang
Berhadapan dengan Hukum, Jakarta, 1 Juni 2005
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, 2012. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Konpres:
Jakarta.
Jimlly Asshidiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Jimmly Ashiddqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, 2007
Juliardi Budi, 2015 Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
John R. Bowen, Law and Social Norms in the Comparative Study of Islam, American
Anthropologist, vol. 100, no. 4, December 1998
Kessler R.C. dkk. 2001. The Use of Complementary and Alternative Therapies to Treat
Anxienty and Depression in the United State. American Journal of Psychiatry
Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, 2012. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Citra
Aditya Bakti: Bandung
M. Atho Mudzhar, Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Produk Pemikiran Hukum
Islam, dalam Jurnal Mimbar Hukum No. 4 tahun II (Jakarta: AI-Hikmah dan
Ditbinbapera Islam, 1991),
M. Solly Lubis, 2014, Politik Hukum dan Kebijakan Publik (Legal Policy and Public
Policy), Bandung : Mandar Maju
M. Syafi’i Antonio, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alfabeta,
cet ke-4, 2006
Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi
Muatan. Kanisius: Yogyakarta
Marsono, Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan
Perubahan-perubahannya 1999-2002, Jakarta : Eko Jaya, 2002
Miriam Budiardjo, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Miriam Budiardjo, 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers,
Jakarta, 2012,
Moh. Mahfud MD, 2010, Perdebatan hukum Tata Negara, Pasca Amandemen
Konstitusi, Jakarta : Rajawali Pers
Moh. Mahfud MD, 2009. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers
Moh. Mahfud MD, Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia dalam Syamsul
Anwar, Antologi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia antara Idealitas dan
Realitas, (Yogyakarta: Fakultas Syari`ah UIN Sunan Kalijaga, 2008),
Moh. Mahfud M.D., Pergulatan Politik Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,
1999),
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, cet.1 ( Jakarta: LP3ES, 1998),
Moh. Mahfud MD., Perkembangan Politik Hukum, Studi Tentang Pengaruh Kinfigurasi
Politik Terhadap Produk Hukum di Indonesia, Disertasi, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 1993
Mohamed Elewa badar ‘’islamic Law (Sharia) and the Jurisdiction of International
Criminal Court’’ Leiden Journal of International Law, Vol 24, 2011
Muhtaj El Majda, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Prenada
Media, Jakarta.
Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The
Habibie Center, Jakarta, 2002
Muladi, ‘Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Datang’, Naskah Pidato
Pengukuhan, Diucapkan pada Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,
1990
Moeljatno, Delik Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan, Bina Aksara, Jakarta, 1985,
Mohamed Ariff, Islamic Banking: A Southeast Asian Perspective, dalam Mohamed Ariff
(ed.), Islamic Banking in Southeast Asia (Singapore: Institute of Southeast
Asian Studies, 1988),
Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005,
Ngesti D. Prasetyo, Konstruksi Politik Hukum Ekonomi Dalam Hasil Peubahan UUD
1945, Jurnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 3, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan
Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, 2005
Nyoman Serikat Putra Jaya, 2014, Politik Hukum, Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro
Otong Rosadi, Andi Desmon, Studi Politik Hukum Suatu Optik Ilmu Hukum, Thafa
Media, Yogyakarta, 2012,
Padmo Wahyono, 1986. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Cetakan II.
Ghalia Indonesia. Jakarta
Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2003. Hukum Responsif: Pilihan di Masa Transisi.
Ford Foundation dan HuMa: Jakarta
Prinst, Darwan, 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya bakti,
Bandung
Pudjo Suharso, ‘Pluralisme Bangsa Menuju Indonesia Baru’ dalam Khamami Zada-Idy
Muzayyad (Ed.), Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia,
(Yogyakarta: Senat Mahasiswa Fakultas Syari`ah IAIN Sunan Kalijaga bersama
Pustaka Pelajar, 1999),
Rahmat Ramadhani, Artikel; ‘Benang Merah’ Alas Hak Dengan Sengketa Pertanahan,
Harian Rakyat Bengkulu, Bengkulu, Kamis-26 Juli 2012
Ridwan, MAshyudi, 2002, Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi, artikel
dalam http://www. Kejaksaan.go.id/puspenkum, tanggal 4 September 2002
diakses 14 Januari 2021 jam 21.30 wib
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo, 2001),
Tim Kerja, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana dan
Sistem Pemidanaan (Politik Hukum dan Pemidanaan), Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Jakarta, 2008
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk Dan
Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta : Djambatan
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Tata Negara Indonesia pasca Amandemen UUD 1945,
kencana prenada media group, 2010
Tri Andrisman, Analisis Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi
Utrecht. E, Pengantar Dalam Hukum Indoneia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1983
Undang-Undang
UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria
http://reformasikuhp.org/merancang-arah-pembaruan-hukum-pidana-indonesia
GLOSARIUM
3. Konsep politik
hukum
3 Nilai Dasar Politik 1.Pelaksanaan nilai- Resitasi, diskusi Tugas dan Pemahaman 7%
Hukum Dalam nilai dasar dalam dan tanya jawab latihan teoridan konsep
Pembentukan pembentukan
Hukum Nasional hukum nasional
2. Tahap
perencanaan
dalam
pembentukan
hukum Nasional.
3. Kontribusi publik
terhadap
pembuatan
kebijakan
4 Politik Hukum Dalam 1. Politik hukum Resitasi, diskusi Tugas dan Pemahaman 7%
Perspektif Ilmu sebagai kajian dan tanya jawab latihan teoridan konsep
Ketatanegaraan ketatanegaraan
Indonesia
2. Konsepsi negara
hukum
5 Politik Hukum Dalam 1. Tujuan politik hukum Resitasi, diskusi Tugas dan Pemahaman 7%
Negara Demokrasi 2. Konfigurasi politik dan tanya jawab latihan teoridan konsep
terhadap produk
hukum
3. Arah produk hukum
dalam negara
demokrasi
6 Politik Hukum 1. Pengertian hak asasi Resitasi, diskusi Tugas dan Pemahaman 7%
Pengakuan Hak 2. Pengaturan hukum dan tanya jawab latihan teoridan konsep
Asasi Manusia terhadap penegakan
hak asasi manusia
berdasarkan UU No.
39 Tahun 1999
tentang hak asasi
manusia
3. Perkembangan HAM
di era reformasi
pasca amandemen
ke IV UUD 1945
7 Politik Hukum Dalam 1. Politik hukum Resitasi, diskusi Tugas dan Pemahaman 7%
agenda partisipasi
masyarakat
3. Potret kebijakan
hukum sistem
pemilihan umum
n pidana
REFERRENSI:
Abdul Ghani Abdullah, “Peradilan Agama Pasca UU No.7/1989 dan Perkembangan Studi Hukum Islam di Indonesia”, dalam Mimbar Hukum,
Nomor. 1 tahun V (Jakarta: al-Hikmah & Ditbinpera Islam Depag RI, 1994),
Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Abdul Latif, Hasbi Ali, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2014
Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama (Bandung: Mandar Maju, 2008),
Abdul Rachmat Budiono, Peradilan Agama dan Hukum Islam di Indonesia (Malang: Bayumedia Publishing, 2003),
Afifudin Muhadjir, Hukum Islam Antara Ketegasan dan Kelenturan, Makalah Tidak diterbitkan
Dawam Rahardjo dalam Adiwarman A. Karim, 2013, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Edisi Kelima), PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta
Ahmad Fadlil Sumadi, 2013, Politik Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Setara Press, Malang
Ahmad Sukarja, ‚Keberiakuan Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia? dalam Cik Hasan Bisri (ed.) Bunga Rampai Peradilan Islam I,
(Bandung: Ulul Albab Press, 1997),
Alfitra Salamm, Menimbang Kembali Kebijakan Otonomi Daerah “dalam Syamsudin Haris Desentralisasi & Otonomi Daerah (Desentralisasi,
Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah), LIPI Press, Jakarta, 2005
Ali, Siti Hawa. 1989. Imperialisme Profesional, Kerja Sosial di Dunia Ketiga. Malaysia: University Sains Malaysia
Aloysius Mudjiyono dan Mahmud Kususma. 2014. Penyidikan Tindak Pidana Kasus Tanah dan Bangunan. Yogyakarta: Pustaka Yutisia
Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia Dalam Perspektif Pancasila Pasca Reformasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013
Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar di Luar KUHP, Pradnya Paramita, Bandung, 1983
Andi Mustari, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Penerbit Gaya Media Pratama: Jakarta
Andrew Raynold dalam buku Sistem Pemilu, 2009. ACE Project, kerjasama antara International IDEA, United Nation dan International
Foundation for Election System
Anggoro, Kusnanto. 2009. “Konflik Kekerasan, Otonomi Daerah dan Integrasi Nasional,” Diskusi Nasional Refleksi Satu Dasawarsa
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Era Reformasi (1999- 2009), diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Anshori, Abdul Ghofur., 2008, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan, Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Antje M.Ma’moen, Kedudukan, Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional DiƟ njau dari ukum Administrasi Negara, Dalam: SF
Marbun, Deno Kamelus, Saut P.Panjaitan, dkk., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Cetakan I, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 2001
Apeldorn L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Terjemahan Sadino Utarid, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993
Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat: Telaah Tentang Keterkaitan Organisasi Masyarakat, Partisipasi Politik Pertumbuhan Hukum dan Hak
asasi Manusia ( Jakarta: Rajawali Pers, 1985),
Archon Fung. Varieties of Participation in Complex Governance. Public Administration Review, December 2006
Arief, Basrief. Korupsi Dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta). Jakarta: Adika Remaja
Arge Arif Suprabowo, ―Perampasan Dan Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Korupsi‖ (University of Pasundan, 2016).
AP. Parlidungan. 1991. Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju
A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, Jakarta, Puporis Publishers, 2002
Azmi Effendi, Perbaikan Sistem Hukum Dalam Pembangunan Hukum Di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, Tahun 2013
Bagir Manan, Politik Perundang-undangan, Penataran Dosen FH/STH PTS se Indonesia. (Bogor: Cisarua, 1993),
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT Citra Aditya Bakti , Bandung, 2001
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, Badan Penerbit Magister, Semarang, 2011,
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti , Bandung, 2003
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1994
Bernard Arief Sidharta, Ilmu Hukum Indonesia. Upaya Pengembangan Ilmu Hukum Sistematik Yang Responsif Terhadap Perubahan
Masyarakat, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013
Bernard L Tanya, 2011. Politik Hukum: Agenda Kepentingan Bersama. GENTA Publishing: Yogyakarta
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Cetakan
Keduabelas (edisi revisi). Jakarta: Djambatan
Budiono Kusumohamidjojo, 2011, Filsafat Hukum (Problematik Ketertiban Yang Adil), Bandung : Mandar Maju
Chaerudin, dkk, 2008, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Refika Aditama, Bandung
C.F. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004,
Dawam Rahardjo dalam Adiwarman A. Karim, 2013, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Edisi Kelima), PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta
Edy Wibowo, dkk, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Bogor: Ghalia Indonesia cet.I, 2005
David Held, Demokrasi dan Tatanan Global, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004
Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara dan Kajian Kenegaraan, Setara Press, Malang
Didi Kusnadi,“Hukum Islam di Indonesia (Tradisi, Pemikiran, Politik Hukum dan Produk Hukum)
Dun, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Edy Wibowo, dkk, Mengapa Memilih Bank Syariah?, Bogor: Ghalia Indonesia cet.I, 2005
Elizabeth A. Martin (ed.), Oxford Dictionary of Law, cet. 6 (Oxford, England: Oxford Unversity Press, 2003),
Fernanda, Desi. 1999. Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Pelayanan Umum. Makalah. Bandung: Fisip Unpad
Firman Muntaqo, Meretas Jalan bagi Pembangunan Tipe Hukum Progresif Melalui Pemahaman terhadap Peranan Mazhab Hukum Positivis
dan Nonpositivis dalam Kehidupan Berhukum di Indonesia Epistema Institute, Bogor, 2010.
George Junus Aditjondro, Korupsi Kepresidenan di Masa Orde Baru, dalam Mencari Uang Rakyat Kajian Korupsi di Indonesia. Buku I.
Yayasan Aksara. Yogyakarta, 2002
Hamid, H. M. Arfin., 2006, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia: Perspektif SosioYuridis. Jakarta: Elsas
Hanna litaay Salakory, Maret 1997 Aspirasi dan Partisipasi Rakyat dalam Pembangunan Politik: Filosofi dan Sejarahnya di Indonesia Bina
Darma,
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana: Perkembangan dan Penerapan, PT RajaGrafi ndo Persada
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit Grasindo, Jakarta, 2007
Hibnu Nugroho, Membangun Model Alternatif Untuk Integralisasi Penyidik Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, (Semarang: Disertasi Program
Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2011)
Hikmahanto Juwana, Politik Hukum Undang-undang Ekonomi di Indonesia, dalam Jurnal Hukum, Vol. 01 Tahun 2005
Himawan Estu Bagijo, 2014, Negara Hukum & Mahkamah Konstitusi: Perwujudan Negara Hukum yang Demokratis Melalui Wewenang
Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian UndangUndang, Cetakan II, LaksBang Grafika, Yogyakarta
Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, 2013, Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta : RajaGrafindo Persada
Irwan Soejito (1990). Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta:PT Rineke Cipta
Isma`il Sunny, “Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” dalam Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam Dalam
Sistem Hukum Nasional Mengenang 65 Th. Prof. Dr. Busthanul Arifin, S.H, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996
Isbandi Rukminto Adi, 2007, Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. FISIP UI Press: Depok
Iskandar Kamil, Peradilan Anak, Makalah, Disampaikan pada Workshop (Round Table Discussion) mengenai Pedoman Diversi untuk
Perlindungan Bagi Anak Yang Berhadapan dengan Hukum, Jakarta, 1 Juni 2005
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, 2012. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Konpres: Jakarta.
Jimlly Asshidiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Jimmly Ashiddqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007
Juliardi Budi, 2015 Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Juniarto, Selayang Pandang Tentang Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Balai Pustaka, 1990
John R. Bowen, Law and Social Norms in the Comparative Study of Islam, American Anthropologist, vol. 100, no. 4, December 1998
Kessler R.C. dkk. 2001. The Use of Complementary and Alternative Therapies to Treat Anxienty and Depression in the United State. American
Journal of Psychiatry
Kristiadi, J.B. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia. Jakarta: STIA Press
Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, 2012. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Citra Aditya Bakti: Bandung
M. Atho Mudzhar, Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Produk Pemikiran Hukum Islam, dalam Jurnal Mimbar Hukum No. 4 tahun II
(Jakarta: AI-Hikmah dan Ditbinbapera Islam, 1991),
M. Solly Lubis, 2014, Politik Hukum dan Kebijakan Publik (Legal Policy and Public Policy), Bandung : Mandar Maju
M. Syafi’i Antonio, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alfabeta, cet ke-4, 2006
Mardenis.2017. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Rangka Pengembagan Kepribadian Bangsa. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Kanisius: Yogyakarta
Marzuki Suparman, 2012, Pengadilan HAM DI Indonesia melanggangkan Impunity. Erlangga. Jakarta
Mark Cammack, ‘’Indonesia's 1989 Religious Judicature Act: Islamization of Indonesia or Indonesianization of Islam?’’ dalam Arskal Salim dan
Azyumardi A zra (ed.), Shari`a and Polutics in Modern Indonesia, Singapore: Institute Of Southeast Asian Studies, 2003)
Marsono, Susunan dalam Satu Naskah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan Perubahan-perubahannya 1999-2002, Jakarta : Eko Jaya,
2002
Melanie Manion, Corruption by Design: Building Clean Government in Mailand China and Hong Kong, Harvard University Press,
Massachusetts, 2004
Meuthia, Ganie Rochman.2000. Good Gavernance: Prinsip,Komponen dan Penerapan dalam HAM. Jakarta: Bapenas
Miriam Budiardjo, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Miriam Budiardjo, 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam rangka Pembangunan Hukum, Binacipta, Bandung, 1986
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, 2012,
Moh. Mahfud MD, 2010, Perdebatan hukum Tata Negara, Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta : Rajawali Pers
Moh. Mahfud MD, 2009. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers
Moh. Mahfud MD, Perjuangan dan Politik Hukum Islam di Indonesia dalam Syamsul Anwar, Antologi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia
antara Idealitas dan Realitas, (Yogyakarta: Fakultas Syari`ah UIN Sunan Kalijaga, 2008),
Moh. Mahfud M.D., Pergulatan Politik Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 1999),
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, cet.1 ( Jakarta: LP3ES, 1998),
Moh. Mahfud MD., Perkembangan Politik Hukum, Studi Tentang Pengaruh Kinfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum di Indonesia, Disertasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1993
Mohamed Elewa badar ‘’islamic Law (Sharia) and the Jurisdiction of International Criminal Court’’ Leiden Journal of International Law, Vol 24,
2011
Muchith A Karim, Pelaksanaan Hukum Waris Di Kalangan Umat Islam Indonesia (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010)
Muhammad, Danang Wahyu., Penerapan Prinsip Syariah Dalam Permodalan Bank Syariah, Jurnal Media Hukum Vol. 21 Nomor1 Juni 2014
Muhammad Zainal Abidin, Kedudukan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia,http://www.masbied.com/2010/06/04/kedudukan-
hukum-islam-dalam-negara-republik-indonesia/. Diakses tanggal 17 Juni 2020
Muhtaj El Majda, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Prenada Media, Jakarta.
Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta, 2002
Muladi, ‘Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Datang’, Naskah Pidato Pengukuhan, Diucapkan pada Peresmian Penerimaan
Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990
Muhammad Yunus, Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2013
Moeljatno, Delik Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan, Bina Aksara, Jakarta, 1985,
Mohamed Ariff, Islamic Banking: A Southeast Asian Perspective, dalam Mohamed Ariff (ed.), Islamic Banking in Southeast Asia (Singapore:
Institute of Southeast Asian Studies, 1988),
Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005,
Ngesti D. Prasetyo, Konstruksi Politik Hukum Ekonomi Dalam Hasil Peubahan UUD 1945, Jurnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 3, Jakarta,
Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, 2005
Nyoman Serikat Putra Jaya, 2014, Politik Hukum, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Otong Rosadi, Andi Desmon, Studi Politik Hukum Suatu Optik Ilmu Hukum, Thafa Media, Yogyakarta, 2012,
Padmo Wahjono, Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-undangan, Forum Keadilan No. 29/April 1991
Padmo Wahyono, 1986. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. Cetakan II. Ghalia Indonesia. Jakarta
Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2003. Hukum Responsif: Pilihan di Masa Transisi. Ford Foundation dan HuMa: Jakarta
Prinst, Darwan, 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya bakti, Bandung
Priyatno, Dwidja. Kebijakan Legislasi Tentang System Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Indonesia. Bandung: CV Utomo, 2004
Purwaning. M. Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB anti korupsi 2003 dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung:
Alumni, 2007
Pudjo Suharso, ‘Pluralisme Bangsa Menuju Indonesia Baru’ dalam Khamami Zada-Idy Muzayyad (Ed.), Wacana Politik Hukum dan Demokrasi
Indonesia, (Yogyakarta: Senat Mahasiswa Fakultas Syari`ah IAIN Sunan Kalijaga bersama Pustaka Pelajar, 1999),
Rahmat Ramadhani. 2016. Catatan Kecil Seputar Hukum Indonesia; Kejahatan Terhadap Tanah. Medan: UMSU Press
Rahmat Ramadhani, Artikel; ‘Benang Merah’ Alas Hak Dengan Sengketa Pertanahan, Harian Rakyat Bengkulu, Bengkulu, Kamis-26 Juli 2012
Rezza A.A Wattimena, 2007. Melampaui Negara Hukum Klasik: Locke-Rousseau-Habermas. Kanisius: Yogyakarta.
Ridwan, MAshyudi, 2002, Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi, artikel dalam http://www. Kejaksaan.go.id/puspenkum, tanggal 4
September 2002 diakses 14 Januari 2021 jam 21.30 wib
Rifki Ismal, Islamic Banking in Indononesia: New Perspectives on Monetary and Financial Issue (England: John Wiley & Sons, Ltd, Chichester,
2013),
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo, 2001),
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Cet ketiga, Aksara Baru,
Jakarta, 1983
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP, Jakarta: Kencana, 2016
Sajipto Rahardjo, , Beberapa Pemikiran tentang Ancangan antar Disiplin dalam Pembinaan Hukum Nasional, Bandung: Sinar
Baru, 1985
Satya Arinanto, Human Rights in Context of the Historical Non-Aligned Countries Debates on Universalim and Cultural Relativism, and Current
Human Rights Development in Indonesia, Makalah disampaikan pada XVI International Annual Meeting in Political Studies on ‘’Human
Rights Today:60th Anniversary of the Universal Declaration of Human Rights”
Sudarto, Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan, Kertas Kerja Lokakarya Pembaharuan Kodifi kasi Hukum Pidana Nasional, BPHN, 1982
Soedjono D,Segi Hukum tentang Narkotika di Indonesia, Bandung Karya Nusantara, 1977
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, cet.7 ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994),
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial Politik Dalam Pembangunan Hukum di indonesia (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994)
Sumarno Ma’asum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, CV. Mas
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2014),
Taufik Rinaldi, dkk, Memerangi Korupsi Di Indonesia Yang Terdesentralisasi Studi Kasus Penanganan Korupsi Pemerintahan Daerah,
(Jakarta: Justice for The Poor Project World Bank 2007)
Teuku Mohammad Radhie, “Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional”, dalam majalah Prisma No.62 Tahun II,
Desember 1973
Tim Kerja, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana dan Sistem Pemidanaan (Politik Hukum dan Pemidanaan),
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2008
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk Dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta :
Djambatan
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Tata Negara Indonesia pasca Amandemen UUD 1945, kencana prenada media group, 2010
Tri Andrisman, Analisis Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
Trisadini P Usanti, Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan, (Surabaya: Airlangga University Press, 2013)
Urip Santoso. 2012. Hukum Agraria; Kajian Komprehensif. Semarang: Kencana Prenada Media Group
Utrecht. E, Pengantar Dalam Hukum Indoneia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1983
Van Volllenhoven, dalam Satjipto Rahardjo, 2004. Ilmu Hukum, Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Wahjoe Oentoeng, 2011,Hukum Pidana Internasional Perkembangan Tindak Piadana Internasional & proses penegakannya. Erlangga.Jakarta
Wijaya A.W., Masalah Kenakan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung, Armico, 1985
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003,
Wison Nadack,Korban Ganja dan Masalah Narkotika, Bandung: Indonesia Publishing House, 1983
Yudian W. Asmin,Reorientation of Indonesian Fiqh,dalam Yudian W. Asmin (ed.), Ke Arah Fikih Indonesia: Mengenang Jasa Prof. Dr. T.M.
Hasbi ash-Shiddieqy, (Yogyakarta: Forum Studi Hukum Islam Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, 1994),
Yuliandri, 2009. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan.
Raja Grafindo Persada: Jakarta
Undang-Undang
UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahan Daerah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran
Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah
Pidato Presiden Republik Indonesia Tentang Pembangunan Nasional Dalam Perspektif Daerah di depan Sidang Paripurna Khusus Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta, 19 Agustus 2009
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2011
http://reformasikuhp.org/merancang-arah-pembaruan-hukum-pidana-indonesia
Dr. Bachtiar, S.H., M.H. Dr. Bambang Santoso, S.E., S.H., M.H.
NIDN. 0412027301 NIDN. 0404106702