NPM 5222221001
Program Magister
Universitas Pancasila
Jakarta, 2023
Philippe Nonet dan Philip Selznick mengkualifikasi hukum menjadi 3
dengan tertib sosial dan tertib politik. Ketiga kategori hukum tersebut adalah (1)
Hukum represif pada prinsipnya mengakui hukum dan negara merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Pemberlakuan hukum represif tidak terlepas dari
integrasi yang deka tantara hukum dan politik. Wujud dari intergrasi yang sangat
dekat ini adalah adanya suatu subordinasi langsung dari institusi-institusi hukum
Seperti dalam modul Politik Hukum 2 yang dikumpulkan oleh Prof Satya
In its most distinct and systematic form repressive law displays the following
characteristics:
officialdom. In the “official perspective” that ensues, the benefit of the doubt
centers of power; they are isolated from moderating social context and
5. The criminal code mirrors the dominant mores; legal moralism prevails.
Hukum represif adalah hukum sebagai alat kekuasaan represif dari penguasa
dikembangkan sebagai bagian dari sistem kekuasaan absolut yang bertujuan untuk
adalah keras dan terperinci terhadap rakyat, dan sebaliknya lunak terhadap pembuat
peraturan dan penguasa negara karena hukum tunduk pada politik kekuasaan.
Tujuan hukum represif dalam memaksakan kepatuhan dan ketundukan penuh rakyat
wujud ketidakpatuhan atau pelanggaran hukum. Hukum dalam wujudnya yang nyata
Hukum represif merupakan perintah dari penguasa dan menjadi alat yang
selanjutnya disebut UU Minerba. Dalam hal ini contoh hukum dalam wujudnya
bahwa hukum yang represif memiliki ciri-ciri yaitu; ketertiban adalah tujuan utama,
peraturannya yang terumus secara rinci bersifat keras (represif) mengikat rakyat,
kesempatan, pemaksaan serba mencakupi tanpa batas yang jelas, moralitas yang
terbaru merupakan contoh hukum yang represif hal ini dikarenakan, beberapa Pasal
dalam UU tersebut yaitu, Pasal 7, 8, 37, 43, 44, 45, 142, 143 yang telah
desentralisasi. Kemudian yang sangat krusial yaitu penghapusan Pasal 165 terkait
mencakup IUP, IUPR, IUPK. Padahal diketahui bahwa Locus dari usaha
tidak dihapuskan, namun sistem pengawasan nyalah yang harus diperbaiki dan
diatur dengan baik. Kewenangan pemerintah pusat yang terlalu dominan dalam
tersebut.
perhatian penting agar tercipta harmonisasi yang efektif dan konsolidatif. Pergulatan
hukum pada areal empiris menemukan titik terang yang menarik perhatian dengan
munculnya tipelogi hukum baru yang dinamakan hukum otonom. Dalam ModulPolitik
Hukum 2 yang dikumpulkan oleh Prof Satya Arinanto pada halaman 98, tertuang
2. The legal order espouses the “model of rules”. A focus on rules helps
the creativity of legal institutions and the risk of their intrusion into the
political domain.
justice, are the first ands and the main competence of the legal order.
process
intervensipolitik. Tetapi pada dimensi lain lembaga hukum harus membebaskan diri
legislasi.
paling nyatadari suatu penerapan secara adil. Otoritas yang berpotensi represif
dikendalikanoleh prinsip rule of law, yakni due process of law. Hukum dan prosedur
memiliki hubungan yang sangat dekat, baik dilihat dari aspek historis maupun
sekunder. Dalam konteks memahami alur tersebut dapat disimpulkan bahwa hak
otoritas dan kesetiaan yang kuat pada hukum atau ketaatan. Penerapan hukum
hanya dapat efektif bila otoritas yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan hukum
terimplementasi dalam tindakan – tindakan warga. Pada aspek inilah hukum otonom
memberikan perhatian penting terhadap nilai – niliai otoritas hukum dan tingkat
tipe represif. Tipe hukum ini menolak adanya keterbukaan secara serampangan.
memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, antara lain menganut prinsip – prinsip
kemandirian hukum, tetapi pada sisi lain tidak punya kekuasaan kebijakan publik.
formalisme buta. Keberadaan hukum otonom di era ini masih relevan dalam
beberapa hal, meskipun dalam aspek lainnya sudah usang. Misalnya dalam aspek
sistem, konsep hukum ini meletakkan hukum sebagai asas yang fundamental dan
tidak terletak pada personal sebagaimana rule of law, hukum terpisah dari politik dan
memiliki akar penerapan secara mandiri. Dalam kondisi –kondisi negara tertentu
tipologi hukum yang ketiga yakni hukum responsif. Pengembaraan mencari hukum
hukum dalam berupaya menawarkan jalan keluar efektif bagi keteraturan dan
ketercapaian tujuan hukum itu sendiri. Corak dan motif dari tipe hukum ini sangat
berbeda dengan tipe hukum otonom terlebih lagi hukum represif. Sifat
hukum, materi hukum dan budaya hukum. Tradisi pengembangan tipe hukum ini
telah mengambil jalan berbeda dan lebih konstruktif untuk mencapai kesejatian
hukum sebagai instrumen pengelolaan negara. Berikut ini ada beberapa karakter
lingkungannya.
hukum ini siap mengadopsi paradigma baru dan meninggalkan paradigma lama.
Artinya hukum tidak lagi dilihat sebagai entitas yang berdiri sendiri,melainkan dia
harus mampu berinteraksi dengan entitas lain, engan tujuan pokok mengadopsi
memiliki ruang idealitas jika dibandingkan dengan tipe hukum otonom maupun
keterbukaan dan kebebasan dapat membuka ruang publik baru yang dapat
dicapai.Secara indisipliner hukum, tekstual hukum tidak lagi menjadi rujukan utama
tetapi pada moralitas hukum. Secara teoritik memang menarik, tetapi secara praktis
prinsipnya hukum responsif akan mencapai idealitas hukum yang dicita – citakan jika
dapat bersintesa positif secara fungsional dan proporsional dengan tipe –tipe hukum
sebelumnya.
merupakan salah satu bentuk peralihan masyarakat pada tahap yang lebih
angkutan.
pada ayat (1) tidak boleh bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum.
b. Merekrut pengemudi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kepada Direktur Jendral
meliputi:
pentingya merupakan akibat dari tujuan sosial yang lebih besar yang dilayaninya